Setelah mengalami kontroversi ini, sebenarnya aku juga mengerti sebuah prinsip: Meskipun hak sangat berharga, kekuatan diri sendiri juga sangat penting. Dibandingkan dengan Kakak dan si Gemuk, aku masih terlalu lemah. Jika hari ini aku tidak dipukul jatuh oleh Liu Pojun, semua ini baru bisa disebut sempurna. Andai saja aku memiliki kemampuan Kakak, mungkin tidak perlu si Gemuk menelepon sepupu yang sampai sekarang belum kuketahui namanya.
Tapi bekunya tiga chi bukan karena satu hari dingin. Aku juga tahu beberapa hal tidak bisa dipaksakan. Bahkan sekarang aku ingin menarik si Gemuk untuk menyalakan lentera langit di bahu kiriku ini, karena semua petunjuk saat ini menunjukkan bahwa jika aku menyalakan lentera yang padam ini, aku tidak akan menjadi biasa-biasa saja. Tapi aku tidak berani, si Gemuk juga pasti tidak berani.
Situasi sekarang adalah, aku sebenarnya hidup dalam rencana yang telah disusun ayah dan kakek sebelum aku lahir. Dengan kebijaksanaan dan kemampuan ayah serta kakek, kapan aku menyalakan lampu jiwa, kapan menunjukkan keistimewaan yang mereka anggap pantas - semua ini sudah dalam rencana mereka. Rencana ini tidak hanya melibatkan Jalan Hantu, tapi juga berbagai kepentingan yang saling terkait. Bahkan si Gemuk yang berani melawan langit pun hanya bisa mengikuti langkah demi langkah tanpa berani melampaui batas.
“Bibi Han Xue dan anak bernama Kai Kai sekarang melihatku dengan tatapan aneh. Sebenarnya aku juga tidak bermaksud mencari mereka untuk menyindir lagi. Sikap Bibi Han Xue tidak berlebihan, sedangkan kenakalan anak ini wajar karena masih kecil. Terkadang, diam tanpa mengucapkan apa-apa justru tamparan tersakit bagi mereka.
Tiba-tiba, Paman Han Xue menarik Kai Kai mendekatiku. Dengan canggung ia tersenyum: "Ye Zi ya? Aku suami bibinya Han Xue. Nak ini memang terlalu dimanjakanku. Terima kasih sudah memberinya pelajaran hari ini. Ke depannya kalian bisa dianggap sepupu. Jika ada waktu, bantu latih dia ya. Ayo, minta maaf pada kakakmu!"
"Ayah!" protes Kai Kai dengan wajah memerah dan leher menegang. Sebenarnya raut malu sudah terlihat di wajahnya, tapi di usianya yang sedang sensitif soal harga diri, memang sulit mengakui kesalahan.
"Tidak apa, kita kan keluarga. Semoga kejadian hari ini tidak mempengaruhi hubungan kita ke depannya," kataku.
Paman Han Xue tertegun sejenak. Mungkin dalam bayangannya, pemuda berpengaruh biasanya sombong. Ia lalu menjabat tanganku sambil tersenyum: "Dengan kelapangan hatimu ini, Xue'er memang tidak salah pilih."
Setelah semua kerabat jauh Han Xue berpamitan, mamanya masih terlihat tenang. Namun ayah Han Xue tak bisa menyembunyikan kegembiraannya setelah tamu pergi. Ia melambaikan tangan padaku: "Ayo, ikut aku ke lantai atas. Kita perlu membahas beberapa hal dengan jujur."
Lantai atas adalah kantor ayah Han Xue. Interior kantornya cukup berkelas, dengan rak buku yang dipenuhi buku di kedua sisinya - entah dibaca atau tidak. Setelah masuk, kami duduk di sofa. Ayah Han Xue melemparkan sebatang rokok padaku dan si gemuk: "Ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi di Fudigou?"
Aku dan si gemuk saling memandang. Tak menyangka ayah Han Xue ternyata penasaran dengan kasus ini. Jangan-jangan dia punya maksud tersembunyi? Mengingat banyaknya kejadian belakangan ini, lobang pikiranku mulai bekerja tak terkendali. Bahkan curiga apakah kedekatan Han Xue setelah jadi relawan pendidikan juga bagian dari rencananya?
Kugelengkan kepala mengusir bayangan gila itu. "Paman, kenapa tertarik dengan hal ini?"
"Dari raut wajah kalian, sepertinya ini topik sensitif. Sudahlah, aku tidak akan memaksa." Ayah Han Xue bijak mengalah.
"Bukan begitu, Paman. Dari mana Anda tahu soal Fudigou?" tanyaku.
"Omong kosong, kau pikir Dua Belas Gua Hantu di area Sungai Luoshui Sanlitun Fudigou adalah rahasia? Sebagai pejabat setempat, mana mungkin aku tidak tahu daerah terlarang di wilayahku? Kalau itu tempat biasa, pasti sudah kuhancurkan. Tapi atas perintah atasan, kami semua pura-pura tidak tahu. Seperti kasus tamu penting Beijing kemarin, larangan berkunjung yang kuberikan membuktikan aku tahu ada rahasia disana. Sebenarnya ingin kuselidiki, tapi takut kena imbas. Awalnya tak ingin ikut campur, tapi karena kau sekarang calon menantuku, harus kujaga keselamatan putriku." Papa Han Xue tersenyum santai di kantor, sikapnya semakin cair.
