“Pergi? Kau pikir bisa kabur semudah itu?” Gema suara Santo Penguasa menggetarkan udara. Gempa masih terus berlanjut, kini disertai amarah membara yang terasa sampai ke tulang sumsum!
Amarah Santo Penguasa?
Tapi energi jahat yang menyertainya... rasanya tidak seperti ciri khasnya.
“Waduh, waktu itu cuma salah hitung dikit sampai kalah setengah jurus. Jangan mentang-mentang menang sekali langsung sok jago! Ayo duel lagi, biar kuhancurkan patung emas Buddha-mu!” Aotian memprovokasi dengan geram.
Kutarik lengan baju Aotian pelan, berbisik menanyakan apa yang baru saja dilihatnya.
Begitu pertanyaanku meluncur, tubuhnya gemetar aneh. Dia memilih bungkam.
Pertempuran besar, siap meletus kapan saja.
“Pergi！”
Aotian tiba-tiba berteriak, kemudian kedua tangannya masing-masing menyentak saya dan kakak saya, dengan cepat terbang menjauh ke sisi lain lautan darah.
“Hentikan mereka！”
Begitu suara Santo Penguasa berhenti, Aotian tiba-tiba menghentakkan kakinya, kekuatan dahsyat mengalir ke dalam lautan darah. Seketika, lautan darah bergolak, tak terhitung roh dendam hancur sampai menjadi debu.
Setelah tendangan itu, getaran di sekitar semakin kuat, kemarahan itu jauh lebih mengerikan dibanding sebelumnya.
“Mau menangkap kami? Lebih baik kau jaga baik-baik makhluk itu. Jika sampai marah dan kabur, bahkan kau pun takkan bisa mengontrolnya.” Aotian berbalik sambil berteriak ke arah Santo Penguasa.
Li Qiu Shui tampak ragu sejenak, lalu benar-benar melangkah menuju ujung lautan darah.
Tanpa halangan dari biksu Buddha, kami dengan mudah mencapai pintu masuk yang tadi.
“Hmph, pintu batu seperti ini mau menghalangi aku?” Melihat pintu batu, Aotian mendengus hina lalu mengirimkan satu pukulan yang langsung menghancurkan pintu itu menjadi remuk.
Dengan hancurnya pintu batu, kami kembali muncul di Gunung Sumeru.
“Apa yang sebenarnya terjadi tadi? Kau menemukan apa?” Setelah keluar, saya bertanya pada Aotian. Dalam ingatan saya, jarang melihat Aotian kehilangan kendali seperti ini.
“Jangan diungkit lagi, ujung lautan darah itu adalah jurang tak berujung, percayalah kalian juga melihatnya, ini jelas-jelas sebuah altar persembahan, mereka ingin menggunakan arwah penasaran sepuluh ribu dari dunia Barat untuk membangunkan sosok yang tertidur. Barusan aku mengikuti arus ke bawah, awalnya ingin melihat makhluk apa sebenarnya, tapi tak disangka baru masuk ke jurang langsung merasakan hawa dingin yang sangat kuat, tubuhku sendiri adalah kerangka, secara alami membawa tiga poin aura jahat, tapi aura jahat itu bahkan membuatku menjauh.”
“Awalnya aku ingin menyelami lebih dalam, melihat apa di dunia ini yang bisa membuatku merasa khawatir, tapi tiba-tiba aku melihat satu mata, satu mata yang sangat dalam, aku tak tahu bagaimana menggambarkan perasaan itu, seolah hanya dengan saling memandang sebentar saja akan dilahap olehnya, kemudian aku merasakan kekuatan dahsyat, kekuatan yang bahkan sulit kutahan!”
Aotian adalah tubuh kerangka, aku tak bisa melihat ekspresi di wajahnya, tapi tetap merasakan kekhawatirannya.
Makhluk apa sebenarnya itu? Aotian sudah menjadi jago Top-Tier di dunia ini, tapi masih merasa takut?
