Orang gemuk itu kena tendang tanpa alasan yang jelas, sebenarnya aku juga bingung kenapa Kakak harus menyepaknya. Tapi aku merasa mungkin ini peringatan untuk si gemuk, barangkali karena dia membawaku masuk ke jebakan? Namun si gemuk tidak berdebat. Dia bangkit dan menggambar jimat Tao baru yang ditempelkan di bahuku. Kesempatan untuk bicara tak kudapatkan. Sensasi bisa mengendalikan segalanya itu mulai muncul lagi. Kakak menggenggam tanganku, mengeluarkan belati dan menggores telapak tanganku. Anehnya, sama sekali tak kurasakan sakit! Yang lebih aneh lagi, darah yang mengalir dari telapak tanganku ternyata berwarna keemasan!
Bukan merah!
Kakak terus menggenggam tanganku. Dengan satu tangan dia membuka mulut Xiao Qi, membiarkan darahku menetes ke dalam. Tiba-tiba Xiao Qi membuka mata. Dari sorot matanya terlihat percikan api, seolah tubuhnya terbakar. Mulutnya menganga. Asap mulai mengepul dari tujuh lubang di wajahnya, bahkan seluruh tubuhnya diselimuti asap panas. Rambut-rambut yang melilit tubuhnya pelan-pelan menghilang diterpa asap panas itu.
Tepat pada saat itu, sekelompok orang lain naik ke lantai atas. Aku melihat Chen Dongfang, Li Qing, dan beberapa polisi. Aku memandangi mereka, mereka pun mengangguk padaku. Chen Dongfang melambaikan tangan, beberapa polisi mulai mengepung wanita yang telah menjadi abu itu. Setelah itu, polisi-polisi yang mengarahkan senjata itu naik ke lantai atas sambil membawa tombak.
Tak lama kemudian, polisi membawa turun dua guci dari lantai atas. Wajah semua polisi itu tampak kaget. Ketika kulihat, dua guci ini berisi manusia - hanya dua kepala manusia yang menyembul keluar. Ini adalah kepala dua perempuan dengan rambut panjang, namun yang lebih mencolok adalah wajah mereka yang pucat seperti hantu, hampir tak bisa dikenali sebagai manusia.
"Ini adalah renweng. Dua ini adalah putri Sun Congwu. Paman mereka sendiri yang mengubah mereka jadi begini - memotong anggota tubuh, memasukkan ke dalam guci, bukan manusia bukan hantu." Chen Dongfang menepuk bahuku menjelaskan.
Pada saat itu, kekuatan tak tertandingi itu kembali menghilang. Aku menggelengkan kepala, tak mengerti bagaimana kakak, Chen Dongfang dan Li Qing bisa tiba-tiba muncul. Chen Dongfang kembali menepuk bahuku: "Aku pulang ke Fudigou. Han Xue memberitahu kamu mencari Sun Zhongmou. Langsung kusadari kamu akan mendapat masalah di keluarga Sun. Aku segera datang ke sini. Kakamu menemui kami, lalu kami menemui Sun Liancheng, akhirnya tahu kalian ada di sini."
"Selesai bicara," Chen Dongfang memberi isyarat pada beberapa polisi untuk mengangkat Xiao Qi turun tangga. Kakak juga berdiri, berjalan ke sudut ruangan dan melihat perempuan yang terbakar menjadi hitam legam. Chen Dongfang mendekatinya dan berkata: "Ini akibat ulahnya sendiri. Bukan salah mereka. Sun Congwen telah mengubahnya menjadi jinpo. Sekalipun tidak dibakar, dia tetap tidak akan bertahan. Ayo, naik ke atas. Sun Congwu ada di sana."
Kakak mengangguk, lalu menaiki tangga. Aku ingin ikut, tapi Chen Dongfang menghalangi. "Di atas ada Sun Congwu. Kulitnya dikuliti oleh Sun Congwen. Biarkan kakakmu bicara dengannya. Bagaimanapun, mereka berdua paling dekat."
Aku mengangguk bingung. Setelah ketegangan tadi, seluruh tubuhku lemas. Li Qing dan Chen Dongfang memapahku turun perlahan. Di luar, kulihat puluhan polisi dan mobil patroli. Mayat-mayat perempuan itu dimasukkan ke kantong jenazah. Xiao Qi dibawa ambulans ke rumah sakit.
Suasana di luar dan di dalam bangunan kuno tadi bagaikan dua dunia yang berbeda. Perasaan ini membuatku hampir pingsan.
"Bagaimana dengan Sun Liancheng?" Tak tahu harus berkata apa, akhirnya aku hanya mengeluarkan pertanyaan ini.
"Dihajar kakakmu. Sekarang di rumah sakit. Sebenarnya, mana mungkin kakakmu tidak tahu urusan keluarga Sun? Hanya saja kadang, dia tak ingin merusak keseimbangan. Sekarang semuanya terbongkar. Sudah seperti deklarasi perang," jawab Chen Dongfang.
"Kami sudah menunggu lama di luar, akhirnya Kakak keluar dari lantai atas. Wajahnya terlihat sangat pucat saat turun. Begitu kakinya menginjak lantai bawah, gedung di belakangnya tiba-tiba terbakar hebat. Api dengan cepat menjalar, dalam sekejap melahap seluruh bangunan."
Chen Dongfang mendekat, menatap Kakak: "Kenapa tidak dicoba? Bagaimana jika masih ada kesempatan?"
Kakak menggeleng: "Kamu takkan pernah bisa menyelamatkan orang yang benar-benar ingin mati."
