Lu Li tidak akan terlibat dalam bentuk pertempuran seperti ini, sebagaimana sebagian besar atlet esports profesional.
Kenyataannya, seiring dengan semakin tingginya tingkat profesionalisasi 'Fajar', kelompok ini telah membentuk klasifikasi yang sangat berbeda dengan pemain biasa. Dalam sebagian besar situasi, tidak ada interaksi di antara mereka.
Dan sesuai pengaturan game, selama bukan PK aktif atau membunuh lintas kubu, ID tidak akan terlihat. Asal menutupi wajah, umumnya tak ada yang tahu kalau kamu atlet esports - kecuali sengaja ingin pamer.
Lu Li termasuk cukup dekat dengan fans. Dia rutin mengobrol dengan anggota serikat, atau bertarung dengan para maniak PK.
Tentu dengan memakai peralatan biasa, karena pemain standar hampir mustahil bisa berinteraksi dengannya.
Selain Lembah Duri, cangkang kumbang suci sedang trending. Dengan uang, kamu bisa pakai barang ini untuk grinding EXP. Level 40 butuh terlalu banyak cangkang, tapi level 37-38 masih feasible.
Bagi pemain tingkat tinggi seperti Lu Li yang sudah level 40, cara upgrade mirip curang seperti ini jelas bukan hal baik.
Tapi dia juga bisa memahami konsep desain game ini. Seperti kata pepatah, "Fajar" harus menjadi game untuk semua kalangan, sehingga harus memperhatikan kepentingan mayoritas. Sebuah cangkang kumbang suci memungkinkan lebih banyak pemain mengikuti "tim pertama" pemain top. Terlalu ketinggalan zaman akan membuat mereka kehilangan minat, bukan?
Selain itu, berkat larisnya cangkang kumbang suci, banyak orang miskin di dunia nyata menemukan cara untuk bertahan hidup.
Hanya dengan mengulang-ulang perburuan cangkang kumbang suci dan menjualnya, pendapatan yang dihasilkan sudah cukup besar. Banyak orang "Tak Berumah" kini memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok, kehidupan mereka mulai bersinar harapan.
Ada juga orang seperti Lu Li di awal yang terpaksa meminjam uang untuk membeli helm. Kini hanya dengan pendapatan selama periode ini, mereka sudah bisa melunasi utang.
Dalam sekejap, hampir semua orang tahu bahwa game "Fajar" bisa menghasilkan uang.
Hari ini pertengahan Desember, sekitar sepuluh hari menjelang "Natal" - festival yang diimpor dari Barat ini sudah menjadi kebiasaan umum. Suasana festival mulai terasa di seluruh "kota".
Ibukota lama dilanda hawa dingin yang menusuk. Tahun ini salju turun lebih awal dan lebih deras.
Kualitas udara justru membaik. Setelah pemindahan ibukota, masalah lingkungan seperti kabut asap di kota tua ini telah mengalami perbaikan selama seabad. Banyak yang merasa kota kuno ini sedang "berbalut" musim semi kedua.
Setelah kehilangan status sebagai ibukota, arus pendatang pun mengikuti perpindahan pusat pemerintahan. Kini para penghuni yang tersisa justru hidup lebih santai.
Keluarga tiga orang di ruang tamu yang sedang asyik menonton TV sama sekali tak menyadari bel pintu yang sudah lama berbunyi. Tanpa melepas pandangan dari layar "kaca", sang ibu menepuk kepala putrinya: "Daimeng, bukakan pintu."
"Aku nggak mau. Aku mau nonton TV." Cewek kecil itu memeluk boneka kelincinya erat-erat sambil menjauhkan diri dari "ibu galak".
"Sayang, kamu yang buka." Melihat putrinya tidak bisa disuruh, sang ibu beralih ke target berikutnya. Sang suami hanya menatapnya dingin, membuat tangan yang sudah terangkat itu ragu untuk menepuk.
"Otoritas orang sukses, hanya dengan tatapan saja sudah bisa menunjukkan tenaga yang membuat orang takut mengusik, ibu mengkerutkan kepalanya dengan suara lemah."
Meski Ayah menggunakan tatapan untuk mendisiplinkan istri, tetap saja bangun untuk membuka pintu.
Di luar berdiri dua pria dengan pakaian cukup resmi, membawa tas dokumen, jika melepas mantel mungkin terlihat rapi dengan setelan jas, langsung pergi kerja pun tidak masalah.
"Ada keperluan apa?" kepala keluarga bertanya dengan suara berat, mengira mereka sales promosi, tak tahu bagaimana penjaga gerbang sebelumnya membiarkan kedua anggota ini masuk.
