Motif hitam terus mundur di bawah tekanan darahku. Aotian akhirnya bangkit.
"Hah? Apa yang terjadi?" Aotian mengusap kepalanya dengan wajah masih bingung.
"Kamu terjebak sendiri tapi tidak sadar? Cepat bangun!" Kupegang tubuh Aotian dan langsung kudorong dia bangun dari tanah.
"Terjebak? Astaga, benar juga. Tak kusangka kekuatan para biksu botak itu sehebat ini! Kali ini gue benar-benar kehilangan muka!" Aotian menepuk kepalanya sendiri dengan penampilan lesu.
"Sudah pulih belum? Mau menjauh sedikit? Jangan sampai terjebak lagi!" Kutantang Aotian dengan sengaja.
Aotian langsung menepuk kepalaku, "Omong kosong! Kalau bukan karena kondisiku sekarang, bahkan sepuluh kali lipat jumlah biarawan botak itu tidak akan bisa melukaiku."
Aku tidak berkomentar. Kekuatan Aotian sudah mencapai level Dewa Surga. Meski tubuhnya hancur oleh Guntur Sembilan Langit di masa lalu, kemampuannya masih setara dewa. Tapi kelima Buddha Kuno itu semuanya setingkat Dewa Surga - mampukah Aotian menahan mereka?
Aotian meregangkan tubuhnya di tempat, lalu berteriak memanggilku. Aku mengerti maksudnya dan menjatuhkan setetes darah lagi untuknya. Seketika daging dan darah di tubuhnya mulai pulih dengan kecepatan yang terlihat mata telanjang.
Hmm, darahku benar-benar LUAR BIASA! Luar biasa sampai meledak-ledak!
"Huuush, rasanya menyenangkan! Para biarawan bajingan ini berani menjebakku? Hari ini kalian akan melihat kegagahan Aotian!" Auman marahnya menggema saat ia menerjang ke arah lima Buddha Kuno.
Kakak masih bertahan melawan lima dewa itu. Meski teknik pisau spiritualnya sudah mencapai kesempurnaan, mustahil melawan lima Dewa Surga sendirian.
"Sun Zhongmou, minggir!" teriak Aotian.
Kakak langsung menghindar ke samping. Kekompakan mereka sempurna - dalam waktu yang bersamaan, Aotian sudah menyambar masuk.
GEMURUUUH!
Gaya bertarung Aotian masih sama sederhana dan brutal. Dengan satu pukulan, dia menghantam aksara emas Buddha itu. Pertahanan yang bahkan kakak sulungku tak bisa tembus setelah berjam-jam berusaha, retak seketika di bawah pukulan Aotian.
"Lihat baik-baik! Dulu aku menggunakan pukulan ini untuk merobek sembilan langit. Andai bukan karena guntur suci turun, langit ini sudah kurobek! Hari ini, dengan pukulan yang sama, kuhancurkan aksara Sansekerta Buddhamu! Aku ingin lihat, kemampuan Buddhamu apakah sekuat langit ini!" Begitu ucapnya, Aotian tiba-tiba mengerahkan tenaga.
Di bawah pukulan itu, aksara-aksara emas Buddha nyaris tak memberi perlawanan, langsung hancur berkeping!
Saat itulah kusaksikan kembali kegagahan Aotian di masa kejayaannya.
Bila Nan Gong Li dikagumi seantero kerajaan, keangkuhan Aotian mana kalah sedikitpun? Nan Gong Li berani menghadapi dunia dengan sebilah pedang, Aotian berhadapan dengan sembilan langit menggunakan tinjunya. Keberanian macam ini, berapa orang di dunia yang memilikinya?
Aksara emas hancur, banyak Buddha mengalami efek balik. Kulihat beberapa Buddha dengan kemampuan lemah sampai mengucur darah dari tujuh lubang tubuh, langsung gugur di tempat.
"Amitabha, Tuan Aotian. Dahulu kau melawan hukum alam hingga tubuhmu hancur. Andai bukan karena welas asih langit, mana mungkin kau bisa berdiri di sini sekarang memamerkan kekuatan?"
"Tak disangka, bukan hanya tak ada penyesalan, malah terus membantu kejahatan, mengganggu meditasi suci Buddha, melukai murid-murid Buddha. Kelakuan seperti ini sungguh jahat dan licik!" Seorang Biksu Kuno berbicara perlahan. Setelah ucapannya, lima biksu kuno langsung berdiri.
"Jahat dan licik? Saat kalian menyerangku, takkah merasa diri jahat? Kini setelah formasiku hancur, muridku terluka, baru bilang aku jahat? Kalian para biksu botak ini masih punya muka?" Aotian membantah dengan kesal.
Tapi kami semua meremehkan tingkat ketidakmaluan para biksu ini. "Amitabha, pertapa Buddha penuh welas asih. Tuan Aotian, kau bukan tokoh era ini. Mengapa tak menerima pencerahan Buddha?"
"Buddha berbuat kebajikan, mencerahkan segala makhluk. Aotian, kau terlalu sombong!" Biksu kuno lain menambahkan.
"Cih! Berbuat kebajikan? Omong kosong! Apa maksud altar persembahan di kaki Gunung Sumeru ini? Mengorbankan jiwa-jiwa untuk menghidupkan Sang Raja Merak Agung Dinasti Ming - inikah yang disebut pencerahan?" Aku tak tahan lagi, "Kalian benar-benar tak tahu malu!"
