Bagaimanapun juga, ini misi lima belas poin. Ragu-ragu hanya akan menyia-nyiakan kesempatan.
Lu Li memastikan telah mengambil misi, lalu mengalihkan pandangan dari Tuan A. Dengan cermat ia mengamati respons orang-orang sekitar saat Tuan A masuk. Jelas dia tidak akan puas dengan lima belas poin dari Tuan A, targetnya adalah pemain yang menjadikan Tuan A sebagai sasaran.
Seorang pemain sedang berdesakan ingin mendekati Tuan A, sementara Lu Li tepat berada di rute pergerakannya.
Lu Li tidak mengawasinya secara langsung, baru ketika tersenggol barulah mengumpat: "XX, nabrak mati aja kau, mau mati ya?"
Sambil berkata demikian, dia juga mendorong lawannya.
Dihujat oleh penduduk asli, pemain ini tidak terlalu mempedulikannya. Matanya hanya tertuju pada 15 poin menggiurkan itu, sehingga dia terus meminta maaf sambil membiarkan tangan yang mendorongnya tetap menempel.
Sakit luar biasa menyergap. Saat mencari "penduduk asli" yang mendorongnya, bayangan orang itu sudah lenyap dari sekeliling.
Senyum pahit terakhir membeku di sudut bibir. Satu lagi pemain tersingkir dari game.
A-kun menjadi sekutu terbaik Lu Li. Hampir semua yang mendekati atau mengawasinya bisa dibunuh, tanpa risiko salah membunuh NPC.
Dalam beberapa menit, Lu Li sudah membunuh tujuh orang. Total poinnya mencapai 32.
Para pengawal mengantar A-kun masuk ke medan gaya. Setelah memilih meja dan duduk, beberapa wanita penghibur segera mendatanginya.
Lu Li berkeliaran di sekelilingnya dengan jarak setidaknya 100 yard, dari awal sampai akhir tidak benar-benar mendekat, meskipun dia punya beberapa kesempatan untuk hampir bersinggungan dengan target.
Dia tidak akan melakukannya, pertama untuk terus mengumpulkan poin, kedua karena tahu setelah membunuh target setidaknya selama lima menit akan berada dalam status nama merah - di kerumunan padat seperti ini, nama merah mutlak akan mati tanpa tempat dikuburkan.
Jadi sambil memburu pemain lain, dia juga mencari jalan mundur setelah menyelesaikan tugas.
Akhirnya seorang pemain berhasil mendekati Tuan A, berpura-pura santai berjalan mendekat seolah ingin membicarakan sesuatu.
Pengawal Tuan A mulai mengawasi ketat pemain ini sejak pertama kali muncul.
Lu Li di tempat tersembunyi menggelengkan kepala, hatinya penuh belas kasihan pada pemain ini karena terlalu sok pintar.
A-kun jelas merupakan orang yang memiliki pengaruh. Dari tato yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, diperkirakan ada sedikit latar belakang kegelapan. Jika benar seorang orang biasa ingin berbicara dengannya, mana mungkin bisa bersikap santai begitu.
Seperti apa performa orang biasa ketika bertemu bos jahat?
Rendah hati, kecemasan, kegugupan, mungkin juga ada sedikit harapan omong kosong yang aneh. Kalau tidak, mengapa orang biasa itu mau menghubungi bos jahat yang biasanya dihindari?
Tepat saat pemain mengira telah mendapatkan kepercayaan sementara dan mungkin bisa mendekati A-kun, dua pengawal tiba-tiba mengapitnya di kiri-kanan. Seorang pengawal lain yang lebih kekar menghampiri, mengepal tinju dan memukul dadanya berkali-kali dengan penuh kebencian.
Hsss!
Lu Li sampai harus menarik napas dingin. Meski ini hanya game, melihat sekelingnya yang seperti ini agak sulit ditahan.
Pemain malang itu sudah memuntahkan darah pada pukulan kedua. Pada pukulan-pukulan berikutnya, mungkin tidak ada lagi sensasi yang dirasakannya.
Mayat dibiarkan tergeletak di samping, para penduduk asli yang menyaksikan kejadian ini sama sekali tidak bereaksi, masih terus meluapkan semangat dan kebaikan mereka di medan gaya malam yang hiruk-pikuk dan dekaden ini, seolah-olah adegan di hadapan mereka ini sama sekali tidak ada.
Dua pemain lain yang sudah mendekat tiba-tiba menghentikan langkah, mereka mulai mempertimbangkan cara yang lebih efektif untuk mendekati target.
