"Main diam-diam." Pemuda itu menggaruk-garuk rambutnya sambil malu-malu berkata, perasaan cemas sebelumnya agak mereda.
"Dalam informasi yang dia ketahui, Lu Li adalah makhluk setara Tuhan, begitu tak terjangkau, saat berjalan mungkin menginjak bunga-bunga. Tapi tak disangka Lu Li hanya duduk di kursi yang terlihat tidak nyaman, posisi duduknya miring-miring, bantalan di bawah pantatnya ternyata ada sudut yang robek."
"Kekecewaan!"
"Ini bukan Dewa Game dari Pedang Penghakiman. Dewa Game seharusnya seperti Xiao Mo yang bergaya pangeran, seharusnya menjadi dewa yang disembah."
Menghadapi Lu Li yang seperti ini, mungkin bisa ada rasa hormat, tapi perasaan bertemu Tuhan itu sudah hilang.
"Orang tuamu tidak mendukung?" Lu Li membuka halaman pendapat wali, tapi tidak menemukan kelainan. Ternyata orang tua remaja ini cukup mendukung anaknya main game.
"Aku juga tidak tahu apakah mereka mendukung atau tidak. Aku hanya suka main diam-diam. Tapi hanya game yang tidak terlalu populer. Game besar tidak mengizinkan kita memilih kelas pertempuran. Di Fajar, aku seorang pemancing."
Hobi main diam-diam, kebiasaan aneh ini... Lu Li benar-benar bingung bagaimana menilainya.
"Nilai akademikmu bagus, ternyata peringkat pertama se-sekolah." Sorot mata Lu Li tertahan di halaman data, lalu mengangkat kepala dengan terkejut. Di mata si semi buta huruf ini, juara akademik adalah makhluk yang luar biasa.
"Hehe." Remaja itu jelas merasakan penghormatan ini.
"Kenapa tidak serius sekolah, malah main game?" Ekspresi Lu Li serius. Baginya, sekolah adalah hal yang sangat penting, sedangkan game...setidaknya tidak lebih penting dari akademik. Itulah sebabnya dia sangat ketat dalam menuntut prestasi akademik adik perempuannya.
"Lagipula tidak terlambat." Remaja itu mulai menyadari sikap Lu Li dan panik: "Dan tujuan hidupku memang bermain game."
"Maksudmu, setelah lulus sekolah nanti tetap akan main game?" Lu Li bingung.
"Ya, aku ingin masuk jurusan Komando Perang Virtual di Universitas Ibu Kota tempat Xiao Mo dulu belajar." Remaja ini jelas bukan orang yang menghamburkan waktu, tapi dia tak sadar telah membongkar worldview Lu Li.
Lu Li merasa statusnya sekarang sepertinya sudah cukup tinggi (dia sendiri tidak yakin), meski mungkin masih sedikit di bawah Xiao Mo.
Tapi dia sendiri hampir tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Apakah sekolah benar-benar sepentu yang dia bayangkan?
"Tentu penting, Xiao Mo lulusan Universitas Ibu Kota, Mo Wangfeng dulu bahkan pernah jadi ketua klub game Shui Mu, bahkan Dewa Game Moonlight klub kita hampir menjadi dosen muda di Akademi Game Universitas An..."
Lu Li tak sadar sudah mengutarakan pertanyaannya, sementara si pemuda yang sudah banyak mempelajari hal ini mulai menjabarkannya detail-demi-detail tentang para tokoh terkenal di dunia game.
"Adapun Anda, bos." Akhirnya dia tak lupa menjilat habis-habisan: "Bos adalah bakat sejati, Avatar Surgawi yang turun ke bumi, baik secara teknis maupun teori semuanya level profesional. Pasti bos sudah membaca banyak buku tentang game ya? Anda adalah teladan belajar mandiri, beberapa teman saya juga ingin mengikuti jejak Anda."
"Hah, cukup. Pergilah lapor." Lu Li mengangkat tangan tak berdaya, memberi isyarat agar orang itu meninggalkannya.
Namun jika dihitung, Lu Li memang membaca banyak buku dari berbagai bidang. Mungkin dia tidak bisa menjadi ahli desain game atau pakar analisis data karena buku-buku teknis tidak dipahaminya, namun dalam hal operasional bermain game sebenarnya, kemampuannya tidak kalah dari para lulusan universitas top.
Yang masuk kedua adalah seorang gadis kecil, tampak bahkan lebih muda dari yang sebelumnya.
