"Ini dungeon, pengalaman tidak akan terkuras, peralatan juga tidak hilang. Apa yang kamu takuti?" Lu Li tanpa menyamarkan sikap merendahkan. Sebagai jantan, apalagi MT yang sehari-hari menahan monster, seharusnya tidak perlu pengecut.
Biru Muda Laut Angin terdiam. Meski tak bersuara, sikapnya jelas menolak untuk melompat - kecuali ditendang dari belakang.
"Aku yang coba dulu. Di dunia nyata aku sering panjat tebing." Jievika bersemangat ingin mencoba.
Orang-orang lainnya tentu tidak akan ada yang menentang. Meski Lu Li berbicara berani, sebenarnya tidak ada yang ingin langsung melompat. Belum lagi rasa jantung berdebar-debar saat terjun dari ketinggian ekstrim, bagaimana jika jatuh ke lava yang bisa membakar hidup-hidup? Meski game telah mengurangi 90% sensasi intuisi untuk melindungi pemain, sisa 10% saja masih cukup membuat tidak nyaman dalam waktu lama.
"Sebenarnya kalau sudah terbiasa pasti tidak masalah," gumam Lu Li dalam hati.
Di kehidupan sebelumnya, pernah ikut tim acak masuk dungeon. Meski tak satupun BOSS berhasil dikalahkan, frekuensi terjun yang berhasil justru cukup banyak.
Rasa panas membara dan sakit itu belum cukup untuk meninggalkan Bayangan psikologis. Dugaan terbesar kenapa sulit melompat adalah penolakan dari dalam hati. Tentu saja, kalau ada relawan yang mau demonstrasi duluan, dia pasti tidak akan berebutan untuk terjun pertama.
Hujan Maret memberikan sihir pengapungan kepada Jievika.
Jievika bergeser perlahan-lahan ke tepi tebing paling ujung. Pandangannya dipenuhi lava merah menyala di bawah. Gelombang panas menerpa wajahnya seiring gerakan lava yang bergolak, sensasinya mirip saat mendekati api unggun di dunia nyata.
Tapi tidak terlihat ketakutan sama sekali pada dirinya. Justru terlihat dari pandangannya - anggota yang biasanya tampak normal ini ternyata sangat gembira.
"Aku berangkat." Tanpa persiapan maupun keraguan, Shadow Priest Jievika langsung melompat. Posturnya seolah ditarik kekuatan mistis, atau bagai daun berguguran diterpa angin - meskipun tak ada angin di dungeon ini - melayang-layang turun dengan goyah.
"Memilukan." Moonlight berkesedihan.
Para pelaku lainnya segera menemukan tanda bahaya saat memandang lebih seksama. Titik pijakan Jievika sulit mencapai dinding batu yang menonjol itu, sehingga kemungkinan besar dia tidak bisa meminjam tenaga. Konsekuensinya sudah jelas.
Mengapa tidak meminjam tenaga di wilayah lain?
Sebenarnya cukup sederhana, karena dinding batu di area lain dialiri api yang akan melukai begitu tersentuh.
Sihir pengapungan memungkinkan pemain mengambang lama, namun memiliki kekurangan fatal: begitu menerima kerusakan, sihir akan langsung menghilang. Jika sihir pengapungan terbakar, hasil akhirnya tetap gagal. Tonjolan yang menjorok dari dinding berapi itu berwarna hitam legam, jelas tidak akan menyebabkan kerusakan.
Jievika juga menyadari kegagalannya. Dengan sigap ia membatalkan sihir pengapungan, lalu terjun seperti amunisi ke dalam lautan lava mendidih. Setelah terkapar beberapa kali, tubuhnya berubah menjadi cahaya putih.
Seperti yang pernah dikatakan Lu Li, kematian di dungeon tidak akan menyebabkan kehilangan peralatan atau pengalaman. Sayangnya, profesi penyembuh tidak bisa menyelamatkannya karena jangkauan skill tidak mencukupi. Ia harus kabur dari luar, lalu langsung beregenerasi di pintu masuk.
“Beri aku sihir pengapungan.” Saat menunggu Jievika kembali berlari, Lu Li harus maju sendiri.
Percobaan pertama tentu gagal, bukan karena dia sengaja pura-pura, meskipun di kehidupan sebelumnya pernah melompat berkali-kali, tetap tidak bisa menjamin bisa sukses sekarang.
Ketika Lu Li regenerasi dan kembali, Moonlight juga menghilang, diduga mengikuti dia jatuh ke lava. Jievika masih melayang di langit, si pemalas Piao Ling ternyata mengantri di belakang, jelas ingin menguji hokinya.
Jievika masih gagal kali ini, tapi semua bersorak untuknya karena dia benar-benar sudah menginjak tonjolan di dinding batu itu. Hanya saja saat melompat kedua kali, pose penyesuaiannya salah sehingga gagal mendarat di tanah seberang - boleh dibilang cuma selisih tipis.
Piao Ling juga gagal. Lu Li melakukan lompatan keduanya.
Di langit, dia terus-menerus menyesuaikan pose sambil memberikan penjelasan kepada rekan satu tim. Perlahan dia mendarat di tonjolan di dinding batu. Karena tonjolan itu kecil, dia tak bisa singgah sebentar. Dengan gaya di kaki, dia segera melayang kembali ke udara.
