Di luar Stormwind, ksatria veteran menurunkan griffin. Seorang penjaga datang membawa griffin ke area khusus.
Stormwind hari ini tampaknya tak ada yang istimewa. Dibandingkan dengan Darnassus yang sunyi, kota ini seperti selalu hiruk pikuk.
Keramaian ini bukan seperti kebisingan tempaan besi di Ironforge - meski para kurcaci menganggapnya enak didengar, tapi jelas-jelas itu adalah kebisingan - hiruk pikuk Stormwind sepenuhnya berasal dari pemain dan NPC. Kota "terbesar" di benua ini, bahkan di larut malam pun tak pernah sepi.
Sepertinya pagi tadi baru turun hujan gerimis. Udara terasa bau tanah lembap, bercampur aroma segar akar rumput.
Banyak pemain yang menancapkan bendera duel di padang rumput dekat gerbang kota.
Duel bendera adalah metode latihan antar sesama kubu, sangat berbeda dengan PK. Bahkan jika terbunuh secara tak sengaja, tidak akan ada peralatan yang dijatuhkan atau pengalaman berkurang.
Para penjaga di gerbang kota terkadang memberi petunjuk kepada mereka, jangan sekali-kali meremehkan para penjaga ini. Sebagian besar dari mereka memiliki pengalaman tempur yang kaya, dan jika pemain beruntung, bahkan bisa mempelajari beberapa skill yang relatif langka dari mereka.
Lu Li dan ksatria veteran masuk melalui gerbang kota, masih disambut oleh lima patung ikonis yang familiar.
"Di sini seharusnya ada posisi untuk Ketua." Ksatria veteran terlihat agak sedih, namun tidak menyimpan dendam. Kelima orang ini adalah sosok yang sangat dihormatinya, dan memiliki hubungan emosional yang erat dengan Lothar.
Khadgar, yang berpenampilan seperti orang tua, sebenarnya tidak menua secara alami. Masa mudanya direnggut tanpa ampun oleh sihir dalam pertempuran itu, namun dengan kecerdasan dan keberanian, ia berhasil meraih gelar sebagai salah satu Penyihir Agung terhebat di Alliance.
Di bawah patungnya terdapat kata pengantar dari Antonidas: Tidak ada yang bisa begitu tanpa pamrih masuk ke medan pertempuran paling gelap dan berbahaya. Di mana pun kamu berada, kami berharap angin selalu berpihak padamu, pengembara pemberani.
Pemanah Sylvanas Windrunner, pemimpin tiga bersaudara Windrunner, kata pengantarnya berasal dari adik perempuannya Ratu Sylvanas.
Tertulis: Hatimu seperti anak panah tajam, terbang lurus di tengah angin, saudariku. Kau adalah petualang paling bijaksana di pasukan kami, dan pemimpin paling terhormat di antara kerabat kita.
Yang ketiga adalah Turalyon, di bawah patungnya terdapat tulisan peringatan dari Uther Sang Pembawa Terang - "Dengan darah kami membela kehormatan, temanku. Kau adalah perwujudan keadilan dan kebajikan, namamu akan menjadi kejayaan abadi kita."
Selama Perang Kedua, Turalyon mengikuti Sir Lothar melawan Horde, dan saling memiliki rasa suka dengan pemanah High Elf Sylvanas Windrunner.
Setelah serangkaian pertempuran, proses penyesuaian mengungkap bakat pertempuran dan kepemimpinan Turalyon yang luar biasa, mendapatkan kepercayaan penuh dari Sir Lothar dan Mage Agung Khadgar. Pada klimaks Pertempuran Pamungkas di Gunung Batu Hitam yang sengit, ketika pemimpin Horde Orgrim Doomhammer berhasil membunuh Sir Lothar dalam duel, Turalyon yang terkejut mengambil pedang patah Lothar dan memancarkan kekuatan cahaya suci yang dahsyat dari tubuhnya, memukul mundur Orgrim dengan gagah berani.
Keempat adalah ksatria griffin kurcaci Kurdran Martir. Raja Martir Falstad Martir menulis untuk prajurit suku: "Kita akan mendengar panggilan griffin dalam angin, gemuruh martil perang akan bergema di pegunungan. Hadapilah kesulitan dengan berani, saudaraku, aula leluhur suci sedang memanggilmu."
Yang terakhir adalah Kapten milisi Stromgarde Danath Trollbane, dengan kata pengantar yang ditulis oleh almarhum Yang Mulia Raja Thoras Trollbane dari Kerajaan Stromgarde: "Anakku, pengalaman dan pengorbananmu akan selamanya dikenang. Sejak hari berdirinya Kekaisaran Cahaya kita, darah pahlawan telah meresap dalam setiap lembar sejarah kekaisaran."
