Berbeda dengan barang antik lain yang dilengkapi deskripsi di bawahnya, tulang emas ini sama sekali tidak memiliki penjelasan tertulis tentang asal-usulnya. Namun harga awalnya yang mencengangkan mencapai 100 juta yuan.
Aku berpikir dalam hati: Sial, ini kan bukan tulangku? Bukan, ini tulang-tulang yang kubawa dari dasar Istana Kristal? A hanya bilang mau membawanya ke Kakek Enam untuk diperiksa. Kok bisa-bisanya malah dilelang? Bahkan harganya sampai segitu? Harga awal lelang satu miliar? Kalau benar-benar terjual, cowok itu bakal hidup berkecukupan seumur hidup!
Aku segera menelepon Xiao Qi kembali, langsung bertanya: "Ini maksudnya apa? Barangku seenaknya dijual tanpa berdiskusi denganku? Ini namanya perampokan terang-terangan!"
Xiao Qi tertawa di telepon: "Makanya cepat-cepat datang ke sini untuk menghadap kakek. Ini dia yang mengirimkannya ke lelang. Kalau bukan karena reputasi emas beliau, mana mungkin secuil tulang sialan ini bisa berharga awal satu miliar? Tulang emas murni pun tak segitu harganya!"
Perkataan Xiao Qi membuatku agak ciut. Bagaimanapun itu Kakek Enam yang legendaris - kakek kandungku sendiri. Semua kesanku tentangnya berasal dari orang lain. Tapi hatiku sedang tidak karuan, kukatakan: "Bahkan Kakek Enam harus masuk akal, kan? Uang bagi keluarga Li cuma angka biasa, tapi bagi sepupu sepertiku ini sangat penting! Aku tak kekurangan apa-apa kecuali uang!"
"Sudah, cukup bercanda. Datanglah ke Tianjin. Kakek ingin bertemu." suara Xiao Qi tetap riang sebelum menutup telepon. Setidaknya nada santainya membuatku lega. Aku sempat khawatir dia belum bisa move on sejak kematian Nenek Li, mengingat dia adalah cucu perempuan kesayangan almarhumah.
Setelah memutus sambungan telepon, aku menyadari mereka berdua di dalam rumah ini memandangiku dengan ekspresi aneh. Aku menggaruk kepala, tadi terlalu emosional di depan calon mertua sampai kehilangan sikap. Kuserahkan ponsel sambil berkata: "Kalian lihat ini."
Han Geru tak paham situasinya, tapi si Gemuk mengerti. Setelah melihatnya, wajahnya terlihat terkejut. Namun si Gemuk jelas lebih berakal budi. Dia berseru: "Tadi kudengar ini perintah Kakek Enam untuk dijual?"
"Ya," jawabku.
"Lao Liu si Punggung Bengkok tak kekurangan uang. Aku tahu, ini taktik melempar batu sembunyi tangan. Jika Tuan Gendut tak salah tebak, Lao Liu ingin mengungkap rahasia di balik tulang ini, mencari orang yang tahu asal-usulnya. Tunggu sebentar, aku akan menghubungi temanku." Ujar si Gemuk.
Orang gemuk itu selesai bicara, langsung mengeluarkan ponsel dan menekan nomor. Dari nada bicaranya terdengar dia sedang menghubungi temannya di pasar gelap. Tak lama kemudian dia memutuskan telepon, mengangguk dan berkata: "Ternyata tebakan Tuan Gendut benar. Lelang kali ini diadakan di Gedung Gu Hua Tianjin, tempat berkumpulnya elite lingkaran Beijing-Tianjin. Bos di belakang layar adalah keluarga Li. Kabar tentang lelang ini sudah tersebar tiga hari sebelumnya, terutama tentang potongan tulang itu. Kita malah terlambat tahu. Sekarang para sisa-sisa Dinasti Qing itu sedang ramai membicarakan tulang ini. Semua juga tahu ini barang dari Lao Liu si Punggung Bengkok. Meski sampai sekarang tak ada yang tahu benda apa sebenarnya, banyak yang sudah ngotot mau berebut. Daun, kali ini kamu akan mendapat rezeki nomplok. Kurasa benda tak jelas ini bisa laku mahal banget. Ayo kita ke Tianjin. Pulang nanti kamu bisa siapin mas kawin gede-gedean buat calon mertua."
Han Geru menatap kami berdua: "Apa yang kalian bicarakan? Kok aku nggak ngerti?"
Aku menjelaskan situasinya secara garis besar, tak terlalu detail. Kukatakan tulang itu tergeletak tak ada yang ambil, lalu kuambil. Entah kenapa A memintanya, sekarang tiba-tiba muncul di lelang.
Sebenarnya maksud yang disampaikan si Gemuk aku pahami. Harus diakui langkah Lao Liu si Punggung Bengkok ini sangat brilian. Kemunculan misterius biksu Tibet dan Dewi Bermibu Tangan di Istana Kristal, lalu menduduki Peti Naga Emas itu benar-benar di luar perkiraan semua orang. Mungkin Lao Liu sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi. Dengan mengeluarkan tulang-tulang ini dan membuat gebrakan besar, sesungguhnya ia sedang mengirim surat terbuka kepada seluruh kerajaan - siapapun yang tahu rahasia tulang ini pasti akan berusaha mendapatkannya dengan segala cara.
"Lelang" hanyalah kedok, tujuan sebenarnya adalah mencari orang.
