"Kau kalah!" Kataku sambil memandang Raja Dewa yang terbaring, kebanggaan memenuhi dadaku!
Faktanya inilah momen terbaik untuk kubunuh dia. Andai kutunjukkan kekejaman, pasti tak sempat bereaksi. Tapi karena ucapannya tadi membuatku merasa dia adalah orang yang lurus hati, kuhindari mengambil keuntungan dari kelemahan lawan.
Sekejap kemudian, Raja Dewa menepuk lantai. Tubuhnya melayang tegak lalu menyusun tangan seperti berdoa dihadapanku. Pertarungan tadi nyatanya tak membuatnya terluka parah.
"Tak kusangka kau memiliki pemahaman sehebat ini. Kali ini aku kalah. Akan kunasi janji untuk memberimu Metode King Kong Abadi." Seberkas cahaya emas melesat dari jubahnya. Kutangkap benda itu - sebuah Kitab kuno berisi dua belas bab metode kultivasi King Kong Abadi.
Aotian dan Kakak telah sampai di sampingku.
"Hah, nak! Rupanya kau memang berbakat. Biksu besar ini punya ilmu sejati, tapi berhasil kau taklukkan juga." Aotian menepuk bahuku.
Kupandang Kakak. Dengan senyum tenang dia berkata "Bagus" - pujian tertinggi darinya.
Namun kebahagiaan kami hanya sesaat. Bagaimanapun, saat ini kami dikelilingi oleh para biksu Barat yang semuanya memandang kami dengan tatapan tajam. Di atas sana ada Santo Penguasa Barat yang kemampuannya tak terukur. Bahkan Aotian pun belum tentu yakin bisa mengalahkannya.
Adapun pertarunganku dengan Raja Dewa tadi, karena batasan aturan, dia tidak menggunakan seluruh kekuatannya. Jika dia serius, aku benar-benar bukan lawannya.
"Tak kusangka kau bisa memiliki pemahaman seperti ini, pantas saja bisa menjadi Dewa Tertinggi Timur. Tapi ini tetap tak akan membuatmu selamat hari ini." Suara dingin Sang Santo bergema. Dia melangkah mendekati kami bertiga dari atas panggung. Setiap langkahnya membuatku merasakan tekanan tak berwujud yang semakin memberat di bahuku.
"Hmph!" Merasakan aliran energi ini, Aotian mendengus dingin dan maju melindungiku. "Kau yang disebut Santo Penguasa Barat, setelah berkultivasi bertahun-tahun malah mengintimidasi junior. Tidak merasa memalukan? Jika ingin bertarung, aku yang akan menemanimu!" Setelah berkata demikian, Aotian menggosok-gosokkan tinjunya.
Aku tahu Aotian memang seorang gila perang. Saat ini dia benar-benar tak sabar untuk bertarung. Tapi di lubuk hati, kekhawatiran tetap ada. Secara refleks kulihat Han Xue di samping. Wajahnya sudah basah oleh air mata. Ketika pandanganku bertemu dengannya, kami saling menatap. Aku bisa merasakan jelas kekhawatiran dalam sorot matanya.
Demi Han Xue, bahkan jika harus mati di sini hari ini, apa lagi yang kusinggungkan?
"Kau... tidak layak." Sang Santo menyambut provokasi Aotian dengan suara dingin yang kembali keluar dari mulutnya.
Pada saat ini tidak hanya Aotian, bahkan aku pun terdiam. Apakah Sang Penguasa begitu yakin akan kekuatannya sendiri, sampai menganggap Aotian bukanlah lawannya?
Setelah keterkejutan sesaat, Aotian langsung meledak marah, "Kamu... kamu berani mengulangi ucapanmu? Percaya tidak, satu pukulan dariku bisa menghancurkanmu!"
Namun Sang Penguasa tidak melanjutkan tanggapannya. Ia diam di tempatnya. Jarak antara mereka kini hanya sepuluh meter - jarak yang bisa ditempuh dalam sekejap mata bagi mereka yang setingkat.
Aku mencium bau mesiu semakin pekat di udara. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahku, bagai sinyal dimulainya pertarungan.
Dentuman "Bang!" menggema. Tubuh Aotian lenyap dari tempatnya, meninggalkan lubang dalam di tanah. Seketika itu juga, ia sudah berada di hadapan Sang Penguasa!
Prinsipnya tetap satu: satu kekuatan mengalahkan segalanya. Meski tak tahu latar belakang Sang Penguasa, ia tetap memilih serangan jarak dekat.
Tinju Aotian sanggup membelah gunung. Dengan serangan full power sejak awal, bahkan sebuah bukit kecil pun akan hancur. Tapi Sang Penguasa hanya mengangkat telapak tangan dengan santai, menahan pukulan itu.
"Patung emas Buddha memang hebat. Tapi berapa pukulan yang bisa kau tahan?" Aotian tersenyum sinis. Ia menghentakkan kaki dan melompat tinggi, lalu menghujamkan tinju dari atas yang menyala bagai meteor jatuh!
"Santo Penguasa menengadah melihat sekilas, setelah itu aku tidak melihatnya melakukan gerakan apapun, seberkas cahaya emas tiba-tiba membungkusnya. Cahaya itu membentuk bayangan raksasa Buddha yang mengangkat mudra, persis ketika Aotian tiba dan menghantam telapak tangan Buddha dengan satu pukulan boom!"
