"Bukankah Tuan Gendut sudah bilang? Setelah Berdirinya Negara, Jalan Hantu awalnya memiliki kontribusi besar. Gerakan Penghancuran Empat Hal Lama itu terkait dengan ajaran Jalan Hantu. Tapi kemudian ada yang menginginkan sesuatu dari Jalan Hantu, mereka menolak memberi, akhirnya hubungan pun putus." Kata si Gendut. Kulihat matanya sedikit menghindar saat bicara, sepertinya enggan menceritakan detail lebih lanjut.
"Kalau sudah memutuskan untuk mengaku, rahasia inti seperti ini saja diungkap, masih malu dengan bagian kecil ini?" Tatapku pada si Gendut.
"Yang berikutnya bukan Tuan Gendut tidak mau bicara, tapi memang tidak tahu. Yang kuketahui cuma waktu itu Sekte Yuhuang Dao menggunakan cara tidak etis untuk masuk ke lingkaran inti kekuasaan baru. Tapi ini bukan sepenuhnya kesalahan sekte. Jalan Hantu terlalu ekstrem dalam bertindak, tidak mau menuruti keinginan kalangan penguasa saat itu. Bila kelinci mati anjing disembelih, burung habis busur disimpan - itu sudah keniscayaan. Meski sektemu tidak terlibat, mereka tetap tak akan bertahan lama. Walau aku anggota Sekte Yuhuang Dao, guruku punya konflik dengan sekte karena beberapa hal yang mereka lakukan dulu. Beliau biasa berkultivasi di Gunung Zifu. Kehadiranku di sini sama seperti kalian, penasaran. Pertama, ingin tahu cara Sekte Yuhuang Dao menyuap banyak orang untuk berkhianat. Kedua, ingin tahu apa sebenarnya yang dijaga Jalan Hantu sampai rela kehilangan posisi terhormat. Sudah, jangan tatap Tuan Gendut seperti itu. Semua yang perlu diungkapkan sudah kukatakan, sisanya benar-benar tidak kuketahui." Si Gendut melambaikan tangan sambil berdiri.
Paman Pilar menatap orang gemuk itu dengan senyuman di wajahnya bertanya: "Benar-benar tidak tahu?"
Orang gemuk itu melotot ke Paman Pilar, wajahnya mulai memerah tanda kemarahan. Ia menunjuk Paman Pilar: "Jangan bicara padaku dengan nada seperti itu! Ketahuilah, apa yang kukatakan tadi bukan hasil tipu muslihatmu. Aku mau memberitahu kalian ini semua hanya karena menghargai muka Daun. Anak ini terlalu polos, sampai-sampai aku tidak tega menipunya. Soal hal lain, aku benar-benar tidak tahu! Percaya tidak percara terserah!"
Sepanjang pergaulanku dengannya, si gendut memang tak pernah sengaja menipuku. Seperti ucapannya barusan, rahasia yang dia ceritakan sekarang sebenarnya sudah pernah diungkit-ungkit sebelumnya. Kalaupun hari ini tidak dipaksa Paman Pilar, mungkin dia tetap akan memberitahuku lain waktu. Dari nada bicaranya sekarang pun tidak terkesan berbohong. Lagipula dia sudah marah. Aku pun maju melerai: "Sudah-sudah, jangan diperpanjang. Terima kasih Tuan Gendut sudah berbagi cerita hari ini. Bagaimanapun juga, setidaknya urusan di sini sudah selesai. Jangan diciptakan suasana tegang begini."
Setelah berdiskusi sepanjang malam di dalam ruangan, fajar telah menyingsing. Ibuku dan Han Xue sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk sekumpulan orang banyak ini. Kakak pergi ke kamar kakek, mengambil pipa tembakau milik kakek lalu duduk termenung di pelataran, masih di atas bangku kecil yang biasa diduduki kakek setiap hari. Sementara aku dan si gendut memutuskan untuk jalan-jalan. Setelah serangkaian kejadian tadi malam, kami perlu merapikan sisa-sisa kekacauan ini.
Setelah keluar dari rumah, orang gemuk itu berkata padaku: "Daun, Tuan Gendut benar-benar tidak membohongimu. Aku benar-benar tidak tahu tentang hal-hal selanjutnya, tapi bisa dikatakan, tim A dan Rencana A yang diikuti ayahmu dulu, semuanya terkait dengan peristiwa masa lalu. Inilah alasan aku tidak percaya pada Chen Dongfang. Bukan karena orang di tingkat itu tidak ada yang baik, tapi mereka yang berada di level itu sudah terbiasa bermuka dua. Meski masih ada sedikit kebaikan di hati, seringkali mereka terpaksa. Awalnya kupikir ini tentang keabadian, mengingat para veteran saat itu sudah tua dan sulit bertahan dari medan perang untuk menikmati kemakmuran. Tapi ternyata semuanya tidak sesederhana itu. Keabadian mungkin jadi tujuan sebagian orang, seperti Liu Lao yang hanya ingin mendapatkan Long Yuan itu. Yang kutakutkan, banyak hal jauh lebih rumit dari itu."
Aku mengangguk sambil memeluk bahu orang gemuk itu: "Aku sudah sangat senang kau mau bicara sebanyak ini. Seumur hidup hanya kau teman sejatiku. Kalau tidak mempercayaimu, siapa lagi? Tapi hatiku masih gelisah, apalagi setelah mengetahui rahasia kakek. Dua Belas Gua Hantu dijaga oleh kakekmu, tapi Long Yuan masih ada di dalamnya. Selama benda ini masih ada, Liu Lao dan kawan-kawan pasti tidak akan berhenti mengejarnya."
