“Harus diakui, setelah orang gemuk mengisi kalimat ini, prediksi kami sebelumnya menjadi semakin sempurna dan masuk akal.” Melihat ini, aku tak bisa menahan tawa: "Tuan Gendut, sepertinya usaha kita akhir-akhir ini tidak sia-sia. Setidaknya kita sudah mengetahui banyak kebenaran. Tinggal menunggu Tuan Gendut kembali ke klan XuanYuan-nya, maka segalanya akan terbuka."
"Jangan lagi menyebut-nyebut itu di hadapan Tuan Gendut, mengerti tidak?!" Orang gemuk itu melototi saya. Setelah itu ia menyalakan sebatang rokok: "Hah, awalnya kukira ini akan menjadi titik terobosan, tapi ternyata ini sarang Penguasa Sembilan Kegelapan. Ini jadi rumit."
"Rumitnya di mana?" tanyaku.
"Awalnya kukira di bawah tanah ada rahasia, mata air darah itu buktinya. Tapi sekarang kita tidak bisa menggali lagi. Kalau benar-benar sampai ke markas Penguasa Sembilan Kegelapan, semuanya akan berantakan." Kata orang gemuk.
"Bagaimana kalau kita coba berunding dengan Penguasa Sembilan Kegelapan itu?" usulku.
"Kau saja yang pergi! Tuan Gendut tidak mau. Sejak dulu kebaikan dan kejahatan tidak bisa berdampingan. Kalau bertemu langsung bertarung. Tuan Gendut tidak punya persen peluang untuk mengalahkannya. Bahkan, tidak ada sedikitpun harapan." Jawabnya keras.
Tiba-tiba suara ketukan pintu kembali terdengar. Orang gemuk itu memaki: "Tianbao atau Tianxi? Benar-benar ingin kupatahkan kaki anjing kalian ya?"
“Orang gemuk, ini aku.” Suara Han Geru terdengar dari luar pintu. Bagaimanapun juga, aku dan si gemuk setara dalam pergaulan, sedangkan Han Geru dianggap senior bagi si gemuk. Jadi si gemuk buru-buru membukakan pintu sambil menggaruk kepalanya: "Maaf, tadi kukira itu dua makhluk kecil itu."
Han Geru juga terlihat canggung. Dia berkata: "Apa aku mengganggu percakapan kalian? Soalnya telepon Yezi terus berdering. Apa ada yang perlu mencarinya?"
Aku teringat, saat mengamati pasukan Yin tadi, memang ada telepon masuk. Kalau bukan karena muka Yuhuangdao si gemuk yang menahan mereka, pasukan Yin itu hampir saja menyerang kami. Aku mengambil telepon dan melihat ada enam panggilan tak terjawab dari nomor yang sama - nomor asing berawalan Jinan dengan susunan angka bombastis berupa deret berulang. Secara refleks, aku dan si gemuk nyaris berseru: "Sun Liancheng?"
"Pasti senjata ini! Telepon balik dan tanya maksudnya!" seru si gemuk.
Aku mengangguk dan segera menelepon kembali. Baru satu kali dering, suara di seberang berkata: "Saudara Yezi, tahu siapa ini?"
"Sun Liancheng kan! Cepat bilang mau apa!" jawabku.
"Pintar juga. Memang hubungan kita besi, suaraku langsung kau kenali." Godanya sambil terkekeh di seberang sana.
"Ada urusan? Kalau tidak, aku tutup telepon." Kataku singkat.
“Jangan begitu, begini nih, kemarin kamu mukul aku habis-habisan. Setelah kupikir-pikir, pasti ada alasan khusus kenapa kamu bertindak seperti itu. Langsung kuselidiki, baru tahu ternyata Chen Shitou itu menculik Han Xue adik iparku! Urusan apa ini? Bukannya ini seperti air bah menghancurkan Kuil Raja Naga? Langsung kusuruh tiga bersaudara itu menghubungi ayah mereka untuk mengembalikan Han Xue. Hari ini sudah terkoneksi, langsung kutelepon kamu.” kata Sun Liancheng.
