Aku memang penasaran dengan perkataan biksu tadi. Setelah mendengar bahwa Zhanlong Zhenren adalah tokoh dari Dongfang, aku jadi ingin tahu bagaimana akhir hidupnya!
“Lanjutkan ceritamu, kali ini aku tak akan menyela. Tapi jangan kira kau bisa membohongiku dengan mudah!”
Biksu itu menelan ludah, lalu melanjutkan: “Meskipun guru leluhurku berhasil menyergap saat itu, namun kekuatan Zhanlong Zhenren terlalu luar biasa. Dia termasuk salah satu yang terkuat di masanya. Tusukan pedang yang menembus paru-paru pun tak mampu merenggut nyawanya, hanya membuatnya terluka parah. Untungnya Buddha masih punya strategi cadangan. Tiga Santo Penguasa Buddha muncul bersama, bertarung sengit selama tiga hari tiga malam baru berhasil membunuhnya. Sebagai gantinya, satu Santo Penguasa tewas terbunuh, dua lainnya luka berat!”
“Tiga Santo Penguasa?” Bayangan Li Qiu Shui muncul di kepalaku, tapi segera kugelengkan kepala. Jelas Li Qiu Shui dan Zhanlong Zhenren berasal dari era yang berbeda. Pengepungan saat itu juga tak ada hubungannya dengan Li Qiu Shui.
“Tiga Suci Buddha pada masa lalu semuanya mencapai puncak tingkat dewa langit, selangkah lagi menapak ke Dewa Turun dari Langit. Meski begitu, satu tewas dan dua terluka. Kau pasti bisa menebak kekuatan sesungguhnya Sang Pemenggal Naga. Bahkan jika belum mencapai tingkat dewa emas, jaraknya sudah sangat dekat. Pemimpin Buddha yang kau lihat sekarang hanyalah pemimpin generasi ini. Kekuatan sejati Buddha jauh melampaui imajinasimu. Bahkan jika Nan Gong Li bersedia menyerbu kuil Buddha untukmu, kalian takkan sanggup melawan para Buddha itu. Sekarang kau mengerti betapa lemahnya dirimu!”
Aku mengatupkan gigi, jantung dipenuhi kekecewaan.
Meski sudah melebih-lebihkan perkiraan kekuatan Buddha, kini kusadari tetap meremehkannya.
“Bagaimana keadaan dua pemimpin suci itu sekarang?”
“Tidak diketahui. Tapi dengan kemampuan mereka, jika selamat, pasti sudah pulih dan melebihi Li Qiu Shui!” jawab sang biksu.
Aku mengangguk, sekaligus menyadari betapa kuatnya lawan itu, benar-benar di luar bayangan.
“Setelah kematian Sang Pemenggal Naga, murid Jalan Pedang Suci tak ada yang bisa melawan serbuan Buddha. Akhirnya runtuh. Tapi ada kabar bahwa Sang Pemenggal Naga sudah meramalkan ajalnya, membangun Makam Pedang sebelumnya. Dulu Buddha berusaha keras mencari tapi tak ditemukan. Tak disangka kini aku yang menemukannya. Ini benar-benar takdir.”
“Jadi kau memberitahu semua ini hanya ingin kumembantu warisannya?” Tatapku tajam ke arah biksu. Informasinya memang mengejutkan, tapi aku tak bisa mempercayai sepenuhnya biksu penuh kebohongan ini.
“Bukan hanya itu, Biksu ini juga mendengar bahwa Makam Pedang hanya bisa dibuka dengan darah naga. Kau melatih tubuh Naga Hijau, pasti terkait dengan klan naga. Jadi Biksu ingin meminjam darahmu, tidak tahu apakah kau bersedia?”
“Omong kosong!” Aku langsung memveto. Membiarkan Biksu ini mengambil darahku, pasti otakku sudah rusak!