“Jadi kamu tidak melihat jelas apa itu?”
“Tidak, tapi barusan di dalam lautan darah, tebak apa yang kulihat?”
“Apa?”
Aotian mengulurkan tangan kanan, menunjuk ke Han Xue di punggungku, “Dia!”
“Han Xue？” Aku melihat Aotian dengan terkejut, di dalam lautan darah ada Han Xue, apakah Han Xue juga salah satu kurban? Tapi Han Xue jelas-jelas ada di sekelilingku!
“Benar, sebelumnya aku tidak tahu cara Buddha memblokir enam inderanya. Sekarang akhirnya mengerti, mungkin menggunakan rahasia Buddha yang membagi Han Xue menjadi dua bagian. Han Xue yang ada padamu sekarang hanya separuh, separuh lainnya sudah dilempar ke lautan darah sebagai kurban. Tubuhnya ini merasakan hubungan spiritual itu sehingga tertidur!” kata Aotian.
Aku tidak sepenuhnya paham, perkataannya sulit kuterima.
“Mungkin mirip teknik Tao dengan satu energi menjadi tiga kemurnian. Buddha juga puna ilmu klon. Klon menderita, wujud asli ikut terluka. Tapi kalau begitu, bagaimana cara membangunkan Han Xue?” Kakak membantu menjelaskan di tepi, dia selalu lebih tenang dariku.
Aku menatap Aotian dengan tegang. Jika sesuai yang Aotian katakan, separuh Han Xue sudah dikurbankan, apakah tidak ada cara menyelamatkannya?
“Hanya satu cara: bunuh monster misterius di dasar jurang! Jika tidak, Han Xue takkan pernah bangun!” kata Aotian.
Aduh, itu sama saja tidak memberikan solusi. Monster yang bahkan ditakuti Aotian, kekuatannya mungkin sudah mencapai puncak Dewa Surga, atau lebih. Bagaimana kami bisa mengatasi makhluk sekuat itu?
Buddha Barat, memang penuh misteri!
"Tidak boleh ditunda lagi, menurut prediksimu, mungkin ritual ini sudah sampai pada tahap penyelesaian. Jika kita menunggu sampai mereka berhasil, bukan hanya kita, seluruh Timur akan mengalami Bencana Besar." Nada suara Aotian terdengar serius.
Sebagai Penguasa Tertinggi Timur, aku juga merasa khawatir dengan segala yang dia katakan.
Begitu makhluk monster di jurang itu bermasalah, siapa yang bisa menahan?
Bahkan sekarang pun, kita tidak tahu sebenarnya apa yang ada di dalam jurang itu.
Sejak datang ke Barat, aku telah melihat terlalu banyak hal aneh - perubahan Li Qing, koma Han Xue, Li Qiu Shui yang ternyata adalah Santo Penguasa Buddha, misteri Nan Gong Li yang tak terduga, dan monster kuat di bawah jurang.
"Jika benar demikian, hanya dengan kemampuan kita memang tidak bisa menghadapi. Mari kita cari Nan Gong Li. Dia sudah lama di Barat, mungkin tahu sesuatu yang tidak kita ketahui." Setelah berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan demikian.
Meskipun sikap Nan Gong Li waktu itu membuatku kesal, tapi di dunia Barat kita tidak punya fondasi. Hanya Nan Gong Li yang bisa diandalkan.
Mereka berdua juga menyetujui pendapatku.
Nan Gong Li dulu meninggalkan segalanya demi Li Qiu Shui, membuktikan cintanya yang mendalam. Selama bertahun-tahun dia tinggal di Barat, mustahil dia sama sekali tidak memperhatikan tempat Buddha Barat tempat Li Qiu Shui berada. Mungkin dia benar-benar menemukan beberapa rahasia tersembunyi.
