Pedang yang terbentuk dari lima pedang ini tidak terlalu besar, namun di sekelilingnya seolah ada aksara kuno berputar. Tubuh pedang diselimuti energi lima gunung suci, seperti halilintar yang menghantam peti mati sekeras baja itu.
Hanya terdengar suara keras "klik!", gendang telingaku hampir pecah. Si gemuk berdiri, kedua tangannya menekan ke bawah. Pedang panjang itu kembali menusuk, kali ini ujung pedang bersentuhan dengan peti mati seolah berada dalam kebuntuan.
"Aku tidak percaya kau benar-benar sekeras ini!" teriak si gemuk sambil melompat tinggi dari tanah datar dengan tubuh obesitasnya. Di udara, dia melompat cukup jauh lalu menginjak gagang pedang kuno dengan kakinya, seolah memaksa pedang itu menembus peti mati.
Posisi si gemuk terlihat sangat lucu saat ini, agak mirip ayam emas berdiri satu kaki. Wajahnya memerah dengan kedua tangan terkatup. Meski berat badannya lebih dari dua ratus kati, tubuhnya terasa bagai gunung yang menindih pedang kuno.
Berkat jurus "Gunung Tai Menindih Puncak" si gemuk, peti mati itu perlahan tenggelam ke dalam air. Bahkan si gemuk sendiri ikut terbenam. Ketika bayangannya tak lagi terlihat di permukaan air, aku mulai tegang. Meski tak sepenuhnya memahami situasi pertarungan, kurasakan si gemuk mulai terdesak. Aku berpaling ke Kakek San dan Chen Qingshan: "Kepala Desa, cepat bawa Kakek San pulang! Kurasa si gemuk sedang dalam masalah!"
Chen Qingshan juga berkata: "Paman, pulang yuk?"
Kakek San tertawa: "Tulang-tulang tua ini sudah tak takut mati. Kalian saja yang pulang, aku tetap di sini."
Pada saat kata-kata ini baru saja terucap, bayangan orang gemuk itu muncul kembali dari permukaan air!
Hanya saja kali ini, dia diangkat keluar.
Papan peti mati itu terbuka sedikit, dari celah itu muncul sebuah lengan yang menopang ujung pedang kuno tersebut. Bahkan orang gemuk yang berdiri di gagang pedang pun ikut terangkat ke permukaan air!
Aku menoleh melihat Paman Pilar, lengan ini persis yang dulu berebut mayat orang idiot dengannya!
Ujung pedang itu terlihat sangat tajam, namun saat menusuk telapak tangan itu, ternyata sulit menembus sepeser pun. Paman Pilar benar, jika dilihat dari lengan dan telapak tangannya, benar-benar mirip manusia. Tapi apa sebenarnya di dalam peti mati itu? Tak ada yang tahu!
Orang gemuk itu sudah basah kuyup, penampilannya sangat memprihatinkan. Dia berteriak pada kami: "Cepat mundur, pulang! Saudara Maling Raja cepat cari Sun Zhongmou, Sang Pangeran Gendut tidak bisa bertahan lagi!"
Sungguh ironis mendengar kata-kata ini keluar dari mulut orang gemuk yang sebelumnya begitu arogan dan mengaku ingin bertarung dengan Kakakku. Tapi saat ini aku tidak bisa tertawa, segera kuraih ponsel untuk menelepon Kakak. Tiba-tiba lengan itu mengerahkan tenaga, mendorong ke atas sehingga orang gemuk terlempar dari gagang pedang. Di udara, dia memuntahkan darah lama sebelum jatuh ke dalam air.
Setelah itu, telapak tangan itu mengepal.
“Ujung pedang yang menusuk telapak tangan mulai patah seinci demi seinci di dalam telapak tangan, dalam sekejap mata, pedang panjang kuno itu hancur berkeping-keping.
Orang gemuk saat ini belum diketahui hidup atau matinya, aku tak bisa peduli lagi, berteriak ke belakang: "Pergi! Cepat pergi semua!"
