Chen Dongfang pernah membawaku melihat boneka kertas, kuda kertas, dan sarkofagus batu menarik mayat Kakek Tiga. Kali ini aku tidak melihat sarkofagus itu, tapi boneka kertas dan kuda kertas yang berjalan di jalan berhujan deras ini persis sama dengan yang kulihat malam itu. Awalnya aku ingin mengingatkan si Gemuk bahwa "pasukan Yin" yang dia sebutkan pernah kusaksikan. Namun setelah selesai bicara, si Gemuk langsung menutup mulutku dan memberi isyarat tangan untuk diam, "Jangan bersuara! Jika dibawa pasukan Yin ke Jiu You, kita takkan bisa kembali!"
Aku benar-benar tak berani bersuara, khawatir akan mengganggu pasukan Yin ini dan terbawa ke neraka Jiu You. Namun otakku berputar kencang: Chen Jinzhi yang dulu membasmi seluruh keluarga Han di sini, kutukan turun-temurun pada keturunan Chen, hingga kemunculan boneka kertas ini - semua ini tak kasat mata membentuk petunjuk tentang rencana Chen Jinzhi. Tapi apa persisnya? Saat ini aku benar-benar belum bisa memahaminya.
“Boneka kertas dan kuda kertas ini melewati kami. Suara derap kuda, langkah kaki, bahkan cipratan air saat mereka menginjak tanah membuktikan mereka memiliki eksistensi nyata. Jantungku nyaris melompat keluar. Banyak pertanyaan ingin kusampaikan pada si Gemuk: Jika boneka-boneka ini adalah pasukan Yin, apa hubungannya dengan boneka kertas persembahan rakyat biasa?” Aku ingin bertanya, tapi si Gemuk sama sekali tak bersuara. Aku pun tak berani membuka mulut. Kami hanya memandangi rombongan panjang ini melewati kami, lalu memasuki kompleks makam Keluarga Han.
Tiba-tiba, musik mulai berbunyi. Getaran terasa di kakiku. Pasukan kertas yang hampir masuk ke makam Han itu berhenti mendengar dering telepon halus. Seluruh rombongan berbalik arah, memandang tajam ke arah kami.
Wajahku langsung pucat. Kulihat si Gemuk yang juga berwajah putih lesi. Ia mengusap keringat di wajahnya: “Daun, Tuan Gendut ini benar-benar ingin menamparmu sampai mati!”
“Shixiong Liu, bagaimana? Lawan?” Seorang pemuda bertanya.
“Lawani tuan besar kau! Ini pasukan Penguasa Sembilan Kegelapan. Kau mau mati muda, tapi Laozi masih ingin hidup!” hardik si Gemuk.
“Lalu bagaimana? Mereka sudah menyerbu!” teriak pemuda itu.
Orang gemuk melompat keluar dari selokan itu, kupikir dia akan berlari menyerang, aku juga sudah mencengkeram belati. Sebenarnya boneka kertas dan kuda kertas ini hanya terlihat aneh di mataku, aku benar-benar tidak tahu di mana aspek horornya. Jadi aku tidak merasa sangat ketakutan. Jika orang gemuk ini mulai bertarung, karena akulah yang memicu masalah, pasti aku akan bertarung habis-habisan. Hasilnya, setelah melompat keluar, orang gemuk itu langsung bersimpuh. Dia melemparkan papan Yuhuangdao miliknya, lalu membakar tiga lembar kertas kuning sambil bersujud di tanah, mulutnya terus bergumam sesuatu.
Boneka kertas dan kuda kertas yang semula berlari ke arah kami tiba-tiba berhenti di depan orang gemuk setelah dia bersimpuh di hadapan mereka. Akhirnya, tatapan mereka tertuju pada papan Yuhuangdao di depan orang gemuk. Setelah lama sekali, orang gemuk tiba-tiba menoleh ke kami bertiga dan berkata: "Pergi! Semakin cepat semakin baik! Ingat, jangan sekali-kali menoleh ke belakang! Atas nama muka Yuhuangdao, mereka memberi kami kesempatan untuk segera pergi!"
Setelah mengatakan itu, orang gemuk kembali membungkuk hormat ke boneka kertas dan kuda kertas, lalu berdiri sambil hampir tidak menoleh ke kami: "Apa kalian terdiam? Menunggu mati? Pergi?!"
Begitu dia pergi, dua pemuda itu menarikku bangkit. Kami bertiga mengikuti orang gemuk dengan ketat. Orang gemuk berjalan sangat cepat, tampak sangat panik sampai kami harus mengatupkan gigi mengikuti dari belakang. Saat ini aku berkata padanya: "Tuan Gendut, aku salah!"
"Sekarang ngomong ginian buat apa lagi." jawab orang gemuk.
"Aduh, kamu ini. Kalau dari tadi langsung pergi, jangan bilang kalimat 'jangan sekali-kali menoleh ke belakang', aku pun sebenarnya tidak ingin menoleh. Tapi karena kamu bilang begitu, sekarang rasanya jantungku seperti ada semut sepuluh ribu ekor mengebor. Akhirnya ini dilihat atau tidak?" Aku berkata dengan tertawa pahit pada si Gendut. Soal telepon berdering tadi, memang salahku, tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, kan?
"Kamu mau menoleh juga tidak apa-apa, lagipula identitasmu spesial." Kata si Gendut.
