Aku tak menyangka, pertarungan ini berakhir dengan cara seperti ini. Siapa yang bisa membayangkan, Gunung Kunlun yang selalu disebut sebagai Naga Purba Tiongkok - semua orang mengira istilah Naga Purba ini hanyalah metafora untuk jalur naga dan energi naga di Kunlun. Tak disangka, ia benar-benar seekor naga raksasa yang terbaring horizontal?
Tepat saat kukira pertarungan ini telah usai, tiba-tiba medan perang dibanjiri banyak prajurit. Terlalu banyak polisi yang mengarahkan senjata. Orang-orang di pihak kami sudah pada mati atau terluka, sisanya pun tak punya kekuatan tempur lagi. Seharusnya kedatangan pasukan di saat seperti ini memberi rasa aman, tapi aku justru langsung siaga. Bahkan XuanYuan Gongjin wajahnya gelap, menatap prajurit-prajurit yang datang ini.
Jika sekarang pasukan bersenjata lengkap ini memilih menyerang kami, hampir bisa dipastikan kami tak bisa melawan. Dan ini bukanlah hal yang tak terduga - kemungkinan mereka bertindak sangat besar. Baik si A, maupun orang tua di belakang Liu Kaifeng yang sudah tak punya banyak waktu, sebenarnya dalam beberapa kejadian sebelumnya aku sudah menyinggung perasaan mereka. Kematian Liu Kaifeng, Kakak yang menelan Yuan Long - semua ini adalah kesalahan tak termaafkan bagi mereka.
Jadi aku berdiri, menguras seluruh tenaga untuk melindungi depan kelompok ini. Sekarang kami sudah tak punya si Punggung Bengkok yang berposisi terhormat. Keluarga Li yang sedang kesulitan pun tak bisa berbuat banyak, apalagi Paman Ketigaku Li Zhenguo yang belum tentu memihak kami. Kuangkat pedang, siap bertarung kapan saja.
Namun para prajurit ini hanya mengepung kami. Setelah membentuk lingkaran pengepungan di sekitar kami, sebuah tandu diangkat mendekat. Di atas tandu itu, kulihat seorang lelaki tua berambut perak. Dia memang terlihat sangat tua, begitu tuanya sampai untuk sekedar duduk tegak dan melihat kami pun dia butuh ditopang orang lain. Matanya menyapu medan perang di tanah, lalu korban-korban dari pihak kami yang terbaring. Akhirnya dia mengangguk pada orang di sekitarnya. Kukira dia akan bertindak keras, tapi siapa sangka seorang pria berkacamata di sampingnya melambaikan tangan. Satu tim medis berjalan menghampiri kami. Untuk mencegah kami salah paham, pria berkacamata itu mendekat dan berkata: "Meski kami tahu kalian punya cara sendiri untuk merawat luka, tapi saat ini lebih baik percayakan pada ilmu kedokteran."
Dia menunjukkan niat baik pada kami, tentu aku harus membalas dengan senyuman. Kutertawa: "Terima kasih."
Para korban luka satu per satu dibawa ke tandu dan dimasukkan ke mobil. Saat itulah Sun Liancheng mendekat. Dia tersenyum pada pria paruh baya itu: "Kakak."
Pria paruh baya itu membalas senyumannya, lalu menepuk bahunya: "Kerja bagus."
Aku hampir langsung ingin mengangkat tangan dan membelah Sun Liancheng menjadi dua bagian tepat di saat itu. Saat ini aku punya kemampuan untuk itu, aku yakin selama aku mau, bahkan sekelompok besar prajurit di sekitarnya takkan bisa menghentikanku. Perasaan dalam jantungku saat ini benar-benar menyebalkan. Aku tidak takit pada kelicikanmu Sun Liancheng, masalahnya adalah ketika aku sudah memilih untuk mempercayaimu, kau ternyata masih mengkhianatiku lagi. Kenapa orang yang menemani orang tua itu justru adalah kakakmu?
Mungkin sorot mata melototku membuat Sun Liancheng menyadarinya. Dia berkata padaku: "Daun, kau tidak perlu terlalu paranoid. Kali ini aku benar-benar tidak berniat jahat pada kalian. Kau bisa periksa dulu luka mereka, setelah urusan di sini selesai kaurus, aku pasti akan memberimu penjelasan yang masuk akal."
"Sebaiknya kau benar-benar memberi kami penjelasan yang masuk akal," aku berkata.
——Dengan adanya prajurit-prajurit ini yang membersihkan medan perang, sisa-sisa kekacauan cepat ditangani. Abu dari patung tentara terra cotta itu dikuburkan. Para korban luka setelah diobati seadanya langsung diangkut mobil ke rumah sakit luar. Sedangkan jenazah mereka yang gugur, setelah berkonsultasi dengan Jiang Chengzi, juga dimuat ke mobil tapi mungkin tujuan akhirnya adalah kamar mayat. Saat mereka sibuk di area ini, aku menemui Chiyou. Tubuhnya kini kering kerontang seperti zombie. Kugendong dia, dia tersenyum padaku dan ingin bicara, tapi suaranya nyaris tak terdengar. Segera kudekatkan telingaku. Dengan sisa tenaga, dia berbisik: "Bawa aku pulang... Kuburkan di sisi Tianzun... Kami akan mengawasimu... menjadi Tianzun baru."
