Reaksi pertama saya mendengar kalimat ini adalah tidak bisa mempercayai Liu Kaifeng, pasti ada tipu muslihat di sini. Sebenarnya bukan hanya saya yang merasa demikian, Chen Dongfang langsung mengangguk setelah orang itu berteriak: "Baik!"
Li Qing mendekat dan menarik lengan Chen Dongfang, memberi isyarat agar tidak pergi. Chen Dongfang menggeleng sambil tersenyum padanya: "Kamu tidak percaya padaku?"
"Chen Dongfang, ini bukan soal percaya atau tidak! Jelas-jelas ini bunuh diri!" kata si Gemuk.
Chen Dongfang memandang kami: "Tenang, aku lebih memahami Liu Kaifeng daripada kalian. Dia memang pengecut dan sangat menjaga reputasi. Dia mungkin datang ke sini dengan mental 'obat mati kuda', tapi keluarganya masih harus hidup. Dia tahu konsekuensi membunuhku - Keluarga Liu tidak akan luput dari kemarahan Kakek Enam. Itu juga alasan Nyonya bisa selamat meski dikepung. Lihat sendiri kemampuan Duo, serangga jauh lebih mematikan daripada tombak jika benar-benar ingin membunuh."
"Aku temani kamu." Li Qing menatap langsung ke arah Chen Dongfang.
"Kamu jaga mereka di sini, Nyonya kemungkinan besar ingin menguburkan dirinya sendiri di dalam peti naga Pemimpin yang berada di dalam meteor. Keadaan Tang Renjie seperti ini pasti ada alasannya." Chen Dongfang berkata.
Situasi saat ini tiba-tiba berubah menjadi suasana perpisahan yang membuat hati sangat tidak nyaman. Chen Dongfang menepuk bahu Li Qing, lalu berkata kepada mereka yang berjenggot lebat: "Mulai sekarang kalian harus mendengarkan si gemuk ini. Perkataannya adalah perkataanku. Ingat, jangan pulang sebelum menemukan Nyonya, hidup harus melihat jasadnya, mati harus melihat mayatnya."
Setelah berkata demikian, Chen Dongfang mengangkat tangannya dan naik tangga. Di sudut tangga, beberapa orang berlari mendekat dan menahan Chen Dongfang sebelum akhirnya masuk ke sudut tersebut. Sejujurnya, saat bayangan Chen Dongfang lenyap dari pandanganku, hatiku semakin sedih. Kukatakan kepada si gemuk: "Tuan Gendut, sekarang kaulah pemimpin. Katakan, apa yang harus kita lakukan?"
"Tunggu sebentar, Chen Dongfang punya rencananya sendiri." Katanya.
Persis saat ucapan si gemuk habis, tiba-tiba beberapa orang membawa Liu Kaifeng keluar dari sudut tersebut. Mereka yang berjenggot lebat langsung mengangkat senjata melihat Tuan Liu, tapi beliau justru melambaikan tangan memanggil kami naik. Saat aku masih ragu, Li Qing langsung melangkah cepat menaiki tangga. Hubungannya dengan Chen Dongfang paling erat, pastilah yang paling khawatir akan keselamatan Chen Dongfang.
“Li Qing sudah pergi, kalau kami tidak pergi sekarang juga bukan solusi.” Orang gemuk mengangguk dan berkata, “Ayo. Liu yang brengsek itu tidak berani menyentuh Chen Dongfang, berarti dia juga tidak berani macam-macam dengan Tuan Gendut. Lagipula, masterku punya reputasi di Jianghu.”
Aku tidak sepenuhnya memahami makna kata “Jianghu” yang diucapkan si gemuk. Tapi kupikir, bukankah ada pepatah: Di mana ada manusia, di situ ada Jianghu. Meski zaman sudah bukan dunia wuxia kuno lagi, sebenarnya kehidupan sehari-hari pun penuh dengan unsur Jianghu. Memang tidak salah. Kami mengikuti si gemuk naik ke lantai dua, setiap langkah diinjak dengan sangat hati-hati. Pertama, waspada terhadap serangan mendadak. Kedua, berhati-hati dengan serangga-serangga si pengembang Gu itu.
“Makhluk-makhluk kecil, kita bertemu lagi.” Saat berhadapan dengan Liu Kaifeng, dia tersenyum pada kami.
“Cukup omong kosong. Di mana Chen Dongfang?” tanya si gemuk.
“Silakan lihat sendiri. Lagian apapun yang kukatakan, kalian tetap tidak percaya.” Liu Kaifeng menjawab.
Kami mengikuti Liu Kaifeng melewati sudut tangga ini, dan situasi di lantai dua langsung terlihat. Hal pertama yang kulihat adalah empat biksu duduk persis di tengah lantai dua. Mereka mengenakan pakaian merah seperti biksu Tibet yang sering muncul di TV. Karena pengaruh cerita Wei Xiaobao yang kusaksikan semasa kecil, biksu berpakaian merah ini meninggalkan bayangan gelap dalam benakku. Aku agak ketakutan saat tiba-tiba melihat empat biksu ini. Awalnya kukira Liu Kaifeng benar-benar membawa tim lengkap - tidak hanya pemelihara ulat gaib dari Xinjiang, tapi juga biksu Tibet. Tapi setelah kuperhatikan baik-baik, ternyata keempat biksu ini adalah mumi.