"Di perjalanan aku juga bertanya pada Aotian, apakah di dasar jurang itu orang tak terkalahkan yang pernah dia rasakan sebelumnya? Aotian menjawab bukan, meski aliran energi kedua orang ini sama-sama kuat, tapi jelas berbeda. Jika begitu, ternyata di Barat masih ada beberapa orang kuat level ini!"
"Hal ini harus diberitahu Shangguan Wuji, biar dia bersiap-siap. Jarak antara Timur dan Barat terlalu jauh!"
——Nan Gong Li yang mengasingkan diri bertahun-tahun, ternyata sedikit yang tahu jejaknya di dunia Barat. Kami berberapa tidak berani terlalu mencolok di sini. Jika Sang Penguasa benar-benar berniat memberantas kami, mungkin kami benar-benar akan mati di sini.
Setelah setengah bulan penyelidikan diam-diam, akhirnya kami mendapatkan kabar tentang keberadaan Nan Gong Li.
Kabarnya, seseorang melihat Nan Gong Li di tepi Danau Xizi, minum sendirian. Anggur masuk ke usus sedih, pedang tajam keluar dari sarungnya. Pertunjukan pedang mabuk dimulai di tepi Danau Xizi. Pedang ini diayunkan selama tiga hari lamanya. Meski Barat adalah tanah Buddha, tetap ada praktisi pedang. Saat tahu yang main pedang adalah Nan Gong Li, mereka semua berduyun-duyun datang ke tepi Danau Xizi untuk mencari pencerahan pedang.
"Tak kusangka di sini juga ada Danau Barat. Entah bagaimana Danau Barat di dunia Barat dibandingkan dengan Bumi kita." Aku bercanda dengan Kakak.
Kakak tidak merespons, membuatku merasa bosan. Sementara Aotian sendiri adalah tubuh kerangka, tak mungkin punya ekspresi apa-apa.
"Danau Barat Buddha, jarak dari sini hanya seratus li. Dengan kekuatan kami bertiga, menempuh seratus li hanyalah pekerjaan satu jam. Namun ketika kami tiba, bayangan Nan Gong Li tak terlihat. Hanya ada tak terhitung kultivator pedang yang duduk bermeditasi di tepi danau. Di atas permukaan danau, kurasakan aliran energi tajam - aura pedang yang sangat kuat."
"Nan Gong Li pantas dijuluki ahli pedang terhebat era ini. Meski telah pergi, aura pedangnya masih tersisa. Aura pedangnya sudah mencapai puncak! Jika melangkah lebih jauh, pasti bisa mencapai Domain Tianxian!" Aotian menatap danau sambil berseru.
Aku mengangguk, baru hendak bicara, tiba-tiba terdengar suara tidak harmonus dari samping.
"Benarkah?"
Aku menoleh dan melihat seorang Buddha dengan dada terbuka, satu tangan memegang paha ayam, tangan lain membawa kendi arak. Di punggungnya tergantung pedang panjang. Wajahnya masam menatap kami.
"Biksu kok makan daging?" Aku terkejut. Sudah lama di Barat, baru kali ini kulihat biksu seperti ini. Apakah ini yang disebut Biksu Bunga?
“Biksu kenapa, siapa yang bilang biksu tidak boleh makan daging? Buddha memperhatikan melampaui diri sendiri, aku tidak terbebani oleh urusan duniawi. Di mataku daging ayam bebek dan sayuran buah tidak ada bedanya, jadi apa hubungannya makan daging dengan vegetarian?” Biksu itu berbicara sambil menggigit paha ayam. Ketika paha ayam itu habis, seluruh tubuhnya sudah menjadi berminyak.
“Enak, enak, ini benar-benar hidangan terlezat di dunia manusia!” Biksu itu menjilati jarinya sendiri. Melihat penampilannya, aku merasa jijik.
“Kita pergi.” Kakak membuka suara. Dia selalu orang yang dingin, tidak suka berurusan dengan orang berkarakter seperti biksu.
