"Han Xue!"
"Tak kusangka di balik topeng itu tersembunyi wajah yang kukenal. Saat melihat Han Xue, seakan dunia ini lenyap dari pandanganku, hanya dia yang tersisa."
"Ekspresi Han Xue dingin membeku. Mata esnya tak memancarkan kehangatan. Di antara alisnya terdapat karakter '' keemasan yang menyala terang."
"Kenapa? Bagaimana ini bisa terjadi?"
"Santo Penguasa Buddha, mengapa kau?"
"Aku tak mengerti, aku tak rela!"
"Aku tak boleh mati!"
"Jika aku mati, klan Long pasti akan tersedot pusaran kematian, menghilang selamanya dari Benua Tianyuan."
"Jika aku mati, kerajaan ini pasti akan dikuasai Buddha Barat, tak ada lagi yang bisa melawan di dunia!"
"Aku, tak boleh mati!"
""Aku tak boleh mati!"" Teriakku sambil tersentak bangun dari mimpi buruk. Secara insting aku duduk, rasa sakit tajam menyambar dari dadaku—lukaku terkoyak!
“Cis!” Aku menarik napas tajam, menunduk melihat dadaku yang ternyata sudah dibalut perban dengan rapat tanpa kusadari.
“Kamu sudah sadar?” Suara itu datang dari samping, membuatku kaget. Setelah kuputar kepala, ternyata itu Kakak!
“Kakak, kenapa kamu di sini?” tanyaku heran. Kuingat kembali bayangan yang muncul sebelum pingsan, memang mirip sosok Kakak.
“Bukannya sudah kubilang jangan ikut? Kenapa masih nekat?” Nada Kakak penuh teguran. Aku menunduk malu, memang akulah yang diam-diam menyusul hingga nyaris meregang nyawa dalam masalah besar ini.
“Aotian mana?” Kakak bertanya lagi.
Melihat kemarahan Kakak, kuputuskan jujur menceritakan semua kejadian sebelumnya.
“Kalau Kakak bisa menemukanku di sini, berarti Kakak juga lewat jalan ini? Lalu bukankah Aotian juga terjebak di jalan buntu?” Tiba-tiba kukhawatirkan nasib Aotian. Meski dia penguasa kultivasi fisik, gua misterius ini penuh jebakan licik. Bagaimana jika dia juga jadi korban?
Kakak menggeleng, “Sebenarnya aku juga tak tahu jalan mana yang aman. Hanya tahu rahasia Buddha tersimpan di sini. Aku memilih jalan secara acak, tak menyangka malah bertemu denganmu.”
"Bertemu? Bukankah kamu kembali untuk mencariku?" Aku merasa ada yang tidak beres. Kakak seharusnya masuk ke gua ini sebelumku. Jika tidak ada masalah, dia seharusnya berjalan di depanku. Bagaimana mungkin kami bisa bertemu di sini?
Ternyata, ketika kutanyakan jalan mana yang dipilih Kakak, dia menjawab memilih jalan kedua.
Setelah berdiskusi, Kakak mengatakan saat datang dia melihatku terbaring berlumuran darah di sini. Lalu dia membalut lukaku dan berjaga di sampingku. Sekarang sudah sekitar dua belas jam berlalu.
"Ayo pergi. Meski jalan yang ditempuh Aotian terhubung dengan rute kita, dalam dua belas jam seharusnya dia sudah sampai. Karena tidak melihatnya, berarti dia sudah maju lebih depan."
Aku mengangguk, lalu mengikuti Kakak untuk melanjutkan perjalanan.
Meski terluka, berada di belakang Kakak memberiku rasa aman yang luar biasa. Mungkin ini rasa ketergantungan yang terbentuk sejak lama.
Kakak berjalan di depanku sambil membawa pisau di tangan kiri. Karena lukaku, kami berdua berjalan sangat lambat.
"Kakak, bisakah kau ceritakan apa yang sebenarnya kau lihat di gunung bersalju?" tanyaku.
"Aku juga tidak yakin, makanya datang ke sini untuk memastikan." Jawaban Kakak membuatku semakin bingung.
Tapi aku tahu sifat Kakak. Jika dia tidak mau bicara, bertanya berkali-kali pun percuma. Akhirnya kuputuskan untuk tidak bertanya lagi. Toh kebenaran semakin dekat.
Namun semakin begini, jantungku semakin sesak. Seperti ada cakar kucing yang terus menggaruk-garuk, semakin gatal tak tertahankan.
“Aneh juga, setelah Kakak muncul, kami tidak mengalami masalah apa pun lagi sampai tiba di pintu keluar gua ini.”
Hawa dingin menyergap, tubuhku gemetar dan lukaku kembali terasa. Meski fisikku istimewa, luka kali ini terlalu parah, untuk sementara masih belum bisa pulih.