"Tuan Shen, benar?" kedua pengunjung saling memandang, salah satunya bertanya. Keduanya tampaknya tidak datang bersama.
"Benar, saya sibuk." Sibuk menemani istri dan putri menonton TV, setan tahu di mana daya tarik sinetron gelembung ini baginya.
"Hah, kenyataannya, saya datang untuk mencari putri Anda. Atas nama perusahaan Kabi, saya ingin mengajaknya menjadi Perwakilan produk kami. Nama keluarga saya Chen." Pria berjas biru itu tahu tuan rumah tidak sabar, langsung menyampaikan maksudnya.
"Kabi." Sang kepala keluarga mengangguk, nama itu tidak asing baginya. Ia menoleh ke pria lain: "Kalau kamu? Mau mengajak putriku mewakili apa?"
"Saya berbeda dengannya. Saya pengacara dari firma hukum Xingyao, nama keluarga Zhang. Putri Anda yang menjadi pemegang saham Pedang Penghakiman, ada beberapa dokumen yang perlu ditandatangani oleh wali." Ternyata memang tidak bersama, entah bagaimana bisa bertemu di sini.
"Daimeng, ulahmu lagi. Kemarilah." Sang tuan rumah tanpa konfirmasi tetap mengizinkan mereka masuk. Teriaknya menggema di dalam rumah. Cewek kecil itu keluar dengan menggesek-gesek kakinya, matanya berhati-hati mengamati para Tamu, tak tahu masalah apa lagi yang dibuatnya belakangan ini.
"Sudahlah, pertama-tama persiapkan perasaan, nanti keluarkan senjata pamungkas, bertingkah manja sampai membuat mereka mati."
Dua tamu satu per satu menyampaikan maksud kedatangan mereka, disertai berbagai dokumen dan bukti terkait yang dengan meyakinkan membuktikan bahwa mereka bukan penipu.
Pasangan suami-istri pemilik rumah baru tahu bahwa putri mereka telah menyusup mencapai prestasi sehebat ini di dalam game - meski sering mendengar putri mereka membanggakan diri, mereka tak pernah menganggap serius.
Bahkan nama panggilannya saja "Dai Meng" (Bodoh Bermimpi), sudah bisa dibayangkan punya kemampuan sehebat apa.
"Pengacara Zhang, majikanmu ini, nama perusahaannya kok aneh sekali, apa itu Pedang Penghakiman..." Si tuan rumah tak langsung menagih putrinya, lebih dulu mencoba menyelidiki perbuatan putrinya dari sudut pandang profesional.
Jangan-jangan dia sudah menjual diri sendiri.
"Pedang Penghakiman!" Pengacara Zhang yang banyak berkecimpung di dunia game dan termasuk ahli sejati dalam bermain game, berkata dengan sedikit kesal: "Kami adalah klub sangat terkenal di kalangan game. Fajar sejauh ini telah menyelenggarakan dua pertandingan profesional, kami memenangkan satu gelar juara dan satu runner-up..."
"Fajar, akhir-akhir ini memang sering kudengar." Meski pekerjaan sang tuan rumah tidak menyangkut game, ia sudah lama mendengar tentang game paling populer saat ini. Setelah merenung sejenak ia bertanya: "Aku tahu betul putriku, atas dasar apa dia bisa mendapatkan perjanjian kepemilikan saham ini? Menurut penjelasanmu, ini bukan jumlah uang sederhana yang kecil."
Ini jelas merupakan sebuah karier. Cewek enam belas tahun, kemampuan apa yang dia miliki sampai bisa mendapatkannya?
"Karena..." Pengacara Zhang agak malu namun sangat iri, ia melirik gadis kecil yang duduk tegak itu dan menghela napas: "Karena dia hoki, sejak awal game sudah bertemu dengan Lu Li..."
Orang yang familiar membahas Lu Li selalu punya topik tak habis-habisnya. Pak Zhang menceritakan kisah heroik Lu Li layaknya mendongeng.
Pasangan suami-istri ini mendengarkan seolah dalam mimpi. Rupanya putri mereka yang dianggap bodoh ini secara tak terduga berhasil terhubung dengan figur legenda baru yang sedang naik daun di kalangan game, sehingga ikut menanjak dan memperoleh bagian saham purba di klub baru ini.
"Meng Meng, Ibu meremehkanmu." Sang ibu sampai tak berani memanggil putrinya "Si Bodoh" lagi.
Meski saham ini nilainya belum seberapa bagi keluarga berkondisi ekonomi istimewa seperti mereka, saat mempertimbangkan situasi putri mereka, rasanya selama 16 tahun membesarkan gadis ini sama seperti merawat orang asing.
