Situasi akhirnya mengalami perubahan dramatis. Para penduduk Desa Han yang awalnya bersikap keras, mulai menyerah setelah melihat Han Geru benar-benar serius. Mereka mengaku bahwa semua ini dihasut oleh Lao Ye Han dan beberapa kerabat Han Geru. Paling-paling mereka hanya membantu. Pada akhirnya, Han Geru benar-benar tak punya pilihan. Memasukkan seratus lebih orang ke penjara juga tidak realistis. Akhirnya hanya para pemimpin geng, termasuk Lao Ye Han sendiri yang ditangkap. Sisanya dibebaskan, yang luka parah segera dilarikan ke rumah sakit dengan biaya pengobatan ditanggung sendiri!
Setelah diatur seperti ini, desa yang sudah lama bertindak semena-muna di wilayah ini akhirnya menjadi tenang. Kalau mau disalahkan, itu karena kebodohan mereka sendiri. Han Geru sudah memberi muka, tapi mereka malah menganggap Han Geru bisa diintimidasi. Sejujurnya, Han Geru hanya perlu satu kata saja untuk menangani mereka.
Tapi status Han Geru memang memiliki pembatasan. Setelah tinggal sebentar di sini, dia memperkenalkan saya dan Chen Qingshan kepada Erye-nya lalu pergi. Namun sebelum pergi, dia meninggalkan polisi yang cukup untuk melindungi keselamatan kami. Tapi merasa tidak nyaman dengan pengawasan polisi di belakang, kami meminta sebagian polisi untuk mundur. Sebagian warga Fudigou pulang membawa keluarga, sementara pemuda-pemuda yang tersisa tetap tinggal. Sekarang mereka semua seperti disuntik darah ayam, sorot mata mereka berbinar-binar melihat saya. Seperti kata Chen Qingshan, siapa yang pernah berkelahi dengan begitu gagah?
Tujuan kami memang bukan untuk berkelahi. Jadi saya berulang kali mengingatkan mereka untuk tidak mencari masalah lagi. Setelah itu, saya dan Chen Qingshan bersiap ke makam leluhur Keluarga Han untuk menyelesaikan urusan yang belum tuntas: memotret si Orang Gemuk dengan baik. Saat kami memotret, Erye ini terus menemani di samping kami. Setelah foto dikirim ke Orang Gemuk, tak lama teleponnya masuk. Suaranya sangat berisik di sana, saya bertanya: "Kamu di mana? Kok berisik banget?"
“Tuan Gendut ini menyuruh seorang teman mengantar paket ke kota naik sepeda motor, mana mungkin tidak berisik? Foto yang kamu kirim sudah kulihat, tidak ada masalah. Jangan-jangan Chen Shitou sengaja menculik Han Xue untuk balas dendam padamu?” suara orang gemuk itu terdengar di telepon.
“Apa-apaan ini? Mana mungkin?” Aku berseru.
“Memang benar tidak ada masalah. Lokasi pemakamannya cukup standar, tidak ada keistimewaan fengshui sama sekali. Jauh kalah dengan Mata Fengshui di Fudigou kalian.” jawab si gemuk.
“Pasti kamu yang salah lihat.” Aku membantah. Kuutarapkan informasi terbaru tentang provokasi Chen Shitou terhadap Lao Han untuk menghalangi rencana kami mengutak-atik fengshui. “Kalau bukan karena masalah fengshui makam ini, ngapain dia segitunya berusaha menghalangi kita? Hai Tuan Gendut, si Naga Putih Yuhuangdao ini jangan-jangan ilmunya tentang fengshui masih kalah sama si bajingan Chen Shitou?”
“Jangan buru-buru. Chen Shitou itu licin seperti belut. Dengarkan nasihatku: ini pasti jebakan pengalih perhatian atau ada rahasia lain yang tersembunyi. Ilmu fengshui itu rumit, perlu observasi, pendengaran, tanya, dan analisis seperti pengobatan Tiongkok. Coba kamu cari cerita tentang pemakaman ini di daerah sana. Nanti telepon lagi. Aku sudah minta teman belikan tiket pesawat, mungkin besok sore sudah sampai. Jangan gegabah!” ujar si gemuk menutup percakapan.
Aku kembali berbicara sebentar dengan si gemuk lalu memutuskan panggilan. Setelah menutup telepon, segera terlintas dalam pikiran tentang Erye dari Han Geru ini. Sebelum pergi, Han Geru telah berpesan pada kami bahwa Erye adalah sosok senior yang selalu ia hormati sejak kecil. Cara Erye menangani urusan selalu adil dan jujur. Dulu saat semua orang masih miskin, warga Desa Hanjia yang hendak membagi harta warisan atau memiliki persoalan rumah tangga pasti mencari Erye untuk memberikan keadilan. Namun karena Erye menolak untuk ikut arus dengan orang-orang lainnya, ketika semua sudah kaya, tak ada lagi yang menghargai si kakek tua yang terlalu jujur ini. Dari beberapa ucapan remeh Han Geru, aku bisa menangkap karakter Erye. Aku sangat mengagumi orang tua seperti ini. Kini si gemuk menyuruhku mencari informasi tentang makam leluhur Keluarga Han, pastinya Erye adalah kandidat paling tepat.
Aku mendekati Erye dan menyerahkan sebatang rokok. Awalnya ingin memanggilnya "Erye", tapi sadar itu bisa mengacaukan hierarki generasi. Jika naik ke generasi kakek, aku bingung harus memanggil bagaimana. Akhirnya kusambil tertawa: "Beliau, boleh saya bertanya sesuatu?"
Erye ini tersenyum: "Kamu bertanya pada orang yang tepat. Urusan ini selain aku, tak ada yang tahu. Ayo, ini bukan tempat untuk bicara. Mari ke rumahku."