Sambil berteriak aku mundur sambil menghubungi nomor telepon Kakak, sekaligus khawatir dengan keselamatan si gemuk. Harus diakui si gemuk malam ini menunjukkan performa heroik, kemampuan selevel jago seperti ini wajar saja disebut ahli, alasan kekalahan memalukan ini sebenarnya karena peti mati ini terlalu aneh!
Telepon Kakak tersambung tapi tak diangkat, aku sudah mundur sampai di dekat Kakek Tiga dan Chen Qingshan, kami berdua menarik Kakek Tiga untuk mundur bersama.
Tapi persis saat itu, peti mati yang telah menjatuhkan si gemuk ke air tiba-tiba berhenti bergerak.
"Lihat." Kakek Tiga menunjuk ke permukaan air.
Di balik kabut tebal di atas air, terlihat seseorang mendayung rakit mendekat. Siluetnya tak terlalu besar di atas air, tapi terlihat sangat tenang dan percaya diri. Karena jaraknya agak jauh, aku belum bisa mengenali siapa penumpang rakit itu, tapi aku mengenali rakit tersebut.
Rakit ini persis yang digunakan Kakak Sun Zhongmou untuk mengangkat mayat.
Karena kedatangan Kakak, kami berhenti mundur. Terlihat Kakak dengan santai mendayung rakitnya mendekat, sementara peti mati itu sejak kedatangan Kakak sepertinya sangat waspada dan tidak melakukan gerakan apapun.
Kakak mencari di dalam air sebentar, lalu menggunakan tongkat bambu untuk mengangkat tubuh orang gemuk ke atas rakit. Karena orang gemuk itu terlalu berat, begitu dia naik, rakit hampir tidak bisa menahan bobotnya.
Kakak menyepak dada orang gemuk itu. Sesaat kemudian, si gemuk membalikkan badan dan mulai memuntahkan air sambil batuk-batuk. Setelah berhenti batuk, dia berteriak ke arah Kakak: "Katakanlah kau tidak serius! Baru datang sekarang? Sudah tahu aku bukan lawanmu, kenapa tidak menghentikanku?"
Kakak melirik si gemuk. Suaranya selalu rendah, sampai aku tidak yakin apakah dia benar-benar berbicara. Tiba-tiba, Kakak menekan tongkat bambu sampai melengkung, menggunakan daya pegasnya untuk melayang di udara membentuk parabola yang terlihat elegan dan sempurna.
Kemudian, dia mendarat tepat di atas peti mati itu.
Saat itu juga, lengan yang diam sejak kehadiran Kakak tiba-tiba bergerak, mengayun dengan kekuatan seolah ingin menghantam Kakak menjadi bubur daging.
Kakak menjejakkan ujung kaki di papan peti mati, melompat tinggi lagi menghindari tamparan. Di udara, tubuhnya berputar dan turun dalam posisi terbalik.
Dia mengulurkan tangan kanannya, dengan dua jari terentang.
Dalam posisi handstand, kedua jarinya menulis sesuatu di papan peti mati. Gerakannya mirip menggambar simbol magis, tapi tanpa menggunakan kuas atau tinta merah - hanya jari telanjang.
Setelah selesai menggambar, dia menepuk peti mati dengan telapak tangannya, tubuhnya terpental lagi. Kali ini, ia mendarat tepat di atas rakit. Kakak mengangkat tonggak bambu dan mulai mendayung, seolah tak lagi peduli dengan peti mati itu.
Hingga rakitnya melewati peti mati, simbol yang digambar Kakak dengan jari di tutup peti tiba-tiba memancarkan cahaya emas menyilaukan. Cahaya itu menyengat lengan yang menjulur keluar hingga mengeluarkan asap kehijauan. Lengan itu langsung ditarik masuk ke dalam peti. Setelah tutup peti menutup, sarkofagus batu perlahan tenggelam ke dalam air, menciptakan pusaran besar di dasar kolam. Dari permukaan air, peti mati itu tampak kembali menuju dua belas gua hantu.
Segalanya akhirnya menguap bagai asap. Rakit Kakak telah sampai di tepian. Kami segera berlari mendekat. Wajah si gemuk terlihat pucat, tubuhnya penuh bekas darah, tampak sangat compang-camping. Sementara Kakak tetap rapi tanpa noda debu sedikit pun.
