Murong Jiuding memandangiku dengan ekspresi wajah yang berubah-ubah. Katanya: "Keberuntunganmu memang luar biasa! Pertama ada nona Bai dan Nan Gong Li yang melindungimu, lalu klan Long yang mati untukmu, hari ini bahkan senjata suci zaman kuno ini mengakuimu sebagai tuannya, ditambah orang-orang dari Paviliun Tianji dan Istana Yin Shan yang membelamu. Tapi aku tak percaya keberuntunganmu akan terus bertahan!"
Usai bicara, dia berkata pada Di Tian, Xi Men Wushuang, dan para elit dari tiga kota yang mengikutinya: "Hari ini kita pergi dulu, sampai jumpa di lain waktu!"
"Kau pikir bisa seenaknya datang dan pergi?!" seruku.
Aku hendak melompat menghadang mereka, tiba-tiba suara Orang Bertopeng Besi terdengar di sekelilingku: "Jangan! Buang-buang tenaga! Pedang ini belum ada roh senjatanya, tak bisa melukai mereka! Biarkan saja pergi. Kalau benar-benar bertarung, kau tetap bukan tandingan!"
Mendengar ini, nyaris kumuntahkan darah. Saat memegang senjata suci ini, hampir saja kukira diriku tak terkalahkan. Untung tak mengejar mereka. Andai kubiarkan emosi mengambil alih dan memancing perang, pasti aku yang akan malu di akhir.
Orang-orang kota empat penjuru akhirnya mengurungkan niat untuk Pasti Membunuhku hari ini. Tapi aku tahu, setelah kejadian hari ini, tekad mereka untuk membunuhku akan semakin mengeras. Aku memegang senjata suci zaman kuno ini, menyaksikan mereka lenyap dari pandanganku. Namun jantungku terasa berat. Di saat yang sama, You Ruo akhirnya berlari sambil menangis ke arah Duanmu Lingxiu. Baru saja aku bernapas lega dan ingin bercanda dengan si gemuk, tiba-tiba kurasakan dingin di leherku.
Aura pembunuhan yang membekukan menyembul dari punggungku.
Duanmu Lingxiu berteriak kencang: "Hati-hati, Penerus!"
Tapi sudah terlambat. Dengan tergesa-gesa kuhunus senjata kuno ini sebagai tameng. Meski begitu, sebilah pedang tetap menembus dadaku dalam sekejap.
Di langit, Bai Jianfei menepuk-nepuk tangannya: "Aku sangat menghargai janji. Karena sudah berjanji pada Senior Nan Gong, jika tiga pedangku gagal membunuhmu, maka perintah pemburuan akan kucabut. Hidup atau matimu kali ini, Bai Jianfei dan Dark Pavilion tak akan lagi jadi musuhmu."
Usai bicara, Bai Jianfei melambaikan tangan pada kami. Bayangannya kembali menghilang dari pandanganku.
Inilah Raja Pembunuh Bai Jianfei. Meskipun menggunakan pedang dan merupakan pejuang tingkat dewa, pedangnya hanya dilatih untuk membunuh. Tak ada etik pertarungan, tak peduli senioritas. Di matanya hanya ada pembunuh atau yang dibunuh.
Tusukan pedang yang menusuk dadaku meledak di dalam tubuhku, satu pedang meledak menjadi tak terhitung pedang. Pedang-pedang itu meledak dalam tubuhku, melubangi organ-organ dalamku. Ini adalah luka terparah yang pernah kualami, belum pernah terjadi sebelumnya. Seluruh tubuhku tercelup emas oleh darah keemasan. Kulemparkan pandangan ke si gemuk, kulihat dia berlari seperti orang gila ke arahku. Perlahan sorot mataku mulai kosong.
Jantungku sudah terkoyak oleh tusukan pedang itu. Darah dalam tubuhku mengalir liar, tapi tak bisa menghentikan luka-luka yang tak terhitung. Aku tahu aku akan mati.
Selanjutnya seolah aku tertidur, aku bermimpi. Mimpi yang panjang dan rumit. Dalam mimpi itu kulihat diriku saat wisuda kuliah, berdiri di pintu gerbang kampus. Saat itu aku hanya ingin pulang kampung untuk berkontribusi pada pembangunan desa, menemani ibu yang telah bekerja keras seumur hidup dan kakek yang kecanduan rokok.
Adegan berubah. Kubayangkan orang-orang dari Kota Empat Penjuru mengepung Pulau Naga. Hari itu angin menderu-deru, mayat-mayat klan Naga menebar merah pantai Laut Timur. Seorang pria gagah perkasa melawan empat lawan sendirian, akhirnya tewas oleh telapak tangan biksu bermahkota cahaya emas.
Kulihat Kakak mengangkat rakit, memasuki Dua Belas Gua Hantu.
Kudapati Lao Liu si Punggung Bengkok dengan satu tebasan pisau, tak terkalahkan di seluruh kerajaan.
Kulihat Liu Qingci menungguku di Dataran Beku. Kami saling memandang.
"Aku bermimpi tentang Han Xue, dia menangis sambil berpamitan denganku, memasuki wilayah Barat, dan menjadi Avalokitesvara Bertangan Seribu."
Mimpi ini benar-benar terlalu kompleks dan rumit, pada akhirnya aku melihat seseorang melemparku ke Laut Timur. Di dasar laut tersebut, terdapat empat pedang kuno yang membentuk Formasi Pedang. Di tengah formasi itu terkungkung bayangan berambut panjang yang dibelenggu rantai besi.
