Kembali berdiri di depan arwah, hanya butuh lima enam menit. Arwah itu sedang jongkok muram di pinggir jalan, langsung melayang mendekat begitu melihat Lu Li.
Lu Li menyerahkan perintah Thrall padanya, lalu berdiri menunggu sambil melihatnya membaca surat.
Jika tugas ini sesederhana itu, tak mungkin dia jauh-jauh datang ke sini. Sedangkan lencana "Keadilan yang Tersesat" itu benar-benar hasil tak terduga. Tujuan Lu Li sebenarnya lain.
Sedang berpikir, Lu Li tiba-tiba mendengar suara isak tangis. Menoleh, dia melihat arwah takluk sedang menangis tersedu-sedu.
"Ya... ini semua salahku, kalau saja waktu itu tidak..." Bangsa orc jarang menangis kecuali anak-anak. Arwah yang pernah mengalami kematian ini menangis, pasti hatinya sangat terluka.
"Ada yang bisa kubantu?" Lu Li hanya bisa berkata demikian. Dia tidak mungkin mengatakan "manusia mati lampu padam, semua harus melihat ke depan" - arwah mana punya masa depan? Entah tercerai-berai, atau terus berkeliaran di sini. Bagaimanapun bukan akhir yang baik.
"Dengarkan ceritaku... kau harus mendengarkan..." Arwah itu akhirnya menenangkan diri dan berkata demikian.
"Bagus, aku juga ingin mendengarkan." Tugas berlanjut, Lu Li berharap bisa membebaskan prajurit penuh penyesalan ini. Mungkin dia hanya perlu orang berhenti mendengarkan kisahnya, dan membantu melakukan hal-hal yang bisa dilakukan.
Mereka juga menginjak Tanah Kutukan pada hari biasa seperti ini.
Di jalan setapak yang tanahnya telah terkikis hingga memperlihatkan batuan hitam karena terlalu banyak orang melintas, pikiran berlarian, kemudian menembus dataran yang hangus oleh petir hingga mencapai Gerbang Kegelapan. Di hadapan mereka berdiri seorang iblis - Lasthrek.
Ini adalah makhluk yang tak mungkin dikalahkan oleh pasukan, namun mereka tidak melarikan diri. Saat menghadapi iblis, dalam kamus petualang bangsa orc tak ada kata "kabur".
Mereka bagai Don Quixote yang menghunus pedang menyerang kincir angin, digerakkan oleh heroik yang tak sebanding kekuatannya, berjalan menuju titik akhir kehidupan.
Sang mantan petualang dengan tenang menceritakan kematiannya, disederhanakan hingga hanya satu kalimat.
Mungkin baginya, ini hanyalah persoalan sepele.
Ya, Dia mati, tapi rekan-rekannya mengalami hal yang lebih mengerikan daripada kematian - ini menyiksanya lebih dari kematiannya sendiri, sekaligus menjadi alasan mengapa dengan obsesi yang membara, dia terus berkeliaran sendirian di tanah sunyi ini.
Mungkin bisa dikatakan teman-temannya tidak mati, tapi sebenarnya mereka telah lama mati.
Jiwa 18 prajurit itu disedot paksa oleh iblis dari raga mereka, berubah menjadi mayat berjalan. Jiwa mereka dipenjara, selama waktu masih mengalir, mereka akan terus menerima siksaan dan penyiksaan abadi.
"Petualang, kalian harus menghancurkan delapan belas batu... Pergilah, bebaskan jiwa mereka... Lepaskan mereka dari siksaan tak berujung..."
Sistem memberi peringatan pada Lu Li bahwa dia telah menerima tugas baru.
Lu Li mengangguk diam-diam, lalu bergerak menuju arah yang ditunjukkan sistem.
Pagar kayu yang kekar, gerbang terbuat dari batang kayu runcing yang diikat membuka lebar. Di dalamnya terdapat bangunan batu kecil sederhana setinggi maksimal dua lantai. Sebuah jalan setapak mengarah ke sana, di dekat gerbang terlihat dua ogre bertubuh besar membawa pentungan yang berperan sebagai penjaga.
Inilah wilayah yang dicari Lu Li.
Tanah Kutukan - gurun yang kotor ini dulunya merupakan rawa rendah bernama Black Morass, mirip dengan Rawa Kesedihan.
