"Uh... Yang Mulia, hamba masih ada permohonan terkait putri kecil hamba." Fen Tian berkata dengan malu-malu.
"Tidak menyangka dia malah menyebutkan Rou'er. Membicarakan Rou'er, hatiku langsung dipenuhi rasa bersalah. Mungkin kehadiranku justru telah mencelakakannya."
"Ada apa dengan Rou'er?" tanyaku.
"Mohon Yang Mulia sudi melihatnya. Hamba benar-benar tak mampu menghadapinya." Kata Fentian dengan frustasi.
Apa maksudnya ini?
Aku mengikuti Fentian ke halaman rumah tempat mereka tinggal. Bagi kultivator, bahkan mencabut seluruh Lembah Fenxiang hingga ke akar dan membawanya ke sini bukanlah hal mustahil. Maka kini wilayah Longzu pun bertambah satu area suci.
Di dalam lembah, asap hio yang meliuk-liuk membuat mentalku akhirnya bisa rileks.
"Ini halaman putri kecil hamba. Yang Mulia silakan masuk sendiri. Hamba tidak akan ikut." Fentian memberi hormat dengan tangan tergabung.
Aku merasa aneh, tapi tak terlalu dipikirkan. Lagipula di sini tak kurasakan sedikitpun bahaya.
Melangkah masuk ke halaman, kabut asap menari-nari seolah aku memasuki surga di dunia.
"Rou'er, kau di sini?" Awalnya ingin menggunakan kekuatan spiritual untuk memindai, tapi kupikir itu kurang sopan mengingat ini halaman perempuan.
Samar-samar kudengar suara isakan. Tanpa pikir panjang, segera kukejar sumber suara itu.
"Rou'er, itu kau Rou'er?" Melihat bayangan manusia dalam kabut, segera kuhampiri.
Rou'er sedang duduk sendirian sambil menutupi wajahnya yang basah oleh air mata.
Ketika aku sampai di belakangnya, tiba-tiba dia berbalik dan menerjang masuk ke dalam pelukanku!
Aku tak menyangka gerakannya yang tiba-tiba ini membuatku kikuk, sama sekali tak tahu harus berbuat apa.
"Kenapa baru sekarang kamu menemuiku? Apa kamu tidak ingin melihatku lagi? Benarkah? Benarkah?" Rou'er terus meninju dadaku seperti gadis kecil yang sedang merayu.
Hal yang paling kutakuti adalah ketika perempuan merayu. Dalam situasi seperti ini aku benar-benar kehabisan akal.
Kukalkulasi waktu, sudah tiga hari sejak mereka tiba di Benua Tianyuan ini. Bukan tidak terpikir olehku tentang Rou'er, tapi kupikir lebih baik tidak mengganggunya.
"Aku terlalu sibuk akhir-akhir ini sehingga tak sempat menjengukmu. Rou'er, kamu tidak marah kan?" Tanyaku secara refleks.
Mata besar Rou'er yang merah karena menangis itu berhenti, menatap wajahku. Kami saling memandang dalam diam.
Dua garis bekas air mata masih terlihat di wajahnya. Akhirnya tak tahan, kuulurkan tangan mengusapnya perlahan.
"Mengapa? Huuuum, mengapa?" Rou'er kembali menangis. Kali ini dia langsung menceburkan diri ke pelukanku, menggigil tak terkendali.
Aku pun tak berdaya, hanya bisa pasrah membiarkan situasi ini berlanjut.
"Hah." Ribuan kata menjelma jadi desahan panjang. Rasa bersalah dalam hatiku bukan tanpa gejolak, tapi ingatan akan Han Xue dan Liu Qingci membunuh sejak dini setiap pemikiran yang muncul.
——Rou'er kini berubah dari gaya khasnya yang dingin. Pertama-tama dia memelukku sambil menangis histeris, lalu tiba-tiba mencium bibirku. Segalanya terjadi terlalu mendadak, sama sekali tidak memberiku waktu untuk bereaksi.
Ini... aku justru dicium paksa?
Otakku kosong. Dulu saat masih jadi orang biasa tak ada yang berani menciumku secara paksa. Kini setelah menjadi salah satu yang terkuat di zaman ini, berdiri di puncak tertinggi tiga dunia, justru malah dicium paksa?
Ciuman Rou'er kikuk, namun penuh perasaan.
Perlahan, kurasakan dorongan paling primal dalam hatiku. Rasa bersalah akhirnya terkendali. Akhirnya kuangkat Rou'er dan membawanya masuk ke kamarnya.
Rou'er tidak melawan, membiarkan diriku memimpin. Pada momen ini, di halaman rumah, cahaya musim semi tak terbatas!
Dengan kekuatan spiritualku, sekejap kusegel area ini sambil memantulkan kembali kekuatan spiritual yang selama ini mengawasi tempat ini!
Bagaimana mungkin aku tidak mengerti ada yang salah dengan dupa ini? Jika seorang gadis seperti Rou'er sampai menggunakan cara seperti ini, mana mungkin aku mundur?
