"Pada sekejap itu, aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, tapi semua interaksiku dengan Guan Erye hanyalah aku menatapnya sebentar. Tapi ini jelas tidak mungkin menjadi alasan dia membunuhku! Apa mungkin dewa abadi yang selalu kukagumi ini, hanya karena aku mengintipnya, langsung mengayunkan Golok Naga Hijau untuk menebasku? Ini tidak mungkin!"
Tapi seluruh tubuhku seperti membeku. Jantungku ingin menghindar, tapi fisikku sama sekali tidak menuruti perintah, tetap diam di tempat. Pada momen kritis ini, Chen Qingshan mendorongku keras. Dorongan ini sangat tepat waktu, walau membuatku jatuh terguling, namun tebasan Golok Naga Hijau itu menghujam tanah, lempengan batu yang baru dipasang langsung terbelah berkeping-keping!
Dorongan ini tidak hanya menyelamatkanku dari tebasan, tapi juga menyadarkanku dari kondisi linglung. Aku berlutut sambil berteriak: "Mengapa Guan Gong ingin membunuhku?!"
Kejadian sekejap tadi membuat wajah si gemuk pucat pasi. Jika aku tersadar oleh dorongan, bagaimana dengan dia? Dia langsung berlutut menghadap Guan Gong: "Paduka Raja Perang yang Setia salah memenggal! Orang ini bukan Hanba!"
"Tiga jiwanya tidak utuh, bukan penghuni dunia Yang. Mana mungkin mengelabuiku?" Guan Gong mendengus dingin, mengangkat goloknya hendak menebasku lagi!
"Paduka Yang Mulia, dia hanya dikunjungi hantu jahat waktu kecil, bukan makhluk non-Yang!" teriak si gemuk putus asa.
Tapi Guan Gong sama sekali tidak mendengarkan, Golok Naga Hijau (Naga Hijau Membungkukkan Bulan) itu seolah membawa aura dewa yang tak tertandingi membelah ke arahku. Kali ini aku terdesak sampai ke pilar, hampir tidak bisa menghindar. Aku tak pernah menyangka akan ada perubahan situasi seperti ini, apalagi bahwa aku akhirnya dibunuh oleh Guan Erye dengan cara seperti ini?
Aku menutup mata, otakku kosong sama sekali. Jika orang lain yang ingin membunuhku, mungkin masih ada harapan, bahkan berharap Kakak datang menyelamatkan. Tapi ini adalah pisau Guan Erye, aku tidak ingin Kakak datang karena mungkin akan menyeretnya ke dalam masalah.
Tapi tepat di saat itu, tiba-tiba kudengar suara metalik berdentang. Golok Naga Hijau itu menyimpang sedikit dan menghantam lantai di sampingku. Bahkan angin ganas dari pisaunya terasa, membuat seluruh tubuhku menggigil kedinginan.
Lalu, kudengar suara Guan Erye yang penuh kemarahan bertanya, "Siluman tikus licik macam apa yang berani menghalangi Guan Yu membasmi iblis?"
Setelah suara itu, segalanya hening. Dalam hatiku, hanya Kakak yang mungkin menyelamatkanku saat ini. Tapi sungguh aku tidak ingin dia datang. Sekuat apapun Kakak, mustahil melawan Guan Erye. Aku menengadah, berpikir jika melihat Kakak akan segera menyuruhnya pergi.
Aku melihat seseorang perlahan masuk ke dalam ruangan. Saat itu, bukan hanya aku, Guan Erye yang masih memegang pisau, si gemuk yang tegang, dan Chen Qingshan yang wajahnya pucat, semua menatap ke arah orang itu. Ketika sudah dekat, baru kusadari ini adalah orang yang kukenal—lebih tepatnya, seseorang yang pernah kulihat sebelumnya.
Orang yang muncul di kamera Han Xue, mengenakan topeng tradisional.
Ia masuk sambil memegang jimat emas yang berkilauan, tampak jauh lebih sakti dibandingkan mantra si gemuk.
