Selama istirahat, pemain bisa langsung tertidur, mengobrol santai, atau log out untuk makan-minum dan segala kebutuhan. Setiap individu punya cara melegakan diri sendiri, dan Komandan tak akan berkomentar apapun.
Lu Li sendiri sebenarnya tidak merasa terlalu lelah. Bagaimanapun juga, anak dari keluarga miskin seperti dirinya tidak manja. Sudah banyak hal yang lebih melelahkan dan lebih sulit dari ini yang pernah dialaminya.
Dia berkeliling sambil mengamati wilayah yang bahkan di kehidupan sebelumnya pun tidak pernah bisa dimasukinya. Beberapa rempah yang hanya tumbuh di lingkungan lava dipetiknya, berencana menambahkannya ke dalam proses pembuatan racun. Siapa tahu racun yang dihasilkan nanti bisa memiliki kerusakan api.
Meskipun semua orang sekarang mengejar Tahan Api, kerusakan tipe api tetap memberikan efek keuntungan terbesar.
Tiba-tiba Lu Li melihat Elf Air.
Dua rekan dari Paviliun Hujan Ringan yang datang bersamanya tidak ada di sisinya. Tidak ada anggota Pedang Penghakiman yang berani menyapa. Maka duduklah Elf Air sendirian di tepi kolam lava.
Membawa barang seperti kursi yang sama sekali tidak bernilai di dalam tas, Elf Air memang seseorang dengan kriteria ketat.
Lu Li baru menyadari saat mendekat bahwa di tangan Shui Jing Ling terdapat tongkat seputih giok, di ujung lainnya terikat benang perak. Pelampung pancing berwarna hijau zamrud itu tak diketahui terbuat dari material apa, ternyata bisa mengambang dan tenggelam dalam lava tanpa mengalami kerusakan.
Cewek ini ternyata sedang memancing!
"Pake umpan apa?" Lu Li berjongkok di samping Shui Jing Ling. Dia tak berani duduk, tanah di sini sangat panas membara dan bisa merusak celana peralatannya.
"Serangga api, bertebaran di tepian. Tapi kurasa tak ada ikan hidup di sini, yang terpancing cuma material." Shui Jing Ling menyodorkan suatu benda kepada Lu Li. Dari bentuknya yang mirip tengkorak, jelas-jelas tak terlihat menggemaskan.
Tengkorak mayat?
Oke, Lu Li ingat benda semacam ini - material berkualitas baik yang hanya ditemukan di bidang air dengan kondisi lingkungan rumit.
"Yang disebut area perairan rumit, kolam lava ini termasuk salah satunya, juga rawa-rawa. Ini adalah area perairan yang sudah pasti, tapi apapun jenis areanya, mereka harus memiliki kesamaan - harus ada yang mati di situ, semakin banyak semakin baik."
Kepala adalah bagian terkeras dari makhluk cerdas. Konon, tenaga jiwa setelah kematian akan membuat tengkorak semakin keras, sehingga bisa tahan terhadap suhu tinggi lava.
Ini adalah Hati Magma, di mana ribuan kurcaci tewas dalam api Ragnaros. Kemudian ada juga bangsa orc Batu Hitam yang menyerang sini. Jika bukan karena kekuatan api, tulang-belulang kurcaci dan orc mungkin sudah sejak lama berserakan di tanah ini.
"Tidak ada penjelasan apapun di sini, hanya disebut sebagai material." Elf Air menarik pancingnya, kembali mendapatkan tengkorak mayat: "Barang ini berguna untukmu?"
Dia belum pernah mendengar ada skill kehidupan yang membutuhkan material semacam ini. Seluruh Paviliun Hujan Ringan pun tidak ada yang tahu.
"Alkimia seharusnya bisa memanfaatkan ini." Lu Li memang mengetahui hal tersebut.
"Alkimia, menggunakan barang ini untuk ramuan?" Elf Air tertegun seperti patung. Memang ini game, tapi di dunia nyata pun tak ada yang berani menggunakan tengkorak mayat untuk keperluan apalagi dibuat obat. Bayangkan jika ramuan yang kamu minum mengandung komponen tengkorak orang mati, pasti perutmu akan merasa tidak nyaman.
"Racun, serahkan semua barang ini padaku. Aku akan mencoba membuat racun," kata Lu Li tanpa basa-basi.
"Oh ternyata racun. Baiklah, kalau kau berhasil membuatnya dengan efek bagus, jangan lupa berikan sebagian padaku." Elf Air langsung menyerahkan semua tengkorak mayat yang dimilikinya kepada Lu Li.
