Setelah mendorong mayat korban ke dalam air, Lu Li langsung beranjak pergi. Masih ada dua calon pasangan yang sangat dicurigainya sebagai pemain, namun tidak dia bunuh.
Di sini adalah game, saat kamu mengamati orang lain, kamu juga sedang diamati. Ketika Lu Li mengobrol dengan paman pemancing, mungkin dia terlihat seperti NPC standar. Tapi begitu dia mulai membunuh, performanya sama sekali tidak mencerminkan kebiasaan NPC.
Terkadang alasan terbesar tereksposnya diri bukanlah karena celah, melainkan keserakahan.
Lu Li menyusup ke dalam kerumunan dan segera menghilang dari alun-alun kecil ini.
Meski ada kesempatan membunuh di tempat-tempat sejenis, tapi terlalu mudah terekspos. Begitu dihadang NPC atau pemain, besar kemungkinan akan terbalik di parit.
Memanggil taksi, Lu Li langsung menunjukkan wajah lelah setelah masuk—persis seperti elit profesional yang baru pulang kerja seharian. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menjepitnya di mulut tanpa menyalakan: "Suhu, saya baru dinas ke sini. Ada tempat untuk melepas penat di sekitar sini?"
“Hehe.” Sopir taksi langsung memahami maksudnya dan tersenyum, ia memiringkan kepala ke arah Lu Li sambil mengedipkan mata: "Main yang bagaimana? Perlukan relaksasi total?"
Lu Li terlihat sangat tergoda, tapi akhirnya menggelengkan kepala sambil menolak: "Tidak perlu, tempat biasa saja untuk relaksasi, diskotek atau semacamnya. Kalau tidak ada diskotek, bar juga boleh, yang ramai orang. Tentu saja, harus banyak cewek!"
"Serahkan padaku! Paling lama lima belas menit kau akan melihat lautan cewek cantik menyelimuti langit dan bumi." Sopir taksi menginjak gas dalam-dalam, mobil melesat bagai anak panah.
Orang yang tak tahu situasi mungkin mengira dialah yang ingin bersenang-senang.
Lu Li melirik jam tangannya, sudah lewat pukul sembilan malam. Ia sama sekali tidak terkejut.
Dalam perkembangan teknologi virtual, jika sensor saraf merupakan inovasi tonggak sejarah, maka teknologi waktu pastilah gunung besar yang ingin ditaklukkan semua orang.
Keabadian adalah impian segala makhluk yang bernyawa.
Sejak zaman dahulu hingga kini, baik dewa-dewi, praktisi spiritual, kaisar, atau jenderal—siapa pun yang bukan tipe orang yang berusaha mati-matian untuk bunuh diri—tidak ada yang ingin mati muda.
Orang berharap teknologi virtual dapat merealisasikan distorsi waktu. Misalnya, tiga hari berlalu dalam game sementara di dunia nyata hanya satu hari, bahkan menghabiskan seumur hidup dalam game sementara di luar hanya sekejap. Saat itu mungkin tercapai keabadian dalam arti tertentu.
Di bidang ini memang ada perkembangan tertentu, sayangnya setelah puluhan tahun penelitian tetap tidak dapat disebarluaskan.
Dungeon hari ini dalam arti tertentu mengaplikasikan teknologi yang belum matang ini. Durasi tiga jam dalam game membunuh, tapi di ruang dungeon ini pemain bisa mengalami dua belas jam—selisih empat kali lipat.
Tepat seperti yang dikatakan sopir, lima belas menit kemudian Lu Li berdiri di depan klub malam besar yang megah.
Lu Li secara samar melihat penjaga gerbang mengangguk pada sopir taksi, diperkirakan mereka saling mengenal. Bahkan mungkin sopir mendapat komisi karena membawa tamu ke sini.
"Murid-murid?"
"Satu." Lu Li bertingkah sangat natural. Selembar uang ratusan berhasil mengalihkan pandangan peneliti penjaga gerbang.
Dia mendorong pintu masuk. Sejengkal jarak, dunia hingar-bingar langsung menyergap berbaur dengan aroma bedak, asap rokok, dan minuman. Mungkin juga hawa panas yang membuat darah mendidih.
Ini adalah medan gaya raksasa. Di sekelilingnya berjejer meja-minum dan bar. Kamu bisa minum sendirian, atau mencari gadis pendamping.