Usai mengucapkan itu, lengannya terkulai. Jantungku serasa ditusuk pisau. Kuusap kelopak matanya yang masih terbuka, lalu mengangguk: "Aku tahu... Aku akan membalas dendam untukmu... Untuk ayah juga."
“Aku terus menggendong Chiyou seperti ini, pada akhirnya aku dibangunkan oleh XuanYuan Gongjin. Aku ingin mengangkat mayat Chiyou, tidak tega menyerahkannya ke orang lain. Namun akhirnya aku tak bisa menolak XuanYuan Gongjin, menyerahkan jasad Chiyou padanya. Saat aku bersiap naik ke mobil tempat Kakak dan yang lain berada, orang tua itu melambaikan tangan padaku. Di wajah keriputnya tergambar senyuman. Terlepas dari kesan burukku sebelumnya, tindakannya hari ini telah menunjukkan niat baik. Aku tak boleh berlaku tak tahu malu. Aku berjalan mendekatinya, lalu mengikutinya naik ke sebuah mobil.
Di dalam mobil, kami berdua duduk di kursi belakang. Hanya ada sopir dan kami berdua. Suasana tiba-tiba menjadi sangat sunyi dan canggung. Setelah beberapa lama, dia tersenyum padaku: "Pasti kesanmu tentangku tidak baik. Di otakmu, aku ini orang rakus yang takut mati dan menghalalkan segala cara, benar?"
"Lumayan." Aku tersenyum pahit. Saat ini aku ingin membalas bertanya: Bukankah begitu?
"Masalah bisa diselesaikan seperti ini, bagus." Setelah mengucapkan kalimat itu, orang tua itu mulai memejamkan mata beristirahat. Kalimat terakhirnya membuatku sedikit bingung, tapi dia tidak melanjutkan pembicaraan. Aku juga tidak tahu bagaimana membuka percakapan dengannya. Jika dulu, berada berhadapan langsung dengan orang tua seperti ini pasti akan membuatku sangat tegang. Tapi saat ini aku justru sangat tenang. Aku tahu ini bukan karena lampu jiwa yang kini menyala membuatku hebat, sebenarnya karena aku baru saja mengalami pertarungan dahsyat. Aku menyaksikan hidup-mati dipertaruhkan, di luar kehidupan dan kematian tak ada hal besar lagi. Pertempuran ini telah mengubah mentalku dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selalu ada perasaan bahwa orang tua ini masih ingin mengatakan sesuatu. Tapi yang tak kuduga, selama perjalanan dia sama sekali tidak berbicara. Saat kami akhirnya tiba di rumah sakit dan aku akan turun dari mobil, kulemparkan pandangan terakhir padanya. Aku benar-benar tidak tahan dengan sikapnya yang seolah menahan bicara, akhirnya kubertanya: "Ada yang ingin Bapak sampaikan?"
"Jika bisa pergi, pergilah. Jika sudah pergi, jangan kembali lagi. Tempatkan dirimu di wilayah yang semestinya." Katanya sambil melambaikan tangan. Mobil itu kemudian melesat dengan langkah cepat menjauh.
Sampai di rumah sakit, sekarang justru aku tidak terbiasa dengan sikap orang tua ini yang terlalu normal. Dari pemahamanku sebelumnya tentang dirinya, dia sangat takut mati, sangat menginginkan keabadian. Jadi saat seluruh kelompok kami terluka dan kehilangan kekuatan tempur, inilah satu-satunya kesempatannya untuk mengancam kami. Dia pasti tidak akan melewatkannya.
Begitu kami semua pulih dan dipulihkan, dia tidak akan punya kesempatan lagi sama sekali.
Aku pergi ke kamar pasien, melihat mereka yang terbaring di tempat tidur pasien. Di antara kami, yang terluka paling parah adalah si gemuk, itu karena dia terlalu banyak menanggung untuk Nona Qi. Luka yang lain juga tidak ringan, tapi tidak mematikan. Ini hal yang sangat beruntung. Tentu saja, keberuntungan kami ini bukan karena belas kasihan langit, melainkan karena meskipun prajurit orang-orangan itu memiliki kekuatan tempur yang kuat, mereka tetap patung tanah liat tanpa otak yang hanya menerima perintah secara pasif. Setelah seseorang ditumbangkan, mereka akan terus menyerang target berikutnya, bukannya menghabisi. Inilah alasan kami bisa selamat.
Aku terus menemani mereka di rumah sakit. Sekarang aku sudah sangat anehnya berhasil menyalakan lampu jiwa sendiri dalam kondisi seperti itu. Aku memberikan blood bottle-ku pada mereka. Darahku memiliki efek penyembuhan yang aneh, membuat luka mereka sembuh dengan kecepatan luar biasa cepat. Setelah melalui pertempuran besar ini, hubungan antara kami menjadi harmonis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami bersama-sama membahas mengapa orang tua ini bertindak sangat tidak biasa kali ini. Bahkan akhirnya kami menelepon paman Li Zhenguo, tapi bahkan dia tidak bisa memberi jawaban.
Sebulan kemudian, luka mereka sudah sembuh sebagian besar. Saat kami bersiap keluar dari rumah sakit, para prajurit tiba-tiba menghalangi. Saat itu kami tentu tidak gentar. Aku berpikir, jangan-jangan selama ini mereka tidak bertindak hanya untuk menyiapkan jurus pamungkas di saat seperti ini?
