Pada hari ketiga Kwan Im Bertangan Seribu menaiki Tangga Langit, tiba-tiba di atas langit Tibet, dibalik awan yang bergulung-gulung, seolah-olah langit sedang mengamuk. Murka karena pembangunan Tangga Langit yang menyengsarakan rakyat dan menghabiskan biaya. Kilat demi kilat menyambar Tangga Langit yang telah dibangun selama tiga belas tahun dengan mengerahkan tenaga dan dana besar itu. Dalam sekejap, tangga megah itu runtuh diterjang sepuluh ribu petir surgawi.
Kejadian ini tentu membuat semua orang terkejut.
Petir merupakan hukuman dari langit. Kwan Im Bertangan Seribu adalah dewa sejati, mengapa langit menurunkan petir untuk menghukumnya?
Tapi para biksu saat itu tidak sempat berpikir panjang. Dalam situasi seperti itu, mereka menyerah melakukan ritual sujud penghormatan di bawah Tangga Langit yang runtuh, lalu melarikan diri secara gegabah. Setelah melarikan diri, dari kejauhan mereka menyaksikan Tangga Langit itu hancur berkeping-keping. Potongan-potongan batu besar berhamburan di antara pegunungan bersalju. Saat itu, bahkan tak ada seorang pun yang berani mencari tahu nasib Patung Kwan Im Bertangan Seribu.
Setelah segalanya menguap bagai asap, kepala sekte yang dijuluki jenius sekali dalam seratus tahun itu mulai melakukan ramalan. Namun mereka gagal menafsirkan kehendak Tian. Barulah saat itu mereka menyadari: turunnya dewa ke bumi bukanlah pertanda baik, melainkan sebuah kutukan. Mereka tak lagi bisa mendapatkan wahyu atau berkah dari langit. Bahkan bisa dikatakan, sejak Tetua Biksu itu meninggal, seluruh Tibet terjerembab dalam kondisi sulit.
Tapi kini, Patung Kwan Im Bertangan Seribu telah hilang. Tangga Langit pun lenyap. Batu Naga Ganda dari daratan tengah juga perlahan mereda. Bagaimanapun juga, Tibet dan ajaran Buddha perlu memulihkan diri. Proses pemulihan ini memakan waktu sepuluh tahun lagi.
Reproduksi manusia sangat cepat. Sepuluh tahun ini hampir membuat Tibet bisa bernapas lega. Tapi tepat ketika semua orang mengira situasi telah stabil, suatu hari sepuluh tahun kemudian, Patung Kwan Im Bertangan Seribu tiba-tiba kembali. Ada yang menitikkan air mata haru menyambutnya, ada pula yang diliputi kecemasan. Sebab kehadirannya mungkin akan kembali menyeret Tibet ke dalam kekacauan.
——Beruntung kali ini Dewi Ribuan Tangan tidak lagi berdiam di altar suci Tibet menerima sujud dan pemujaan ribuan umat. Ia hanya menjalani pertapaan di Sekte Lama untuk beberapa waktu, kemudian pergi ke tanah tengah, dan sejak saat itu tak pernah kembali lagi.
——Setelah Tibet menikmati kedamaian cukup lama, sekitar hampir lima puluh tahun kemudian, keturunan Sekte Lama itu perlahan tumbuh dewasa. Mereka meninggalkan persembunyian dan kembali masuk ke kehidupan masyarakat Tibet. Hanya sebagian kecil yang tetap menjadi biksu, sementara mayoritas beralih menjadi penggembala. Pemimpin baru malah memberikan mereka padang rumput, meski lokasinya berada di kaki Gunung Salju Besar. Pada dasarnya, ia tetap menyimpan kewaspadaan terhadap mereka, sehingga mengasingkan mereka jauh dari permukiman penggembala. Namun setidaknya mereka tidak lagi terisolasi, bisa keluar dari persembunyian di kedalaman pegunungan salju dan kembali ke pelukan peradaban manusia.