“Apakah kau tidak ingin mendapatkan warisan? Alasan Biksu menunggumu sehari semalam di sini adalah karena hanya darah naga sejati yang bisa membukanya. Jika kau tidak mau, mungkin kita berdua takkan bisa mendapat warisan. Apakah kau ingin melewatkan kesempatan emas ini?”
“Bahkan jika ingin warisan, aku akan membunuhmu dulu!” Setelah berkata demikian, aku mulai menggerakkan tiga kekuatan harmoni, mengumpulkan energi di kedua tangan, bersiap untuk bertindak.
Namun Biksu mundur selangkah, “Tenang, tenang! Meski Biksu sekarang luka parah, tapi membunuhku pasti akan membuatmu membayar mahal. Lagipula, tahukah kau mekanisme apa lagi yang ada di bawah? Tanpa bantuanku memecahkan jebakan, menurutmu ada kesempatan melihat warisan?”
Godaan warisan terlalu kuat. Meski tahu bekerja sama dengan Biksu seperti bekerja sama dengan harimau, hatiku mulai goyah. Benarkah harus mengabaikan warisan ini?
Tidak mungkin!
Biksu tadi sudah menunjukkan kekuatan Buddha. Meski yang kulihat hanyalah seujung es, sudah begitu dahsyat. Jika tidak meningkatkan kekuatan, bagaimana Timur akan menghadapi Barat jika perang terjadi?
Belum lagi Han Xue, bagaimana aku harus menyelamatkannya?
Kekuatan, aku butuh kekuatan! Kekuatan untuk melawan langit dan menghancurkan bumi!
“Baik, tapi lebih baik kau jujur. Jika berani main trik, aku akan segera membunuhmu!” kataku pada biksu itu.
“Tentu saja, kondisi luka beratku mustahil menjadi lawanmu. Cukup buat luka di tanganmu, letakkan di peti mati, maka pintu masuk akan terbuka!” jawab biksu.
“Kau harus ikut bersamaku!” tegasku.
Dengan penuh kecurigaan, kubawa biksu mendekati peti mati. Sepanjang jalan kuwaspadai serangan mendadak pedang-pedang di sekitaring, namun sampai di tepi peti tetap tak ada yang terjadi.
Sesuai petunjuknya, kulumat telapak tanganku hingga berdarah dan meneteskan darah ke peti mati.
Kuperhatikan tetesan darah itu menghilang saat menyentuh kayu gelap. Getaran hebat tiba-tiba mengguncang peti, lalu seluruh Makam Pedang bergetar, sepuluh ribu pedang bangkit!
“Biksu, apa yang terjadi?” Kumerasa tak beres. Ketika berbalik, biksu itu sudah mundur ke luar makam, tersenyum ambigu.
“Ini ujian Zhan Long Zhenren. Tenang, pintu masuk akan terbuka jika kau lulus. Aku yakin padamu!” serunya.
“Biksu busuk, kau menjebakku!” Sadar sudah tertipu, kutampar pipiku sendiri. Bagaimana bisa kubiarkan dia kabur sementara aku harus memecahkan formasi sendirian?
Pada saat ini, sepuluh ribu pedang seolah diberi kecerdasan, dalam sekejap melayang di udara, seekor naga pedang yang ganas muncul di hadapanku.
"Grooaaak!" Naga pedang mengaum, seakan menyatakan perang padaku.
"Nak, dalam tubuhmu mengalir darah naga sejati. Naga pedang ini adalah peninggalan Pendekar Pemenggal Naga. Biar aku, si biksu, menyaksikan apakah kehebatan pemenggalan naga bisa terulang kembali setelah sekian lama sang pendekar tiada, ha ha ha ha!" Biksu itu tertawa terbahak-bahak.
Kutatap naga pedang mengerikan di hadapanku, merasakan tekanan dahsyat. Naga ini seolah menyimpan aura Pendekar Pemenggal Naga, matanya menatapku tajam. Dari lubang hidungnya menyembur dua gumpalan uap putih, walau terbentuk dari ribuan pedang, tapi nyata bagaikan wujud fisik!
