"Aaaa!" Jerit kesakitan yang menghancurkan hati bergema dari dasar lautan darah. Tubuh Aotian telah tenggelam dalam lautan darah, entah penderitaan apa yang sedang ia tanggung.
"Biksu botak bajingan, lepaskan Aotian!" Teriakku dengan emosi.
Raja Dewa menyusun tangan seperti berdoa dengan tenang di hadapanku. Seratus delapan biksu itu kembali melantunkan mantra suci. Kulihat runa keemasan "" beterbangan dari barisan biksu menuju lautan darah.
"Inikah welas asih Buddha? Membantai manusia seenaknya, mengorbankan jiwa dan tubuh orang lain - pantaskah ini disebut kasih Buddha?" Kakak menyeringai dingin di samping.
Setelah runa emas masuk ke lautan darah, jeritan Aotian perlahan mereda. Gelembung-gelembung tak terhitung muncul di permukaan, seolah lautan darah sedang mendidih.
“Kalian, apa yang sebenarnya terjadi pada Aotian?” Aku tak percaya melihat pemandangan ini. Meskipun aku yakin akan kekuatan Aotian, tapi saat ini tidak ada sedikitpun gerakan darinya, bagaimana aku bisa tenang? Jangan-jangan Aotian benar-benar telah dilahap lautan darah?
“Lautan darah ini adalah sumber segala kejahatan. Buddha kami mengumpulkan semua penjahat dunia di sini untuk mendoakan semua makhluk. Lautan darah sendiri terbentuk dari kekecewaan yang terpendam. Ketika lautan darah mengering, segala kejahatan akan menghilang di antara Langit dan Bumi. Bukankah ini menguntungkan kerajaan? Mengenai Sahabat Aotian, seumur hidupnya telah membunuh tak terhitung, dipenuhi aura kejahatan, sudah selayaknya masuk ke lautan darah untuk menerima pencerahan. Saat ini mungkin sudah melebur dalam lautan darah.” Raja Dewa sedikit membungkuk, berbicara penuh kesetiaan ksatria.
Alasan muluk!
“Buddha Barat, ternyata memang sekumpulan orang tidak tahu malu! Hari ini akan kuhancurkan altar kalian, lihat bagaimana kau bisa mendoakan semua makhluk di kerajaan!” Kukuaktifkan tubuh Naga Hijau, mengerahkan patung emas abadi Buddhisme. Cahaya hijau dan emas berpendar di permukaan tubuhku.
“Dalam waktu sesingkat ini, kau sudah mencapai tingkatan awal patung emas abadi Buddhisme. Benar-benar jenius langka, pantas menjadi Penguasa Legendaris Timur.” Raja Dewa melihat kilau emas di tubuhku, ekspresi terkejut melintas di wajahnya.
108 biksu berdiri. Kulihat Li Qing melirik ke arah kami, lalu tiba-tiba berlari ke arah kami.
“Kakak, serahkan dia padamu!” Teriakku.
Kakak tidak bicara, hanya melangkah menyambut Li Qing.
"Aku tidak khawatir dengan Kakak. Sekalipun Li Qing agak berbeda dari sebelumnya, dan bahkan diangkat sebagai murid oleh Santo Penguasa, melukai Kakak tetap bukan hal mudah."
"Pertarungan terakhir belum memuaskan, ayo kita coba lagi!"
"Baik, sekalian biarkan aku menguji seberapa kuat patung emas abadi Buddhisme yang baru kau latih ini!" Raja Dewa berteriak keras. Detik berikutnya, kulihat sorot mata menyala-nyala mengeluarkan dua berkas cahaya emas. Tangannya menggenggam erat tasbih Buddha di genggaman, butiran-butiran tasbih beterbangan di depannya. Dengan gerakan jari yang lincah, satu butir tasbih melesat ke arahku.
"Di Bumi, kekuatan butiran Buddha ini mungkin setara dengan senapan runduk berat!"
"Tapi bagi diriku sekarang, bahkan peluru meriam pun takkan membuatku gentar!"
"Hancur!" Tinjuku menghunjam disertai raungan naga dari dalam tubuh, menghancurkan butiran tasbih itu seketika!
Melihat seranganku, alis Raja Dewa berkerut. Tangan besarnya mengibas, sisa butiran tasbih berubah menjadi pancaran cahaya Buddha yang menyala-nyala, menghujam ke arahku dengan desau angin meraung!
"Datanglah!" Aku malah melesat maju, tubuhku yang sekeras baja tak kenal takut!
Hantaman butiran tasbih di tubuhku, meski dengan kekuatan Naga Hijau dan patung emas abadi, tetap membuatku merasakan nyeri ringan. Tapi langkahku tak surut. Saat sudah berhadapan muka dengan Raja Dewa, tinjuku langsung menyambar ke arah wajahnya!
"Pukulan ini akan kugunakan kekuatan tiga gabungan, langsung serang sepenuh tenaga! Walau aku tak suka membunuh, tapi Aotian sudah dikhianati oleh gerombolan ini, mana mungkin aku masih ragu-ragu?"
Tinju menyambar, raungan naga bergema dari dalam tubuhku. Kepalan tangan kananku diselimuti cahaya hijau kebiruan, kepala naga muncul disertai pancaran cahaya Buddha keemasan!
"Ilmu Silat Naga-Gajah Buddha!" Raja Dewa tak gentar, teriaknya mengguntur. Dua bayangan naga dan gajah muncul di belakangnya sebelum ia melayangkan tinju balasan!
"Hari ini akan kulihat, Naga Hijau Timur-mu atau Naga Emas Buddha-ku yang lebih unggul!"