Kalimat Erye ini memberiku perasaan aneh, seolah-olah dia sudah tahu pertanyaan yang ingin kusampaikan. Tampaknya orang tua ini benar-benar memahami seluk-beluk pemakaman Keluarga Han. Tanpa banyak basa-basi, aku segera mengikuti Chen Qingshan. Saat melewati supermarket, kami membelikan dua bungkus rokok untuk Erye. Pemilik togo awalnya enggan menjual, namun setelah sekelompok anak muda melotot, dengan gemetar dia mengeluarkan rokoknya.
Aku menjepit rokok dan mengikuti Erye pulang. Rumah Erye masih berupa gubuk tanah di tepi desa. Bangunan ini kontras dengan villa rapi di Desa Han. Tapi setelah masuk ke pelataran, terlihat halaman yang tertata rapi dengan bilah bambu dan beberapa keranjang setengah jadi berserakan.
"Pemakai benda ini memang sudah jarang, tapi selama masih ada yang membutuhkan, harus tetap ada. Dulu saat aku magang, harus membawa satu gantang tepung sorgum sebagai hadiah. Sekarang, mencari murid saja sulit." Erye terkekeh.
"Aku justru sangat tertarik dengan ini. Kapan-kapan aku mau belajar dari Erye. Kerajinan tradisional seperti ini tidak boleh punah." Kataku.
Erye kemudian menuangkan teh untuk kami. Sambil menyalakan rokok, dia bercerita: "Tanah pemakaman keluarga Erwazi itu dipilih oleh ahli fengshui bernama Sun Mao. Asal usulnya tidak diketahui. Yang kuingat, dia diasingkan ke sini selama Gerakan Penghancuran Empat Hal Lama."
Erye baru saja berbicara, langsung menyentuh inti permasalahan. Ia melanjutkan: "Han Daneng, yaitu ayah dari Erwazi, yang menjaga area makam ini, memang ada alasannya. Dulu ketika Sun Mao diasingkan ke sini, kebetulan sedang terjadi pergolakan besar. Waktu itu setiap tiga hari ada pertarungan besar, dua hari sekali pertarungan kecil. Sun Mao sendiri kondisi fisiknya memang sudah lemah, belum sampai sebulan, tubuhnya sudah hampir tidak bisa bertahan. Sebenarnya Daneng bukan orang jahat. Kalau bukan karena bantuannya waktu itu, mungkin Sun Mao sudah meninggal lebih cepat. Daneng mempertaruhkan risiko dikritik habis-habisan untuk membantu Sun Mao mengumpulkan ramuan obat. Nyawa memang tidak bisa diselamatkan, tapi setidaknya membuat Sun Mao pergi tanpa terlalu menderita. Belakangan Daneng pernah jujur padaku, dulu dia pernah menyembunyikan secuil candu. Di hari-hari terakhir Sun Mao, candu itu digunakan untuk meredakan rasa sakit. Karena hal inilah, Sun Mao sebelum meninggal menunjukkan lokasi makam ini kepada Daneng, mengatakan tanah ini sangat berharga."
"Daneng percaya bahwa kata-kata orang yang hendak meninggal itu tulus, jadi dia merawat area makam ini dengan sangat hati-hati. Tapi sebenarnya tanah ini bukan milik keluarga Daneng, melainkan milik orang lain di desa. Kau tahu, di pedesaan menguburkan orang meskipun di makam leluhur Keluarga Han, masing-masing keluarga punya bagiannya sendiri. Dengan menguasai tanah itu, Daneng sebenarnya menguburkan di area makam keluarga lain. Apa kalian tidak memperhatikan? Mata Daneng yang satu memang terlihat aneh, sebenarnya itu karena buta. Kenapa bisa buta? Waktu itu saat berebut tanah ini dengan keluarga pemilik sebenarnya, dia berkelahi sampai matanya tertusuk." Kata Erye.
“Urusan Sun Mao menunjukkan tanah makam ini kepada Da Neng bukanlah rahasia, jadi pada masa itu, Da Neng menjadi bahan lelucon. Siapa pun yang bertemu Da Neng pasti akan mengejek, 'Kuburan keluargamu bagus sekali, sudah ada orang penting yang muncul belum?' Da Neng selalu mengabaikan, hanya fokus bekerja keras untuk membiayai sekolah Er Wazi. Selama satu dua puluh tahun ini bisa dibilang dia bertahan dalam penghinaan, sampai akhirnya Er Wazi lulus ujian masuk universitas, kemudian menjadi pejabat, barulah dia bisa angkat kepala. Jadi kalian juga jangan menyalahkan Da Neng. Orang ini terlalu lama direndahkan, jadi ketika tiba-tiba dapat muka, dia ingin seluruh kerajaan tahu betapa berwibawanya dia. Justru karena ini terlalu sulit didapat, dia mati-matian melindungi tanah makam itu. Siapa pun yang berani sentuh, itu adalah taruhan nyawanya.” Kata Erye.
Aku menggaruk kepala dan berkata: “Erye, aku juga mengerti perasaan Lao Han. Tapi tentang tanah makam itu, apakah ada pantangan lain?”
“Kalau tidak ada, mana mungkin aku memanggilmu datang.” Erye ini berkata dengan penuh misteri.
Saat ini, Chen Qingshan berdiri dan menutup pintu. Setelah kembali, Erye berkata: “Tanah makam yang ditunjukkan Sun Mao ke Da Neng, aku tahu kehebatannya. Itu adalah warisan turun-temurun keluarga kami. Tapi tempat itu... angker. Pada zaman Dinasti Qing, tempat itu belum jadi pemakaman, melainkan sebuah kuil. Yang dipuja di sana adalah Avalokitesvara Bertangan Seribu.”