Status Lao Liu si Punggung Bengkok memang sangat khusus. Awalnya Han Geru tidak mengenalnya, baru belakangan ini melalui kami ia tahu ada sosok besar selevel dewa di ibukota. Mendengar kabar "Kakek Enam" ingin menemuiku, dengan semangat ia berkata: "Kalau begitu jangan ditunda lagi, segera berangkatlah. Urusan resmi harus diutamakan."
Aku memang merasa sedikit tergesa-gesa, tentu bukan hanya karena lelang dan uang, yang terpenting adalah hubungan erat antara tulang itu dengan diriku sendiri. Sementara Patung Dewi Ribuan Tangan memiliki kaitan tertentu dengan Han Xue. Ini bisa dibilang urusan paling penting saat ini, menyangkut rahasia di antara kami berdua. Karena itu kami tidak menunda, langsung menyuruh si gemuk memesan tiket pesawat. Hasilnya dapat penerbangan jam empat sore. Saat di rumah merasa tidak ada kerjaan, tapi ketika benar-benar harus pergi, aku malah merasa terlalu terburu-buru dan bersalah pada Han Xue. Kami bertiga turun ke lantai bawah, aku menjelaskan secara singkat permasalahan ini pada Han Xue - tentu hanya hal yang perlu diungkap. Meski Han Xue tampak kurang senang, dia tidak berkata apa-apa. Akhirnya Han Geru muncul dan mengetok palu keputusan: "Laki-laki muda memang harus sibuk di luar, yang penting jaga keselamatan."
Aku dan si gemuk menunggu sampai sore. Kemudian Han Geru mengirim sopir mengantar kami ke bandara. Sejujurnya, pertemuan dengan legendaris Lao Liu si Punggung Bengkok ini membuatku sangat tegang. Menurutku, Lao Liu ini adalah sosok besar yang benar-benar berpengaruh, penuh misteri. Siapapun harus memanggilnya dengan hormat "Kakek Enam". Aku bertanya pada si gemuk: "Sebenarnya apa cerita Lao Liu si Punggung Bengkok ini? Namanya memang begitu?"
："Siapa yang tahu, semua orang yang mengenalnya di kerajaan hanya tahu memanggilnya Kakek Enam. Aku pernah dengar dari Bang-ku, Lao Liu si Punggung Bengkok aslinya orang Tianjin tua. Awalnya di Jianghu tidak ada nama orang ini. Kemudian setelah membasmi seluruh keluarga Hong Jingyan si Pisau Kupu-Kupu Ganda dan membunuh 36 jiwa, namanya langsung melambung. Kalangan seni bela diri Tianjin dari dulu memang solid, jadi saat itu mengeluarkan surat buruan Jianghu untuknya. Tapi akhirnya dia berhasil menerobos keluar dari Tianjin. Setelah itu kabarnya lagi-lagi menghilang dari Jianghu. Bertahun-tahun kemudian, dia tiba-tiba muncul lagi di samping Situ Meitang. Mengingat status Jianghu Situ Meitang, geng Tianjin terpaksa mencabut surat buruan itu. Lao Liu si Punggung Bengkok kemudian di Shanghai pernah membunuh 127 orang dalam satu hari. Semua korbannya bukan orang sembarangan, melainkan praktisi bela diri terlatih. Pertempuran inilah yang membuatnya benar-benar tenar. Di era demam bela diri dulu, ada yang membuat daftar jagoan kerajaan. Pisau tangan kiri Lao Liu si Punggung Bengkok menduduki puncak. Situ Meitang pernah bilang, selama Lao Liu masih memegang pisau, dia bisa jadi yang terhebat selama 60 tahun. Setelah itu tak ada yang pernah melihatnya bertarung lagi. Bang-ku bilang, orang luar hanya melihat pisaunya bisa membunuh, tapi sebenarnya yang paling kuat dari Lao Liu adalah aura pisaunya yang tak terkalahkan. Sebenarnya kultivator sejati memandang rendah praktisi bela diri, baik yang latihan fisik maupun energi dalam, semuanya dianggap kelas rendah. Tapi khusus Lao Liu, sektenya menganggapnya sebagai satu-satunya di kerajaan yang bisa mencapai Jalan melalui seni bela diri. Mungkin kau belum paham, sederhananya, pisaunya sudah memiliki aura pisau."
Aku mendengarkan dengan mulut ternganga, riwayat hidup seperti ini benar-benar bagaikan legenda yang nyata!
"Orang hebat seperti ini, kok bisa begitu takut pada Nenek Li?" Aku tertawa pahit.
"Pahlawan sulit melewati pintu kecantikan. Li Xianglan memang sudah tua sekarang, tapi dulu dia dijuluki Bunga Desa Jalan Hantu," kata si Gemuk.
"Ngomong-ngomong, siapa itu Situ Meitang?" tanyaku sambil merasa nama itu terdengar familiar namun tak kuingat.
"Pernah lihat foto Upacara Proklamasi? Kakek berjanggut panjang yang berdiri di bagian atas itu adalah dia, bos besar Qing Bang. Bahkan Jiang Guangtou saja segan padanya. Du Yuesheng di hadapannya hanyalah junior. Seorang preman bisa ikut upacara kenegaraan penting, waduh, benar-benar legenda," jelas si Gemuk.
Sebelum sempat berkomentar, seorang penumpang berkacamata di depan kami menoleh dengan pandangan merendahkan, "Mas, kamu kebanyakan baca novel silat ya?"