"Sama sekali tidak masalah. Tapi aku masih perlu melakukan eksperimen untuk menemukan resep yang tepat. Material sebanyak ini masih kurang," ujar Lu Li sambil mengeluarkan pancingnya. Sayangnya tali pancingnya termasuk barang kelas rendah dari toko sistem, baru saja dilempar ke lava langsung menjadi debu.
“Nannan.” Si Kaya memanggil rekannya: “Pinjam pancinganmu.”
“Kan kamu punya sendiri, ngapa pinjam punyaku?” Xingxing Nannan sedang berbaring di kursi malas beristirahat, saat ini diperkirakan malas bergerak, menjawab tanpa menoleh.
“……” Elf Air terdiam, dia menyerahkan pancingannya ke tangan Lu Li, lalu berdiri dan berjalan mendekat.
Menyuruhnya mengatakan di depan umum bahwa ini untuk meminjamkan ke Lu Li, sungguh tak bisa diucapkannya. Ini bukan soal sikap bebas atau tidak, sikap menjaga harga diri perempuan di aspek tertentu memang alami. Akhirnya dia langsung kabur ke sana sambil bergumam dalam hati, tak lama kemudian Elf Air kembali membawa pancingan, di tangannya juga ada kursi – jelas juga dipinjamkan untuk Lu Li.
Di tas Lu Li tak pernah ada barang tidak jelas seperti ini. Kecuali saat Turnamen Memancing, dia jarang memancing. Bahkan saat memancing pun posisinya selalu berjongkok atau berdiri.
“Dia masih terus melirik ke sini.” Lu Li menerima kursi dan pancing lalu duduk. Baru saja melirik sebentar, Xingxing Nannan yang awalnya berbaring kini bersandar di kursi malasnya sambil mengintip ke arah mereka. Tatapannya membuat Lu Li merasa agak malu, lagipula tidak ada anggota Pedang Penghakiman yang berani bersikap terang-terangan seperti itu.
“Tugasnya terlalu sedikit, jadi iseng.” Suara Elf Air terdatar datar.
“Ternyata dia masih murid, suruh saja Gurunya memberi lebih banyak tugas.” Lu Li menunjukkan pengertian. Skill memancingnya cukup tinggi, tak lama setelah melempar kail, berhasil mendapat sebongkah batu bara.
Benda ini sekadar pengisi. Meski berguna dalam teknik, harga di toko yang hanya belasan koin tembaga per biji membuatnya sama sekali tidak bernilai.
“Menurutku area yang ada gelembung lebih mudah memancing keluar sesuatu.” Ujar Elf Air.
“Hah, mungkin... memang seperti ini.” Lu Li merasa ini konyol, tapi dia sudah belajar untuk diam dengan cerdik saat seperti ini. Tak perlu berdebat serius dengan cewek, ini common sense yang dipelajarinya dari adik perempuannya. Sekalipun perkataan mereka sama sekali tidak masuk akal.
"Dungeon ini agak sulit." Setelah diam sejenak, Elf Air berkata.
"Dungeon mana yang mudah? Jika pemain bisa mengalahkannya semudah itu, tim desain game pasti kena potong bonus." Lu Li berpendapat. Dia suka menyelami esensi masalah: hubungan pemain vs pemain itu saling bersaing, sebenarnya hubungan desainer vs pemain juga sama. Game yang punya vitalitas panjang umur harus punya kesulitan. Regu yang asal-asalan bisa menghancurkan BOSS besar, satu orang dengan pisau belati bisa membabat dari ujung jalan ke ujung lain - berapapun alasan objektifnya, fakta bahwa game itu akan cepat bangkrut tak bisa diubah.
"Tapi kamu terlihat sangat yakin." Elf Air tak kuasa menahan diri.
"Sebelum ini, dia terus memikirkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengalahkan dungeon ini. Tak disangka Lu Li justru begitu pesimis."
"Aku memang punya keyakinan. Bagaimanapun juga dungeon yang dibuat pasti akan bisa dikalahkan, hanya masalah waktu. Jika perancang membuat dungeon yang tidak bisa ditembus siapa pun, itu juga merupakan kekurangan. Kalau benar-benar tidak bisa, perusahaan game akan menurunkan tingkat kesulitan melalui pembaruan sistem." Lu Li berkata dengan nada yang seolah itu hal wajar.
"Aku dapat material langka, Flame Essence." Elf Air menekankan, "Kailku di tempat ada gelembung. Kamu dapat apa?"
"Batu bara. Hanya batu bara dan batu bara lagi." Lu Li melempar batu bara baru yang baru dipancing ke tanah. Barang ini bahkan merepotkan di tas. Dia memasang kail lagi di lokasi bergelembung. Wanita ini benar-benar kekikiran, hanya karena tadi nada bicaraku sedikit tidak serius?
