Urusan Kakak pernah menjadi berita terbesar di seluruh desa sekitar, tapi karena tahun ini Kakak tidak akan memasuki dua belas zona hantu lagi, ditambah aturan anehnya yang hanya menyelamatkan orang hidup dan tidak mengambil mayat, serta sebenarnya tidak banyak kasus tenggelam, popularitas masalah ini cepat mereda. Harus diakui, karena reputasi Kakak yang melejit, aku juga menjadi terkenal. Dulu orang mengira aku sebagai petugas desa berpendidikan, sekarang aku punya label baru yaitu adik Sun Zhongmou.
Banyak hal ternyata sangat teatrikal. Dulu mengirim Kakak keluar adalah keputusan terpaksa, meski tujuannya mengusirnya, sebenarnya maksud Ibu adalah agar dia tidak menderita sementara keluarga bisa membiayai aku. Tapi malah setelah diadopsi, dia mengalami berbagai kesulitan. Mungkin pengalaman unik selama bertahun-tahun inilah yang membentuk kemampuannya dan karakter ini.
Kadang aku berpikir, seandainya dulu yang dikirim keluar adalah aku, apakah takdirku dan Kakak akan bertukar? Apakah aku yang akan menjadi sosok pendekar?
Jawabannya tentu tidak diketahui.
Setelah waktu itu aku membawa seratus ribu uang dari Kakak pulang, Kakak mengirim lagi lima puluh ribu. Ditambah tabungan keluarga yang ada, setelah berdiskusi dengan Ibu, kami memutuskan untuk merenovasi rumah. Tapi sebelum sempat memulai, terjadi masalah di desa.
Masalah ini terkait keluarga Chen Shitou, keluarga yang paling kuhindari di desa. Ini berkaitan dengan pengalaman masa kecilku yang traumatis.
Hal ini bermula dari tahun keempat setelah kematian ayahku. Saat ayahku meninggal, aku masih dalam kandungan ibuku, jadi pada tahun itu usiaku tepat tiga tahun.
Chen Shitou, orang termiskin di desa kami, membawa pulang seorang wanita idiot dari luar. Wanita itu berwajah dungu dengan air liur terus menetes sepanjang hari yang sangat buruk rupa. Tapi karena Chen Shitou yang sudah berusia tiga puluh lebih belum punya istri, dia menggunakan rantai besi mengurung wanita ini di rumah sebagai istri, sebagian untuk melampiaskan nafsu hewaninya, sebagian lagi untuk meneruskan keturunan.
Orangtua Chen Shitou sudah lama meninggal dan keluarganya sangat miskin. Usianya pun sudah lewat untuk menikah. Ini adalah jalan terakhir yang bisa dilakukan. Masalahnya dia punya adik bernama Chen Laogen yang dua tahun lebih muda, juga sudah berumur. Setelah tahu kakaknya membawa wanita ini, diam-diam saat kakaknya pergi bekerja, Laogen menyelinap ke dalam rumah. Lagipula wanita idiot ini tidak mengerti apa-apa, cukup diberi kue baozi saja.
Masalah ini segera ketahuan oleh Chen Shitou. Kedua bersaudara ini berkelahi sampai sama-sama babak belur. Akhirnya mereka berdua membuat kesepakatan: berdasarkan penanggalan lunar, tanggal ganjil giliran sang kakak, tanggal genap giliran si adik. Selama beberapa tahun berikutnya, wanita idiot ini melahirkan tiga anak laki-laki. Meski tidak jelas siapa ayah kandungnya, karena masih satu garis keturunan mereka tidak mempermasalahkan. Anak-anak ini memanggil si kakak "Ayah", dan si adik dipanggil "Da."
Dua tahun kemudian, Chen Laogen meninggal karena sakit. Secara logika ini seharusnya kabar baik, tidak akan ada lagi yang merebut wanita dari Chen Shitou. Tapi siapa sangka, setelah melewati malam ketujuh, Chen Laogen mulai mengganggu terus, setiap malam mengunjungi mimpi Chen Shitou merengek rindu wanita, bilang dia sudah puas di dunia Yang tapi tak peduli kesepiannya di alam bawah.
