Meski Aotian adalah andalan perjalanan kami kali ini, aku dan kakak pasti tidak akan berdiam di belakang Aotian menunggu dibela. Apalagi statusku sekarang tidak mengizinkanku bertindak demikian. Sebagai Dewa Tertinggi Timur, aku harus menunjukan kewibawaannya. Bagaimana mungkin bersembunyi di belakang orang?
Kebetulan, aku juga ingin memamerkan hasil-hasil kultivasi fisik selama perjalanan ini.
Aku melayang turun dari jendela dengan kekuatan tiga elemen terkumpul di tangan. Seolah-olah menyerang biksu berpatung emas abadi itu, tepat sebelum kekuatan tiga elemen menyentuh tubuhnya, angin tinjuku berbelok. Tinjuku berubah menjadi telapak tangan yang langsung mendorong tubuh Hui Hai.
Hui Hai tidak menyangka aku tiba-tiba mengalihkan target. Tanpa kesiapan, dadanya langsung kena telapak tanganku. Seketika tubuhnya terlempar sambil memuntahkan darah lama. Meski kemampuan terlihat sebatas Tingkat Dewa satu, kekuatan fusi tiga elemen tak bisa dinilai dari level biasa. Serangan sekuat ini ke Hui Hai yang tak waspada, langsung membuatnya luka berat!
"Dewa Tertinggi Timur tega melakukan aksi menyergap?!" teriak biksu itu melihat Hui Hai terlempar. Sadar rekannya luka berat, ketenangannya hilang. Telapak tangannya menyambar ke arahku.
“Kau adalah tubuh abadi yang dipantang oleh Buddhisme, tapi aku juga memiliki fisik terkuat dari klan Naga, ditambah dengan latihan intensif tubuhku belakangan ini. Bagaimana mungkin aku gentar padanya? Jika dia mengeluarkan satu telapak tangan, maka aku akan menyambutnya dengan satu telapak tangan juga!”
Kedua telapak tangan bertabrakan, bersentuhan sekejap lalu terpisah. Aku merasakan kekuatan perkasa tubuh King Kong-nya yang tak termusnahkan. Tentu saja, di balik fisiknya yang perkasa, dia juga memiliki energi internal yang mumpuni. Ternyata tingkat pencapaiannya sudah mencapai Domain Bumi Dewa.
Tapi apa artinya itu?
Dalam bab ini, tak satu pun dari kami berdua yang unggul. Tapi aku segera mengeluarkan telapak tangan lagi. Pada serangan sebelumnya, aku hanya menggunakan kekuatan fisik. Untuk telapak tangan kali ini, aku menyatukan kekuatan tiga elemen di telapak tanganku dan menghujamkannya ke arahnya.
Reaksinya sangat cepat. Dia kembali mengeluarkan telapak tangan untuk menyerangku. Kali ini, tabrakan kedua telapak tangan tak akan sesederhana sebelumnya. Tak disangka kami berpikir sama - aku menggunakan kekuatan tiga elemen, sementara telapak tangannya dipenuhi energi internal yang padat.
Suara "Bang!" bergema.
Biksu itu mulai mundur. Seluruh pembuluh darahku berdenyut-denyut. Aku tak bisa mengendalikan tubuhku yang terpental mundur. Namun dia mundur tujuh langkah, sedangkan aku hanya tiga langkah.
"Persaingan antar jago, pada dasarnya adalah pertarungan perbedaan tipis. Dalam pertarungan kami berdua tadi, jelas aku yang unggul. Namun segera kusadari masalah dalam diriku - penyakit lamaku ini. Meski kali ini tubuhku tidak langsung retak saat mengaktifkan kekuatan tiga elemen, tapi saat kumaksimalkan tenaga, tubuhku mulai mengeluarkan peringatan retakan."
Biksu itu menahan langkahnya, menyusun tangan seperti berdoa: "Dari Hui Hai kudengar kemampuanmu sudah melampaui Ao Tian Ce masa lalu. Awalnya aku tak percaya, tapi hari ini kulihat sendiri keistimewaanmu."
Sambil berusaha meredakan kekuatan liar dalam tubuhku, kutatapnya dengan senyuman: "Patung emas abadi Buddhisme memang tak buruk. Lihat Hui Hai itu, hanya perlu satu tamparan dariku. Tapi kau bisa tahan dua tamparan, ini di luar perkiraanku. Jujur saja, aku sangat tertarik dengan teknik pertahananmu ini!"
"Tempat ini tidak aman, mundur!" serang Kakak dari belakang kami. Memang benar, kami sedang berada di kaki Gunung Sumeru - wilayah penting Barat. Mereka bisa memanggil bala bantuan kapan saja.
"Sekarang baru mau kabur, sudah terlambat!" Hui Hai yang sedang berjuang bangkit tiba-tiba berseru.