——Keesokan paginya, kulihat bekas darah di tempat tidur sambil memandang si jelita dalam pelukanku. Kugelengkan kepala, "Xue'er, Qingci, aku telah mengkhianati kalian. Janganlah marah padaku." Kukatakan dalam hati.
Saat itu juga, Rou'er membuka mata. Melihatku, dia terdiam sejenak lalu segera menutup matanya kembali. Wajahnya dipenuhi rasa malu!
“Lagi pula sudah pernah melakukan kesalahan sekali, melakukan sekali lagi seharusnya tidak masalah.” Aku berpikir dalam hati, semakin dipikir semakin masuk akal, lalu segera menerjang Rou'er lagi. Dalam teriakannya yang kaget, aku memulai kenikmatan yang panjang.
Saat aku bertemu Fen Tian hari ini, senyuman menghiasi wajahnya, penuh semangat. Orang tua ini, kejadian kemarin pasti ulahnya. Tapi karena sekarang aku sudah tidur dengan putrinya, rasanya tidak pantas lagi memarahinya.
“Mulai sekarang Rou'er adalah wanitaku. Tenang, reputasi Ye Jihuan sepertiku masih bisa diandalkan.” Kataku padanya.
“Haha, bagus, bagus! Ini keberuntungan Rou'er!” Fen Tian tertawa semakin riang.
Setelah berpamitan dengan Fen Tian, aku membawa Rou'er pulang ke rumah. Bagaimanapun harus memperkenalkannya pada keluarga.
Liu Qingci dan Han Xue sudah dikenal orangtuaku. Hanya saja Liu Qingci mungkin belum tahu hubungannya denganku. Melihatku tiba-tiba membawa perempuan lain, mata ibuku melotot lebar, seolah ingin memangsaku hidup-hidup.
Justru ayahku tertawa senang, terus memujiku "Luar biasa!", bilang aku lebih berbakat dibanding dia di masa muda.
Ibu langsung tak terima, mencekik leher ayah sambil bertanya apa dia juga ingin cari beberapa wanita di luar. Ayah pun cepat-cepat minta ampun.
Rou'er hanya diam di tepi, terlihat masih agak tegang.
Kini, Rou'er telah mencapai tingkat Dewi. Seorang Dewi, justru merasa tegang di depan dua orang normal. Ini adalah hal yang tak terbayangkan sebelumnya.
"Kakek, ini antidot yang kubawa dari Lembah Raja Racun untukmu. Sudah diperiksa, seharusnya tak ada masalah. Jika Kakek menelannya, tubuhmu akan pulih." Setelah makan malam keluarga, kuberikan pil obat dari Lin Baqian kepada Kakek.
Meski kusekap Lin Baqian, aku tetap mempercayai ucapannya. Obat ini seharusnya tak bermasalah.
Setelah Kakek menelan obat, aku dan Rou'er menjenguk Kakak. Kini Kakak tidak lagi di rumah, tapi bersembunyi di gunung bersalju untuk melakukan pertapaan.
Bumi sekarang dikuasai Tiongkok. Bahkan mantan adidaya seperti Amerika dan Rusia kini tunduk pada Tiongkok. Ditambah kebijakan besi Predator, dunia relatif stabil.
Dengan kemampuan kultivasiku saat ini, perjalanan dari ibu kota ke area terdalam gunung bersalju hanya membutuhkan sekejap merobek ruang.
Akhirnya, kami sampai di tempat ini.
"Kakak, kami menjengukmu!" Seruanku yang dibalut energi internal bergema di hamparan salju. Kini aku tak takut longsoran salju, toh tak bisa melukaiku.
Namun seperti kunjungan terakhirku, tak ada respon sama sekali.
Terakhir kali, Kakak terluka parah dan terhempas ke dasar salju hingga membeku menjadi patung es.
Kali ini, apa penyebabnya?
Tiba-tiba firasat buruk menyergap hatiku.
"Daun, cepat lihat!" Rou'er segera memanggilku. Aku sudah memintanya mengubah panggilan dari "Yang Mulia" menjadi "Daun". Bagaimanapun dia adalah wanitaku, tidak pantas terlalu menjaga jarak bukan?
Aku mengikuti arah yang ditunjuk Rou'er. Aku terkejut melihat kilau perak—zirah? Perisai?
Jika bukan karena pantulan sinar matahari di permukaannya, bahkan aku pun takkan menyadari makhluk ini sudah menyatu dengan hamparan salju!
"Bahaya!" Melihat benda ini, tiba-tiba aku teringat markas terakhir Amerika. "Cepat hindari!" seruku tergesa.
Namun reaksiku sudah terlambat. Tak terhitung cutlass perak melesat dari tanah, membungkus kami berdua!
Kekuatan ini... Mampu membelah ruang dengan mudah. Serangan setingkat Dewi?!
Tanganku bergerak cepat. Pilar penjaga samudera muncul di genggaman. Aku melindungi Rou'er, memukul dua bilah pertama.
Tapi cutlass-cutlass ini seperti dikontrol dari belakang. Terpental namun bisa berubah arah. Target mereka cuma satu: Rou'er!
"CARI MATI!"