Semula semua orang mengira segalanya telah benar-benar berakhir. Tapi tidak. Suatu hari, dari kedalaman gunung salju, muncul empat biksu Lama.
Keempat biksu ini terlihat sangat tua, begitu tua hingga usia mereka sulit diperkirakan. Yang paling penting, mereka sangat kuat. Karena keturunan sekte biksu asli tinggal di tepi gunung bersalju, merekalah suku pertama yang melakukan kontak dengan keempat biksu ini. Mereka menyambut para biksu ke dalam rumah, menjamu dengan daging sapi dan domba terbaik. Setelah jamuan, mereka bertanya dari bagian mana gunung bersalju para biksu ini berasal, dan bagaimana cara mereka melewati suku untuk masuk ke gunung bersalju. Para penggembala saat itu sama sekali tidak tahu bagaimana cara keempat biksu ini memasuki gunung, hanya mengetahui bahwa mereka muncul dari area terdalam gunung bersalju.
Hasilnya, keempat biksu ini memberitahu para penggembala bahwa mereka adalah leluhur suku tersebut! Mereka adalah orang-orang yang pada masa lalu memasuki area terdalam gunung bersalju untuk mencari dewa!
Tidak ada penggembala yang percaya pada perkataan mereka. Namun para biksu yang jumlahnya sedikit itu menemukan bukti bahwa keempat orang ini memang leluhur suku mereka. Para biksu menemukan lukisan keempat orang ini yang membuktikan bahwa mereka adalah tetua sekte biksu pada masa kejayaannya dulu, benar-benar orang-orang yang pernah memasuki area terdalam gunung bersalju untuk mencari dewa.
Tentu saja ini belum cukup. Keempat biksu ini kemudian menunjukkan mukjizat dewa. Tubuh mereka sedingin es, menggunakan pisau paling tajam mengiris kulit dan jaringan daging mereka, namun sama sekali tidak mengeluarkan darah.
Ini membuktikan bahwa mereka benar-benar telah melampaui batasan manusia. Menurut perkataan empat biksu, mereka sekarang telah menjadi budak dewa sejati, sementara Patung Dewi Kuantian Shouyin adalah dewa jahat. Semua anggota suku yang memasuki area terdalam gunung bersalju, yaitu para leluhur suku ini, tidak ada yang mati. Sekarang mereka sedang melakukan kultivasi dengan gembira di dalam pelukan dewa di kedalaman gunung bersalju. Bahkan di area yang lebih dalam lagi, mereka membangun sebuah kuil megah berkilauan emas untuk dewa, yang benar-benar seperti Domain di dunia manusia. Di sana tidak ada hawa dingin, empat musim terasa seperti musim semi, dengan kicau burung dan harum bunga.
Itu bagaikan surga Sukhavati.
Perkataan empat biksu ditambah status mereka membuat para penggemba yakin sepenuhnya. Mereka memohon agar biksu-biksu ini membawa generasi penerus masuk ke Sukhavati untuk menghadap dewa, melepaskan mereka dari kehidupan keras di tanah es.
Keempat biksu menjelaskan bahwa kali ini mereka keluar untuk menyelesaikan satu pekerjaan - menangani Dewi Kuantian Shouyin. Setelah urusan selesai, mereka akan kembali membawa suku masuk lebih dalam ke gunung mencari perlindungan dewa.
Para penggemba yang tahu kekuatan Dewi Kuantian Shouyin menasihati mereka agar berhati-hati. Entah untuk meyakinkan generasi muda atau menunjukkan wibawa dewa sejati, keempat biksu mengeluarkan benda pusaka dan senjata tajam pemberian dewa - sepotong kecil tulang berwarna keemasan.
Warna keemasan tulang itu membuat para penggemba yakin ini pasti milik dewa, karena selain dewa, tak mungkin ada manusia biasa yang memiliki tulang keemasan.