"Semua yang Buddha lakukan demi persatuan Benua Tianyuan dan perdamaian dunia. Mengenai Sang Raja Merak Agung, beliau adalah grandmaster Buddha. Menghidupkannya kembali demi misi penyatuan Benua Tianyuan, untuk kesejahteraan rakyat. Pengorbanan kecil apa artinya?"
"Aku hampir muntah darah lama karena geram mendengar perkataan ini, para biksu tua ini benar-benar pandai beretorika. Jelas-jelas menangkap orang untuk dikurbankan, tapi masih bisa membuat alasan muluk seperti ini?"
"Si botak bajingan tak tahu malu, ayo bertarung! Laozi malas berdebat. Percuma juga, niat busuk kalian biarawan Buddha ini cepat atau lambat akan terbongkar!" Aura perang Aotian memuncak, seluruh tubuhnya memancarkan energi bagaikan Dewa Perang legendaris.
"Amitabha, karena Tuan masih bersikeras sesat, hari ini kami terpaksa menghukum atas nama Tian!"
Tubuh lima Buddha kuno bergerak serentak. Bahkan arah gerakan mereka tidak kulihat jelas. Mereka sudah mengatur posisi strategis, mengepung Kakak dan Aotian dalam formasi.
"Mana masuk akal! Mengabaikan aku begitu saja?" bentakku kesal. Hanya mengepung mereka berdua, apakah aku tidak dianggap? Aku ini penguasa tertinggi klan Long, pantaskah memperlakukan ku seperti ini?
Langkahku melesat maju, bersiap menerjang.
Tapi baru satu langkah kuumpulkan, kusadari situasinya tidak sesederhana dugaanku.
Selain lima Buddha kuno, ribuan biksu lain yang hadir meski levelnya rendah bisa membunuhku dengan taktik lautan manusia.
Yang lebih mengerikan, sekarang seluruh pasukan Buddha itu bergerak mendekatiku serempak.
Aku menelan ludah, berusaha melihat jelas berapa banyak orang di sekitarku. Tapi sebelum sempat melihat jelas, pertarungan sudah dimulai di sisi Kakak. Lima Buddha kuno, semuanya Dewa Surga, bahkan Kakak dan Aotian yang bertarung bersama pun berada di posisi inferior, sama sekali tak punya waktu untuk membantuku.
Buddha-buddha tak terhitung mengelilingi, tapi melihat pertarungan Kakak dan Aotian, darah dalam tubuhku mulai mendidih.
"Ayo, tunjukkan apa hebatnya kalian!" Aku mengaktifkan kekuatan Trinity. Selama ini, patung emas abadi Buddhisme-ku sudah mencapai tingkat awal. Selama pertarungan tidak melebihi batas, tubuhku masih bisa menahan beban kekuatan Trinity ini.
Hanya saja setelah bertarung dengan Nan Gong Li tadi, tubuhku masih terasa nyeri. Sekarang memaksakan serangan lagi, mungkin setelah urusan kali ini aku harus berbaring di tempat tidur 10-8 hari untuk pulih.
"Ha!" Buddha-buddha ini seperti biksu Shaolin di TV, memegang tongkat di tangan. Di depanku mereka menghentakkan tongkat ke lantai sambil berteriak, aura mereka cukup kuat.
Aku mengayunkan pedang panjang elemen air dengan sekuat tenaga, hujan pedang menyapu ke segala penjuru.
Satu jurus ini melukai puluhan Buddha!
"Cuma segini? Lagi!" Aku berteriak keras. Sebenarnya tanpa perlu kukatakan, mereka semua sudah berlari ke arahku.
Meski satu pedang merobohkan puluhan Buddha, yang kuhadapi sekarang tetap lautan manusia tak berujung.
“Secara logika, ketika perbedaan tingkat pencapaian cukup besar, berapapun kuantitas tidak akan bisa menutupinya. Namun para Buddha ini semuanya menguasai kemampuan Buddha yang misterius. Bagaimanapun aku menyerang, mereka selalu tampak kompak dan tanpa celah.”
“Lagipula yang datang ke sini umumnya pejuang tingkat dewa. Dulu di Timur, tingkat dewa sudah cukup untuk menjadi penguasa. Tapi setelah sampai di sini, bahkan dewa surga pun sudah kulihat banyak, apalagi tingkat dewa yang bertebaran bagai bulu kerbau. Ini menunjukkan kesenjangan kekuatan antara Timur dan Barat.”
“Jika bukan demi lima prasasti langit, mungkin Timur sudah lama jatuh ke tangan Buddha.”
“Apakah klan Longku akan kalah oleh para biksu botak Buddha ini?” Kulepaskan kekuatan Naga Hijau, permukaan tubuhku bersinar terang hijau. Kurasakan kekuatan dahsyat memenuhi tubuh, bayangan sisik naga bahkan muncul di lenganku.
“Graa!” Raungan naga menggema dari dalam tubuhku. Ikatan darah emasku seolah merasakan situasi ini, mulai mendidih dan membantuku melakukan breakout, bertarung habis-habisan dengan para biksu Buddha ini!
Kulecutkan kakiku, seluruh tubuh berubah menjadi bayangan. Bahkan aku sendiri tak menyangka bisa secepat ini, begitu cepat sampai tak terbayangkan! Di setiap langkah, kedua tinjuku mengayun, tak ada yang bisa menghalangi sepeser pun!
Seorang diri, bagai memasuki domain tak terkalahkan!!