"Mengusir iblis untuk dunia..." Seketika, para biksu bersimpuh sambil melantunkan mantra, aksara-aksara Buddha berhamburan mengepung Aotian. Ribuan aksara suci itu seketika mengepung Aotian, jelas-jelas Santo Penguasa mengerahkan kekuatan massa untuk mengepungnya!
"Mana masuk akal, ini keterlaluan!" Aku hendak membantu, tapi Raja Dewa menghadang di depanku membuatku tidak bisa berbuat apa-apa.
Melihat ini, tiba-tiba aku teringat Gunung Lima Jari Buddha dalam Journey to the West. Baru terpikir ini, aku segera "Cih! Cih! Cih!" beberapa kali - Aotian bukanlah Wukong, lagipula ini cuma bayangan! Pasti dia tidak akan kalah.
"Tanah suci Buddha berani kalian mengacau?" Santo Penguasa membentak dingin. Tiba-tiba bayangan Buddha itu menepukkan mudranya, tubuh Aotian terlempar keluar dan jatuh di depan kami. Darah menyembur dari mulutnya, daging yang baru tumbuh kembali membusuk, hingga tubuhnya kembali menjadi kerangka.
Sementara di sisi Santo Penguasa, kulihat lubang besar di mudra bayangan Buddha itu dengan bagian sekitar hangus terbakar. Tabrakan ini bisa disebut saling melukai dalam pertarungan, tapi sepertinya Aotian lebih parah lukanya.
“Sial, kalau bukan karena batasan tubuh ini, tadi satu pukulan itu sudah kuhancurkan patung emasmu!” Aotian berkata dengan penuh kekecewaan.
Mata dingin Sang Santo Penguasa tak menunjukkan banyak gelombang. Ketika cahaya Buddha menghilang, para biksu kembali tenang.
“Kau sudah kalah, apa artinya bicara lebih banyak?”
Begitu kata Santo Penguasa selesai, aku dan kakak langsung siaga. Kulihat Han Xue yang bersimpuh di tanah, mungkin hari ini benar-benar akan mati bersamanya. Tapi, aku tak menyesal!
Marah demi kecantikan, inilah sifat asli Sang Penguasa Legendaris Timur!
“Hah~” Namun, tepat saat kami bersiap bertarung habis-habisan, suara desahan penuh frustasi terdengar dari kejauhan. Tiba-tiba muncul sosok berbaju putih yang berdiri di antara kami dan Santo Penguasa.
Tampangnya tampan, berdiri bagai pedang legendaris yang tak bisa menyembunyikan keperkasaannya. Aku merasa seperti melihat Ximen Chuixue dari novel.
Nan Gong Li!
Selain dia, tak ada orang lain yang kupikirkan!
“Asal usul dan kepunahan, mengapa harus ngotot?” Nan Gong Li menatap Santo Penguasa. Sebelumnya dia hanya mengirim pedang terbang, kini wujud aslinya yang turun.
Saat melihat Nan Gong Li, bahkan tubuh Santo Penguasa gemetar halus. Meski disembunyikan sebaik apapun, tetap tak bisa menutupi emosi dalam hatinya?
“Terakhir kali aku sudah memberimu muka, kali ini murni mereka sendiri yang mencari mati, jangan salahkan aku!” Santo Penguasa berteriak dingin, biksu-biksu tak terhitung jumlahnya bermunculan, mengepung kami. Di wajah semua biksu itu terlihat sangat serius, kemunculan Nan Gong Li memang memberi tekanan besar pada mereka.
“Lepaskan gadis itu juga.” Nan Gong Li mengabaikan para biksu di sekelilingnya, dia tetap tenang sambil menghadapkan tangan ke arah Han Xue yang berada di samping.
“Hmph! Nan Gong Li, kau terlalu sok tahu! Jangan-jangan kau benar-benar mengira punya muka sebesar itu? Kalau hari ini kau tidak datang mungkin tidak apa, tapi karena sudah datang, tinggallah bersama mereka!” Perkataan Santo Penguasa dipenuhi aura pembunuhan.
Aku benar-benar ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua. Dulu Nan Gong Li mengabaikan Domain Dewa Pedang demi Li Qiu Shui, tapi sekarang pertemuan mereka berdua seperti musuh bebuyutan.
Mendengar perkataan Santo Penguasa, Nan Gong Li menghela napas lagi. Tapi kali ini dia tidak banyak bicara. Kulihat tangan kanannya mengibas, seberkas kilau pedang melesat dari lengan bajunya. Seketika daya tarik karismatik Nan Gong Li berubah total. Jika sebelumnya dia masih seorang pendekar pedang yang rendah hati, sekarang dia bagai pedang terhunus yang tak bisa dihalangi waktu!
“Pecah!” Satu kata menggema, aura pedang dahsyat menyapu seluruh ruangan. Biksu-biksu tak terhitung terlempar ke belakang. Yang masih bertahan hanya Santo Penguasa dan segelintir orang dengan kemampuan luar biasa.
Kutatap kembali Nan Gong Li. Han Xue yang entah sejak kapan sudah berada di sisinya.
"Xue'er!" Melihat Han Xue, aku segera berlari mendekat, langsung menarik tali yang mengikat tubuhnya. Han Xue menerjang ke dalam pelukanku, memelukku sambil menangis tersedu-sedu.