Secara logika, kabar dari Sun Liancheng ini seharusnya bagus. Tapi aku punya ketidakpercayaan alami terhadapnya. Siapa yang percaya padanya pasti akan dikhianati sambil menghitung uangnya. Kukatakan: “Lalu tunggu apa lagi? Kembalikan ke Fudigou, atau antar ke Desa Han. Aku traktir minum, aku berutang budi padamu.”
“Ada tamu datang dari jauh, kalau tidak dikirim apakah tidak akan mentraktirku?” katanya.
“Sialan, bisakah kamu bicara ke inti persoalan?!” kutumpahkan kemarahan.
“Baiklah, tahu kamu sedang panik. Tidak bercanda, begini keadaannya. Meski sudah terhubung dengan si kakek itu, tapi kamu tahu hubunganku dengan mereka hanya kerja sama. Si tua tak tahu terima kasih ini malah berani mengajukan syarat: asal kalian mengangkat empat Segel Penjinak Sungai dari bawah Desa Han, dia akan langsung bebaskan Han Xue. Aku tak tahu apa itu Segel Penjinak Sungai. Katanya pasti kalian tahu, ada di sumur tua atau apa. Aku tidak paham omongannya, kamu mengerti tidak, Lao Tie?” Sun Liancheng menjelaskan.
“Sun Liancheng, jangan main-main dengan Laozi! Kalau mau negoisasi syarat, langsung bilang ke Chen Shitou! Kalau sehelai rambut Han Xue sampai rontok, seluruh keluarga mereka empat orang akan kulempar ke Dua Belas Gua Hantu untuk jadi santapan (Shī Wáng). Laozi janji pasti ditepati!” Setelah mengucapkan itu, aku langsung memutuskan telepon. Percuma melanjutkan percakapan.
Setelah memutuskan sambungan, si gemuk berkata: "Sun Liancheng dan Chen Shitou jelas satu geng. Sekarang aku paham, dari awal kita salah persepsi. Alasan Chen Shitou menculik Han Xue bukan karena fengshui keluarga Han, tapi karena benda di bawah Hanjiazhuang - yaitu (Zhenhe Yin). Masalah penguburan hidup-hidup ayah kandung oleh Han Laoye terkuak juga, memang hukum alam tak pernah salah."
Mendengar ini, wajah Han Geru berubah pucat. Tapi dia lebih fokus pada solusi: "Lalu sekarang harus bagaimana?"
"Ya terpaksa! Demi nona kecilmu, sekalipun Chen Shitou minta bulan di langit, Yezi harus berusaha mengambilnya!" Si gemuk tertawa getir.
Han Geru menatapku: "Urusan ini kuserahkan pada kalian."
"Tunggu dulu! Kamu yang besar di sini, pernah dengar tentang (Zhenhe Yin)?" Si gemuk membentak Han Geru.
Han Geru mengerutkan kening lalu menggeleng: "Tidak. Untuk hal-historis begini, harus tanya Erye. Dia ahli sejarah sini."
"Aku pun berpikir begitu, hal-hal seperti ini memang lebih baik ditanyakan pada orang tua. Lagipula Erye ini bukan orang biasa. Hujan di luar sudah berhenti, aku dan si Gendut pergi menemui Erye untuk bertanya. Begitu mendengar 'Segel Penjinak Sungai', Erye berpikir lama lalu berkata: 'Apakah empat patung batu? Patung Naga Hijau, Macan Putih, Zhu Que, dan Kura-kura Hitam, keempatnya itu?'"
"Besar tidak patung-patung itu?" tanyaku.
"Besar, lebih besar dari yang di depan kuil. Dulu berada di empat sudut Desa Han, anak-anak sering bermain di atasnya. Itu barang antik," jawab Erye.