"Beneran atau bohong?" tanyaku. Aku tidak tahu apakah perkataan Gendut ini sarkasme atau jujur.
"Apa lagi yang asli-palsu. Tapi kalau kamu melihat sesuatu yang tidak seharusnya dilihat, jangan salahkan Tuan Gendut. Tapi menurut tebakanku, makhluk itu tidak akan berani menyentuhmu." Kata si Gendut.
"Kalau begitu aku benar-benar melirik sekali?" Aku menelan ludah gugup.
"Lirik saja." Si Gendut mengangguk.
Tadinya dia melarang, sekarang malah menyuruhku melihat. Bikin jantungku seperti dicakar kucing. Tidak tahu mana perkataannya yang asli mana yang palsu. Akhirnya aku memutuskan untuk nekad. Sialan! Segala pengalaman sudah kualami, tidak kurang melihat sekali ini. Aku ini keturunan Chiyou, takut apa sama pasukan Yin!
Setelah berkata demikian, tiba-tiba aku menoleh ke belakang. Aku bersumpah hanya ingin melirik sekali. Kulihat boneka kertas dan kuda kertas berbaris rapi di belakang kami. Di tengah-tengah mereka, ada seseorang yang mengenakan baju kematian putih. Dia sedang menatapku dengan senyuman sinis.
Wajahnya separuh kerangka, separuh lagi masih ada kulit dan daging.
Senyuman sinisnya sangat menggoda, dalam sekejap itu bahkan aku merasa sangat menyesal. Seandainya separuh wajahnya bukan kerangka, pasti dia adalah pria yang sangat tampan dengan sedikit aura jahat dalam ketampanannya.
Dia masih tersenyum menatapku, tapi seluruh tubuhku membeku.
Orang gemuk itu menarik lenganku sambil berkata, "Jangan lihat lagi! Pergi!"
Usai bicara, dia hampir menyeretku maju hingga rombongan boneka kertas, kuda kertas, sarkofagus batu, dan pemuda berpenampilan jahat itu menghilang dari pandanganku.
Orang gemuk itu menyeretku kembali ke desa. Chen Qingshan dan Han Geru menyambut kami, membawa kami ke keluarga Han. Segera ada yang menyiapkan air panas dan baju bersih. Kediaman keluarga Han di Desa Hanjiazhuang dibangun megah seperti kediaman jenderal. Tapi saat ini aku sudah tidak berminat mempelajarinya, otakku hanya dipenuhi bayangan wajah setengah kerangka setengah daging itu.
Bahkan cara aku berganti baju kering pun tidak kusadari. Baru setelah secangkir air mendidih yang kudekatkan ke mulut membuatku kepanasan, rasa sakit itu menyadarkanku dari kondisi itu. Saat aku hendak bicara dengan si gemuk, dia menggelengkan tangan pada Han Geru dan Chen Qingshan: "Pembicaraan selanjutnya tidak pantas kalian dengar. Keluar dulu, biar aku ngobrol sebentar dengan Daun."
Setelah Chen Qingshan dan Han Geru pergi, si orang gemuk melirik kedua pemuda itu - mungkin mereka adalah sesama murid seperguruan. Namun si gemuk berbicara tanpa tedeng aling-aling, "Kenapa? Masih belum pergi? Haruskah Tuan Gendut ini melemparkan kalian keluar?"
Keduanya akhirnya pergi dengan kekecewaan. Setelah mereka pergi, si gemuk menatapku sambil tertawa, "Ck ck ck, sungguh hebat! Masih bisa hidup setelah bertemu orang itu. Pantas dijuluki Raja Maling Kecil, keturunan Chiyou, penerus naga sejati. Luar biasa, benar-benar keren!"
"Apa maksudnya?" tanyaku.
"Aku benar-benar tidak menyangka, tempat ini ternyata berhubungan dengan benda ini. Orang itu menyebut diri sebagai Penguasa Sembilan Kegelapan. Dari namanya saja sudah terasa bukan orang baik. Bagaimana ya, tentang orang ini, Tuan Gendut ini juga hanya mendengar kabar. Untuk waktu yang lama, aku mengira ini hanya legenda. Konon orang ini sejak lahir sudah bertentangan dengan Jalan Surga, anak haram Raja Hantu Underworld di dunia manusia. Karena itu tidak diterima di dunia Yang. Tapi karena hubungannya dengan Raja Hantu Sembilan Kegelapan, Pengadilan Yin tidak berani menangkapnya. Jadilah makhluk aneh yang bukan Yin bukan Yang, bukan pria bukan wanita. Justru karena sifatnya yang ambigu, dia diam-diam selaras dengan Jalan Besar Taiji Yin-Yang. Bisa dibilang benda yang menyatu dengan Jalan. Orang ini pernah muncul sesaat, karena membawa pasukan Yin-nya menyerang Gunung Kunlun. Akhirnya Yuhuangdao membayar harga sangat mahal. Kemampuan orang ini sangat kuat, sampai sekelompok orang tua di gunung belakang berperang bersama pun tidak bisa mengalahkannya. Tapi kemudian dia mundur secara misterius. Tentu saja ini kejadian ratusan tahun lalu. Yuhuangdao juga tutup mulut tentang hal ini. Aku hanya dengar sepintas, mengira itu cuma legenda." kata si Gendut.
