Diagram Taiji adalah Jalan-ku, pohon Jalan juga Jalan-ku. Saat ini pohon Jalan berakar pada diagram Taiji, diagram Taiji dan pohon Jalan bersatu. Ini adalah fusi antara pohon Jalan dan Jalan itu sendiri, untuk melawan kewibawaan lonceng emas Sang Buddha!
Lonceng emas kini bisa dibilang sedang melawan dua lawan sekaligus, sehingga keunggulan dan kelemahan langsung terlihat. Saat itu, Orang Tua Tianji memandang takjub ke arah pohon Jalan yang berakar pada diagram Taiji. Ia bergumam aneh: "Jalan adalah Taiji, tubuh merangkul pohon Jalan. Tak heran Dewa Moral tidak memilih Ao Tiance, melainkan memilih anak ini."
Usai berkata, ia menyusun mantra dengan satu tangan, seolah sedang meramal sesuatu. Beberapa saat kemudian, wajah Orang Tua Tianji tiba-tiba berubah pucat, namun ia tetap tidak bertindak, hanya terus bergumam di tempatnya berdiri.
Kekuatan lonceng emas tak sanggup melawan pohon Jalan yang telah menyatu dengan diagram Taiji. Buddha Hui Hai yang menyaksikan ini pun terkejut. Namun sikapnya justru bertolak belakang: "Dilihat dari ini, jika hari ini aku tidak memberantasmu, pasti akan menjadi masalah di kemudian hari!"
Setelah mengucapkan, ekspresinya tetap penuh welas asih. Kaki beliau melangkah maju satu langkah. Begitu langkah ini diayunkan, di belakang Buddha Hui Hai tiba-tiba muncul bayangan samar. Bayangan ini adalah Gunung Suci Barat dengan Delapan Belas Arhat dan berbagai Bodhisattva. Di tengah-tengah, terdapat Buddha yang sedang membabarkan Dharma!
Baik itu patung Bodhisatwa emas yang mengendalikan emosi, Bodhisattva yang menundukkan pandangan, maupun Buddha Vairocana yang agung, semuanya memancarkan wibawa tak tertandingi. Inilah wibawa dan tekanan dari Jalan Agung yang membuat orang hampir tak kuasa bersimpuh menyembah.
"Amitabha," gumam Hui Hai perlahan.
Setelah ucapan Buddha itu, di dalam bayangan Gunung Suci, Arhat memancarkan tatapan murka, Bodhisattva menitikkan air mata. Kemudian, orang-orang suci Buddhis di seluruh angkasa mulai melantunkan sutra. Suara mantra suci nyaris memenuhi seluruh Dataran Beku. Kitab suci yang dilantunkan adalah teks tertinggi agama Buddha, dibawakan oleh para ahli spiritual dengan kekuatan tak terbatas.
"Ilmu si biksu botak ini sungguh aneh, terutama mantra-mantranya. Katanya untuk membuat orang memeluk agama, tapi sebenarnya penuh keanehan yang bisa mengacaukan pola pikir. Hati-hati, Saudara Ye!" kata Jin Chiwu.
Sebenarnya tanpa diingatkan Jin Chiwu pun, di hadapan bayangan agung orang suci Buddhis ini, hatiku memang dipenuhi rasa takut. Ini adalah sesuatu yang tertanam dalam sejak lama, tapi masih bisa kutahan. Namun ketika suara lantunan mantra mulai bergema, meski tak memahami artinya, seolah aksara Sansekerta menyusup ke telingaku, mengguncang jiwaku, membuat kesadaranku perlahan mengabur.
Aku berusaha keras melawan perasaan ini, namun ini adalah sensasi yang terlalu abstrak. Pada saat itu, bahkan semua emosi negatif merasuk ke dalam otakku, membuatku merasa sangat sedih hingga muncul keinginan untuk bunuh diri. Bahkan ingin segera mengambil pisau dan menyayat leher sendiri. Kebetulan di saat yang sama, bayangan Buddha di kejauhan sedang melambaikan tangannya padaku satu per satu. Di wajah mereka terpancar senyuman yang sangat ramah.