“Mereka pasti tidak akan berhenti begitu saja, tapi setelah kejadian ini, mungkin akan tenang sementara. Kamu juga jangan terlalu paranoid. Bukannya ada kakakmu di sini? Meskipun Jalan Hantu sudah tumbang, jangan pernah meremehkan. Sekarang Kakekmu telah membeberkan segalanya ke meja, ini justru bagus. Setidaknya semua orang tahu kamu adalah penerus Jalan Hantu, dan di Fudigou ada harta legendaris mereka. Siapa pun yang masih berminat mengusik tempat ini, pasti akan berpikir dua kali.” kata si orang gemuk.
“Kamu pikir sebelumnya tidak ada yang tahu?” Aku menatap si orang gemuk.
Si orang gemuk diam. Aku pun ikut diam. Sekarang semua masalah seolah berpusat pada "aku". Memang benar keluargaku adalah anggota Jalan Hantu, tapi tampaknya dulu tindakan ayahku membawaku pulang dari Shennongjia telah membuat Jalan Hantu murka. Jadi meskipun Jalan Hantu kuat, dalam kasus kali ini mereka sama sekali tidak membantu.
Aku menggelengkan kepala, merasa semuanya sangat rumit. Setelah berpikir sejenak, kepalaku langsung pusing. Dengan tertawa pahit kuberkata pada si orang gemuk: “Dulu kupikir hanya Tang Renjie yang tertarik dengan Fudigou. Kukira paling banter ada harta karun kuno yang dikubur di Dua Belas Gua Hantu. Lalu Tuan Liu bergabung, Chen Dongfang yang terlihat tidak sengaja tapi terus terlibat. Kukira para orang besar ini hanya iseng saja. Sekarang baru kusadari... Brengsek! Aku cuma pegawai desa kecil, benar-benar tidak bisa menanganini ini.”
"Selanjutnya tak ada pembicaraan, aku dan si Gemuk berputar di luar. Orang-orang Tuan Liu dan Tang Renjie sudah mundur dengan sangat cepat, sedangkan mobil Chen Dongfang dan A termasuk Li Qing juga sudah pergi, tidak ada di depan rumah Chen Dongfang. Kami pergi lagi ke Dua Belas Gua Hantu, segala sesuatu di Sungai Luoshui mulai tenang, hanya dua api unggun yang dinyalakan aku dan Chen Qingshan di tepi sungai yang menceritakan kejadian tadi malam benar-benar nyata."
"Saat kami kembali ke rumah, mereka baru saja menyelesaikan masakan. Setelah makan, aku dan Kakak sekali lagi masuk ke ruangan Kakek untuk mengatur barang-barang peninggalannya. Bagaimanapun kondisi Kakek sekarang, di mata semua orang, dia sebenarnya sudah dianggap mati, setidaknya tidak akan kembali lagi. Lagipula kami juga ingin mencari beberapa petunjuk dari barang-barang Kakek."
"Aku jarang masuk ke ruangan Kakek. Kali ini setelah masuk, seluruh ruangan penuh dengan bau khas Kakek. Dia suka merokok, setelah batuk selalu ada dahak kental, tapi lantainya sangat bersih. Bahkan tempat tidur dan konternya pun rapi dan teratur."
"Kemudian, di lapisan tersembunyi bawah konter Kakek, Kakak menemukan sebuah kotak. Kotak ini sangat indah, seperti kotak perhiasan nona dari keluarga kaya zaman dulu. Kakak memandangiku, aku menggelengkan kepala: 'Aku belum pernah melihat ini, juga tidak pernah dengar Kakek menyebutkannya.'"
"'Buka tidak?' tanya Kakak."
“Buka saja.” Aku berkata, terhadap Kakek yang misterius dan suka menahan diri, rasa penasaranku sangat besar. Jadi aku juga penasaran apa sebenarnya yang disembunyikan Kakek di lapisan tersembungi itu. Apakah ada cap dewa kota? Atau topeng Jalan Hantu, atau mungkin sebuah buku rahasia ilmu bela diri?
Setelah Kakak membukanya, aku mendekat dan langsung tercengang melihat isi kotak itu. Di dalamnya ternyata hanya sebuah sepatu bordir.
Kain satin bordir berwarna hijau, dihiasi beberapa bunga kecil berwarna biru.
“Apa ini? Jangan-jangan ini barang peninggalan Nenek?” Aku terdiam, barang berharga yang disembunyikan Kakek ternyata hanya sebuah sepatu bordir? Aku mengeluarkannya dan melihat, sepatu ini masih baru, tidak seperti pernah dipakai orang.
“Kenapa cuma satu? Bukan sepasang?” Aku kembali bertanya dengan bingung.
Sungguh tidak pernah terbayangkan, isi kotak ini ternyata cuma sebuah sepatu! Itu pun jelas-jelas sepatu perempuan!
Aku tidak pernah bertemu Nenek. Saat masih kecil, Kakek pernah bilang Nenek meninggal karena kesulitan melahirkan saat melahirkan Ayah. Jadi wajar saja aku mengira ini mungkin barang peninggalan Nenek, Kakek menyimpannya karena rindu pada Nenek.
“Ini sepatu mayat.” Kakak tiba-tiba berbisik pelan.
“Apa?” Aku hampir menjatuhkan sepatu ini karena kaget.
“Sepatu mayat itu tidak ada kiri atau kanan. Lihat, ini tidak ada bedanya antara kaki kiri dan kanan.” Kata Kakak.
