Di Tiongkok ada peribahasa kuno "kekayaan tidak bertahan lebih dari tiga generasi". Meski tidak mutlak, bagi banyak keluarga besar ini seperti mantra yang tak terpecahkan. Keluarga Liu Kaifeng punya pemboros, keluarga Li juga tidak tenang. Saat Lao Ba Li dan istrinya berkelahi di aula megah, sudah kuduga kecerdasannya pasti rendah. Ternyata benar menjadi rekan tim babi, kau bodoh saja tidak masalah, tapi sialan kau berani menyadap?
"Lalu sekarang bagaimana? Apakah akan ada masalah?" Aku tak bisa menahan kekhawatiran terhadap Li Zhenguo. Tentang paman ketigaku ini, kesanku cukup baik.
“Agak pasif, tapi tidak bisa disebut merepotkan. Selama Kakek Enam belum mati, tidak ada yang berani benar-benar mengganggu keluarga Li.” kata Chen Dongfang.
“Sepandai apapun Kakek Enam, dia tetaplah seorang praktisi seni bela diri biasa.” ujarku dengan khawatir.
“Yang kau maksud itu praktisi bela diri biasa. Tentu saja, kalau Kakek Enam harus melawan prajurit bersenjata lengkap, jelas dia bukan lawan. Tapi jika dia ingin membunuh seseorang secara diam-diam, itu seperti diincar ular berbisa. Lambat laun dia pasti akan menemukan celah untuk membunuhmu. Lagipula, praktisi bela diri di kerajaan ini ada ribuan, tapi pedang tangan kiri Lao Liu si Punggung Bengkok hanya ada satu.” jelas Chen Dongfang.
“Apa rencana Paman Ketiga?” tanyaku.
“Keluarga Li punya kontak di sini. Maksud pamanmu adalah kita pergi dulu ke Penginapan Qinghe di kawasan kota tua. Kontak itu akan menemui kita, lalu langkah selanjutnya akan disampaikan olehnya. Ngomong-ngomong, apa pendapat Liu Qingci?” tanya Chen Dongfang.
“Pendapatnya mirip dengan Paman Ketiga, tapi dia bilang kita harus menunggu di sini sampai orangnya datang. Sekarang kita harus ikuti siapa? Menunggu di sini atau mencari Penginapan Qinghe?” Aku mulai bingung karena kedua pihak memberi petunjuk berbeda.
“Bagaimana kalau aku menelepon lagi untuk konfirmasi?” usulku pada Chen Dongfang.
Chen Dongfang tiba-tiba menggelengkan kepala: “Jangan. Aku merasa ada yang aneh dengan situasi ini. Kita tunggu dulu di sini.”
“Apa yang aneh?” tanyaku.
"Tidak tahu, cuma perasaan. Ayo, cari tempat ramai untuk menunggu." Chen Dongfang melambaikan tangan pada kami, membawa kami ke sebuah alun-alun di depan. Sekarang pagi hari, arus orang tidak banyak, tapi alun-alun ini sudah termasuk area dengan populasi relatif padat di sini. Sesampainya di sana, kami empat lelaki dewasa memang tidak mencolok, masalahnya kami berempat merasa agak canggung. Chen Dongfang mengeluarkan rokok dan membagikan satu batang pada masing-masing kami. Setelah menyalakan, Chen Dongfang memberi kode mata pada Li Qing. Kode mata ini sangat terselubung, tapi kebetulan tercium olehku. Ini membuatku langsung merasakan suasana yang tidak biasa. Awalnya ingin bertanya, tapi merasa tidak pantas. Aku hanya menyentuh lembut si Gemuk, mengedipkan mata padanya sebagai tanda waspada. Meski tidak percaya Chen Dongfang akan berbuat jahat padaku, tapi ini kan tempat yang sama sekali asing bagi kami.
Tapi begitu aku mengedipkan mata pada si Gemuk, biasanya orang ini selalu punya chemistry denganku. Siapa sangka kali ini dia malah bingung, tiba-tiba bertanya: "Ngapain lo kedip-kedipin gue? Ada apa?"
Aku merasa sangat canggung sampai ingin menyelip ke lubang tanah. Pengen tampar wajah babinya itu. Laozi kalau bisa ngomong langsung, buat apa masih pakai kode mata?
"Gak apa-apa, cuma kemasukan pasir. Sini lo tiupin." Kataku pada si Gemuk.
Orang gemuk ini benar-benar meniup mata saya, setelah selesai meniup, Chen Dongfang dan Li Qing sama-sama menatapku. Sorot mata mereka agak aneh, Chen Dongfang berkata padaku: "Aku hanya menyuruh Li Qing untuk lebih waspada, kamu jangan tegang."
"Waspada, waspada apa?" tanya si Gendut.
"Awalnya kudengar kabar kalau Lao Ba dari keluarga Li yang menyadap dan menjual kita, tapi setelah kupikir-pikir, Lao Ba itu cuma pecundang. Di pasukan saja tidak tahan tiga hari latihan, terus mabuk-mabukan dan jalannya limbung. Kalau dia benar-benar menyadap, dengan pelatihan yang biasa kuterima bersama Li Qing, pasti sudah curiga. Apalagi saat kita berdiskusi, aku selalu dalam kondisi siaga." kata Chen Dongfang.
"Tuan Gendut sudah paham. Maksudmu yang mengkhianati kita bukan Lao Ba keluarga Li? Lalu siapa? Liu Qingci?" kata si Gendut.