Ini seperti mendapat bantal tepat saat mengantuk. Ketika perasaan pesimis yang ekstrem memenuhi hatiku, kebetulan muncul para suci Buddha di langit. Mereka seperti orang yang benar-benar memahamimu, mengerti semua kefrustrasian dan kesedihan dalam hatimu. Aku ingin segera mendekati mereka, bersujud, memeluk kaki mereka, dan dengan tulus memeluk ajaran mereka!
Aku tahu pasti telah terjebak dalam tipu daya Buddha Samudra. Mungkin seperti inilah cara Zhulong, Raja Siluman Laut Utara yang sebelumnya dikalahkan Nan Gong Li, dibawa ke Barat dan dijadikan Dharma Raja Pelindung Ajaran. Tapi meski menyadarinya, saat ini aku tak bisa mengendalikan diri. Hanya bisa berusaha mempertahankan sisa-sisa kebijaksanaan dan kesadaran terakhir.
Sisa kebijaksanaan dan kesadaran ini tak bisa membantuku mengendalikan tubuh. Badanku tetap bergerak mendekati para suci Buddha itu. Mereka terus melambai, seolah dengan masuk ke pelukan mereka, hidupku akan menemukan pembebasan. Mereka akan memahami semua kesulitan dan kepedihanku. Hanya di sana aku bisa mendapatkan perlindungan dan berkembang.
Aku melangkah satu per satu menuju Dairi Nyorai itu. Aku tahu, begitu kali ini aku bersimpuh di hadapan Dairi Nyorai, aku akan menjadi boneka Barat seperti Zhulong. Bukan hanya Zhulong dari suku siluman Laut Utara, tapi juga Shi Zhixuan di dasar Laut Timur sekarang, Raja Siluman Abadi di bawah Dataran Beku - mereka semua adalah orang-orang hebat zamannya, namun tersesat dalam seni rahasia Buddhisme.
Akhirnya, aku menapaki aula emas itu. Patung dewa di hadapanku tiba-tiba menjulang setinggi sepuluh ribu zhang. Mereka tak lagi duduk bersila di dalam aula, melainkan menjulang tinggi menatap ke bawah semua makhluk!
"Bersimpuh, peluklah agama!" Delapan Belas Arhat itu mengaum dengan mata melotot.
"Lautan penderitaan tak bertepi, kembalilah ke jalan benar." Bodhisattva itu masih menunduk, wajahnya penuh welas asih.
Lututku sudah mulai tertekuk, sebentar lagi aku akan bersujud di hadapan para mahabodhisattva ini. Saat itulah, secercah terakhir kebijaksanaan dalam otakku tiba-tiba mengaum keras, membuatku ikut meneriakkan: "Tidak!"
Percikan terakhir kebijaksanaan ini berubah menjadi pancaran cahaya emas. Di sepanjang jalur cahaya itu, kulihat aksara Sanskerta rapat-rapat terukir di tulang-tulangku bagai larva penggerek tulang. Mereka tak hanya terukir di tulang, tapi bahkan menyusup ke sumsum tulangku, merasuki jiwaku!
Awalnya lututku sudah hampir sepenuhnya bersimpuh, namun di saat ini, aku malah duduk bersila sambil menuding ke arah Buddha Agung yang berada di tempat tinggi itu: "Jika semua makhluk setara, mengapa ada ritual sujud yang aneh ini? Apakah kau menganggap diri melampaui derajat makhluk? Jika tidak termasuk dalam golongan makhluk, mengapa menikmati persembahan dupa dari mereka?"
Setelah berkata demikian, aku menutup mata. Aku memeluk erat sisa terakhir kebijaksanaanku. Kebijaksanaan ini mengkristal di dantianku menjadi versi mini dari diriku yang juga duduk bersila.