Kelima orang ini dikenal sebagai Lima Pahlawan Gerbang Kegelapan, sekaligus perwujudan paling ikonis dari Putra Lothar.
Putra Lothar bukanlah anak kandung Lothar. Setelah Pertempuran Menara Batu Hitam, seluruh pasukan Alliance yang terlibat dalam pertempuran tersebut menyebut diri mereka "Putra Lothar" untuk mengenang komandan mereka yang gugur.
"Kedatanganku kali ini adalah untuk menyelidiki seseorang atas perintah mentor, mungkin akan membutuhkan pertolongan Yang Mulia." Lu Li langsung mengajukan permintaannya ketika rombongan hampir memasuki gerbang kota. Meskipun hadiah untuk misi solo mungkin lebih menggiurkan, mengingat ini menyangkut Palu Senja, ia tak ingin mempermainkan nyawanya.
Dan dia merasa meski tugas ini bukan tugas utama, setidaknya merupakan misi skenario yang sangat penting.
"Meski tak tahu siapa mentormu, aku setuju dengan permintaanmu. Ironforge Brotherhood siap melayanimu kapan pun." Ksatria veteran itu bersiul beberapa kali, sejumlah penjaga Stormwind berpakaian zirah lengkap segera datang menghampiri.
Lu Li sangat gembira. Dia lebih tahu daripada siapa pun tentang kekuatan para penjaga Stormwind ini, apalagi melihat pola unik di baju zirah dada mereka - ini jelas anggota Stormwind Knights.
"Sekarang mau ke mana?" tanya ksatria veteran itu.
"Apa kamu kenai seorang mayor bernama Samuelsson?" Lu Li hanya tahu nama itu, tapi tidak mengetahui posisi penempatannya.
Pangkat mayor di daerah kecil seperti pos pengawas kota mungkin merupakan komandan tertinggi. Tapi ini Stormwind, markas besar Alliance. Masuk akal jika dikatakan "perwira berkeliaran di mana-mana, mayor tak lebih berharga dari anjing".
“Samuelsson? Nama lengkapnya apa?” Ksatria veteran itu memang belum pernah mendengar namanya.
Lu Li menggelengkan kepala dengan pasrah. Ternyata dia meremehkan kesulitan tugas ini. Hanya sebuah nama saja sudah bisa membuatnya menghabiskan waktu setengah hari untuk mencari.
“Aku kenal seorang Samuelsson. Tapi tidak tahu apakah dia yang kamu cari. Konon kampung halamannya diserbu ogre. Beberapa tahun lalu dia dipindahkan dari Silithus ke Stormwind. Orangnya biasa bersikap rendah hati dan jarang keluar rumah. Menurutku tidak ada yang perlu diselidiki dari dirinya.” Seorang ksatria maju ke depan dan berkata.
“Silithus?” Ekspresi Lu Li berubah samar. Berbagai data tentang wilayah itu langsung bermunculan di pikirannya.
Silithus adalah tempat yang pernah dikunjungi Lu Li. Selain serangga, di sana terdapat dua kelompok besar: Elf dari Dewan Cenarius dan sekelompok umat Palu Senja.
Anggota Palu Senja di sana terutama berasal dari Horde dan segelintir manusia. Mereka sibuk dengan ritual aneh mereka sendiri, atau menggali berulang kali berbagai reruntuhan kuno, mencoba menemukan informasi tentang Dewa Kuno.
"Benar, dialah orangnya. Tolong bantu saya menemukannya." Lu Li berkata dengan keyakinan.
Target penyelidikannya adalah mata-mata dari sekte Palu Senja. Menurut informasi yang diberikan Garona, perwira manusia yang direkrut Palu Senja menjadi tulang punggung ini sepertinya membawa misi berbahaya yang tersembunyi.
Melihat ekspresi serius Lu Li, ditambah komandan mereka tidak membela nama baik Samuelsson, beberapa anggota terpaksa mengantar Lu Li ke markas Samuelsson.
Diam-diam mendekati markas ini, Lu Li berusaha mendengarkan gerakan di dalam.
Kebetulan terdengar seseorang sedang membacakan sesuatu di dalam.
"Pada mulanya, kegelapan yang abadi."
"Kebencian meletus, maka terciptalah api."
Luka yang berkeropeng, itulah tanah.
Ratapan kesakitan melahirkan angin.
Yang menetes dari langit, adalah lautan air mata.
Kami terlahir dari kegelapan.
Langit dan bumi yang kita kenal putih berselimut.
Tercipta dari amarah, luka, kesakitan, dan kesedihan.
Ini tampaknya kitab suci yang sering dibacakan oleh pengikut Palu Senja. Lu Li di kehidupan sebelumnya bisa dibilang banyak membaca, dia pernah membaca konten serupa di markas Gol di Gunung Hyjal. Kitab semacam ini disebut "Kitab Suci Twilight".