Chen Dongfang tidak mengangguk maupun menggeleng, tapi aku menggelengkan kepala: "Seharusnya tidak mungkin, apa alasannya melakukan ini?"
"Tidak tahu. Pokoknya hati-hati. Perempuan ini bisa mencapai posisi sekarang pasti bukan orang sembarangan. Daun, kamu terkadang terlalu polos. Banyak sekali orang yang mau melakukan segala cara untuk mencapai tujuan. Kebanyakan orang sukses yang disebut-sebut itu, memang berbeda karena kemampuan mereka dalam hal ini." kata Chen Dongfang.
“Aku tidak berbicara. Terhadap Liu Qingci, sebenarnya aku tidak terlalu paham. Tapi dalam bawah sadarku, perempuan ini setidaknya di depanku harusnya termasuk orang yang blak-blakan. Seharusnya tidak mungkin melakukan hal hina seperti ini.” Aku bergumam, “Masak sih aku benar-benar salah? Semakin cantik perempuan, semakin jago berbohong?”
“Omong kosong! Bukan cuma yang cantik yang suka bohong. Yang jelek juga bohong, cuma nggak ada yang peduli aja!” Orang gemuk itu melototkan matanya yang putih ke arahku.
Ucapannya membuatku terdiam sejenak. Selanjutnya, mereka bertiga mengepungku di tengah. Kami duduk di anak tangga alun-alun, berjongkok seperti tiga orang biasa sambil merokok. Tapi mata kami terus menyapu delapan penjuru.
Tak lama kemudian, tiba-tiba kulihat beberapa mobil berhenti di tepi jalan. Dari dalam mobil turun beberapa pria besar. Chen Dongfang berdiri dan menginjak puntung rokoknya. Matanya mulai mengawasi arah para pria besar itu. Tiba-tiba, di segala penjuru muncul banyak orang seperti mereka. Kuperhatikan sekeliling, di pinggiran alun-alun setidaknya ada ratusan orang. Sorot mata mereka terus menyisir area sekitar, seolah sedang mencari sesuatu.
Saat ini jika aku masih belum sadar bahwa kedatangan mereka tidak membawa niat baik, berarti aku benar-benar bodoh. Orang gemuk dan Li Qing juga berdiri. Kali ini mereka bertiga menyelipkan tubuhku di antara mereka. Dengan begitu, kami berempat memang terlihat sangat mencolok. Para pria itu langsung menemukan kami.
Mereka mulai berlari kencang ke arah kami, baru saat itu aku yakin Li Qingci ini benar-benar telah mengkhianati kami. Sekarang aku benar-benar sialan menyesali sikap polos yang kupura-purakan sebelumnya. Seharusnya dari tadi aku sialan tiduri saja dulu dia, setidaknya dengan begitu bisa balas dendam walau tak bertanggung jawab.
"Orang gemuk, ada pertanyaan?" Chen Dongfang bertanya.
Sambil bicara ia melepas jaketnya, setelah terlepas ia melilitkan jaket itu di tangannya dan membuka dasi. Chen Dongfang selalu berjas rapi, jadi gerakannya melepas baju terlihat sangat keren, memancarkan aura kebebasan yang liar.
"Tenang, Tuan Gendut ini meski bukan Lao Liu si Punggung Bengkok, tapi urusan menangani udang-udang kecil ini bukan masalah." kata si orang gemuk.
"Yang kuminta adalah kau jaga Yezi dengan baik. Untuk orang-orang ini, serahkan pada aku dan Li Qing." Setelah berkata demikian, Chen Dongfang memutar lehernya.
——Pada saat itu, orang-orang yang mengepung kami mengeluarkan pedang berkilau dari dalam baju. Kerumunan orang yang melihat senjata langsung panik berlarian, situasi lapangan seketika berubah menjadi Chaos.
"Ratusan orang! Bawa senjata pula! Jangan memaksakan diri, kita bertarung sambil mundur!" teriakku.
"Ada saatnya harus pergi, ada saatnya harus bertarung. Kakek Enam memperlakukan kami seperti anak kandung. Sekarang saatnya kami tunjukkan, meski tanpa Kakek Enam, orang-orang seperti mereka tetap hanya layak mendongak melihat kami. Orang gemuk, jaga baik-baik Yezi. Li Qing, mulai jurus pertama?" Chen Dongfang menyeringai mengerikan.
Karakter Li Qing, bahkan jika ada seratus orang lagi datang, dia tidak akan takut. Aku bahkan melihat wajahnya yang mengerikan karena kegembiraan. Setelah Chen Dongfang mengucapkan "Ayo pergi", mereka berdua justru berlari ke dua arah yang berbeda, menerjang ke arah kerumunan itu.
Jurus Delapan Belas Jatuhan Li Qing menyergap ke dalam kerumunan, teknik kakinya tak tertandingi.
Sementara Chen Dongfang adalah pertama kalinya kulihat dia bertindak.
Aku hanya merasa gayanya mirip dengan Kakak, tapi Kakak adalah tipe perintis yang pantang mundur dalam charge, pelopor yang menerobos formasi. Sedangkan Chen Dongfang lebih seperti seorang jenderal.
Dia berlari sampai di depan kerumunan, tapi tidak masuk ke dalam kerumunan.
Dia berdiri di sana, bagaikan satu orang penjaga gerbang yang tak tertembus sepuluh ribu prajurit.