Tiba-tiba muncul seseorang yang wajahnya terasa familiar tapi aku tak ingat pernah melihatnya di mana. Baru kuingat ketika melihat seseorang di belakangnya membawa tombak perak - ini Han Kunlun si Tombak Juara yang pernah bertarung dengan Kakak di Fudigou. Chen Dongfang menyapanya: "Terima kasih untuk bantuan kali ini."
"Hal kecil, tak usah sungkan." Han Kunlun menyampaikan hormat dengan gerakan tradisional.
"Suruh polisi mundur dulu. Tangkap yang perlu ditangkap. Untuk Sun Congwen, biarkan." Kakak memberi instruksi pada Chen Dongfang.
Chen Dongfang mengangguk, berbicara sebentar dengan beberapa perwira polisi. Mereka kemudian membawa mayat wanita dan dua tahanan pergi.
"Anda juga boleh pergi." Kakak berkata pada Han Kunlun.
"Anda belum tentu bisa mengalahkan Sun Congwen." Kata Han Kunlun.
"Aku tahu. Tapi ini urusan keluarga." Jawab Kakak tegas.
Han Kunlun memandang Kakak sejenak, lalu memberi hormat dengan gerakan khas sebelum pergi bersama murid-muridnya.
“Kenapa dia datang?” Aku bertanya pada Chen Dongfang.
“Dia adalah Kaisar dunia bawah tanah di sini.” Chen Dongfang tertawa, lalu menambahkan: “Setelah bertarung dengan kakakmu, Tombak Juara juga menjadi pengagum kakakmu.”
——Sementara itu, kakak pergi sendirian. Aku, Chen Dongfang, dan Li Qing mengikutinya. Orang gemuk tetap berdiri di tempat dengan agak canggung, kurasa karena reaksi kakak terhadapnya. Mungkin dia melakukan sesuatu yang membuat kakak marah lagi. Aku memanggilnya: “Ayo Tuan Gendut!”
Bagaimanapun, orang gemuk ini baru saja melaluinya situasi hidup dan mati bersamaku.
Orang gemuk mengangguk dan mendekat. Kami mengikuti kakak menuju loteng Sun Congwen lagi. Kali ini Sun Congwen mengenakan jubah panjang putih, duduk di kursi kayu antik, sendiri sambil mengipaskan kipas lipat. Kali ini dia benar-benar terlihat seperti seorang sarjana.
“Sun Zhongmou, kalau mau membunuhku, ikuti Aturan Jianghu. Kirim surat permohonan, kita bisa sepakati waktu dan lokasi untuk duel maut. Kenapa malah pakai cara rendahan? Bahkan bawa polisi? Apa kau ingin hukum yang menghakimiku?” Sun Congwen tertawa.
Kakak tidak berkata apa-apa. Dia berjalan mendekati Sun Congwen, langkahnya semakin cepat.
Di tangannya tiba-tiba muncul tongkat komando. Di ujung tongkat itu terdapat kepala hantu dengan dua mata dari permata hijau yang terlihat mengerikan.
"Kakak mengangkat Tongkat Hantu ini, berlari ke arah Sun Congwen dan menghantam ke kepalanya. Namun, Sun Congwen dengan lembut mengangkat kipas lipat di tangannya, menahan Tongkat Hantu sang kakak. Kakinya menapak ringan ke bawah, seluruh tubuhnya melayang di udara, kemudian menendang. Sang kakak menggunakan Tongkat Hantu untuk menahan, lalu mulai mundur delapan langkah berturut-turut."
"Kau dididik langsung olehnya. Dia saja bukan lawanku, apalagi kau?" Sun Congwen tertawa.
Sang kakak sekali lagi melakukan charge terhadap Sun Congwen.
Charge tanpa keraguan, jenis charge yang takkan berhenti sebelum mati.
Tapi charge-nya kembali dengan mudah dinetralisir Sun Congwen. Sementara itu, Sun Congwen memukul kepala sang kakak dengan kipas lipatnya, membuat tubuhnya terlempar horizontal.
"Mengapa kau nekat mencari kematian? Tahukah kau mengapa perempuan itu menjadi Jinpo, mengapa bunuh diri? Orang luar mengira aku Sun Congwen merebut istri adik. Tahukah kau perempuan jalang itu yang menyerahkan diri padaku? Kalau bukan karena Sun Congwu terobsesi urusan Jalan Hantu dan tak peduli, bagaimana mungkin perempuan itu sampai begini?" kata Sun Congwen.
"Kau cari mati!" Sang kakak berdiri, lalu charge lagi.
Tapi ia kembali dipukul mundur oleh Sun Congwen. Tebakan si gemuk benar, Sun Congwen ini setara dengan kakekku, pasti bukan lawan sang kakak.
Saat itu, Chen Dongfang dan Li Qing melangkah maju. Sang kakak melambaikan tangan. Chen Dongfang berkata: "Zhongmou, jangan memaksakan diri!"
“Ini urusan keluarga!” Kakak membersihkan darah di sudut bibirnya.
Si gemuk diam-diam menyodorkan selembar kertas kuning padaku. Aku menatapnya, mengerti maksudnya. Meski Kakak bilang itu yang terakhir kali, tapi jika hari ini Kakak dalam bahaya, aku akan melakukannya lagi. Kebetulan aku belum pernah menggunakan kekuatan dahsyat itu.
Di sisi Kakak, bentrokan dengan Sun Congwen terjadi lagi.
Kali ini, kipas lipat Sun Congwen terbuka berubah menjadi pisau tulang kipas yang menyambar ubun-ubun kepala Kakak.
Tongkat kepala hantu di tangan Kakak patah, dari dalamnya melesat seekor ular kecil hitam.