Tapi menurutku biksu ini masih ada sedikit kesan ramah, karena dia mengingatkanku pada si orang gemuk itu. Kalau dilihat lebih teliti, postur tubuhnya memang agak mirip, sama-sama bulat seperti bola. Tapi karena kakak bilang pergi, aku juga tidak menolak.
Tepat saat itu, biksu itu tiba-tiba berlari menghadang kami di depan, “Menurut kalian, Nan Gong Li adalah pendekar pedang juara dunia?”
“Kenapa, bukankah begitu?” Aku penasaran memandang biksu itu, tapi melihatnya menggelengkan kepala dengan penuh makna, “Aura pedang Nan Gong Li memang kuat, tapi dia hanya bisa disebut pendekar pedang nomor satu di Timur, bukan juara dunia.”
“Kalau bicara aura pedang, di tingkat Dewi Bumi memang tidak ada yang bisa menyaingi Nan Gong Li. Apa mungkin Dewa Surga?” Aotian berbicara dengan nada merendahkan.
Biksu itu mengacungkan satu jari, menggelengkannya di depan kami, lalu menunjuk dirinya sendiri, “Kalian salah, yang benar adalah aku si biksu ini!”
Biksu menyilangkan tangan di pinggang, satu jari menunjuk dadanya sendiri, mulut berminyak, satu kaki sedang bergetar tak karuan. Mendengar ucapannya, kakiku oleng, hampir terjatuh.
"Kau? Dor!" Aku sudah berusaha keras, tapi tetap tak bisa menahan tawa!
"Tertawa apa? Bukan aku bermulut besar, Nan Gong Li adalah Pendekar Pedang Pertama dari Timur, secara alami aku adalah Pendekar Pedang Pertama dari Barat. Tentu Nan Gong Li masih kalah dariku jika dibandingkan. Jadi akulah Juara Dunia Pendekar Pedang sejati!" Biksu menyilangkan tangan di dada, berkata dengan penuh kesombongan.
Menghadapi biksu yang absurd ini, aku pun bingung harus berkata apa. Aotian juga merasa lucu, berkomentar "Tidak tahu diri."
Seketika itu juga sang biksu tersinggung.
"Tidak tahu diri?" Biksu mengerutkan alis, lalu mulai mengitari Aotian.
Kami semua mengabaikannya. Dengan kemampuan Aotian, kecuali Santo Penguasa Buddha atau monster-monster tua itu yang keluar, siapa yang bisa melukainya? Soal biksu ini, kurasa sepuluh pun takkan sanggup melawan Aotian.
Biksu mengelilingi kami tiga putaran, lalu menggelengkan kepala. "Kupikir siapa yang begitu buta mata, ternyata Sang Penguasa Timur, Aotian Si Kultivasi Fisik, dan seorang lagi pasti teman seperjalananmu dari Timur. Maafkan kelancanganku." Tiba-tiba biksu itu memberi hormat kepada kami.
Mendengar ucapannya, aku seketika waspada. Sambil melihat sekeliling, setelah memastikan tidak ada musuh yang muncul, barulah tatapanku kembali tertuju pada sang Biksu. Namun kali ini, cara kami memandangnya tak lagi penuh penghinaan seperti sebelumnya. Orang ini... benar-benar luar biasa!
"Bagaimana kau tahu tentangku?" Suara Aotian terdengar dingin. Kakak segera bersiap-siap untuk bertarung.
Selama setengah bulan terakhir, kami selalu menyamar dan menyusup di antara kerumunan. Aotian pun mengenakan topeng, seluruh tubuhnya tersembunyi di balik jubah. Tak ada yang bisa melihat jelas wajahnya.
"Hmph, sudah kubilang, aku adalah Pendekar Pedang Pertama dari Barat. Kalau sampai tak punya keahlian mengamati seperti ini, lebih baik aku menabrakkan kepala ke tahu sampai mati!" Biksu itu menyunggingkan sudut bibirnya, bicara dengan nada penuh teka-teki.
