Seandainya peristiwa ini tidak terjadi di depan mata, tak ada yang percaya. Sekelompok orang yang selama ini mengandalkan kesombongan Han Geru, dengan dipimpin Lao Ye, tiba-tiba bisa menginjak-injak Han Geru. Saat ini aku berpikir, pasti ada alasan dibalik sikap Han Geru yang selalu memanjakan keluarganya. Begitu pula dengan warga Desa Han yang langsung ingin membunuhku dan Chen Qingshan saat bertemu, pasti ada faktor-faktor tertentu di baliknya.
“Lao Ye Han kali ini membuat Han Geru bersimpuh seperti ini, pasti karena cara ini efektif di masa lalu. Aku bisa langsung membayangkan seperti apa situasinya dulu. Begitu Han Geru menolak permintaan Lao Ye Han, sang kakek langsung mengeluarkan tablet leluhur ke luar sambil berkata: 'Kau mau patuh atau tidak? Kalau tidak mau, kau brengsek pengkhianat yang membuang kebaikan dan meninggalkan leluhur!' Pasti Han Geru tidak sanggup melawan, jadi cara ini pasti berhasil sebelumnya."
“Tapi kali ini, Han Geru tidak bersimpuh. Dari raut wajahnya, sepertinya dia sedang berdebat dengan Lao Ye Han. Malahan, sikap Lao Ye Han dan orang-orangnya semakin arogan dan semena-mena. Setelah beberapa saat, Han Geru datang dengan wajah gelap penuh amarah. Aku tidak bermaksud mengejeknya. Menghadapi keluarga seperti ini, tidak sepenuhnya kesalahan Han Geru yang terlalu berbelas kasihan. Aku bertanya: 'Apakah tidak bisa dinegosiasikan?'"
“Chen Shitou itu tidak hanya membujukku, tapi juga seluruh keluarga. Dia memberi tahu warga desa bahwa makam kakekku sangat sakral. Jika diganggu, energi bumi seluruh desa akan terganggu. Bukan hanya aku yang harus turun panggung, seluruh warga desa juga akan kena imbasnya. Dia bahkan menghasut ayahku, bilang aku sudah dibutakan oleh ahli fengshui lain. Katanya akhir-akhir ini pasti akan mengubah fengshui makam, baik terang-terangan maupun diam-diam. Dia menyuruh ayahku meningkatkan kewaspadaan.” Kata Han Geru.
“Brengsek Chen Shitou ini, diam-diam sudah menutup semua jalan mundur kita!” Aku berkata, sejujurnya aku tak menyangka Chen Shitou ini ternyata punya trik seperti ini.
“Siapa bilang tidak? Jadi sejak kalian tiba di desa, sebenarnya langsung ketahuan penduduk. Mereka sengaja menyuruhku menyerah urusan ini, makanya langsung main kasar, jelas-jelas mau memperingatiku agar mengurungkan niat ini.” Han Geru menjelaskan.
“Kurasa Tuan Han dan yang lain pasti sekarang percaya omongan Chen Shitou itu. Aku kenal Chen Shitou, dia memang punya kemampuan nyata. Mungkin dia sudah mencuci otak Tuan Han. Tapi begini, tindakan Chen Shitou ini sama seperti peribahasa 'tidak ada perak tiga ratus tael di sini'. Semakin dia berusaha menghalangi kita mendekati pemakaman, semakin membuktikan bahwa penculikan Han Xue pasti ada hubungannya dengan makam keluarga Han.” Aku menganalisis.
“Aku juga tahu, tapi...” Han Geru menghela napas berat.
“Tidak ada 'tapi' lagi. Urusan ini harus diselesaikan. Bila Tuan tidak tega, mundur saja bersama anak buah. Para pria tua maupun muda di Fudigou pasti akan membereskan ini.” Aku menegaskan.
——Sebenarnya kelonggaran Han Geru terhadap warga Desa Han juga mengingatkan saya pada satu hal. Sebagai Fudigou yang telah membesarkan saya, dalam waktu yang lama setelah ayahku meninggal, warga Fudigou selalu sangat memperhatikan keluarga kami. Sekarang sebagai "orang penting" dan taipan bisnis bernilai puluhan miliar, saya harus melakukan sesuatu untuk warga Fudigou setidaknya memperbaiki reputasi buruk Fudigou yang "nyamuk lewat pun harus dicabut kakinya untuk dimakan dagingnya". Jadi saya diam-diam memutuskan: Langkah pertama kebangkitan Fudigou adalah memakai Desa Han sebagai batu loncatan, sialan!
"Jangan terlalu kasar, kami kasih waktu setengah jam. Setengah jam lagi kami kembali untuk menangkap orang." Xiao Liu berkata saat itu. Beberapa perkataan memang tidak pantas diucapkan langsung oleh Han Geru, tapi Xiao Liu bisa. Dari sini terlihat Xiao Liu cukup pandai membaca situasi. Sebenarnya, menjadi orang kepercayaan atasan baik sebagai sekretaris maupun sopir, harus bisa mengamati enam penjuru dan mendengar delapan arah.
"Gas! Laki-laki sejati Fudigou, lepas baju atas! Yang bertelanjang dada adalah sekutu kita. Serbu! Perempuan dan orang tua jangan dipukuli. Siapa pun yang berani menghalangi, tumbangkan! Jangan sampai ada korban jiwa, urusan lainnya saya yang tanggung!" Teriakku.
