“Kalau kita adalah partner, harus bisa bekerja sama barulah bisa.” Lu Li berkata dengan khidmat.
“Tentu saja, kita baru saja bekerja sama bukan? Aku menghancurkan lututnya, sedangkan kamu memberikan pukulan terakhir.” Draenei kecil memiringkan kepalanya sambil berpikir, sepertinya sangat setuju dengan pernyataan Lu Li ini, hal ini membuatnya merasa dihargai.
“Kamu Ksatria Suci, seharusnya kamu yang melakukan pukulan terakhir, aku yang memulai serangan duluan……” Lu Li hampir menangis, berbicara dengan anak kecil imut sungguh melelahkan.
“Mengapa Ksatria Suci harus melakukan pukulan terakhir?” tanya Yoli tak mengerti.
“Cahaya suci bisa memberikan ketenangan pada mereka, segala dosa akan kembali tenang. Ini adalah tenaga yang diberikan Naaru padamu.” Lu Li dengan santai mengarang cerita.
“Kedengarannya sangat masuk akal. Baiklah, aku yang akan melakukan pukulan terakhir.” Karena masih kecil, pemahamannya tentang ajaran Ksatria Suci belum mendalam, dengan mudah terombang-ambing hingga tak tahu arah.
Pada pertempuran kedua, Lu Li pertama-tama memberikan Pukulan mematikan untuk memingsankan Pencuri Sutra Bayangan, lalu menggunakan Pra-Meditasi + Menyergap pada Hellfire.
Setelah dua monster itu berhasil dikendalikan, anak kecil imut itu berlari-lari kecil sambil mengayunkan palunya keras-keras ke lutut Hellfire, serpihan batu beterbangan.
Sebenarnya Lu Li sendiri sudah bisa menyelesaikan masalah, bahkan lebih efisien daripada menunggu pukulan terakhir si anak kecil imut.
Tapi demi menghibur gadis kecil ini, dia terpaksa memperlambat ritme, menyisakan setetes darah untuk si junior yang sedang menunggu kill.
"Kurasa kita benar-benar punya keharmonisan tak terucap." Gadis Draenei itu mengayunkan palunya dengan gesit, serangannya memang tidak banyak melukai monster, tapi dari segi teknik, Lu Li terkejut melihat kemajuan pesatnya.
Palu pertama langsung menghancurkan lutut Shadow Silk Stalker, setiap gerakan setelahnya selalu mengincar titik vital, menghasilkan CRIT demi CRIT.
BOSS！
Di kepala Lu Li hanya ada satu pikiran: Gadis ini terlahir sebagai makhluk dengan template BOSS, bahkan level BOSS heroik yang ditakdirkan bersinar gemilang.
"Saat menyerang, harus menyisakan ruang gerak, dengan begitu akan ada lebih banyak kesempatan untuk merespons..." Entah ada gangguan apa di kepalanya, Lu Li ternyata tak kuasa mengajari NPC ini bertarung. Dengan wawasannya yang luas tak hanya mengenal gaya bertarung banyak pemain, tapi juga hafal betul karakteristik NPC bahkan BOSS dungeon, sintesis dari ciri khas para legenda puncak ini jelas memiliki bahan ajar yang cukup untuk seorang pemula.
"Andai aku tidak punya Guru, pasti akan kujadikan kau sebagai mentorku." Bocah kecil ini semakin mengagumi Lu Li, bahkan di akhir menyatakan penyesalan karena tidak bisa resmi menjadi muridnya.
"Tidak masalah, meski tidak jadi murid resmi tetap bisa kuajarkan. Tapi siapa sebenarnya gurumu itu?" Sambil tetap waspada terhadap Ancaman Perampok Jaring Bayangan, Lu Li bertanya sekenanya.
"Yang Mulia Perwira Penjaga Maraad." Saat menyebut sang mentor, wajah Yoli dipenuhi kekaguman yang mendalam.
Lu Li gemetar dalam hati: Dasar, aku hampir merebut murid. Benar-benar seperti nenek 80 tahun makan arsenik – jengah hidup!
adalah Ksatria Suci terkuat Draenei, Putra Cahaya tertua. Dalam kehidupannya yang panjang, dia menyaksikan perang tak berujung alam semesta melawan Burning Legion. Ksatria Suci pengguna martil perang ini menggunakan cahaya suci untuk memandu ras-ras lain di Alliance.
Setelah mengetahui guru si Draenei kecil ini, selain kekaguman, Lu Li juga mulai memahami perilaku pemulanya.
terlalu sibuk. Mana ada waktu mengajarkan gadis seusianya? Mata pelajarannya mungkin masih terbatas pada latihan dasar sederhana dan membosankan.