Di bagian tengah terdapat panggung dansa besar dimana pria-wanita asing saling gesek dan memancing. Di pusatnya berdiri panggung lebih tinggi dengan sekumpulan wanita ber-sensualitas sedang memamerkan sikap perkasa.
Lu Li memilih duduk di posisi bar, meminta Bartender membuatkan minuman untuknya.
“Tuan, mau saya kenalkan dengan Kakak?” Bartender melihat Lu Li sebagai wajah baru, berkata dengan antusias.
“Tidak perlu, tuangkan lagi untukku.” Lu Li menghabiskannya sekali teguk, berdiri dan meletakkan gelas anggur di hadapan bartender: “Aku suka melakukannya sendiri. Tuangkan lagi, awasi anggurku, akan kuminum setelah kembali.”
Bartender terkekeh, memberi isyarat agar Lu Li merasa nyaman.
Lu Li limbung seperti pemabuk, dengan cepat menyusup ke kerumunan orang yang bergoyang.
Di sini bukan hanya dia seorang pemburu!
Seorang pemain yang jelas tidak beradaptasi dengan tempat ini tak sengaja menunjukkan celah, lehernya dipuntir oleh pria perkasa. Pria itu memeluk erat pemain yang tewas ke meja minum, menempatkan orang mati dengan hati-hati di atas meja seolah tertidur.
Cukup hati-hati, juga punya otak, sayangnya dalam keriuhan dia sama sekali tidak menemukan diri mereka telah menjadi buruan.
Tidak peduli seberapa kekar tubuh seseorang, tenggorokan tetaplah bagian yang rapuh dan berakibat fatal.
Saat pisau Lu Li menggores tenggorokannya, ia hanya bisa bergerak tak berdaya beberapa kali sebelum akhirnya terkulai di meja dengan pose yang sama seperti korban sebelumnya.
Setelah membunuh anggota ini, Lu Li segera buru-buru pergi. Ia tak ingin mengulangi kesalahan pria perkasa tadi - ini adalah diskotik dimana para pemabuk yang tertidur di sofa dan meja bertebaran, sehingga dua mayat ini tak akan cepat ketahuan.
Dengan membunuh pria perkasa barusan, Lu Li telah secara kontinu mendapatkan tiga poin, menjadikan total poinnya kini mencapai sebelas.
Pria perkasa itu ternyata telah membunuh lebih dari satu orang, poinnya hanya kalah dari nama merah. Pemancing di tepi sungai tadi hanya memberi dua poin, meskipun sedikit tapi tetap membantu. Namun prioritas utama Lu Li adalah keamanan dirinya sendiri, bukan mengejar jumlah poin.
Jika sampai ketahuan, kemungkinan besar NPC cerdas akan mengepung dan membunuhnya.
Lu Li menyusup ke kerumunan penari, dengan cepat mendekati posisi gadis-gadis penari di bagian paling pusat, dan menemukan sebuah target.
Orang ini pantas menjadi sasaran Lu Li, sebagai seorang pemain yang ternyata terpikat oleh kecantikan NPC penari, saat ini nekat ingin memanjat platform untuk meraba paha sang penari.
Lu Li segera menariknya, dengan malu-malu berkata kepada yang lain: "Maaf, temanku sedang mabuk, permisi."
Sebenarnya, pisau tajam itu telah menusuk jantung sang target.
Setelah membawa mayat ke area sepi untuk dibereskan, Lu Li terus mencari calon korban berikutnya. Untuk menghindari target dari pemain lain, ia selalu berganti lokasi setelah setiap serangan, tak pernah berlama-lama di satu tempat.
Sistem: Misi pembunuhan diaktifkan, Target A - pria kaos oblong kuning, tinggi 173cm, berat 67kg, jumlah pengawal 5, hadiah 15 poin.
Ternyata ini misi sementara di sekelingnya, bahkan bernilai lima belas poin. Lu Li dengan tenang menghindari tangan usil seorang gadis penduduk asli, sorot matanya melirik ke arah pintu masuk. Tak lama kemudian terlihat target pembunuhan terbaru yang dikawal beberapa pengawal.
Semua pemain di sekeling ini bisa mendapatkan petunjuk khusus seperti ini, jadi tugas ini tidak sederhana.