Apakah dia yang menyelamatkuku di saat genting tadi?!
Sejujurnya, karena selalu bersembunyi di bayangan dan keterampilannya yang brilian, dalam hatiku dialah tersangka utama pembunuh ayahku—tak ada duanya!
Dia mendekati Guan Erye, berlutut dan berkata: "Dewa kota lokal, menyambut kedatangan Fu Mo Dadi (Kaisar Penakluk Iblis)."
"Jika kau benar dewa kota, mengapa tidak melaporkan kasus rohnya tidak utuh, energi hantunya menyelimuti takdir, dan kekacauan siklus tiga jalan ke Yin Si? Hari ini Guan hendak membasmi siluman, berani kau halangi? Guan akan pancungmu dulu, baru lapor ke alam Yin!" Setelah berkata demikian, Guan Gong menghunus pisau hendak menebasnya.
"Harap Fu Mo Dadi tenangkan diri. Xiao Shen membawa surat perintah Zhang Tian Shi yang memberikan amnesti khusus untuknya. Mohon Dadi memeriksanya." Orang itu tetap berlutut sambil menyerahkan jimat emas.
——Guan Erye mengulurkan tangan, jimat emas itu sudah berada di tangannya. Ia melihat beberapa kali, lalu melemparkan jimat itu ke orang tersebut sambil mendengus dingin, "Karena ada surat perintah dari Zhang Tian Shi, Guan akan membiarkannya hidup. Tapi jika berani berbuat jahat di dunia manusia, akan kupenggal tanpa ampun!"
Setelah berkata demikian, Guan Erye memutar kudanya dan pergi dengan tergesa-gesa.
Sebelum pergi, Guan Erye berkata pada si gemuk, "Guan akan memenggal Hanba untukmu!"
——Hingga suara derap kuda benar-benar menghilang, barulah seluruh tubuhku lemas terjatuh ke tanah. Tanpa kusadari, seluruh badan sudah basah oleh keringat dingin. Napasku tersengal-sengal, tapi tak lupa kusampaikan hormat pada orang itu, "Terima kasih atas kebaikan Dewa Kota yang menyelamatkan nyawaku."
"Dewa Kota" itu mengenakan topeng di wajahnya. Ekspresinya tak bisa kulihat, tapi sorot matanya terasa sangat familiar. Saat kucoba mengingat di mana pernah melihat tatapan itu, pikiranku tiba-tiba kacau. Ketika dia memalingkan muka, bahkan sorot matanya yang tadi pun kuluputkan, seperti terhapus dari ingatan.
Dewa Kota itu tidak berbicara. Ia berdiri dan hendak pergi.
Saat melewati si gemuk, tiba-tiba orang berani itu menyambar tangan Dewa Kota! Dengusnya dingin, "Akhirnya kau berani menampakkan diri di hadapanku, Tuan Gendut. Bukannya mau bersembunyi?"
Tapi seketika itu juga, dia melepas tangan Dewa Kota seperti melihat hantu. Wajahnya pucat, "Kau... manusia dari dunia Yang?!"
"Orang dunia Yang, mengurus urusan alam Yin, banyak liku-liku di sini, jadi tidak nyaman bertemu, mohon dimaafkan." Dewa Kota memandangi si gemuk dan berkata pelan, lalu berbalik pergi, segera lenyap dalam kegelapan malam.
——Aku saat ini lunglai di lantai, Chen Qingshan berlutut di tanah, sementara si gemuk duduk dengan ekspresi sensual. Tak kusangka permohonan pada Guan Gong yang kunanti-nantikan berhari-hari malah berakhir begini. Kalau bukan karena campur tangan Dewa Kota, mungkin aku sudah dipenggal Guan Erye di bawah kudanya. Dengan tertawa pahit kukatakan pada si gemuk: "Tuan Gendut, kau hampir membunuhku."
Si gemuk tertawa: "Di bawah pedang Guan Erye tak ada jenderal tak bernama yang dipenggal. Mati di pedangnya pun kau bisa tersenyum di alam baka."
