"Murid memberi hormat pada Patriarch!" teriak Biksu padaku, lalu membungkuk-bungkuk tiga kali hingga kepalanya membentur tanah!
Memberi hormat pada Patriarch?
Patriarch?
Aku merasa bingung, kapan aku jadi Patriarch-nya Biksu?
"Apa yang kau lakukan? Cepat bangun!" Meski percaya Biksu telah berubah, aku tidak yakin apakah ada rencana tersembunyi darinya. Karena itu aku tidak mengulurkan tangan untuk menolongnya bangun.
“Kau mewarisi leluhurmu, kini sekte Jalan Pedang Sakral telah dimusnahkan, secara alami kaulah Patriarch berikutnya! Meski aku Biksu ini tak punya banyak kekuatan, perasaanku terhadap sekte sungguh tulus. Hari ini kuserahkan diriku sebagai pengikutmu, hanya berharap suatu hari Patriarch bisa membalas dendam untuk ribuan nyawa di sekte kami!” Biksu itu berseru dengan suara penuh air mata.
Mendengar ucapannya, hatiku tersentuh. Seluruh anggota Jalan Pedang Sakral dimusnahkan, akhirnya Xue Ao bahkan meledakkan tubuh mereka bersama tiga Tetua Tertinggi demi memberi kami waktu melarikan diri.
Andai bukan karena itu, mungkin hari itu kami juga akan ditangkap Buddha Barat!
"Baik!" Kukanggukkan kepala tegas. Wasiat Zhanlong Zhenren juga memintaku mengembangkan sekte dan membawanya kembali ke Timur. Ini sekaligus memenuhi permintaannya.
Biksu itu terdiam sejenak mendengar jawabanku, lalu melakukan sesuatu yang tak kusangka-sangka!
Dia... menangis!
Biksu yang selalu kulihat tak baik dalam hatiku ini, benar-benar menangis di depanku.
Tangisannya menyayat hati, seolah ayah kandungnya baru saja meninggal.
Aku bingung bagaimana menghiburnya. Kakak dan Aotian sudah pergi memeriksa petunjuk di sekitar.
Melihatnya terus menangis, kubungkukkan badan dan mengangkatnya. Kali ini Biksu itu tak banyak bicara. Setelah mengusap air mata, dia mengikutiku seperti pengikut setia.
Melihat Biksu ini, tiba-tiba aku teringat pada mentornya di Jalan Pedang Sakral. Dulu mentornya bersama sekelompok petarung Jalan Pedang Sakral datang menangani Nan Gong Li, hasil akhirnya mereka kukalahkan. Tapi saat aku kembali, orang-orang dan pelataran itu sudah lenyap.
Saat itu karena Han Xue hilang, jantungku panik. Semua urusan ini kulemparkan hingga terlupakan. Kini setelah melihat Biksu, barulah aku teringat kembali.
Setelah berpikir, akhirnya kuputuskan untuk mengatakan pada Biksu.
"Mentormu mungkin belum mati. Hari itu dia bersama sekelompok petarung Jalan Pedang Sakral datang ke Puncak Pedang ini. Setelah kukalahkan, seharusnya mereka tidak pergi. Saat aku kembali, semuanya telah musnah. Kemungkinan hilangnya dia terkait dengan Nan Gong Li." Kujelaskan analisisku pada Biksu.
Biksu itu terdiam di tepi. Setelah lama, dengan emosi dia mencengkeram lenganku: "Benarkah? Apa yang kaukatakan benar?"
Terlihat meski Biksu ini tampak tak berperasaan, perasaannya terhadap mentor cukup dalam. Tapi ini bagus, semakin dalam ikatannya dengan sekte, semakin besar loyalitasnya padaku nanti.
Kuperhatikan sekitar. Kakak dan Aotian sedang asyik mengamati berbagai sudut. Akupun mencari tempat untuk mengamati, tapi sungguh tak berbakat dalam hal ini. Setengah hari mengamati, tak ada petunjuk yang kudapat.
Kutanya lagi Biksu ini, hasilnya senjata ini sama bingungnya denganku. Tak tahu apa-apa.
“Gimana Kakak, ada temuan apa nggak?” Akhirnya aku menjilat muka mendekati Kakak.
Kakak melirikku, walau tak berkata apa-apa, tapi kupikir sorot matanya penuh penghinaan.
“Hmph, nggak mau ngomong ya udah, aku yakin bisa nebak sendiri!” Aku dan Biksu minggir ke tepi.
Senjata ini kembali ke penampilan nggak seriusnya yang suka ngoceh, sesekali nawarin minuman kerasnya. Aku hampir menyepaknya. Masih kuingat bagaimana minuman itu mengerjai ku waktu lalu, cuma mencium baunya saja langsung pingsan.
Setelah cukup lama, akhirnya mereka berdua berkumpul.
“Pendapatmu?” Aotian bertanya.
“Tidak ada!” jawab Kakak.
Aku memandang mereka yang saling berbalas kata-kata membuatku terdiam, “Hey jangan gitu dong, sengaja ngeyelin aku maksudnya apa sih?”
Semakin kupikir semakin geram, pengin sekali menepuk mati mereka berdua!
“Perkebunan itu tidak ada,” Kakak menambahkan.