“Ini... giok?” Kulihat sekeliling, semuanya terbuat dari giok!
Pantas sebelumnya kurasakan hawa dingin, di depan mata terbentang tempat tidur giok dingin yang mirip dengan yang ada di makam kuno dalam The Return of the Condor Heroes, udara beku menyebar dari sana.
Namun yang paling mengejutkan bukanlah tempat tidur giok itu, melainkan sosok di atasnya.
Di atas tempat tidur giok, duduk bersila seorang perempuan cantik sempurna. Seluruh tubuhnya murni dan suci bagai giok dingin itu.
Hanya saja wajahnya... terlalu familiar bagiku. Li Qiu Shui!
Melihat wajah Li Qiu Shui, kami langsung siaga. Kami tahu betul kekuatannya. Kakak saja hanya bisa imbang dengannya. Apalagi aku yang sedang luka parah ini—jika ada orang lain menyerangku, mustahil aku bisa kabur!
Tapi Li Qiu Shui hanya duduk diam di sana, kedua matanya terpejam, tanpa tanda-tanda akan menyerang.
“Tidak, dia bukan Li Qiu Shui.” Tiba-tiba kusadari sesuatu.
“Hmph? Kamu menemukan apa?” Kakak bertanya padaku.
Aku menunjuk kepalanya, "Di antara alis Li Qiu Shui ada simbol '', tapi dia tidak memilikinya!" Entah mengapa, aku teringat mimpi buruk sebelumnya. Perlahan, bayangan Han Xue di otakku mulai menyatu dengan Li Qiu Shui yang ada di hadapanku.
Sialan, apa yang sedang kupikirkan!
Kugoyangkan kepala untuk mengusir pikiran itu. Kucoba meyakinkan diri ini hanya mimpi. Tapi semakin kubenarkan diri, semakin gelisah hatiku.
"Sepertinya inilah rahasia Buddha." Kakak menyimpan pisau pendeknya dan mendekati Li Qiu Shui.
"Kakak, hati-hati!" Kuingatkan. Meski bukan Li Qiu Shui asli, wajahnya yang sama tetap membuatku khawatir.
Kakak mendekati tempat tidur batu giok. Tangannya hendak menyentuh "Li Qiu Shui", tiba-tiba bayangan putih melesat membentur tangannya!
Nan Gong Li!
Mataku membelalak. Amarah menjalar di dadaku, "Nan Gong Li, di mana Xue'er? Ke mana kau bawa dia!" Teriakku geram.
Nan Gong Li hanya melirikku, "Tenang, dia di tempat aman." Lalu pandangannya kembali tertuju pada kakakku.
"Minggir!" Suara kakak terdengar dingin.
Tapi Nan Gong Li diam. Sebilah pedang panjang tiba-tiba muncul di tangannya.
“Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan mereka berdua, tapi aku tahu ini pasti ada hubungannya dengan 'Li Qiu Shui' di tempat tidur.”
“Apa yang terjadi, apa yang kalian berdua rencanakan?” Aku segera berteriak, meski tidak puas dengan Nan Gong Li, tapi dia pernah mengajarkanku ilmu pedang, bisa dibilang setengah guruku. Sungguh sulit bagiku untuk bertindak melawannya.
“Sementara Kakak dengan sifatnya seperti ini, jika benar-benar bertarung dengan Nan Gong Li mungkin akan saling melukai.”
“Kau pernah menyelamatkan Daun, aku tidak ingin melawanmu. Minggirlah!”
“Sun Zhongmou, ini tidak seperti dirimu. Jika benar ingin bertarung, cobalah! Aku juga ingin melihat apakah 'Raja Pisau'-mu lebih hebat, atau pedangku sebagai 'Dewa Pedang' Nan Gong Li yang lebih unggul!” Nan Gong Li sama sekali tidak berniat mengalah.
Persis satu detik setelah ucapannya, kulihat Kakak menginjak lantai, seluruh tubuhnya menerjang mendekat, sebuah tebasan mengarah ke tubuh Nan Gong Li.
Masih dengan aura pisau yang tirani tak tertandingi itu, Kakak langsung bertindak dengan segenap kekuatan, membawa ancaman pembunuhan!
Aku tidak bisa tidak merasa cemas untuk Nan Gong Li. Kekuatan Kakak sudah kusaksikan sendiri, bahkan Li Qiu Shui pun tidak bisa mengganggunya di sini. Sudah lama aku tidak melihat Nan Gong Li bertindak sepenuh hati, tidak tahu seberapa kuat kekuatannya sekarang.
Menghadapi aura pisau raja Kakak, Nan Gong Li sama sekali tidak gentar. Tangan kanannya bergerak lincah, pedang panjangnya berayun, aura pedang tak berwujud mulai menyebar.
