"Begitu bertindak langsung berniat membunuh, ini memang berbeda dari budak-budak yang biasa kulihat, seolah dia yakin aku tidak bisa menyelamatkan orang itu."
"Dengan mudah aku menghindar ke samping, membuka jalan, "Orangnya sudah kuselamatkan, kalian bisa masuk sendiri untuk melihat.""
"Setelah mengucapkan ini, budak itu menatapku dengan heran, "Tidak mungkin!" Tiga kata itu keluar dari mulutnya secara refleks."
"Dia sepertinya sangat tidak ingin melihat tuannya sadar."
"Masuk sendiri dan lihat, bukankah begitu caranya tahu?"
"Dua orang saling memandang, lalu masuk. Tak lama kemudian suara terkejut terdengar dari ruang perawatan."
"Cepat masuk!"
"Cepat! Cepat!"
"Tuan sudah bangun!"
"Kedua orang di dalam terus bersorak, orang-orang di luar pun berebut masuk setelah mendengarnya. Hanya budak yang tadi hendak menyerangku itu yang menatapku dengan wajah suram sebelum akhirnya ikut kerumunan masuk."
"Orang ini pasti bermasalah!"
"Kamu tidak apa-apa?" Aku menoleh ke Xinxin di samping.
"Xinxin menggeleng, "Tidak. Ngomong-ngomong, bagaimana caramu melakukannya?" Matanya penuh rasa ingin tahu."
"Oh, dulu saat jadi prajurit juga pernah menjumpai racun seperti ini. Waktu itu kulihat ada yang menetralkannya, diam-diam kuingat caranya."
"Tapi kamu tidak menggunakan obat apapun!" Xinxin menyelidik.
"Aduh, benar juga! Aku sampai lupa hal ini!"
"Saat ini benar-benar tidak tahu bagaimana menipunya, untung pada saat ini, si tidak tahu malu Buddha ini muncul di depan mataku, tepat menarikku pergi. Meski karakter ini tidak tahu malu, tapi di saat genting masih cukup berguna."
Aku dan Buddha kembali ke kamar pasien, kuceritakan secara garis besar kejadian tadi padanya, setelah mendengar semuanya Buddha juga gemetar ketakutan.
"Kau ini, setidaknya juga seorang Penguasa Legendaris Long, kok bisa jadi orang yang berpikir dengan bagian bawah tubuh? Hal seperti ini juga berani kau usik, takut orang tidak tahu identitasmu ya?"
"Hei hei hei, omongan apa ini, bukannya kua seorang pertapa? Bisakah bicara lebih beradab? Bukankah Buddha harus penuh welas asih, apakah ini bukan bentuk welas asih?" Kugelengkan tanganku.
Bagaimanapun pekerjaan ini sudah dilakukan, setelah ini bagaimana hanya bisa pasrah pada takdir.
Masalah sekarang adalah, bagaimana sebenarnya kondisi Lin Baqian, dan apakah dia tahu kita masih di sini.
"Buddha, apakah kau bisa membuat klon?" Kulihat ke arah Buddha di samping.
Klon hanyalah trik mata sederhana, baginya tentu bukan masalah. Maka kami berdua masing-masing membuat klon, kembali ke tiga dunia, kuharap ini bisa mengecoh penglihatan Lin Baqian, hanya tidak tahu apakah cara ini akan berhasil.
Turbulensi ruang kacau memang kuat, tapi kita sudah mencapai tingkat Dewa Suci, bahkan klon pun cukup untuk menghadapi horor turbulensi ini.
Sementara aku dan Buddha tetap tinggal di sini. Setelah rencana didiskusikan, klon segera berangkat. Seperti yang kuduga, tak lama setelah keluar, dia langsung ketahuan dan menarik banyak pengejar. Untungnya tidak ada Dewa Suci yang kuat di antara mereka.
Aku dan Buddha masih tetap di kamar pasien, mengamati dunia luar melalui sudut pandang klon.
"Hei Buddha, apa kau tidak merasa tinggal di sini juga enak? Perang-perangan di luar itu terlalu merepotkan?" Kutanyakan sambil melirik ke arah Buddha di samping.