Sementara Lu Li tidak memiliki frustasi serupa, karena kedua pemain ini telah menjadi targetnya.
Tentu saja, dia juga tidak lengah, meskipun perhatian pemain di medan gaya ini tertuju pada A-kun, jika aksinya terlalu mencolok, tetap ada kemungkinan terekspos.
Menyingkirkan kedua pemain yang terekspos ini secara berurutan, total poin Lu Li telah melonjak ke lima puluh poin.
Dari sebelas poin ke lima puluh poin, dalam waktu singkat mendapatkan hampir empat puluh poin, keuntungannya dua kali lebih banyak dibandingkan upaya pembunuhan terhadap A-kun.
Orang-orang ini hanya fokus pada A-kun, jelas mengabaikan hal penting demi mengejar hal sepele.
Lu Li terus berburu di klub malam ini, seiring waktu berjalan, akhirnya tetap tidak menemukan saluran aman yang bisa membuatnya kabur dalam status nama merah.
Dia melihat jam, mengusap darah di pisau kecilnya, memasukkan pisau kembali ke saku, lalu menemukan kaos di sofa untuk mengganti baju bernoda darah, akhirnya berjalan dengan sikap percaya diri hendak meninggalkan klub malam.
Tugas tidak terselesaikan tapi tidak ada hukuman, baginya tidak sebanding untuk terus mengambil risiko.
Keluar dari klub malam, Lu Li berdiri di pinggir jalan sambil merokok sebentar, akhirnya memastikan A-kun tidak akan meninggalkan klub dalam jangka pendek.
Ini cukup berbeda dengan dunia realitas, terus-menerus mengalami percobaan pembunuhan, bahkan satu pengawal sudah terbunuh, dia ternyata masih bisa tetap bersenang-senang di klub malam, sama sekali tidak masuk akal!
Sambil mengolok, Lu Li melambaikan tangan memanggil taksi.
Selama beberapa jam berikutnya, dia terus berkeliaran di "kota" ini. Bar, klub malam, tempat hiburan malam - semua wilayah yang penuh dengan kehidupan malam menjadi target kunjungannya.
Beberapa misi serupa seperti percobaan pembunuhan A juga diambilnya. Hanya satu yang berhasil karena orang-orang di sekitar target sudah terbunuh semua sehingga Lu Li mendapat keuntungan, ditambah situasi saat itu memudahkan untuk nyaris tidak selamat. Sementara tugas-tugas lainnya tidak ada yang terselesaikan.
Prinsip Lu Li adalah keamanan nomor satu, poin kedua. Bahkan urutan ketiga pun tidak layak untuk ditempati oleh tugas itu sendiri.
Total 363 poin - itulah capaian kerja semalaman yang dia peroleh.
Jika ingatanku tidak salah, juara pertama lomba pembunuhan kota edisi pertama hanya mendapat 200-an poin. Bukan berarti tidak ada yang melebihi 300, tapi mereka yang poinnya melampaui 300 justru gagal di langkah terakhir karena tidak tahan dengan godaan gelar juara, seperti Tembok Besar yang roboh di ujung perjalanan.
Semakin mendekati akhir, bahaya semakin mengintai. Persis seperti Sistem yang sengaja dibuat untuk melawan para pemain.
Tiga preman berhasil menemukan gang kecil tempat Lu Li bersembunyi ini.
Semua ini adalah penduduk asli, tapi mereka tidak akan memberi kelonggaran hanya karena Lu Li berpura-pura seperti penduduk asli. Alasan berkelahi biasanya hanya untuk merampas uang, dan sebagai pria dewasa, Lu Li hanya bisa dirampok hartanya.
Lu Li tidak mengucapkan kata-kata memohon ampun. Saat lawannya masih mengucapkan kata-kata penyemangat situasi, dia langsung menghujamkan tinjunya.
Soal bertarung, dia lebih jago daripada pencuri!
Pencuri hanya dimainkannya selama tiga bulan, game hanya dua tahun, tapi sejak kecil dia sudah bertarung puluhan tahun melawan berbagai jenis lawan.
Ketiga preman itu segera tergeletak di tanah. Lu Li mengeluarkan pisau kecil, dengan kejam memotong urat tangan dan kaki mereka, lalu menyumbat mulut mereka dan melemparkan ke tempat sampah. Setidaknya dalam beberapa jam ke depan mereka tidak akan mati.
Selama mereka tidak mati, Lu Li tidak akan dapat nama merah, dan bisa terus bersembunyi di gang ini sampai waktu permainan berakhir.