"Aura pedang Nan Gong Li berbeda dengan aura pisau Kakak. Aura pedangnya memancarkan kesombongan, kebanggaan sebagai jenius nomor satu di Timur! Dia tidak takut siapa pun, dan yakin tidak akan kalah dari siapa pun."
Satu pedang, tebas!
Keduanya tidak menggunakan jurus-jurus rumit, hanya saling bertarung pedang-pisau. Baru bersentuhan sudah berpisah. Ketika aku sadar, posisi berdiri mereka sudah tertukar.
"Dunia hanya tahu kau Nan Gong Li mencapai Domain Bumi Dewa dalam tiga tahun, bahkan sampai puncak Bumi Dewa, lalu menyebutmu jenius abadi. Tapi tidak menyangka kekuatan sejatimu jauh melampaui itu." Kakak berbicara perlahan dengan suara serak. Saat bicara, kulihat tetesan darah jatuh dari tubuhnya.
"Kakak!" Melihat Kakak terluka, aku segera berlari ingin memapahnya. Tapi Kakak menggelengkan tangan, memberi isyarat bahwa dia baik-baik saja.
Nan Gong Li juga berbalik. Kulihat luka di dadanya yang sedang mengucurkan darah.
"Aku juga tidak menyangka, Sun Zhongmou. Kau menyembunyikan diri sedemikian dalam. Pantas rumor mengatakan kau bisa melawan Santo Penguasa Buddha sendirian. Ternyata rumor itu benar." Nan Gong Li mengangguk.
"Cukup! Apa sebenarnya yang kalian sembunyikan dariku?" Teriakku tak bisa menahan diri lagi.
Nan Gong Li bisa dibilikanguru pertamaku sejak datang ke dunia ini. Sebelum tiba di dunia Barat, aku selalu menghormatinya.
Apalagi Kakak, orang yang paling dekat denganku. Bagaimanapun aku tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi padanya.
“Kedua orang ini berkelahi di depan mataku, hatiku sangat sedih tak tertahankan!”
Kakak melirikku lalu menghela napas, “Daun, tahukah kamu apa yang kulihat di gunung bersalju Pedang Suci itu?”
“Apa?” Aku bertanya bingung.
“Sebuah cermin air! Cermin yang bisa meramal masa depan. Kulihat Han Xue duduk di atas tempat tidur giok dingin ini, lalu di sisi lain kulihat Timur dan Barat berperang habis-habisan, kamu mati di tangan Han Xue!”
Kakak berkata padaku.
Timur dan Barat berperang habis-habisan, aku mati di tangan Han Xue?
Bukankah ini sama persis dengan mimpiku?
Adegan pertama tadi masih belum kumaksudkan, tapi setelah dikaitkan dengan mimpi itu, sulit bagiku untuk tidak percaya. Mungkinkah di dunia ini benar-benar ada kebetulan seperti ini?
Kakak menduga Han Xue mengalami insiden di sini, jadi datang mencari jawaban. Karena yang terlibat adalah Han Xue, kakak sengaja merahasiakannya agar tidak menyakitiku.
Hatiku hangat, inilah kakak sejatiku yang selalu memikirkan nasibku dalam segala situasi.
“Nan Gong Li, bukankah kau harus menjelaskan tempat macam apa ini? Jangan bilang tidak tahu! Kehadiranmu di sini membuktikan kau pasti tahu rahasia Buddha!” Kakak menatap Nan Gong Li.
Nan Gong Li memandangi kakak lalu kepalaku, akhirnya menggelengkan kepala dengan frustrasi.
“Nak, urusan kali ini aku Nan Gong Li yang berhutang padamu. Tapi aku tidak bisa bicara. Kalian juga jangan berani menyentuh apapun di sini. Pergilah sekarang, jika tidak sebentar lagi kalian tidak akan bisa kabur.” Nan Gong Li tetap tidak memberikan jawaban langsung.
“Hmph!” Kakak mendengus dingin, mengabaikan ancaman Nan Gong Li sambil kembali mengangkat pisaunya.
“Sun Zhongmou, jangan kira aku Nan Gong Li takut padamu! Meski jurus pisaumu sudah sempurna, dalam pertarungan sungguhan kau masih bukan lawanku. Pulanglah dan latih lagi beberapa tahun!” Nan Gong Li menggelengkan tangannya.
“Harus dicoba dulu baru tahu!” Kakak sama sekali tidak gentar. Melihat mereka berdua hendak bertarung, hatiku mulai gelisah.
Tapi aku juga paham kenapa Nan Gong Li tidak mau membuka rahasia di sini. Kemungkinan besar ini terkait Li Qiu Shui. Sepanjang hidupnya, Nan Gong Li dikenal dengan kebanggaan dan keperkasaannya yang tak tertandingi. Jika ada yang benar-benar bisa mempengaruhinya, pastilah Li Qiu Shui.
Tiba-tiba terdengar suara tawa keras, “Nan Gong Li, kau benar-benar tidak tahu malu!”