——Setelah itu, para biksu berpamit. Sebelum pergi, mereka memberitahu para penggemba bahwa dewa sejati tidak hanya memiliki tulang keemasan, tapi juga darah keemasan. Mereka harus tunduk dengan taat kepada dewa, meski tak bisa memasuki area terdalam gunung bersalju, kemuliaan dewa tetap akan menyinari mereka dan menganugerahkan kehidupan abadi.
——Di saat ucapan Liu Qingci hampir berakhir, aku tak bisa menahan diri lagi menyalakan sebatang rokok. Pikiranku berputar kencang mencoba menganalisis kebenaran perkataannya. Namun setelah berpikir panjang, kusadari mustahil mengkonfirmasi hal ini. Cara terbaik adalah menyampaikan informasi ini kepada kakakku, Chen Dongfang, bahkan Lao Liu si Punggung Bengkok untuk dianalisis.
"Bagaimana kemudian?" tanyaku.
"Keempat biksu itu tak pernah kembali. Tapi suku kami tetap memuja dewa sesuai petunjuk mereka - dewa dengan darah keemasan dan tulang keemasan. Setiap hari kami persembahkan susu kuda berfermentasi terbaik, daging paling gemuk, bahkan perempuan tercantik di suku kami sebagai kurban untuk dewa." Liu Qingci berkedip pelan.
“Aku tidak ingin melanjutkan topik ini dengannya, karena ada firasat bahwa jika terus dibahas, dia pasti akan kembali bersikap tidak serius. Aku berkata: ‘Menurut penjelasanmu, setelah Kannon Bertangan Seribu keluar dari gunung bersalju, datang ke Tiongkok Tengah, masuk ke Sumur Naga Terkunci, lalu memasuki Peti Naga Pemimpin berlapis emas, kemudian keempat biksu Tibet itu membawa setengah tulang keemasan datang atas perintah dewa untuk menumpas Kannon Bertangan Seribu?’”
“Jelas begitu. Ini sesuai dengan yang kau lihat. Keempat biksu itu bermeditasi sampai meninggal di Istana Kristal dasar Sungai Kuning, menggunakan tulang emas sebagai umpan, menekan Kannon Bertangan Seribu di dalam Peti Naga Emas.” Liu Qingci menjawab.
——“Baiklah, mari kembali ke topik sebelumnya. Katanya penjelasanmu berikutnya akan menjawab pertanyaanku, tapi menurutku ini tidak ada hubungannya.” Aku mengangkat bahu.
“Untuk apa Tangga Langit itu?” Liu Qingci bertanya padaku.
“Tentu saja untuk naik ke langit.” Jawabku.
“Kau naik apa ke Tianjin? Dari Luoyang ke Tianjin.” Liu Qingci melanjutkan pertanyaannya.
“Pesawat!” Aku menjawab bingung.
“Kalau pulang nanti, naik apa?” Dia terus mengejar.
“Pesawat juga...” Jawabku ragu-ragu. Ini memang hal yang belum pasti. Yang membuatku semakin penasaran adalah mengapa dia bertanya seperti ini.
"Inilah jawabannya, Kwan Im Bertangan Seribu dan Penjahit Hantu, mereka berasal dari suatu tempat. Tapi mereka tak bisa pulang. Kwan Im pernah mencoba cara tangga langit untuk kembali, gagal. Jadi dia ingin menggunakan metode lain yaitu Peti Naga Emas Kepala, karena peti ini mirip pesawat yang turun dari langit. Dia ingin menaikinya untuk pulang, tapi juga gagal. Dari sini terlihat Penjahit Hantu jauh lebih hebat darinya," kata Liu Qingci.
"Hmm?" Aku seperti tersadar sesuatu, tapi tak yakin, segera mendesaknya.
"Kau adalah kunci kepulangan mereka, setidaknya menurut Penjahit Hantu. Makanya awalnya dia ingin membunuhmu, tapi sekarang mati-matian melindungimu," kata Liu Qingci.
Aku benar-benar terkejut.
Ini penjelasan yang sempurna.