Setelah bertarung lebih dari satu jam, Lu Li membersihkan semua pemburu liar di ngarai. Monster level 25 ini XP-nya hampir nol, peralatan yang terjatuh semua sampah – tapi banyak di antaranya adalah Shadow Silk.
"Shadow Silk memang barang bagus, satu gulungan kecil ini setidaknya bernilai dua puluh emas."
Di dalam tas Lu Li terkumpul tujuh puluh hingga delapan puluh gulungan, bagaimanapun ini adalah kekayaan yang sangat besar. Bahkan bagi Lu Li yang sekarang sudah tidak kekurangan uang, saat menghitung perhitungan ini, detak jantungnya agak berdegup kencang.
Namun, setelah rasa bersemangat itu, hatinya langsung menjadi dingin.
Barang-barang ini harus diserahkan, kalau tidak semua usaha sebelumnya akan sia-sia.
"Ini milik kalian, simpanlah. Lain kali bisa dikirimkan ke kakakmu." Dengan mata berkaca-kaca dan darah mengalir dalam hatinya, Lu Li menyerahkan 76 gulungan Shadow Silk kepada Yoli.
Yoli terlihat sangat tersentuh: "Terima kasih banyak, Kakak! Aku pasti akan membicarakan hal baik tentangmu dan kakakmu."
Inilah kalimat yang ditunggu-tunggu Lu Li. Ia menghela napas panjang lega.
Yoli mengeluarkan kain tua yang digunakan Lu Li untuk meyakinkannya. Di tempat pola unik yang sebelumnya dijahit Elize, jarinya menggores beberapa garis - mungkin ini cara komunikasi khusus antar saudari mereka.
Lu Li memang mengincar barang ini. Semua berjalan sesuai panduan, meski prosesnya cukup berliku.
"Terima kasih Yoli, kau gadis pemberani." Lu Li menerima kain tua itu sambil menepuk kepala si bocah. Tanduk kecil Draenei memang menggemaskan, apalagi pada masa kanak-kanak.
"Tidak! Aku Ksatria Suci yang pemberani, bukan gadis kecil!" Tubuh mungilnya menggeliat menghindar sentuhan Lu Li. Si pengintai kecil itu melompat-lompat kembali ke markas.
Benar-benar anak ingusan yang tak tahu balas budi. Habis dimanfaatkan, disentuh sedikit saja tak mau.
Lu Li menyelesaikan tugas Tahap Dua. Dari teleportasi, ia kembali ke Exodar. Maestro Tailor Elize masih duduk di tempat semula, asyik menjahit baju zirah. Sulit membayangkan sosok kalem ini punya adik perempuan yang seceria itu.
“Saya sudah kembali, telah membantu Yoli mengusir para pemburu liar itu.” Suara Lu Li membangunkannya dari pekerjaan.
“Ah, ternyata Kamu.” Aeliz mengobrak-abrik tumpukan kain dan menemukan jubah Lu Li: “Sudah saya perbaiki, tidak terlihat bekas tambalan sama sekali. Pasti dia akan sangat puas.”
“Terima kasih, Ibu yang terhormat. Saya sangat puas.” Lu Li menerima jubah itu dengan wajah penuh kegembiraan.
“Senang Anda menyukainya.” Aeliz tersenyum sambil berkata, menurutnya yang dia selamatkan bukan hanya selembar jubah rusak, tapi mungkin juga memacu perkembangan cinta indah.
“Saya sudah tidak sabar ingin menunjukkannya padanya. Terima kasih atas keahlian Ibu yang luar biasa, saya harus pamit.” Lu Li mengajukan permohonan untuk pergi.
Bukan berarti dia sudah menyerah pada Pedoman Rahasia Tailor, seperti yang tertulis di guide—jangan pernah meminta barang itu secara aktif. Perilaku mencurigakan seperti ini hanya akan membuat Eliza meningkatkan kewaspadaannya.
Memang benar dia polos dan baik hati, tapi itu tidak berarti dia bodoh. Bagaimana mungkin seseorang yang bisa menjadi maestro tailor itu bodoh?
"Tunggu sebentar." Eliza benar-benar memanggil Lu Li. Dia mengeluarkan buku sampul keras sambil berkata: "Ini adalah beberapa tips rahasia saya tentang seni menjahit. Orang yang kamu sukai adalah seorang tailor, kurasi dia mungkin akan menyukai hadiah ini. Kamu bisa memberikannya padanya sebagai restu untuk hari-hari kalian."
"Ini... Terima kasih banyak." Kejutan Lu Li separuh dibuat-buat, namun separuhnya lagi benar-benar berasal dari hati yang tulus.
Tugas ini akhirnya bisa dianggap selesai.
