Lembah Racun Raja, generasi muda paling kuat.
Aku tidak tahu usia pastinya, tapi menurut keterangan Rou'er, orang berjubah merah ini seangkatan dengannya. Sekarang kemampuannya sudah mencapai Dewi tingkat dua puluh dengan fondasi kokoh, jauh di atas Lin Jian yang memaksakan terobosan dengan teknik rahasia.
Tapi kalau soal kekuatan luar biasa, bukankah aku juga tak kalah?
Auraku kembali meledak, puncak kekuatan Dewi tingkat dua puluh. Hanya selangkah lagi aku bisa masuk jajaran penguasa tertinggi zaman ini, mana mungkin gentar?
"Bertarunglah!" Langkahku menginjak, ruang hampa pecah. Bayanganku langsung muncul di depan orang berjubah merah ini, tongkat menghantam ubun-ubunnya.
Sepasang telapak tangan transparan menyembul dari balik jubah merah. Tanpa gerakan spektakuler, langsung mencengkeram Pilar Penjaga Samudera di tanganku.
Sebuah kabut racun melayang keluar dari bawah jubah merah. Aku melihat momentum tak menguntungkan, tubuhku seketika mundur. Namun tetap menghirup sedikit racun.
Perasaan pusing menerpa. Segera kugunakan Buah Dao Elemen Kayu untuk memperbaiki tubuhku. Walau hanya sekejap, di level kami, jeda sesingkat itu tetap memberi lawan ribuan kesempatan!
Akhirnya, aku memang lengah!
Saat rasa pusing lenyap, si Jubah Merah sudah bergerak. Tapi targetnya bukan aku, melainkan Rou'er di samping!
"Sialan, beraninya kau!" Kutukku keras. Momentum tercipta, kumerang ke arahnya.
Rou'er masih berdiri di tempat, lupa untuk melawan.
Dia hanya puncak Tianjie, mana bisa melawan serangan penuh Dewi tingkat dua puluh?
Ingin kutolong tapi sudah terlambat. Jarak terlalu jauh, mustahil menghentikan senjata ini. Dalam sekejap, dia sudah di sisi Rou'er.
"Yang Mulia, harap tenang!" Katanya padaku.
Rou'er dicengkeramnya, alisnya berkerut menahan sakit.
Di tenggorokan Rou'er, tergantung telapak tangan transparan yang siap menghabisi nyawanya kapan saja.
"Kalian dari Lembah Racun Raja memang tak tahu malu! Berani menyerang perempuan?" Kutatap Jubah Merah. Rou'er di tangannya, aku tak berdaya.
"Penguasa Legendaris, dunia para yang kuat tidak pernah memikirkan yang lemah. Di tanganmu juga pasti ada darah perempuan. Mengapa gunakan ini untuk menuduhku?" Dia menatapku, sama sekali tak peduli dengan ucapanku.
Aura pembunuhan telah menyebar di antara kami. Ingin kutyerang, tapi tak ada celah.
"Apa maumu?" Frustasi, saat ini hanya bisa mengaku kalah.
"Yang Mulia, ingat syaratku tadi? Asal kau makan pil ini dan ikut ke Lembah Raja Racun, perempuan ini tak akan kusakai. Akan kukembalikan utuh. Setuju?"
Orang di tepi sudah berhenti. Lingkaran pertarungan kami adalah kunci. Begitu ada pemenang di sini, pertarungan mereka tak ada artinya.
Sulit memutuskan. Walau bukan orang baik, tangan ini sudah penuh darah. Bagaimana nyawa satu orang bisa mengancamku?
Jika Rouer mati karena aku, hati takkan tenang. Ditambah Fen Tian adalah kekuatan yang kukumpulkan di Sembilan Lapis Langit. Berkonflik merugikanku.
"Lepaskan Rouer! Hari ini kubiar kau pergi. Jika tidak, meski Rouer mati, kubuat kau mati bersamaku!"
Walau sebenarnya kusuka gadis kecil Rouer ini, kata-katanya yang membelaku juga mengharukan, tapi untuk menyerah begitu saja? Tak mungkin.
"Penguasa Legendaris, sepertinya Anda belum memahami sepenuhnya situasi saat ini. Bahkan jika Anda bisa membunuhku, ingatlah ini adalah sembilan lapis langit. Jika kabar tentang kehadiranmu tersebar, menurutmu apakah para pembunuh yang mengincarmu akan membiarkanmu tetap di sini? Konon katanya ada beberapa dewa yang ingin sekali membunuhmu secepat mungkin." Suara Yin jahat itu masih terdengar dari balik jubah merah.
Aku mengeluarkan sebuah papan giok dari saku dan langsung menghancurkannya tanpa ragu.
Karena sudah dipastikan adanya hubungan antara Lembah Raja Racun dengan kekuatan asing, wajar jika kita bisa meminta bantuan orang itu.
Pecahan papan giok itu memancarkan gelombang aneh di ruang angkasa.
"Hmph? Penguasa Legendaris Long malah meminta bantuan sekarang. Konon Anda pun seorang kakak dengan kekuatan hebat. Apakah Anda berencana mengandalkannya untuk merebut orang ini dariku?" Sosok berjubah merah itu menyadari gerakanku.