"Kuhancurkan ilmu sesatmu!" Kutempuh dengan tinju. Tubuh Naga Hijau bagai bertemu musuh abadi, memancarkan kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kedua tinju bertabrakan. Baru kali ini kurasakan kekuatan sebenarnya Raja Dewa. Tenaga Naga-Gajah-nya nyaris menyamai kekuatanku. Gelombang energi menyapu pusat bentrokan, melontarkan para biksu Buddha di sekitar kami.
Bang! Bang! Bang!
Tiga pilar darah tiba-tiba menyembul dari lautan darah. Gemerincing logam bergema saat ratusan anggota tubuh cacat berhamburan dari pilar-pilar itu.
"Hmph, inikah welas asih Buddha? Banyaknya mayat cacat ini... mau 'kalian' tebus juga?" Senyum sinisku mengarah ke Raja Dewa di hadapan.
"Buddha berbelas kasih, menyelamatkan semua makhluk, secara alami mengajar tanpa diskriminasi. Bahkan jiwa dan raga yang cacat sekalipun tetap membutuhkan petunjuk untuk memasuki siklus reinkarnasi."
"Omong kosong! Mencuri arwah rakyat kerajaan untuk dikorbankan. Meski tidak tahu tujuan Buddha, namun karena sudah kuketahui, aku takkan mentolerir!" Ini juga isi hatiku. Meski tak tahu tujuan Buddha, melihat persiapan sebesar ini pasti bukan hal baik. Jika perang Timur-Barat pecah nanti, membiarkan Buddha memiliki kartu andalan seperti ini akan menjadi bencana bagi Timur.
"Dermawan, keterbatasan wawasanmu menyebabkan salah paham terhadap Buddha, itu wajar."
Perkataan Raja Dewa membuatku naik pitam. Gaya kerjanya yang tidak tahu malu, malah menyebutku berpandangan sempit!
Namun di saat itu, sorotan cahaya emas memancar dari puncak gua. Penglihatanku tertarik pada cahaya ini.
Sumbernya berasal dari Gunung Sumeru!
Saat cahaya emas muncul, baik Raja Dewa maupun biksu pengawal sama-sama menghentikan serangan. Tatapan mereka penuh khidmat menyaksikan cahaya ini, bagaikan pengikut setia.
"Li Qiu Shui, kita bertemu lagi!" Kulihat bayangan manusia di balik cahaya emas itu, tak lain adalah Santo Penguasa Buddha Li Qiu Shui!
Kakak mundur ke sampingku. Dari pertarungan tadi, dia tidak banyak unggul. Penampilannya agak compang-camping.
"Berulang kali kuberi kesempatan, tapi kau tak tahu menghargai. Berani-berininya melanggar wilayah terlarang Buddha, benar-benar tak takut mati!"
“Wilayah Terlarang Buddha? Benar juga, siapa sangka di balik kemunafikan Buddha ada tempat seperti ini. Siapa bisa menebak di bawah Gunung Sumeru ternyata ada neraka di dunia manusia. Jika aku membongkar ini ke publik, pastinya Buddha Barat akan kehilangan muka.”
“Tindakan Buddha tak ternoda nurani. Bebas saja kau memberitahu dunia. Tapi entah apakah kau masih punya kesempatan menghadapi manusia!” Senyuman sinis Santo Penguasa menggema. Di balik topeng emas, aku tak bisa melihat wajahnya, tapi kurasa saat ini dia pasti ingin membunuhku.
“Hmph! Kesempatan bukan kau yang tentukan!” Aku dan Kakak berdiri back-to-back. Pada saat ini kami sudah dikepung oleh para biksu bela diri di sekitar.
“Keluar dengan darah!” Kataku pada Kakak sambil waspada mengawasi Santo Penguasa. Di sini kemampuan kultivasinya tertinggi, jika dia bertindak, aku dan Kakak mungkin tak bisa menahan.
Belum lagi Han Xue yang masih koma.
Karena persiapan kabur, aku kembali menggendong Han Xue di punggung. Menatap Santo Penguasa di depan, “Kutanya, sebenarnya apa yang kau lakukan pada Xue’er?”
“Kau pikir aku akan memberitahumu?”
“Aku punya cara membuatmu bicara!” Begitu kata, aku bersiap menyerang!
Tapi saat aku hendak bertindak, tiba-tiba terasa gempa bumi dan gunung berguncang. Aura jahat yang intens menyebar, seolah Raja Iblis bangkit dari tidur.
“Bang!” Ledakan dahsyat. Pilar air muncul lagi. Kulihat kerangka berjalan keluar dari pilar darah, mendekatiku.
Aotian!
“Aotian, kau baik-baik saja?”
“Konyol, mana mungkin Sang Master bisa kenapa-kenapa? Cuma pengen liat akal bulus mereka aja. Makanya aku pura-pura ikutin skenario mereka.” Aotian mengangkat tangan dengan santai.
“Aotian, apa yang baru saja kau lakukan!” Tiba-tiba suara Santo Penguasa bergema dingin, terdengar panik yang tak biasa. Pertama kalinya aku melihatnya kehilangan kendali seperti ini. Jangan-jangan Aotian benar-benar melakukan hal tak terampuni?
“Hmph, menurutmu?” Aotian menoleh tajam ke aarku, “Nak, cepat pergi! Tempat ini bukan area aman.”
“Tapi Xue'er masih belum sadar...”
“Aku sudah tahu cara membangunkannya. Urusan ini terlalu besar buat kita bertiga. Harus cari bala bantuan dulu!”