Saat Medivh membangun Gerbang Kegelapan untuk menghubungkan Azeroth dengan Draenor (kampung halaman bangsa orc), para orc melintas melalui portal tersebut dan memicu Perang Besar Pertama. Ilmu sihir mistis bangsa orc begitu kuat hingga menghancurkan rawa-rawa, menyisakan tanah merah kering.
Alliance berhasil menghancurkan Gerbang Kegelapan sehingga polusi berhenti menyebar, namun Tanah Kutukan sudah tak bisa dipulihkan.
Saat itu sepertinya pasukan Horde tidak mencukupi, ogre dari klan Mok'Nathal juga melewati Gerbang Kegelapan dan tiba di sini. Berbeda dengan bangsa orc, ogre memilih tetap tinggal di Tanah Kutukan. Jelas terlihat, sekarang mereka telah menjadi antek Iblis.
Lu Li memeriksa level ogre tersebut. Seperti dugaan sebelumnya, level mereka 58. Untungnya bukan 60. Dengan hati-hati dia mendekati penjaga yang masih belum sadar, langkah ringannya tak mengeluarkan suara sedikitpun. Saat dua penjaga menoleh, dia menyelinap lewat celah di antara mereka.
Pencuri berpengalaman tidak akan membiarkan pandangan target jatuh pada tubuh mereka, apalagi melakukan kontak mata langsung dengan target.
Setelah mencari beberapa saat, akhirnya Lu Li menemukan mayat hidup di dalam markas.
Kemunculan mayat hidup di Tanah Kutukan sangat tidak normal. Dia merayap mendekati dan mengamati anggota yang berdiri kaku ini. Postur tubuhnya jauh lebih kecil dari bangsa orc biasa. Pakaiannya sangat sederhana, tidak mengenakan baju zirah berat, bahkan dibandingkan prajurit biasa pun tidak memakai zirah kulit yang layak. Seluruh tubuhnya hanya dibungkus mantel dari kain perca, terlihat seperti mayat yang dikubur sembarangan di liang kubur manapun di area liar.
Hanya dari beberapa jejak samar masih bisa ditangkap bahwa sebelum kematiannya dia adalah bangsa orc.
Jika sekarang langsung menyerang jelas tidak bijak. Pertama, mayat hidup yang terlihat oleh Lu Li saat ini sebenarnya hanyalah wadah. Mayat hidup sesungguhnya tidak bisa dibunuh. Selain itu, jika kamu menyerang, dia akan menjerit memancing elit guild ogre. Satu dua ogre Lu Li tidak takut, tapi markas ogre ini memiliki ratusan elit guild ogre. Jika tidak bisa cepat terselesaikan, BOSS ogre akan datang memberikan bantuan ketika waktunya tiba.
Ingin mengalahkannya harus merusak kristal hijau penuh energi jahat di sebelah.
Lu Li tahu ini semua pernah menjadi pahlawan yang bertarung habis-habisan melawan Burning Legion, tapi sebagai yang terlahir kembali pun tak ada cara menyelamatkan jiwa-jiwa ini. Satu-satunya yang bisa dilakukan mungkin memberi mereka kedamaian.
Sembilan bawahan Lethon segera terselesaikan. Lu Li tak berani berlama-lama, bergegas menuju markas ogre berikutnya. Tiga bawahan Winnie, tiga bawahan Azshir, dan tiga bawahan Gorosh juga cepat rampung. Di akhir, total tepat delapan belas mayat hidup terkumpul.
Thrall adalah seorang pemimpin yang sangat progresif. Pasukan pengawalnya terdiri dari troll, bangsa orc, yang Terlupakan, Minotaur, dan lain-lain. Oleh karena itu, Lu Li juga membebaskan beberapa ras lain. Jiwa-jiwa ini sudah tidak bisa berkomunikasi dengannya, namun sepertinya setiap kali dia selalu mendengar desahan terakhir mereka. Dari desahan itu, dia bisa menangkap nuansa kelegaan yang dalam.
"……Akhirnya… kebebasan……"
Inilah rekan satu tim arwah orc itu, teman seperjuangannya yang terus berkeliaran di Tanah Kutukan dengan kenangan yang tak pernah pudar. Baik dalam game maupun realitas, solidaritas selalu menjadi hal yang mudah mendapat persetujuan.
"Tak mengharapkan lahir pada tanggal yang sama, tetapi bertekad mati di hari yang bersama."
Sesuatu yang dianggap sebagai lelucon kosong di dunia nyata, ternyata membuatnya merasakan kepahitan asam dalam sebuah misi game.