Dalam ulasan Baba Kucing, disebutkan dia memiliki pemahaman yang mengagumkan. Hanya dengan melihat sekali sudah bisa meniru dan memahami, terkadang bahkan bisa memahami tiga hal hanya dari satu penjelasan. Potensial untuk dilatih menjadi pendatang baru di arena pertandingan.
"Kamu tidak pernah main game, mengapa ingin menjadi pemain profesional?" tanya Lu Li.
"Menurutku Kak Piao Ling sangat cantik, aku penggemarnya." Mata gadis itu berkilauan, terus terang tanpa mencoba mencari alasan kata muluk.
Lu Li membuka ulasan yang diberikan Piao Ling.
Visimu bagus!
Dasar, benar-benar ingin menendang orang ini keluar dari panel juri. Jika bukan karena nilai A+ yang jarang diberikan Baba Kucing - lebih tinggi dari nilai A si anak beruang tadi - Lu Li pasti sudah menggamit penggemar fanatik kecil ini dan melemparkannya kembali ke kampung halaman.
"Kamu ingin menjadi penyihir, mengapa bukan Ksatria Suci milik Piao Ling?" tanya Lu Li melanjutkan.
"Aku selalu berkhayal menjadi penyihir. Lagipula, bagaimana jika suatu hari aku bersatu dengan Kak Piao Ling? Dua Ksatria Suci dalam satu party itu tidak bagus. Menurut analisisku setelah membaca beberapa guide, jika aku menjadi penyihir, dia bisa bertugas tampil mempesona sementara aku yang berburu monster untuk upgrade level sekaligus menghasilkan uang dan menanggung keluarga."
Sungguh ingin memukul orang. Seandainya anak beruang ini adalah bagian dari rumah kita sendiri, pasti pantatnya sudah babak belur.
"Menurutmu apa itu Sihir?" tanya Lu Li dengan tak berdaya.
“Sihir tentu saja adalah bentuk energi.” Si penggemar fanatik itu memandangi Lu Li dengan tatapan seperti melihat idiot: “Energi ada di mana-mana, dimanifestasikan melalui media mantra, itulah sihir. Penyihir sendiri adalah salah satu media mantra. Ini konten halaman 493 edisi ketiga buku 《Dasar Teori Perancangan Profesi》, aku membacanya tahun lalu...”
Tidak mungkin melanjutkan obrolan, Lu Li hanya bisa melambaikan tangan menyuruh si gadis kecil itu pergi melapor.
Dua orang berikutnya yang masuk kemudian terbilang normal.
Skor mereka umumnya di atas B-. Ini bukan aturan yang dibuat sembarangan oleh Pedang Penghakiman. Perkembangan industri game hingga hari ini telah membentuk mekanisme matang.
Beberapa klub bahkan telah menandatangani perjanjian dengan perguruan tinggi. Jika menemukan bibit unggul, kampus akan langsung merekomendasikannya ke klub.
Saat ini Pedang Penghakiman sedang menjajaki kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Kota Jiangnan. Detail kerjaan akan dibahas perlahan. Di masa depan akan ada sejumlah yang direkrut langsung dari kampus. Dengan begini, Lu Li sekali lagi merekrut anggota dari guild lamanya Bintang Bulan.
Guild Bintang Bulan dijuluki markas besar mahasiswa Universitas Jiangnan, di dalamnya memang tersembunyi banyak bibit unggul.
Lu Li sedang mengkalkulasi talenta yang bisa direkrut, tiba-tiba masuk seorang pria yang tampak sangat berbeda karena terlihat jauh lebih tua.
Sebenarnya tidak sampai berusia 40-50 tahun.
Hanya saja dibandingkan anggota-anggota berusia belasan tahun sebelumnya, pria ini jelas termasuk generasi paman.
Setelah masuk, tanpa menunggu isyarat Lu Li, dia langsung meringkuk di kursi seberang dengan wajah lesu yang sulit dipercaya sebagai pemenang seleksi ketat.
"Namamu..." Lu Li membalik-balik data, ragu apakah ini kesalahan administrasi.
"Duan Lu..." Suaranya tetap loyo. Jika tidak melihat gerakan bibirnya, Lu Li pasti mengira sedang berbicara dengan orang tua yang renta.
Tepat, tidak mungkin salah.
Nama asli seperti ini, cara bicara seperti ini - inilah si "korsleting" yang dimaksud!