Saat bayangan berambut panjang itu mengangkat kepala, kulihat wajahnya - ternyata wajah dengan topeng besi! Seketika itu juga aku tersentak bangun, disusul batuk-batuk hebat. Usai batuk, yang terlihat pertama kali adalah wajah Ruo Yu yang basah oleh air mata, dan kerutan di dahi si Gendut.
"Aku belum mati?" tanyaku.
Kali ini, kurasakan kelemahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya, betapapun parah lukaku, darah keemasanku selalu bisa menyembuhkanku dengan cepat. Tapi sekarang, entah sudah berapa lama aku tertidur, saat sadar tubuh masih terasa lelah.
"Kau baru saja melintasi gerbang kematian. Dengan Tuan Gendut di sini, mana mungkin kau mati?" candanya sambil memerah mata.
"Aku tahu. Selama Tuan Gendut ada, aku takkan mati," balasku sambil tersenyum.
Kemudian kupandang nona kecil Ruo Yu yang masih berkaca-kata: "Ayahmu dimana?"
"Dia baik-baik saja. Pergi ke Pulau Naga mencari telur naga," jawab Ruo Yu.
Saat ini, You Ruo sedang menyuapiku sendok demi sendok dengan makanan. Ini adalah buah-buahan langka dari Pulau Naga, dicampur dengan bubur ikan. Rasanya tidak enak, tapi bisa memulihkan tenagaku. Setelah memeriksa tubuhku, kudapati darah dalam tubuhku hampir tidak mengalir. Buah keemasan di pohon kecil itu juga terlihat kurang berkembang.
"Berapa lama aku tertidur?" tanyaku.
"Empat bulan. Pedang Bai Jianfei bukan pedang biasa. Keberhasilanmu bertahan hidup adalah keajaiban. Jika bukan karena darah keemasan dalam tubuhmu, tusukan itu cukup untuk membunuh seorang jago Tingkat Dewa," jawab You Ruo.
——Setelah makan, aku melakukan beberapa siklus teknik rahasia Prasasti Langit untuk mentransfer energi. Perlahan-lahan tenagaku pulih. Kali ini, kurasakan kegembiraan dari pohon kecil itu. Sepertinya ia sangat senang melihatku bangun, terus bergoyang-goyang. Pohon ini semakin bisa menyelaraskan batin denganku, seolah bisa merasakan emosiku.
Dalam sehari aku sudah bisa berjalan. Empat bulan waktu yang juga memulihkan kondisi Duanmu Lingxiu. Perlahan kumengerti beberapa hal: Chiyou benar - pengkhianat klan Naga dulu bukan Ao Jiang dan Ao Hai, melainkan Sang Tetua. Telur-telur naga itu juga bukan untuk meningkatkan kemampuan mereka, tapi digunakan Tetua untuk memperpanjang batas usianya sendiri.
"Pada masa lalu, dia merasakan batas usianya akan tiba, sehingga ingin mempelajari rahasia prasasti langit. Namun Tianzun (Dewa Tertinggi) menolaknya. Dalam amarah, dia malah mengkhianati Tianzun. Setelah mengkhianati, melihat klan Long mengalami malapetaka, hati kecilnya merasa bersalah. Akhirnya dia melindungi sisa terakhir klan Long."
"Tapi beberapa perbuatan yang sudah dilakukan tak bisa ditarik kembali. Untuk bertahan hidup, dia bahkan mencuri telur naga dari klan Long, menggunakan Sumber Kehidupan dalam telur itu untuk memperpanjang usianya sendiri."
"Ao Jiang dan Ao Hai selalu tahu hal ini. Tapi mereka berharap Tetua bisa kembali ke jalan yang benar. Saat aku menyepi, mereka bertengkar dengan Tetua. Dalam kemarahan, Tetua meninggalkan Pulau Naga. Kemudian Murong Jiuding dan pasukannya menyerang Pulau Naga."
"Tak kusangka sesosok tetua bijak bisa melakukan hal seperti ini. Perbuatannya mengingatkanku pada Liu Kaifeng. Dibanding manusia Bumi, penduduk Benua Tianyuan sudah berumur panjang. Klan Long bahkan bisa hidup lima ribu tahun. Tapi dia tetap tak bisa menerima kematian dengan lapang dada."
"Masih ada telur naga?" tanyaku pada Duanmu Lingxiu.
"Masih tiga butir. Seluruh klan Long hanya menyisakan tiga orang ini," jawab Duanmu Lingxiu.
"Bisa menetas?" tanyaku dengan cemas. "Semua klan Long mati karena aku. Aku tak ingin garis keturunan mereka terputus."
"Sama seperti klan binatang, telur naga hanya perlu menyerap intisari Langit-Bumi dan cahaya bulan-matahari. Saat waktunya tiba, mereka akan menetas sendiri. Semoga ada perbedaan jenis kelamin di antara tiga telur ini," jelas Duanmu Lingxiu.
“Hmph. Semoga para dewa melindungi klan Long.” Aku berkata.
Setelah itu, aku berbincang dengan Tuan Gendut. Dia bercerita bahwa mereka telah keluar dari Hutan Belantara, lalu dia dibawa pergi oleh Tianji Lao Ren. Dengan nada penuh arti dia berkata: “Kau pasti tak percaya, Tianji Lao Ren ternyata manusia Bumi! Tahukah kau? Sekarang aku sudah tahu, mereka yang naik ke tingkat lebih tinggi dari Bumi sama sekali tidak datang ke dunia ini. Tempat ini bukanlah dunia dewa seperti yang diyakini manusia!”