Aku hampir pingsan lagi. Masa yang kulihat sendiri tidak ada? Masih perlu ditegaskan?
“Dasar bodoh! Bukannya Sun Zhongmou sudah jelaskan? Perkebunan ini fana. Bukan lenyap begitu saja, tapi tempat ini sama sekali bukan Ujung Pedang!” Aotian menepuk kepalaku di sebelah sambil menginjak karena kecewa.
Bukan Ujung Pedang?
Kuterkejut memandang sekeliling.
"Gunung-gunung di tepi Danau Xizi ini semuanya mirip, satu per satu gundul. Tapi meski begitu, tidak mungkin kita salah jalan! Lagipula kita semua adalah yang terkuat di dunia saat ini!"
"Baiklah, kecuali aku! Aku memang payah navigasi!"
"Tapi meski begitu, Kakakku pasti tidak mungkin salah jalan. Dengan sifat hati-hatinya, mana mungkin dia sampai tersesat?"
"Tidak mungkin! Biksu ingat jalan yang kita lewati tadi ada di sini, mana mungkin salah?" Aku belum sempat bicara, Biksu di samping sudah berseru. Dia juga tidak percaya kita tersesat.
"Formasi!" Kakak tidak memberi penjelasan lebih, hanya mengucapkan dua kata itu.
Formasi?
Aku menatap ke bawah sambil tersadar. Jika di sini ada formasi, semuanya jadi masuk akal!
"Maksudmu di bawah kita ada formasi raksasa yang bisa menggerakkan pegunungan?" Biksu terkejut menatap Kakak.
"Bukan cuma itu. Danau Xizi mungkin adalah pusat formasi. Pegunungan sekitarnya diatur formasi, mungkin ini juga karya Nan Gong Li. Tiga tahun, mustahil Nan Gong Li tidak melakukan apa-apa. Sekarang jelas dia tidak hanya bertindak, tapi banyak bertindak." Aotian menambahkan.
Nan Gong Li. Tiga karakter ini semakin misterius di otakku. Apa yang dia alami selama ini? Benarkah satu hubungan cinta bisa mengubah seseorang sedemikian drastis?
Aku lebih memilih percaya semua persiapan ini hanya untuk menjamin keselamatannya.
Tapi mengingat peristiwa Nan Gong Li membawa pergi Han Xue, hatiku jadi ragu. Jangan-jangan semua persiapan ini memang untuk hari ini?
"Pantas mati, sungguh ingin bertarung lagi dengannya!" Aku memaki, dalam hati terlalu banyak ketidakpahaman, tak ada yang bisa memberitahuku jawaban!
Pekerjaan selanjutnya jadi paling mudah, karena sudah dipastikan di bagian bawah ada formasi besar, tinggal membalikkan beberapa gunung di sekitarnya saja.
Aku berkata satu kalimat, lalu sebagai pemimpin geng bersiap turun gunung, siapa sangka Kakak saat itu malah menghalangiku.
"Jangan buru-buru, akalmu terlalu bodoh!"
Satu kalimat membuat wajahku memerah, kali ini bukan hanya Aotian, bahkan Biksu di tepi pun tertawa.
Ini benar-benar kakak kandungku, darah daging sendiri, di depan banyak orang tak memberi sedikitpun muka!
"Kalau begitu kalian yang putuskan." Aku mundur lemah, akhirnya mengerti, bersama mereka yang selalu jadi sasaran hinaan adalah aku, lebih baik ikuti perkataan mereka.
"Aura pedang Nan Gong Li telah mencapai kesempurnaan, tempat yang pernah dia singgahi akan menyisakan aura pedang. Ini alasan mengapa banyak pendekar pedang mendapat pencerahan di tepi Danau Xizi waktu itu. Jadi, puncak pedang yang kita lihat sebelumnya pasti menyimpan aura pedang kuat peninggalannya!" Aotian menjelaskan di sampingku.
Aku mengangguk.
"Jadi kita hanya perlu merasakan aura pedang itu, paham tolol?" Aotian kembali menepuk kepalaku.
Aku kehidupan! Sangat kehidupan!
Tapi saat menoleh ke Aotian, kulihatnya mengayunkan tinjunya - tinju yang bisa membuat langit berlubang boom!
"Sudahlah, lebih baik aku bertahan saja, pahlawan tidak memakan kerugian di depan mata. Nanti setelah masuk ke tingkat Dewa Surga, dalam hitungan menit aku bisa menghajarnya habis-habisan!"
Setelah mengucapkan itu, kami berempat mulai memejamkan mata merenungi pencerahan. Sebelumnya ketika belum memikirkan hal ini, kami tidak merasakan apa-apa. Tapi setelah merenung dengan seksama, tiba-tiba aku merasakan aura pedang yang penuh kebanggaan tak tertandingi.
Aura pedang ini sangat kukenal, karena aku pernah melatihnya juga. Ini adalah aura pedang Nan Gong Li!
"Di sana!" Aku menunjuk ke arah puncak awan di luar pegunungan. Ternyata Nan Gong Li memindahkan Wang Jian Feng ke sana, pantas saja sebelumnya kami tidak merasakan apapun.
"Berangkat!" Kakak bangkit dari tempat duduknya sambil berteriak.
