Setelah Liu Qingci pergi, Pak Wu menghampiriku sambil tersenyum: “Saudara Ye memang beruntung dalam hal asmara, tapi hati-hati jangan sampai nasib baik berubah menjadi malapetaka cinta. Tapi hal ini mirip dengan almarhum Ye Jiangnan di masa lalu. Sastrawan Jalan Hantu itu dulu membuat banyak wanita ibukota merindukannya siang-malam, sampai-sampai ingin menikahinya.”
Saat aku hendak berbicara, Pak Wu menepuk bahuku: “Nanti jika ada waktu, saya akan mengundang Saudara Ye minum teh. Keluarga Wu selalu berhati-hati. Hal yang kalian lakukan bukan rencana kami. Jadi harap maklumi. Kecuali urusan itu, demi menghormati almarhum Ye, keluarga Wu siap membantu kapan pun Saudara Ye membutuhkan.”
Cara bicara Pak Wu sangat menyenangkan, terasa jujur dan terbuka. Dia tahu aktivitas kami tapi jelas menyatakan tidak berminat. Namun dalam kata-katanya tetap ada penghormatan senior pada junior. Aku mengangguk: “Suatu hari nanti saya pasti akan berkunjung, hanya untuk minum teh, bukan urusan lain.”
Pak Wu tersenyum, menyampaikan hormat padaku lalu pergi.
"Dan selanjutnya, banyak orang memberikan kartu nama mereka padaku. Aku tahu mungkin banyak orang yang memimpikan kartu nama ini, tapi tak tahu bagian mana dariku yang mereka nilai. Tentu saja, ada juga yang seperti Kakek Wu yang hanya berbincang singkat tanpa komunikasi mendalam. Saat orang-orang hampir semuanya pergi, aku merasa seluruh tubuhku kelelahan. Orang gemuk di sampingku tertawa: 'Tak kusangka, Daun, di lelang Paviliun Guhua kali ini, kaulah pemenang terbesar. Setelah hari ini, namamu akan terkenal seketika di lingkaran Beijing-Tianjin. Akhirnya aku mengerti mengapa Kakek Enam memintamu memakai cincin giok ini. Sebagai Pemimpin Jalan Hantu, akan sulit bagi Yuhuangdao untuk membunuhmu diam-diam.'"
"Menang apa? Menang bau badan?" balasku sinis.
"Siapa yang tak tahu kau adalah Tuan Muda keluarga Ye? Itu belum menang? Mereka juga tahu kau Pemimpin Jalan Hantu, cucu Ye Jiangnan, cucu angkat Lao Liu si Punggung Bengkok. Waduh, lihat statusmu! Liu Qingci, diva nomor satu ibukota, diam-diam mengirimkan sinyal cinta padamu. Tulang senilai empat miliar yang dia menangkan malah diberikannya padamu, uangnya tetap jadi milikmu. Katakanlah kau tidak untung?" kata si gemuk.
"Tuan Gendut, menurutmu kenapa Liu Qingci yang sangat bertekad mendapatkan tulang keemasan ini malah memberikannya padaku setelah memenangkan lelang?" tanyaku.
"Hati perempuan bagai jarum di dasar laut, mana mungkin orang sepertiku mengerti?" si gemuk tertawa terkekeh.
“Karena dia membeli tulang itu, tujuannya adalah untuk memberitahu kita bahwa dialah orang yang kita cari. Bahkan demi memastikan kita paham, dia sengaja membawa dua biksu. Benar-benar jerih payah.” Nona Qi mencibir sambil berkata.
“Hm?” aku bertanya.
“Dia ingin kita yang mencarinya. Awalnya dia yang harus datang, tapi dengan mengirim tulang ini, sekarang giliran kita yang harus mendatanginya. Dari pasif menjadi aktif.” Kata si Gemuk.
“Bukannya kau tidak mengerti?” Aku memandangnya dengan pandangan putih.
“Aku cuma memberi kesempatan Nona Qi menunjukkan bakatnya. Tuan Gendut yang dijuluki Zhuge Liang kecil Sekte Yuhuang ini mana mungkin tidak tahu trik receh ini?” Si Gemuk menggaruk kepala sambil tertawa terbahak-bahak.
Sebenarnya aku perlahan mulai paham maksud mereka, tapi aku benar-benar merasa orang-orang seperti mereka menjengkelkan. Setiap gerak-gerik penuh perhitungan, tidak capek apa?
Tiba-tiba Li Zhenguo datang dari belakang. Kukira dia akan marah karena kita hampir membuat skandal besar hari ini, tapi ternyata dia tersenyum dan mengangguk, “Anak-anak, performa kalian bagus.”
“Jadi uang jajanku tidak dipotong lagi?” Nona Qi merengek sambil memeluk lengan Li Zhenguo.
Li Zhenguo mengelus kepala Nona Qi, “Gadis besar begini tidak tahu malu. Sudah, bawa Ye Zi dan teman-teman kembali ke hotel. Oh ya, Ye Zi, kemarilah. Ada dua patah kata yang ingin kubicarakan denganmu.”