Chen Shitou tersiksa sampai tak bersemangat. Akhirnya dia cari akal, memesan pengrajin kertas membuatkan beberapa boneka wanita untuk dibakar sebagai persembahan. Berhasil beberapa hari, tapi kemudian Chen Laogen kembali bermimpi: "Kau peluk wanita sungguhan, tapi kirim boneka kertas buat saudaramu? Urusan begini tidak boleh!" Chen Shitou bertanya apa maunya, Chen Laogen langsung blak-blakan: "Suruh wanita itu turun temani aku, baru aku berhenti mengganggumu."
Tak berapa lama, wanita idiot yang selalu dirantai di rumah tiba-tiba putus rantainya dan tenggelam di sungai. Warga desa berbisik: rantai sebesar lengan anak kecil itu pasti tak bisa diputus si idiot. Pasti Chen Shitou yang sudah jengah, sengaja membunuh si idiot untuk memenuhi permintaan Chen Laogen. Tapi ini hanya dugaan, tak ada saksi mata. Chen Shitou membantah, lagipula si idiot yang entah datang dari mana, mati ya sudah mati.
Aku, sialnya, menjadi orang terakhir yang melihat si idiot hidup.
Saat itu aku sedang sendirian memancing udang di tepi sungai, tiba-tiba mendengar teriakan seseorang di sungai. Aku segera berlari melihat, ternyata si bodoh sedang terapung-apung di air dan jelas tak bisa berenang, hampir tenggelam. Kebetulan ada dahan kecil di tanah, aku cepat-cepat mengambilnya dan menyodorkan ke si bodoh agar dia pegang sambil kutarik. Tapi si bodoh yang sudah dewasa itu, mana mungkin bisa ditarik oleh anak kecil seusiaku? Saat ditarik, hampir saja aku ikut tercebur ke air. Si bodoh menatapku di dalam air, tersenyum padaku, lalu melepaskan dahan itu dan perlahan-lahan tenggelam. Waktu itu aku tak mengerti mengapa dia tersenyum, setelah dewasa baru kusadar itu cara dia berterima kasih, arti senyumnya adalah "Nak, aku tak mau merepotkanmu lagi". Karena inilah aku selalu merasa si bodoh mungkin tidak benar-benar bodoh.
Aku menjadi satu-satunya saksi mata kematian si bodoh, sekaligus bukti yang digunakan Batu Chen untuk membuktikan dirinya bersih. Setiap kali orang menuduhnya membunuh si bodoh, dia akan menyuruhku bersaksi: "Perkataan anak kecil pasti jujur, Daun sudah bilang si bodoh jatuh ke air sendiri."
Sebenarnya beberapa hari setelah kejadian itu aku trauma melihat orang tenggelam sampai mati, setiap hari ketakutan dan harus tidur dalam pelukan ibuku. Tapi kejadian berikutnya hampir menjadi mimpi buruk seumur hidupku, sekarang setelah dewasa masih agak bisa ditahan, waktu kecil dulu hampir-hampir aku jadi gila karena ini.
Semua itu terjadi setelah kematian Si Bodoh. Mayat Si Bodoh diangkat dari air. Chen Shitou yang miskin tak mampu membeli peti mati, hanya membungkusnya dengan selimut usang lalu menguburkannya di samping makam adiknya Chen Laogen. Ini menjadi salah satu bukti kuat warga menuduhnya membunuh Si Bodoh. Tapi Chen Shitou beralasan mereka satu keluarga wajar dikuburkan bersama. Tentu ini hanya cerita sampingan.
Mimpi Chen Laogen setelah kematiannya yang dikatakan Chen Shitou tak ada saksi mata. Tapi kejadian aneh pasca kematian Si Bodoh disaksikan seluruh desa. Pagi setelah malam ketujuh, tubuh telanjang perempuan Si Bodoh terbaring di ambang pintu rumah Chen Shitou. Para warga bersaksi dan menegurnya: "Shitou, Shitou! Ini Si Bodoh datang menuntut balas nyawamu! Meski di dunia Yang dia bodoh, sudah melampiaskan nafsu pada kalian bersaudara, melahirkan tiga anak untuk keluargamu, kau malah membunuhnya! Sekarang arwahnya datang menagih hutang nyawa!"