Di sekitar biksu-biksu tersebut terdapat empat patung batu kepala naga yang berbentuk seperti lampu hias. Keempat biksu ini duduk membentuk sudut empat penjuru. Wajah mereka tertutup kulit kering menghitam. Sekilas mereka seperti empat pertapa yang tiba-tiba mencapai pencerahan di tempat ini. Dalam Buddhisme memang ada konsep patung Buddha berlapis emas, dan dari sudut tertentu mereka memang terlihat seperti itu. Tapi yang paling aneh adalah posisi tangan mereka. Keempatnya tidak menyatukan kedua tangan seperti salam Namaste, melainkan merentangkan lima jari dengan kedua telapak tangan saling berhadapan di depan dada, seolah sedang mengeluarkan tenaga dalam. Kalau di film silat, mereka seperti sedang bertarung habis-habisan mengeluarkan tenaga internal sampai akhirnya tewas.
Di antara keempat biksu ini, kulihat ada sesuatu yang tergeletak di lantai. Itu adalah sepotong tulang berwarna keemasan. Tak ada benda lain selain ini.
Saat aku sedang mengawasi empat biksu dan sepotong tulang keemasan ini, tiba-tiba Li Qing berlari ke sisi Liu Kaifeng sambil berteriak, "Chen Dongfang?! Ke mana kau menyembunyikannya?"
Mataku menyapu ruangan, melihat banyak orang berdiri di rumah ini. Wajah anak buah Liu Kaifeng memang terlihat letih. Wajar saja, mengingat Tang Renjie sudah mati. Para penjahat berdarah dingin yang mengikutinya pasti hanya mengejar keuntungan. Tapi di tempat ini, bertahan hidup saja sudah sulit. Siapapun pasti akan tegang. Setelah memandang sekeliling, kusadari Chen Dongfang yang baru masuk tiba-tiba lenyap begitu saja.
Li Qing yang mendekati Liu Kaifeng langsung dihalangi. Si gemuk yang tak ingin konflik segera mencoba menghentikannya. Liu Kaifeng tiba-tiba tertawa, "Dia pergi sendiri ke suatu tempat. Aku tidak memaksanya."
"Omong kosong! Cuma ada satu ruangan di sini, mau ke mana lagi?" bentak Li Qing.
Liu Kaifeng menunjuk ke arah atas kepala kami. Aku mendongak, dan sekejap itu aku merasa pusing-pusing. Di langit-langit di atas kami, dipenuhi gambar mata yang sangat rapat. Satu mata bersebelahan dengan mata lainnya. Tahun lalu aku menonton serial web populer yang menceritakan tentang kerajaan kuno misterius yang memuja totem mata. Tiba-tiba aku merasa seperti masuk ke dunia dalam drama itu. Mata-mata di langit-langit ini benar-benar bisa membuat OCD kambuh, begitu rapatnya satu sama lain.
"Dia masuk ke dalam mata? Liu (marga Liu), jangan asal ngomong! Ini bukan cerita Liaozhai yang bisa masuk ke lukisan! Manusia bisa masuk ke gambar?" Orang gemuk itu ikut campur.
"Coba kalian perhatikan baik-baik, ini benar-benar cuma gambar?" Liu Kaifeng tertawa.
Aku kembali mendongak melihat, masih agak bingung. Saat itu, si Gemuk dan yang lain juga mulai menengadah. Sebenarnya aku khawatir ini siasat Liu Kaifeng untuk mengalihkan perhatian kami lalu menghabisi sekaligus. Tapi kulihat mereka tidak melakukan gerakan mencurigakan. Tiba-tiba si Gemuk mendekati empat biksu sambil terus menatap ke atas, seolah menemukan petunjuk. Aku mengikuti arah pandangannya. Karena posisi empat biksu berada di tengah lantai dua, maka langit-langit di atasnya juga merupakan titik pusat seluruh lantai dua. Orang Tionghoa memang punya kebiasaan menyukai simetri. Misalnya ada tiga benda sejajar, yang di tengah pasti yang paling istimewa. Pola mata di langit-langit ini mengikuti prinsip itu. Di area lain, ukuran mata-mata itu seragam, tapi di bagian tengah terdapat gambar mata terbesar dengan warna paling gelap dalam lukisan dinding ini.
Si Gemuk melambaikan tangan memanggilku. Aku mendekat. "Lihat pupil mata yang paling tengah ini," katanya.
"Hm?" tanyaku.
"Pupil mata lainnya berwarna hitam biasa. Yang ini juga hitam, tapi sebenarnya adalah gambar lubang hitam yang disamarkan dengan genius sebagai pupil mata," jelas si Gemuk.
"Menurutmu Istana Kristal ini punya berapa lantai?" tanya si Gemuk lagi.
"Seingatku tiga lantai. Tidak terlalu kuperhatikan," jawabku.
“Nah itu benar, kita sekarang di lantai dua, tapi lihatlah apakah ada tangga ke lantai tiga? Dan lihatlah keempat biksu ini, tahukah kamu apa yang mereka lakukan?” kata Orang Gemuk.
“Sudah saat seperti ini, jangan bertele-tele lagi! Kamu tahu aku tidak tahu!” kataku.
“Memanggil arwah. Sekte Esoteric Tibet punya mantra khusus menggunakan tulang untuk memanggil jiwa seseorang. Jadi keempat biksu ini sebenarnya sedang memanggil pemilik tulang emas ini, tapi terjadi sesuatu yang tidak terduga.” bisik Orang Gemuk.