"Aku brengsek sama kakekmu! Kenapa kau sendiri tidak mati di pedang Erye? Aku jamin namamu akan tercatat dalam sejarah!" kutertawakan sambil memaki.
Tiba-tiba kusadar ada yang aneh dengan Chen Qingshan. Ekspresinya kaku seolah sudah berlutut terlalu lama. Kusentuh bahunya: "Kepala Desa?"
Tak ada reaksi. Jantungku berdebar—jangan-jangan dia mati ketakutan?
Kusentuh lagi, kukibaskan tangan di depan matanya. Masih tak bereaksi. Teriakku pada si gemuk: "Tuan Gendut! Kepala Desa mati ketakutan!"
"Sekuat itu?" Si gemuk bangun, mendekati Chen Qingshan. Membuka kelopak matanya: "Biasa saja, jiwanya kabur. Dipanggil kembali akan baik-baik saja."
Usai bicara, si gemuk menyalakan jimat dan mengelilingkannya tiga kali di depan wajah Chen Qingshan. Lalu sebuah tamparan mendarat di pipinya: "Jiwa kembali!"
“Kenapa kau pukul dia?” tanyaku.
Siapa sangka setelah dibanting dan ditampar oleh orang gemuk itu, Bupa malah menggigil. Perlahan cahaya kembali di matanya. Baru saat itu dia tersadar dan bertanya: “Apa yang terjadi? Aku lihat Guan Gong mau membunuhmu, lalu kusurukkan kau! Mana Guan Gong sekarang?!”
“Sudah aman Pak Kepala Desa, Guan Gong pergi memberantas Hanba. Dewa Kota yang menyelamatkanku.” Saat aku hendak menceritakan peristiwa saat Chen Qingshan kehilangan jiwanya karena ketakutan, orang gemuk itu mengedipkan matanya padaku. Aku pun tidak menjelaskan lebih detail.
“Syukurlah kalau begitu, syukurlah. Aku pulang dulu, pulang dulu.” Chen Qingshan jelas masih trauma. Dia berdiri dan kabur keluar sambil berguling-guling seperti kejar setan.
“Kenapa kau mengedipkan mata tadi? Masih curiga sama kepala desa?” tanyaku.
“Firasat keenam Tuan Gendut lebih tajam dari perempuan. Pasti dia sudah berbuat dosa. Tadi tekanan energi Guan Erye semua tertuju padamu. Kata pepatah, yang tak berbuat dosa tak takut ketukan hantu. Kalau dia bersih, mana mungkin sampai ketakutan begitu.” kata si gendut.
“Kalau tadi dia tidak menyurukkan aku, aku sudah mati. Dasar gendut, kau harusnya sembahyang dan sujud ke Dewa Kota. Kalau hari ini aku tewas di pisau Guan Gong, kakakku akan memotong-motong tubuhmu jadi delapan bagian!” kataku.
Si gendut melemparkan sebatang rokok padaku. Matanya menatapku tajam: “Kalau kau tidak bicara soal ini, Tuan Gendut juga mau cari kejelasan! Tiga jiwa tidak utuh, papan takdir beraura hantu? Saudara Raja Maling, kau sembunyikan hal besar ini dariku selama ini!”
“Apa ini?? Apa itu Papan Nasib? Apakah Tiga Jiwa yang kamu maksud adalah soal aku mematikan satu lampu jiwa?” Aku sebenarnya juga ingin memahami hal ini. Awalnya kupikir Guan Gong mau membacokku hanya karena menatapnya, tapi dia tak bertanya apa yang kulihat dan aku juga tak bilang "memang kenapa kalau lihat?". Belakangan baru kusadari, di mata Guan Erye, sepertiku bukanlah manusia dari dunia Yang?
“Tuan Kedua tak mungkin salah lihat, tak terlihat asal-usulmu, latar belakangmu besar. Surat pengampunan khusus dari Zhang Tian Shi, waduh.” Si Gendut memandangiku seperti melihat monster.