Aku agak kaget, tapi Li Zhenguo bicara dengan nada otoritatif yang tak bisa ditolak. Aku pun berdiri dan mengikutinya ke samping. Setelah sampai, dia berkata: "Tak kusangka ternyata perempuan itu. Barusan aku telepon kakekmu membicarakan hal ini. Dia bilang, kau boleh mendekati perempuan itu."
Aku mengerutkan kening, bingung bagaimana merespons.
"Mendekati dia boleh, aku tahu kau masih muda. Bertemu wanita cantik, apalagi Liu Qingci yang seperti ini, mudah melakukan kesalahan. Harus bisa menahan diri. Kalau sampai salah di sini, tak ada yang bisa menyelamatkanmu." Kata Li Zhenguo.
Kukira dia akan mengatakan sesuatu yang penting, ternyata cuma ini. Dalam hati kukira: Ini kan wanita selevel Li Shishi, sialan! Berani-beraninya aku? Aku menggaruk kepala: "Jangan khawatir, aku tidak akan, dan tidak berani."
"Bagus. Aku tahu kau anak yang tahu batas. Sebenarnya kami lebih rela orang lain, bukan dia. Justru karena dia, urusannya jadi lebih rumit." Li Zhenguo berkata sambil menyuruh Xiao Qi mengantar kami kembali ke hotel.
Di dalam mobil, si gendut tak tahan mencela: "Nona Qi, seharusnya Tuan Gendut tidak mengeluh. Tapi Kakek Enam kali ini benar-benar tidak fair! Memanggil kami semua ke sini. Tuan Gendut tidak apa-apa, tapi Ye belum pernah bertemu kakeknya sendiri. Sampai sekarang cuma menempatkan kami di hotel, kapan mau menemui? Benar sibuk sekali?"
“Aku juga tidak tahu, menurut rencana semula, Kakek seharusnya menemui kita malam ini, tapi tiba-tiba dibatalkan.” kata Nona Qi.
“Ini karena Liu Qingci.” Aku menghela napas, bukan karena tiba-tiba jadi pintar, tapi karena Li Zhenguo sudah berbicara cukup jelas tanpa menyebut nama.
“Hmph?” Orang gemuk itu menatapku.
“Seandainya yang tahu rahasia tulang itu adalah Pak Wu, Pak Zhang atau Lao Chen, pasti tidak masalah. Kakek Enam pasti mau menemui kita. Tapi orang ini adalah Liu Qingci. Belum lagi dia duduk di kamar Long. Kalian semua pintar, tidak menyadari implikasinya? Makanya Kakek Enam menghindari pertemuan ini untuk mencegah kecurigaan.” kataku.
Orang gemuk dan Nona Qi yang cerdas itu langsung paham setelah kujelaskan. Orang gemuk menepuk dadanya: “Iya juga, ini benar-benar mengerikan.”
“Tidak perlu takut. Ingat dua detail: Pertama, yang memesan kamar adalah sekretaris penting. Kedua, yang menempati kamar Long tetap Liu Qingci. Artinya masih ada ruang negosiasi.” kataku.
Orang gemuk menepuk kepalanya: “Ternyata memang begitu maksudnya!”
Lalu dia memandangku: “Xiao Ye, tak kusangka kau yang biasanya kaku seperti kayu, justru piawai dalam urusan seperti ini. Kau punya kecerdasan politik yang baik!”
“Bukan kecerdasan. Aku hanya dipaksa memahami semua ini.” Jawabku dengan tertawa pahit.
"Kau berhenti dulu untuk Tuan Gendut, lelang sudah selesai, kalau masih pamer bisa kupentung pakai tempurung kelapa!" Tuan Gendut tertawa marah.
——Di tengah canda tawa kami tiba di hotel. Sepanjang hari ini keringat dinginku naik turun drastis, membuat tubuhku sekarang sangat tidak nyaman. Aku usul mandi dulu baru kumpul untuk makan. Saat kembali ke kamar dan membuka pintu kamar, setelah memasang kartu kamar dan hendak menekan tombol lampu, tiba-tiba tanganku menyentuh sesuatu yang lembut namun masih punya sedikit elastisitas.
Aku kaget setengah mati. Meski belum melangkah ke tahap akhir dengan Han Xue, semua keintiman sudah kami lakukan. Seketika aku tahu ini benda apa, tapi otakku agak macet, tak percaya dengan penilaian sendiri. Kusentuh lagi, dan kali ini jemariku menemukan butiran kecil itu. Seketika jantungku nyaris copot, buru-buru kitarik tangan tapi tiba-tiba satu tangan menggenggam erat dan memaksaku tetap di situ.
Lalu kurasakan nafas hangat mendekat. Kutolak tiba-tiba sambil berteriak, "Situasi apa ini? Kau ini siapa sebenarnya?!"
Bukannya lepas, malah orang ini makin erat menarikku. Bahkan langsung melompat ke tubuhku seperti gurita, bibir hangatnya menempel di telingaku, berbisik dengan suara lembut manja: "Lakukan aku."
"Mendengar kalimat ini, aku langsung teringat siapa orang ini. Seluruh bulu kuduk meremang seketika. Aku mengangkat tangan, panik meraba-raba tombol di dinding sambil berkata: 'Nona besar, kumohon, kasihanilah aku!'"