"Ayo, tunjukkan padamu cara memenggal klan nagaku!" Aku berteriak lantang. Tubuh Naga Hijau dalam diriku berputar kencang, raungan naga menggema dalam darahku. Aku ingin tahu bagaimana naga pedang ini akan memenggalku hari ini!
Sebilah pedang melesat datang. Kutubruk dengan pukulan dahsyat, pedang yang bisa membelah besi bagai lumpur itu remuk menjadi tumpukan besi tua!
Kekuatan tiga harmoni berputar. Tangan kananku berubah menjadi cakar, menggenggam udara. Di langit terbentuk bayangan cakar naga yang mencengkeram leher naga pedang!
"Grooaaak!" Naga pedang mengaum, ribuan pedang gemetar. Bayangan pedang tak terhitung jumlahnya menerjangku!
Jalan Pedang Suci sebagai raja segala jurus pedang, sergapannya tiada tanding. Ribuan bayangan pedang ini tunduk di bawah kedaulatan jalan pedang, bagaikan pasukan kerajaan yang penuh wibawa!
“Bentuk Tubuh Naga Hijau, hancurkan!” Bayangan tinjuku terus menghantam, satu pukulan menjatuhkan satu pedang, namun bahkan seperti ini tetap tak bisa menahan formasi sepuluh ribu pedang yang diluncurkan bersamaan!
Kedua tanganku menarik, sebilah pedang berbentuk air muncul di genggamanku, "Pergi!" Tangan besarku mengayun, pedang air berubah menjadi naga panjang berbentuk air, langsung menyerbu formasi pedang!
"Meski aura pedangmu tak tertandingi, keangkeran naga menggetarkan, tapi akhirnya hanya benda mati. Akukah Ye Jihuan akan kalah oleh benda mati?" Begitu naga air memasuki formasi pedang, langsung meruntuhkan tubuh Naga Pedang!
Pedang airku ini adalah energi murni berbentuk air dari Langit Bumi. Jika Pendekar Pemenggal Naga asli ada di sini, tentu aku bukan lawannya. Tapi ini hanya seekor Naga Pedang, bagaimana mungkin aku kalah?
"Auuung!" Formasi pedang kuhancurkan, Naga Pedang mengeluarkan teriak kekecewaan, kepala naganya langsung menyerbuku sambil membuka mulut lebar-lebarnya, ingin melakukan perlawanan terakhir.
"Penggal!" Tangan kananku mengayun ke udara, kilau pedang turun dari langit. Ini adalah aura pedang tak tertandingi Nan Gong Li, bahkan jika berhadapan dengan makna suci Pedang Suci pun bisa dikatakan seimbang. Dengan menyatukan tiga kekuatan gabunganku, bagaimana Naga Pedang bisa menahan serangan pedang ini?
Satu pedang, Naga Pedang lenyap!
Saat Naga Pedang menghilang, peti mati yang terkunci tiba-tiba terbuka. Sebuah lengan pucat menjulur dari peti mati. Melihat ini aku kaget, jangan-jangan Pendekar Pemenggal Naga yang sudah mati bertahun-tahun ini bangkit sebagai bangkai hidup?
Aku tercengang memandang ke dalam peti mati, namun yang bisa kulihat hanya lengan itu, situasi di bagian bawah tidak jelas terlihat. Lengan itu berkulit putih pucat secara abnormal, persis seperti lengan manusia hidup.
"Biksu, cepat kau pergi ke sini!" Aku segera berteriak pada biksu itu, mengira ini lagi-lagi jebakannya. Tapi dari ekspresi bingung sang biksu, sepertinya dia juga terkaget-kaget.
Lengan itu meraba tepi peti mati, terus-menerus meraba keluar, seolah ingin merayap keluar.
"Kembalilah!" Apapun makhluk ini, yang pasti ini bukan Zhan Long Zhenren. Selain sudah berapa tahun kematiannya, lengannya tak mungkin mirip manusia biasa. Dari cara merayapnya yang tersendat-sendat, sepertinya sebelumnya terkunci segel di sini.