Seketika, Delapan Belas Arhat turun dari langit mengepung kami rapat. Mereka hanyalah pendahulu. Di belakang Arhat, masih banyak biksu-biksu berkemampuan lumayan - para biksu yang telah mencapai pencerahan dari Gunung Sumeru - kini semuanya mengurung kami bertiga di tengah.
Kami bertiga perlahan merapat, situasi saat ini benar-benar tidak menguntungkan. Dua tinju sulit melawan empat tangan, dengan jumlah mereka sebanyak ini, sungguh mudah bagi mereka untuk menahan kami di sini.
"Aku yang mengawal belakang, kalian berdua mundur dulu!" Ao Tian berkata.
"Bagaimana mungkin? Kau menyuruhku, Dongfang Tianzun (Dewa Tertinggi Timur) yang terhormat, melarikan diri dan meninggalkanmu?" Aku tertawa.
"Ini bukan saatnya untuk memaksakan diri! Pergi satu berarti selamat satu!" Ao Tian berseru.
"Hari ini, tak satu pun bisa lolos! Kira kami tidak tahu kabar kedatanganmu ke Barat? Kau meremehkan Buddha terlalu jauh. Alasan kami membiarkan kalian, adalah untuk menjebak kalian dalam perangkap ini!" Hui Hai berkata.
Begitu Hui Hai selesai berbicara, Ao Tian yang berdiri di depanku tiba-tiba lenyap. Seketika itu juga, dia sudah muncul di hadapan Hui Hai. Ekspresi ketakutan masih membeku di wajah Hui Hai ketika tangan Ao Tian menembus dadanya. Di genggamannya, tergenggam jantung yang masih meneteskan darah.
Inilah kekuatan Penguasa Kultivasi Fisik di masa kejayaannya!
"Aku tak suka orang yang terlalu banyak bicara. Lagipula, sudah kuberi kesempatan." Ao Tian menarik kembali tangannya sambil berkata.
Saat itu, Delapan Belas Arhat mulai melantunkan sutra. Di atas kepala kami, cahaya-cahaya emas mulai bermunculan. Cahaya ini merupakan kumpulan kekuatan telekinetik semua makhluk, membentuk jaring-jaring takdir yang tak terhindarkan di langit, menyapu ke arah kami.
Ao Tian menatap jaring-jaring langit itu sambil mendengus dingin: "Dulu pernah kukatakan, semua teknik sihir hanyalah Zuodao (Jalan Samping). Hari ini, kalian pantas menerima kata-kata itu."
Setelah berkata, seluruh tubuhnya melesat. Ia mengulurkan satu tangan biasa-biasa saja, langsung menerjang jaring-jaring takdir yang sedang menutup itu. Satu pukulannya ternyata berhasil membuat celah pada jaring yang teranyam dari energi telekinetik itu. Tangan satunya lagi meraih jaring tersebut dan meremasnya menjadi gumpalan.
Perlu diketahui, di ujung jaring itu berdiri Delapan Belas Arhat berlapis emas. Kemampuan mereka sebenarnya tidak tinggi, hanya setingkat dewa biasa. Keunikan mereka terletak pada formasi delapan belas orang ini - baik aliran Tao maupun Barat, formasi selalu memiliki kekuatan dahsyat. Namun formasi Jaring Takdir ini ternyata bisa diacak-acak oleh Aotian sendirian.
Aotian mengeluarkan auman bergemuruh. Setelah auman itu, semua Delapan Belas Arhat terlempar ke tanah.
Saat ini, rambut dan janggut Aotian tampak seperti terkembang. Tubuhnya seolah menyimpan kekuatan tak terbatas. Baru sekarang karismanya benar-benar sesuai dengan namanya yang megah.
Aotian.
Di matanya, baik latihan energi lima elemen langit-bumi maupun konsep 'kekuatan pikiran semua makhluk' ala Barat hanyalah ilmu sesat. Yang ia tekuni adalah pemurnian diri. Ia yakin kekuatan fisiknya sendiri melampaui langit dan bumi!
"Masih ada yang berani melawanku?!" Aotian berdiri tegak, matanya menyapu keempat penjuru.
Ucapan ini seolah meremehkan semua penghuni alam Buddha Barat. Tapi mungkinkah mereka di kaki Gunung Sumeru tinggal diam?
Empat biksu muncul. Dari penampilannya, keempat biksu ini jelas menempati posisi penting di Buddha. Kemampuan masing-masing terasa tak terukur dalamnya.
“Beri tahu namamu, di bawah Ao Tian, aku tidak membunuh orang tak dikenal!” Ao Tian berkata.
Keempat biksu ini tidak berbicara, langsung bertindak. Keempat orang ini melayang di udara, di langit, memanifestasikan bayangan dewa dan Buddha. Di belakang mereka, ternyata muncul empat Wujud Dewa Bodhisattva yang sebenarnya.
Empat biksu membaca sutra, empat Wujud Dewa Bodhisattva juga membaca sutra. Suara kitab suci bergema, seolah membawa tekanan energi Jalan Tertinggi yang menghujam ke bawah seperti Gunung Tai menindih Ao Tian.