Papan giok ini sebenarnya alat komunikasi umum di sembilan lapis langit. Biasanya anggota inti sekte top-tier selalu membawanya untuk memanggil sesepuh sekte jika terjadi keadaan darurat. Wajar jika dia mengenalinya.
"Sebentar lagi Anda akan tahu. Tapi lebih baik Anda segera melepaskan Rou'er sekarang. Nanti bahkan Tetua sekte Anda pun takkan bisa melindungimu."
Ruang bergetar hebat. Sebuah pusaran dimensi muncul, memancarkan cahaya Buddha dari dalamnya.
Buddha Kemenangan Perang!
“Cahaya Buddha membungkus bayangannya, namun aku masih bisa melihat secercah aura iblis di balik cahaya itu, menyatu dengan aura iblis Gunung Siluman Dewa ini.”
Apakah dia sebenarnya Buddha atau siluman?
“Amitabha.” Buddha Kemenangan Perang memanggil ke arah kekosongan.
Kali ini, bahkan Orang Jubah Merah tidak banyak bicara. Bagaimanapun juga, kekuatan Buddha Kemenangan Perang tak terbantahkan. Bahkan dia pun harus khawatir.
“Tempat ini, sepertinya bukan Kuil Leiyin Agung.” Akhirnya Orang Jubah Merah berbicara. Namun suaranya tak lagi sombong seperti sebelumnya, malah terdengar tegang.
Buddha Kemenangan Perang menatapku. Hanya dengan sekali pandang, jubah merah itu terkoyak, menampakkan sosok di baliknya.
“Kau, apakah orang dari luar wilayah ini?” Ujar Buddha Kemenangan Perang. Tanpa kusadari gerakannya, Orang Jubah Merah sudah berada di tangannya.
Persis seperti yang kulihat di Bumi, tubuh transparannya masih sama. Saat ini dia tampak panik dan tak berdaya. Sedang Rou'er, tentu saja sudah selamat.
Kabut hitam menyembur dari tubuh Orang Jubah Merah. Gas mematikan itu membuat bunga-bunga sekitar layu seketika, tapi Buddha Kemenangan Perang tak bergeming.
“Dengan kemampuan selevel ini, berani menyakiti hamba?” Nada menghina terdengar dari mulutnya. Langsung dihantamkannya tubuh Orang Jubah Merah ke lantai.
"Pria jubah merah yang tadi setara denganku, kini seperti anak tak berdaya. Dia dihantam ke lantai sampai terbentuk lubang, tapi sama sekali tak bisa melawan."
Baru hari ini aku menyadari kekuatan mengerikannya. Aku membayangkan, bagaimana hasilnya jika aku yang bertarung dengannya?
Mungkin nasibku tak akan jauh berbeda dengan pria jubah merah itu.
"Kamu tidak apa-apa?" Aku mendekati Rou'er dan bertanya penuh perhatian.
Di lehernya terlihat bekas telapak tangan hitam. Kutarik tubuhnya dan kuperiksa leher mulusnya dengan seksama - ada racun!
"Apa... apa yang kamu lakukan?" Rou'er bertanya dengan suara lirih.
Baru kusadari sikapku yang kurang sopan. Pipi Rou'er memerah bak buah matang, memancarkan pesan ambigu.
"Kamu keracunan! Aku akan mengeluarkan racunnya!" Tanpa menunggu respon, kupegang pergelangan tangannya dan menyalurkan energi internal elemen kayu ke tubuhnya, akhirnya berhasil mengusir racun.
Setelah racun hilang, Rou'er lunglai seperti kehabisan tenaga. Kuraih tubuhnya dalam pelukan.
"Tenang saja. Racun itu menyedot energi internalmu. Istirahatlah dan kekuatanmu akan pulih," kataku menghibur.
Sementara itu, Buddha Kemenangan Perang telah menghajar pria jubah merah itu sampai sekarat.
“Lembah Raja Racun adalah bagian dari faksi luar, sekarang sudah jelas, apakah kita harus menghabisi mereka sekaligus?” Aku berkata pada Buddha Kemenangan Perang.
Dengan kehadirannya di sini, membasmi Lembah Raja Racun hanyalah urusan hitungan menit.
Namun Buddha Kemenangan Perang menggelengkan kepala. Dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya menatap ke langit.
Di udara, sebuah suara bergema, "Buddha Kemenangan Perang, kali ini kau melampaui batas." Suara ini jelas berasal dari sosok setara kekuatannya.
"Surga Langit, masih memanjakan faksi luar? Jangan-jangan sudah melupakan kejadian masa lalu?" Buddha Kemenangan Perang perlahan naik ke udara sambil berseru.
"Surga Langit bertindak dengan alasan. Tapi semua ini bukan urusanmu, apalagi apakah Kuil Leiyin Agung benar-benar demi tiga dunia?" Suara itu kembali terdengar.
Cahaya emas Buddha Kemenangan Perang tiba-tiba berpendar dahsyat, aliran energinya mencapai puncak.
"Meskipun tiga dunia berselisih, invasi pihak asing tetap tak bisa ditolerir! Kalian sudah keterlaluan!"