Mendengar ini, Han Geru teringat: "Kalau yang empat itu, aku ingat. Patung batu besar, waktu kecil kami sering naik kuda-kudaan di atasnya!"
"Pasti itulah yang dimaksud. Empat Kuda Mitos ini digunakan untuk menjinakkan sungai. Di mana sekarang patung-patung itu?" tanya si Gendut.
"Dulu patung-patung itu disembah sebagai dewa. Waktu Gerakan Penghancuran Empat Hal Lama merobohkan Kuil Guanyin, warga mendorong patung-patung itu ke dalam sumur Longjing. Jadi sekarang mestinya masih di bawah makam ayah Han Daneng," jelas Erye.
Orang gemuk menepuk tangan berkata: "Sial! Urusan sudah jelas, tujuan Chen Shitou adalah ini, dia menginginkan patung batu itu, tapi tahu dirinya mustahil mengambil barang dari Penguasa Sembilan Abyss, jadi menculik Han Xue, memaksa kita membantu urusannya. Rupanya mereka sudah paham, bendungan PLTA biasa takkan bisa meredakan Dua Belas Gua Hantu, empat segel penakluk sungai inilah kuncinya."
Begitu orang gemuk bicara, kepalaku langsung pusing. Urusan ini tiba-tiba kembali ke titik awal. Untuk menyelamatkan Han Xue, harus menggali makam itu lagi. Tapi menggali makam berarti menyinggung Penguasa Sembilan Abyss. Kami berdua pun terperangkap dalam dilema.
"Bagaimana kalau kusuruh orang menangkap Sun Liancheng?" Han Geru bertanya.
"Jangan, urusan ini terlalu rumit. Saat diperlukan saja baru pakai cara begitu," jawabku pada Han Geru.
Han Geru yang cerdas tentu paham maksud tersembunyiku. Masalah ini harus diselesaikan dengan cara "kami", bukan caranya.
Setelah keluar dari rumah Erye, orang gemuk memandangiku: "Daun, demi menyelamatkan perempuanmu, kali ini harus kau yang turun tangan. Lihat saja apakah muka cukup tebal. Kalau Penguasa Sembilan Abyss mau jual muka, sekalian kau bisa tanyakan hubungan Han Xue dengan Avalokitesvara Bertangan Seribu. Jika beruntung, mungkin kebenaran saat itu juga akan diungkapkan."
"Ya, hanya ini jalan satu-satunya," jawabku.
“Tidak serius kan, Tuan Gendut ini cuma bercanda, terlalu gegabah seperti ini.” kata si Gendut.
“Tak ada cara lain, bukan?” Aku tertawa pahit.
Si Gendut memandangiku, akhirnya menghela napas: “Bagaimana kalau Tuan Gendut ini menemanimu? Aku tak mau kau benar-benar celah, nanti si gila Sun Zhongmou keluar lagi cari masalah sama Tuan Gendut.”
Sembari berbincang, kami pun sampai di rumah Han Geru. Baru tiba di sana, Tianbao dan Tianxi langsung keluar dengan wajah pucat dan compang-camping, jelas-jelas baru dipukuli. Melihat kami kembali, mereka buru-buru mendekat: “Shixiong, ada yang mau masuk paksa, kami gagal menghalangi.”
Meski kasar pada kedua juniornya, nyatanya si Gendut ini sangat membela orang dekat. Langsung dia berteriak: “Siapa berani? Orang-orang Yuhuangdao berani memukul?”
Alhasil, saat melihat bayangan manusia yang duduk membelakangi kami di ruanganku, napasnya tersengal. Seketika dia bersimpuh: “Syukur atas kebaikan tidak membunuh.”
Aku juga mengenali orang ini - Penguasa Sembilan Kegelapan berkepala setengah tengkorak setengah wajah manusia yang kulihat tadi.
Separuh kerangka, separuh dewi.