Kali ini performanya lebih baik dari Jievika. Dengan tubuh bergoyang-goyang, dia melayang melewati lava. Setelah jeda sejenak di kaki, akhirnya mendarat di tanah di seberang.
Dengan demonstrasi Lu Li, yang lain jadi tertarik. Sebelum Sesame Paste Tangyuan berhasil, semua orang mulai melompat satu per satu. Bahkan gadis-gadis yang awalnya pucat pasi memberanikan diri untuk terjun.
Tentu saja, mustahil berhasil melompat sambil merem-melek.
Tak perlu semua orang melompat. Setelah Sesame Paste Tangyuan tiba, dia langsung menggunakan skill Gerbang Pemanggilan. Semua orang di sana langsung ditarik ke sisi ini.
“Baik, berangkatlah. Kita langsung menyerang bos kedua.” Lu Li menarik napas lega, memimpin pasukan memasuki wilayah kekuasaan troll.
Monster kecil sudah berubah dari ogre di area bos pertama menjadi troll.
Keberadaan ras troll di Menara Batu Hitam sebenarnya tidak aneh.
Yang muncul di sini adalah Troll Api Pohon dan Troll Duri Membara dari troll hutan, dua suku troll hutan yang menjadi bagian Legiun Tangan Hitam.
Mereka menolak Horde Baru pimpinan Thrall, tetap setia mengikuti Rend Blackhand. Meski skala legiun mereka jauh lebih kecil dibanding pasukan Thrall, mereka tetap tidak menyerah pada "misi kuno menduduki Azeroth".
Di kedalaman kesadaran Troll Api Pohon dan Troll Duri Membara masih tersimpan rasa hormat pada Zul'jin. Semua troll hutan lain adalah pengkhianat yang patut direndahkan, terutama Suku Gigi Busuk yang mempertahankan hubungan ambigu dengan pasukan Thrall.
Ironisnya Suku Gigi Busuk menganggap Suku Duri Berapi gagal meninggalkan Menara Batu Hitam sebagai pengkhianat, sementara mereka sendiri membantu Thrall dan pengikutnya karena percaya Thrall memimpin Horde yang sesungguhnya. Singkatnya, para troll di luar Legiun Tangan Jahat sejak lama meyakini bahwa aliansi Suku Api-Pohon dan Suku Duri Berapi dengan Legiun Naga Hitam adalah tindakan paling bodoh - mereka bahkan masih berjuang untuk perang yang mutlak tidak mungkin dimenangkan, jika itu masih layak disebut sebagai "perang".
Mungkin karena status mereka yang ilahi, troll-troll ini memiliki kekuatan magis luar biasa. Pasukan biasa harus berhati-hati di sini, sebab kerusakan racun bisa langsung membunuh orang. Bahkan minum ramuan penawar racun pun tak berguna. Tapi bagi tim Pedang Penghakiman yang datang kali ini, setidaknya monster-monster kecil belum cukup untuk membuat 15 anggota tim mereka mati.
"Lu Li, kenapa kita tidak mencoba Bos pertama? Mungkin bisa menang. Aku punya tugas terkait Bos pertama." Biru Muda Laut Angin menunjukkan wajah masam.
"Bos pertama membutuhkan Tahan Api dan pertahanan fisik. Kamu belum memenuhi syarat sekarang." Lu Li menggelengkan kepala.
Jika Biru Muda Laut Angin memakai peralatan terbaiknya, pertahanan fisik pasti memadai. Hampir seluruh tubuhnya sudah menggunakan peralatan legenda, meski untuk menghemat batu pengurang kebutuhan dia tidak menggunakan peralatan level 60. Saat ini tidak ada serikat yang berani mengklaim pertahanan lebih tinggi darinya.
Masalah utamanya adalah Tahan Api.
Sebenarnya dia punya peralatan tahan api. Jika dipasang, pasti bisa menahan kerusakan api dari Omokk.
Tapi masalah muncul: saat mengganti ke peralatan tahan api, pertahanan fisiknya akan turun drastis. Nanti pertahanan fisiknya tidak cukup lagi. Artinya, untuk membunuh Omokk, peralatan MT harus memenuhi dua standar sekaligus: pertahanan fisik DAN tahan api.
Saat ini Biru Muda Laut Angin belum mampu, begitu juga MT-MT dari serikat lain.
Bos kedua berbeda, meski Pemburu Bayangan Vash'jath punya banyak taktik, Biru Muda Laut Angin tidak kesulitan menahannya.
Vash'jath terkenal di kalangan troll karena kecantikan dan kecenderungan gilanya.
Soal kecantikan, Lu Li dan kawan-kawan sulit mengaitkannya dengan Vash'jath. Mungkin di mata troll, gigi taring mungilnya, tubuh berisi, dan kulit hijau muda itu memang dianggap cantik. Tapi sama populernya dengan kecantikannya adalah kegilaannya. Sebagai maestro Jalan Pemburu Bayangan, ia menguasai ilmu sihir jahat, kutukan, dan sihir penyembuhan.
Tapi yang paling ia sukai adalah memimpin berbagai ritual yang konon bisa berkomunikasi dengan dewa-dewa kuno. Lama-kelamaan, ia sendiri mulai percaya bisa benar-benar berkomunikasi hingga menjadi gila.