Tanpa ragu, kuhayunkan tangan. Ribuan hujan pedang terkumpul di udara, menyambar ke dalam peti mati!
Tapi makhluk dalam peti itu sama sekali tidak bereaksi terhadap seranganku. Hujan pedang itu seperti dilahap habis oleh peti mati, lenyap tanpa sisa!
Lengan itu sudah meraih tepi peti mati, mulai mendorong lantai untuk merangkak keluar. Saat itu kusadari, aku telah membuat malapetaka!
"Biksu brengsek, apa yang sebenarnya terjadi?" Kuterjang mendekati biksu itu, mencengkeram kerah bajunya sambil bertanya.
“Sial, sial! Sepertinya kali ini benar-benar membuat masalah besar. Orang ini kemungkinan besar bukan Zhanlong Zhenren, melainkan Santo Penguasa yang jatuh dulu! Sudah kukatakan, sehebat apapun Zhanlong Zhenren, mustahil bisa membunuh seorang Santo Penguasa dalam kondisi terluka parah. Dari penampilannya, 90% dia menyegel Santo Penguasa ini di sini!”
“Lalu apa maksudmu menyuruhku membuka peti mati ini?”
“Ini semua kesalahan Nan Gong Li si tolol! Dia bilang ini tempat warisan, padahal jelas-jalem tempat segel. Cepat lari! Siapa yang tahu seberapa kuat Santo Penguasa ini? Meski kekuatannya belum pulih, mengatasi kita pasti semudah membalik telapak tangan!” Biksu itu berkata panik.
Aku hampir tak tahan ingin langsung membunuh biksu dengan satu tebasan pedang. Benar-benar penghianat!
Saat biksu itu memberi penjelasan, dua lengan sudah menyembul dari peti mati. Aku ragu sejenak, tapi tetap tidak pergi.
“Kuperingatkan! Apa pun trik licikmu, segera cari Nan Gong Li dan Aotian untuk membantuku di sini. Kucoba menahan makhluk ini. Kau juga bisa mencoba kabur, tapi jika ketahuan—kematianmu sudah pasti!” Ancamku.
Biksu itu mengangguk cepat seperti burung mematuk, lalu berlari keluar.
Kutatap sosok yang merayap keluar dari peti mati, tenggorokanku berdesir. Ini pertama kalinya aku berhadapan dengan makhluk sekuat ini. Di masa kejayaannya, mungkin lebih kuat dari Li Qiu Shui. Entah berapa sisa kekuatannya setelah bertahun-tahun—jangan-jangan malah semakin hebat!
Akhirnya, aku melihat wajahnya. Sebuah wajah pucat tanpa sedikit pun warna darah. Jika bukan karena Biksu yang sebelumnya memberitahuku, aku tidak akan menyadari bahwa orang ini adalah pengikut Buddha. Penampilannya benar-benar seperti hantu!
“Berapa tahun telah berlalu, akhirnya... aku keluar!” Suara penuh kisah keluar dari mulutnya. Hanya dari kalimat ini saja, aku sudah mencium bau kuno yang sangat kuat.
“Kamu... siapa?” Dia menoleh ke arahku yang berdiri di tepi Makam Pedang. Sambil bertanya, dia merangkak keluar dari peti mati.
Baru sekarang kusadari tubuhnya sama sekali tidak mengenakan pakaian. Seluruh tubuhnya bersih seperti bayi yang baru lahir.
“Darah naga sejati? Aku bahkan bisa mencium bau darah naga! Hahaha, memang Tian Maha Adil! Baru bereinkarnasi saja sudah bertemu keturunan naga sejati!”
“Formasi Pedang, bangkit!” Aku melukis tiga kilatan pedang, meniru Formasi Pedang Lima Gunung Suci si orang gemuk untuk membentuk formasi besar. Seketika, pedangku menyambar ke arah bayangan manusia itu!
Melihat ini, bayangan manusia itu melototi ku. Sorot matanya dipenuhi kemarahan!