"Apa lagi yang Bapak tahu?" tanya si gemuk menatap ayah Han Xue.
"Tentangmu tidak, tapi si nak ini sudah kuselidiki habis-habisan. Jangan kira aku orang sembarangan. Hanya punya satu putri, mana mungkin mengizinkan orang asing masuk rumah tanpa pemeriksaan? Meski tak tahu latar belakangnya, tapi bisa bersikap tegas di depan pejabat Beijing, cukup layak untuk putriku." Ayah Han Xue mengisap rokok. Ucapannya kasar, tapi justru membuatku lega - ini pertanda aku sudah dianggap sekutu.
“Jadi acara makan hari ini sengaja kamu atur ya? Pertama, ingin menakut-nakuti kerabatmu, kedua kamu tahu si Liu Pojun pasti akan membuat masalah, jadi mau memakai tangan Yezi untuk menjebak ayahnya Liu Pojun? Satu panah dua sasaran!” kata orang gemuk.
Aku ingin menarik lengan orang gemuk agar tidak terlalu banyak bicaranya. Ini kan calon mertuaku, bisa sembarangan ngomong? Tapi ternyata ayah Han Xue justru jujur. Ia mengangguk sambil menunjuk orang gemuk: "Kamu pintar, Tapi bukan dua sasaran. Kebetulan aku juga mau lihat kadar si nak ini, jadi tiga sasaran."
"Hasilnya memuaskan?" orang gemuk tertawa.
Ayah Han Xue mengangguk: "Cukup lah."
Setelah semua rahasia terbongkar, tiba-tiba kami kehabisan kata. Saat kami termenung, ayah Han Xue tiba-tiba mengetuk-ngetuk sofa dengan jarinya. Ia menyipitkan mata: "Katanya kamu ini grandmaster?"
Orang gemuk menepuk pahanya sambil menuding: "Lihat! Ekor rubahnya keluar kan? Sejak masuk pintu ruang perpustakaan ini, Tuan Gendut sudah tahu kamu akan ngomong ini!"
"Maksudmu bagaimana?" kata ayah Han Xue.
"Kantormu ini, sekilas terlihat biasa tapi menyimpan misteri. Penempatan rak buku di genkan, posisi sofa dan meja kopi, bahkan kaktus di ambang jendelamu semuanya memiliki makna khusus. Terutama batu backer di belakangmu dan akuarium di sampingmu, itu adalah sentuhan akhir dari fengshui kecil di rumahmu. Tadi saat Tuan Gendut sedang santai, aku berkeliling di kompleks balai kota ini. Aku menemukan kalian para pejabat meski mulut mengaku materialis, sebenarnya lebih takhayul dari siapapun. Fengshui kompleks balai kota ini cukup bagus. Secara kasat mata, inti fengshui terletak di jalan yang membelah kompleks. Liu itu ketua partai kan? Gedung pimpinan dari sudut pandang fengshui kecil ini adalah kepala naga terbaik. Tapi ini hanya bisa dilihat oleh ahli fengshui kelas dua. Sebenarnya meski fengshui gedungmu terlihat sedikit lebih lemah dari yang itu, karena pohon besar di depan kompleks tidak tumbuh lurus melainkan miring sedikit inci, ditambah posisi dua patung singa batu yang sengaja diubah diam-diam, menyebabkan poros utama fengshui seluruh kompleks melenceng. Akibatnya, yang benar-benar menguasai Mata Fengshui bukanlah gedung keluarga Liu, melainkan gedung kecilmu ini. Kalau Tuan Gendut tidak salah tebak, perubahan posisi patung singa itu pasti kau sengaja lakukan. Fengshui besar di luar gedung, fengshui kecil di dalam gedung. Ini menunjukkan kau sangat percaya pada hal ini. Karena kau percaya, pasti akan meminta Tuan Gendut memberimu petunjuk, toh kesempatan seperti ini langka. Apa tidak begitu?" kata si orang gemuk.
Omongan si orang gemuk membuatku bingung, tapi terdengar sangat megah. Ayah Han Xue langsung berdiri setelah mendengar penjelasannya dan mengacungkan jempol, "Tepat sekali! Untuk tata letak fengshui ini, aku sudah menyewa tiga grandmaster dan butuh setahun untuk menyelesaikannya. Kau bisa melihatnya dalam waktu singkat? Hebat!"
Si orang gemuk melototi dia, "Apa orang-orang yang kau sewa itu bisa menandingi Tuan Gendut? Jujur saja, tiga orang itu bukan grandmaster. Tata letak fengshui di rumah ini standar saja, tapi mereka melewatkan satu hal: garis poros fengshui menuju gedungmu terlihat datar, tapi sebenarnya landaian turun. Orang biasa takkan merasakannya. Ini trik kecil saat pembangunan untuk membuat gedung walikota lebih rendah beberapa sentimeter dari sekretaris. Makanya meski fengshui-mu sempurna, perkembanganmu mandek karena selalu turun. Untung kemiringannya tak mencolok, atau kau sudah celaka sejak lama."
Wajah ayah Han Xue kini dipenuhi keterkejutan.