Dulu mungkin belum ada yang percaya saat aku bicara seperti ini, tapi sekarang dengan banyaknya polisi yang mendukungku, warga desa akhirnya menyadari situasi sebenarnya. Setelah melepas baju, aku dan Chen Qingshan memimpin puluhan warga Fudigou yang bergerak seperti pasukan menyerbu ke kubu Desa Han.
Seperti kata pepatah: Yang lemah takut pada yang keras, yang keras takut pada yang nekat. Begitulah hukum perkelahian antar desa - siapa yang paling garang dan berani mempertaruhkan nyawa, dialah yang MENANG. Bagaimanapun, semua orang takut mati.
Mungkin warga Hanjiazhuang tidak menyangka kami berani menyerbu tiba-tiba. Kami berhasil membuat mereka kaget. Saat mereka sadar untuk melawan, sebagian besar sudah kehilangan kekuatan tempur akibat serangan warga kami yang seperti serigala kelaparan. Sisanya, di bawah pimpinanku dan Chen Qingshan, tak lama kemudian juga kami lumpuhkan.
Pertarungan berakhir secepat angin menyapu awan. Awalnya tak kusangka akan selesai secepat ini. Saat Han Geru dan pasukannya kembali, warga Hanjiazhuang sudah gemetar ketakutan. Warga Fudigou kini begitu bersemangat sampai ingin mengibarkan bendera bertuliskan "Fudigou" tiga karakter.
Aku menghampiri Han Geru: "Paman Han, jangan banyak mikir. Ayo kita selesaikan ini."
Han Geru akhirnya menatap para penduduk Desa Hanjia, berkata: "Baiklah."
Tampak jelas rasa frustrasi Han Geru, namun ia tetap melambaikan tangan. Para polisi dan tim anti huru-hara segera bergerak. Kelompok kami yang memukul justru bebas, sementara yang dipukul malah satu per satu ditangkap. Mereka terus-terusan berteriak menyatakan ketidakadilan, tapi justru di saat seperti ini, mereka tak hanya tak berani lagi menghujat Han Geru, malah banyak perempuan yang berlari berlutut di hadapannya memohon keringanan.
Situasi ini sekali lagi membuktikan satu hal: manusia pada dasarnya sialan terlalu dimanja.
Kali ini Han Geru benar-benar bertekad bulat. Meski banyak yang bersimpuh di depannya, ia tetap tak goyah. Penangkapan terus berlanjut. Tapi tiba-tiba muncul seorang tua berkeriput seperti akar pohon tua, bertongkat gemetaran mendekat. Desa Hanjia sangat makmur, pakaian Lao Ye dan yang lain terlihat mewah. Tapi kakek ini justru memakai jubah kasar penuh tambalan, dengan tongkat kayu hitam biasa.
Namun melihat orang tua ini, Han Geru langsung berlari kecil menghampiri. Ia memapah orang itu sambil berkata: "Erye, bagaimana bisa Anda datang ke sini?"
"Hatiku terasa berat, jangan-jangan ini lagi-lagi seorang 'senior' dari Desa Han, jangan sampai mereka menggunakan wibawa senior untuk menekan Han Geru lagi." Hasilnya, orang tua ini tersenyum, memperlihatkan gigi yang menguning akibat kebanyakan merokok sambil berkata, "Erwazi, kamu pulang? Terakhir kali kamu pulang, tidak tahu mampir ke Erye. Setelah Erye tahu kamu pulang, Erye yang datang menjengukmu, tapi kamu sudah pergi. Erye sempat berpikir, jangan-jangan sekarang kamu sudah jadi pejabat besar, lupa sama Erye ini."
"Mana mungkin? Terakhir kali pulang buru-buru. Bukankah hari ini aku sengaja datang menjenguk Erye?" Han Geru tertawa.
Melihat para penduduk desa yang ditangkap serta para istri yang bersimpuh sambil meratap, si kakek tua menghela napas, "Erwazi, dulu dalam perang, ada pepatah 'logistik harus dipersiapkan sebelum pasukan bergerak'. Logistik itu ibarat garis belakang. Tapi para pria tua maupun muda di Desa Han ini gagal menjadi perisaimu, malah mempermalukanmu. Mereka pantas ditangkap! Perbuatan mereka itu, kalau di zaman dulu, sudah layak dihukum tembak!"
Kupikir si kakek akan memohon keringanan hukuman. Tak disangka perkataannya justru sangat modern. Han Geru menghela napas, "Erye, asalkan Erye tidak marah padaku. Bukan Han Geru tidak menghargai ikatan persaudaraan, tapi perbuatan mereka benar-benar keterlaluan."
"Menyalahkanmu? Kenapa aku harus menyalahkanmu? Tahu tidak bagaimana peribahasa kuno bilang? Kekayaan tidak bertahan lebih dari tiga generasi, orang-orang seperti mereka ini, kalau di zaman dulu, adalah sekumpulan orang tak berguna yang hanya menghambur-hamburkan harta, memang pantas dihukum! Kau menghukum mereka dengan baik, jangan pedulikan omongan orang, Erye (Kakek Kedua) mendukungmu! Ingat, dengan memberi mereka pelajaran hari ini, kau sedang menyelamatkan mereka, bukan menyakiti mereka!" kata orang tua itu.
Han Geru masih ingin berbicara, namun orang tua itu menggelengkan tangannya: "Tak perlu lagi. Meski aku sudah tua, akalku masih jernih. Masalah pemakaman ini, aku yang bertanggung jawab. Selama aku masih berdiri di sini, lihat siapa yang berani protes!"