Jika kau adalah Buddha, dan Buddha memintaku memeluk agama, tapi aku memiliki Jalan-ku sendiri. Lantas apa arti 'memeluk' itu?
Aku mulai mengaktifkan Mantra Prasasti Langit. Sementara versi mini di dantianku diam-diam melafalkan Kitab Tao Te Ching. Baik Mantra Prasasti Langit maupun Kitab Tao Te Ching, keduanya mulai memancarkan cahaya-cahaya emas. Di mana cahaya emas itu menyinari, aksara Sansekerta keemasan yang menempel di tulang-tulangku perlahan mencair.
Mencairnya aksara Sansekerta emas menandakan kebijaksanaanku sedang berangsur pulang. Tapi ini belum selesai. Mantra Prasasti Langit dan Kitab Tao Te Ching kini dibacakan bersamaan. Pembacaan ini membuat seluruh tubuhku mulai berangsur mengalami virtualisasi. Di titik ini, aku tiba-tiba tersadar dengan takjub: Mantra Prasasti Langit dan Kitab Tao Te Ching ternyata sama-sama peninggalan Laozi! Bisa dikatakan keduanya berasal dari tangan Laozi sendiri!
Tapi saat ini hanya aku yang tahu: sebenarnya Mantra Prasasti Langit dan Kitab Tao Te Ching adalah satu kesatuan utuh!
“Di Bumi semua orang tahu Kitab Suci Tao Te Ching, semua orang tahu Kitab Suci Tao Te Ching adalah inti pemikiran Tao. Ada yang meneliti Kitab Suci Tao Te Ching, tapi siapa yang berani bilang mau melatihnya, pasti akan ditertawakan. Bahkan kultivator yang hafal Kitab Suci Tao Te Ching pun tak ada yang benar-benar mempraktikkannya.
Bukan karena Kitab Suci Tao Te Ching hanya berisi pemikiran Tao tanpa teknik spiritual tertinggi, melainkan versi yang ada di Bumi memang tidak lengkap. Tepatnya, Kitab Suci Tao Te Ching yang beredar di Bumi hanya bagian pertama, sedangkan bagian kedua adalah mantra rahasia klan Long - Rahasia Prasasti Langit!
Baru setelah ini Kitab Suci Tao Te Ching menjadi utuh. Karena kesalahan takdir, saat aku dan diriku yang kecil membaca bersama, kami menemukan rahasia ini. Kultivasi kali ini benar-benar membuatku takjub.
Energi spiritual Langit Bumi yang tak terbatas itu benar-benar membanjiri tubuhku bagai air bah.
Bayangan orang suci Buddhis dari Barat telah lenyap. Di hadapanku sekarang terhampar kejernihan. Diagram Taiji dan lonceng emas masih bertarung, tapi kini aku sama sekali tak merasa takut.
Kuperhatikan Diagram Taiji dan pohon Jalan itu sambil melambaikan tangan: "Kembalilah."
Seketika, lonceng emas sama sekali tak berdaya. Diagram Taiji dan pohon Jalan langsung kembali ke dalam tubuhku, masuk ke dantian.
"Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ini terjadi? Ao Tiance dulu sudah melangkah jauh di jalan ini. Meski nak ini sampai di tahap ini karena kesalahan takdir, tapi bagaimana mungkin tubuhnya bisa menyatu dengan Jalan?!" kata Orang Tua Tianji.
Saat ini, aku tidak punya waktu untuk mendengarkan perkataan Orang Tua Tianji. Aku menutup mata dan melanjutkan kultivasi. Siapa sangka, dalam situasi seperti ini, aku masih bisa masuk ke kondisi kultivasi tanpa diri seperti ini?
Tanpa disadari, buah Dao air yang sebenarnya bukan berasal dari kekuatanku itu telah menyatu denganku. Kekuatan elemen air mengalir dalam tubuhku membentuk garis, akhirnya sampai ke dahiku dan menjadi cetakan berbentuk air!