"Ayo turun." Kata Kakak.
"Sebenarnya ada apa di dalam sana?" Si gemuk menatap Kakak.
Kakak menggeleng: "Aku tidak tahu. Turunlah, hari sudah sore."
Si gemuk menatap Kakak dengan perasaan terpendam: "Kau memang hebat! Tapi kalau bukan karena pertarunganku yang menguras tenaganya, mana mungkin kau bisa menaklukkannya secepat itu! Pokoknya aku tetap tidak terima!"
Setelah selesai bicara, orang gemuk hendak turun dari rakit. Setelah melangkah dua kali, posisinya hampir tidak stabil dan hampir terjatuh. Aku ingin memegangnya, tapi dia memerah wajahnya sambil berkata: "Gak apa-apa, Sang Gemuk belum selemah itu."
Setelah itu, dia sendiri yang turun dari rakit.
"Kamu mengalami luka internal, istirahatlah yang cukup kalau tidak akan timbul masalah permanen." Kakak tersenyum pada orang gemuk. Setelah itu, dia mengangguk pada kami, mengangkat tongkat bambu dan perlahan pergi.
Orang gemuk mungkin merasa malu. Tanpa menunggu kami, setelah naik ke darat dia langsung pergi sendiri. Ini bisa dimaklumi. Sangat terasa bahwa orang gemuk adalah tipe yang sangat bangga, tapi ketika dia terjebak dalam bahaya tanpa strategi sementara kakak datang menyelesaikan masalah dengan mudah, tentu wajahnya agak hancur.
Aku berpamitan pada Chen Qingshan, Kakek ketiga dan yang lain. Karena penampilan terakhir kakak, jelas terlihat sorot mata mereka padaku berbeda. Ini bisa kupahami, sebab semua performa kakak sejak kembali sampai sekarang memang seperti seorang penyimpang.
Awalnya aku ingin pulang ke rumah, tapi saat melewati sekolah mataku menangkap cahaya lampu di kamar Han Xue. Kuteriakkan namanya tapi tidak ada jawaban. Saat mendekat, kudengar gemericik air dari asrama. Tanganku yang hendak mengetuk pintu tiba-tiba ditarik kembali. Dalam sekejap, rasa tegangku bahkan lebih dari saat melihat sarkofagus batu tadi - karena kusadari Han Xue sedang mandi di dalam kamar.
Tubuh Han Xue yang ramping, seperti yang dikatakan sebelumnya, ini bukanlah poin utamanya. Yang terpenting adalah kulit putihnya yang pucat, bahkan sulit kubayangkan betapa menggoda penampilannya di dalam ruangan yang seluruh tubuhnya terlihat seputih salju.
Kuhela napas dalam-dalam. Meski ada suara di kepalaku yang mengatakan ini salah, namun suara lain membisikkan untuk melirik sekilas, benar-benar hanya sekali pandang!
Sekolah di desa kami masih menggunakan bangunan beratap genting yang dibangun dua tiga puluh tahun lalu. Selama bertahun-tahun harus sering diperbaiki agar tidak bocor. Jendela asrama Han Xue masih model jendela kayu kuno, pintunya juga kayu berwarna biru. Tirai jendelanya ditutup rapat-rapat olehnya. Tapi di bagian atas pintu terdapat beberapa celah.
Kubenamkan kakiku sambil menyipitkan mata untuk mengintip.
Sekilas pandang, Han Xue sedang membelakangiku sambil mengelap tubuhnya dengan handuk.
Kulihat betis rampingnya.
Pantatnya yang melengkung indah.
Punggungnya yang putih mulus bersambung dengan leher.
Segalanya persis seperti bayanganku, hamparan putih salju yang membuat napasku nyaris tercekat.
Tiba-tiba Han Xue menoleh. Wajahnya kemerahan namun matanya menyala kemarahan. Kuterkejut seolah ketahuan, membeku tak berani bergerak.
Han Xue menatapku tajam: "Bagus tidak?"
Kutelan ludah: "Bagus."
Sesaat kemudian, kusadar dan hancur lebur jiwanya!