Chen Shitou meski ketakutan setengah mati, tetap tidak mengakui bahwa dialah yang membunuh Si Bodoh. Dengan nekad ia menggotong mayat Si Bodoh untuk dikuburkan. Siapa sangka urusan ini belum berakhir, keesokan pagi setelah periode dua tujuh hari, mayat Si Bodoh masih terbaring tak bergerak di posisi yang sama. Saat menemukannya pagi itu, Chen Shitou mengamuk sepanjang jalan: "Sialan leluhur delapan belas generasimu! Aku Chen Shitou sudah bilang bukan aku yang bunuh Si Bodoh! Siapa yang berani mencurigai aku, hadapi langsung! Jangan main sulap-sulapan di belakang layar nakut-nakuti Laozi! Laozi ini besar dalam ketakutan?!"
Chen Shitou saat itu seperti anjing gila, tak ada yang berani menghampirinya. Tapi diam-diam masyarakat berbisik: "Siapa yang repot-repot menggali mayat Si Bodoh cuma untuk menakutinya? Kalau bukan dia pembunuhnya, kenapa mayat Si Bodoh ngotot ngejar-ngejar dia?" Mereka juga berkomentar: "Bahkan jika mayatnya dikubur lagi, percuma. Si Bodoh pasti punya urusan yang belum selesai. Sebelum urusannya tuntas, dia takkan berhenti. Urusan apa lagi kalau bukan minta nyawa pembunuhnya sebagai ganti?"
Tepat seperti dugaan, tiga tujuh hari setelah Chen Shitou menguburkan mayat Si Bodoh untuk kesekian kalinya, jasad itu kembali muncul di ambang pintu rumahnya. Sudah lebih dari dua puluh hari sejak kematiannya, tapi mayat itu masih bolak-balik. Tubuhnya sudah membusuk mengeluarkan bau busuk yang menjijikkan, perutnya mengembung besar. Separuh desa dipenuhi aroma menjijikkan itu.
Para penduduk desa bertanya pada Chen Shitou kenapa kali ini tidak berteriak-teriak lagi. Chen Shitou yang nyaris histeris langsung menangis tersedu-sedu: "Bukan kalian yang menyusahkanku! Semalam aku tidak tidur sama sekali. Aku melihat sendiri si bodoh pulang jalan kaki!"
Mendengar penuturan Chen Shitou dan melihat mayat di tanah, para penduduk desa juga ketakutan. Saat ini sebenarnya tak ada yang ingin mayat ini terus mengganggu. Bukan cuma Chen Shitou yang tidak tenang, warga desa pun takut berjalan malam. Mereka berkata pada Chen Shitou: "Batu, entah kau yang membunuh atau bukan, si bodoh pulang pasti ada yang ingin disampaikan. Coba kau cari Tuan untuk memeriksanya. Nenek Wang dari desa sebelah jago urusan begini, temui dia saja."
Kali ini Chen Shitou patuh. Ia pergi ke desa sebelah menjemput Nenek Wang. Nenek Wang mengelilingi mayat si bodoh beberapa kali, menyalakan tiga batang hio sambil bergumam tak jelas. Beberapa saat kemudian ia berkata pada Chen Shitou: "Si bodoh hidup sengsara, seumur hidup tak ada yang baik padanya. Sebelum mati ada yang menolongnya. Lewat mulutku, ia ingin ucapkan terima kasih pada orang itu."
Saat itu aku juga ada di antara kerumunan penonton. Begitu Nenek Wang bicara, semua orang langsung menatapku. Aku hampir menangis ketakutan, apalagi Chen Shitou yang langsung menghampiriku dan membungkuk-bungkuk berkali-kali sambil terus mengucapkan terima kasih.
“Nenek Wang hanya mengatakan sebanyak itu lalu pergi, orang-orang yang menyaksikan pun bubar. Semua masih berkomentar bahwa si bodoh pun punya perasaan dan kesetiaan, sebelum mati ada yang menolong masih tahu kembali berterima kasih, hanya Chen Shitou yang brengsek terlalu kejam. Orang-orang juga bilang aku yang masih kecil sudah baik hati, besar nanti pasti dapat balasan baik.
Waktu itu sedang puncak musim panas, di dalam ruangan malam hari panas tak tertahankan untuk tidur, setiap hari aku tidur di pelataran bersama Kakek mencari angin. Malam itu aku sudah tertidur, tiba-tiba terbangun merasa panas menyengat, membuka mata melihat Chen Shitou sedang membakar uang kertas. Aku langsung bertanya: "Paman Batu, sedang apa kau?"
Memutar kepala, ini kan makam si bodoh dan Chen Laogen? Melihat ini, seketika aku ngompol di celana, bahkan tak bisa menangis.