Ao Tian mengangkat kedua tangannya, ternyata berusaha menopang tekanan energi Jalan Tertinggi itu.
Bajunya mulai hancur berkeping, seluruh tubuhnya pembuluh darah menonjol, seolah menjadi Raja Kekuatan legendaris yang hidup kembali.
“Bangkit!” Ao Tian mengaum keras.
Tekanan energi Jalan Tertinggi itu berhasil ditopang Ao Tian, kemudian Ao Tian melesat maju. Dengan satu pukulan, dia menghancurkan tekanan energi itu menjadi debu. Keempat bayangan Bodhisattva hancur bersamaan, sementara keempat biksu itu terlempar ke belakang.
Ao Tian saat ini bagaikan Dewa Perang abadi. Matanya menyapu para pengikut Buddha: “Masih ada yang berani?!”
“Mengapa harus segila ini?” Saat itulah, biksu yang menguasai teknik pertahanan patung emas abadi Buddhisme akhirnya bertindak.
Dia duduk di tanah datar, satu tangan tegak di depan bibirnya membaca sutra, tangan lainnya memutar manik-manik doa.
Manik-manik doa di tangannya mulai pecah. 108 biji Bodhi berputar mengelilingi tubuhnya, kemudian 108 butir manik-manik Buddha itu melesat dan mengurung Ao Tian.
"108 butir biji Bodhi itu berubah menjadi 108 Biksu. Biksu tersebut adalah Biksu yang sedang duduk di tanah, namun raut wajah setiap Biksu tidaklah sama persis."
"Enam Indria masing-masing memiliki tiga jenis penerimaan: penderitaan, kebahagiaan, keseimbangan, total 18 jenis. Enam Indria juga memiliki tiga keadaan: suka, benci, netral, total 18 jenis. Jumlah semuanya 36 jenis. Jika dipadankan dengan tiga zaman - masa lalu, kini, dan depan - tiga zaman dikali tiga puluh enam, maka totalnya 108. Memenggal seratus delapan berarti mencapai keheningan, hening namun tak terpadamkan." Biksu itu berkata.
Setelah Biksu selesai berbicara, 108 Biksu tersebut tiba-tiba serentak bertindak. Apa bedanya ini dengan kecurangan?
Tak disangka Biksu yang mengkultivasi pantangan Tubuh Emas Abadi Buddhisme ini ternyata masih menyimpan mantra seperti ini.
"Sudah kukatakan, semua ini hanyalah Zuodao belaka!" Ao Tian berseru. Usai berkata, ia mengayunkan tinju ke arah Biksu yang mendekat.
Saat tinju menyentuh tubuh Biksu, bayangan Biksu itu langsung hancur. Namun sekejap kemudian, Biksu yang sudah dihancurkan itu muncul kembali.
"Jiwa tak padam, wujud tak binasa, maka King Kong tak terpatahkan." Biksu itu mengucapkan kalimat sakti.
Ucapannya seolah menjelaskan mengapa bayangan Biksu yang dihancurkan Ao Tian bisa langsung bereinkarnasi. Aku mulai bertanya-tanya: mungkinkah ini makna sebenarnya dari Tubuh Tak Terpatahkan seperti King Kong, bukan sekadar kekebalan fisik semata?
“Pada akhirnya, kalian orang-orang Barat ini memang suka bermain-main dengan hal-hal yang tidak jelas, lebih menyebalkan daripada orang-orang Kuil Tianji.” Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan.
Aku menoleh dan melihat sebilah pedang datang dari jauh, membawa aura pedang yang tak tertandingi, menyapu ke arah sini.
"Apa itu 'bentuk musnah dewa musnah tapi King Kong tak musnah'? Lihat mana yang lebih kuat, kepalamu atau pedangku?" Lanjut suara itu. Dari suara santainya, aku langsung tahu ini adalah Dewa Pedang Timur, Nan Gong Li yang bersikap playboy!
Pedang Nan Gong Li menghujam ke kepala biksu yang masih bersiap sihir. Seperti katanya, mari lihat mana yang lebih cepat: pedang atau kepala.
Delapan Belas Arhat berusaha menghadang pedang, tapi tak bisa mendekat.
Empat biksu yang memanggil bayangan Bodhisattva mencoba menahan, tetap tak bisa menyentuh aura pedang.
Pedang itu tak tertahankan.
Tapi saat pedang mengambang di depan wajah biksu, dua jari dengan lembut menjepit ujungnya. Seseorang perlahan muncul dari bayangan.
Perempuan berjubah Buddha emas ini bertubuh anggun, memakai topeng emas yang berkilauan dari ujung kepala hingga kaki. Siluetnya jelas menunjukkan sosok perempuan.
Dua jarinya menahan pedang.
Yang lebih mengagetkan, semua orang di tanah tiba-tiba bersujud padanya, menyebutnya "Santo Penguasa".
Pemimpin tertinggi Buddha ternyata seorang perempuan?!