Buddha mengangguk: "Amitabha, Sang Penderma, ini namanya kemalasan diri sendiri!"
Kuambil sandal dan kulempar ke wajahnya. Dasar senjata ini, masih saja berpura-pura bodoh di hadapanku?
Saat itu juga Xinxin masuk dari luar pintu, persis menyaksikan adegan ini.
"Ahem." Xinxin batuk dua kali.
"Kondisi tubuh kalian berdua sudah pulih lebih baik, bisa dipertimbangkan untuk keluar dari pusat perawatan." Kata Xinxin pada kami.
Aku dan Buddha saling pandang, lalu mengangguk ke arahnya.
Setelah Xinxin pergi, Buddha menyeringai nakal di samping, "Ck ck ck, main api terus mau nikahin orang, eh malah diusir!"
"Diam kau! Biksu brengsek yang indrianya tidak suci, pantas kemampuanmu rendah!" Kulempar pandangan putih padanya.
"Kemampuanku rendah? Di tiga dunia, hamba ini punya kemampuan tingkat teratas!"
"Ck ck ck, benar atau palsu？Kamu begitu hebat, berani tidak bertarung beberapa jurus denganku?" Meski sama-sama berada di tingkat Dewa Suci, tapi kalau benar berkelahi, Rulai jelas bukan tandinganku!
Bagaimana pun aku ini orang yang bisa lompati hierarki dan menghabisi lawan, masa takut dengannya?
Rulai berpikir sejenak, akhirnya menggelengkan kepala, berdalih sebagai pertapa tidak boleh melakukan pembunuhan.
Keluar dari Pusat Penyembuhan, aku dan Rulai tidak banyak bicara. Hanya saat pergi tiba-tiba ada rasa kecewa, karena di belakang tidak terlihat sosok Xinxin.
"Selanjutnya bagaimana?" Begitu keluar, Rulai langsung bertanya.
"Aku juga tidak tahu, lihat situasi saja. Sekarang kita sama sekali tidak bisa meninggalkan sini, juga tidak bisa mengetahui kondisi Lin Baqian. Tapi dari penampilannya, sepertinya ingin menggantikan Guiguzi. Entah senjata ini bisa berhasil atau tidak!" Kataku dengan frustasi.
Guiguzi telah mengelola wilayah Tian ini selama bertahun-tahun, pasti masih menyimpan kartu andalan. Meski Lin Baqian membunuhnya, ingin sukses menggantikan tetap tidak mudah.
Dulu kupikir Dewa Kaisar Luar Domain adalah ancaman terbesar bagi tiga dunia. Tapi saat melihat sorot mata yang dingin ketika Lin Baqian membunuh Guiguzi, tiba-tiba kurasakan dialah musuh terbesar tiga dunia!
Aura pembunuhan yang sedemikian dingin, mungkin dia sudah memiliki jantung pahlawan ambisius!
"Tidak tahu kamu perhatikan tidak, saat kita turun dari Kastil Langit, bertemu burung dan binatang itu?" Rulai tiba-tiba bertanya.
“Aku mengingat-ingat kembali. Saat itu meskipun tubuhku tak bisa bergerak, tapi masih ada kesan.”
“Apa, kamu ingin mengatakan sesuatu?”
“Jumlah makhluk-makhluk itu saat itu membuatku merasa kita seperti menyerbu markas besar mereka. Mungkin markas mereka memang ada di pintu keluar itu!”
“Poin yang disebutkan Buddha ini memang belum pernah kuperhatikan khusus. Soalnya kekuatan makhluk-makhluk ini tidak kuat, paling kuat hanya sampai tingkat Dewi Emas, sama sekali tidak menarik perhatianku.”
“Tapi tempat itu bahkan dianggap wilayah terlarang di Kastil Langit. Bagaimana mungkin mereka mengizinkan keberadaan makhluk-makhluk ini? Menurutmu, jangan-jangan makhluk-makhluk ini juga merupakan kartu andalan yang ditinggalkan Guiguzi?”
Aku langsung mendapat pencerahan. Setelah dia mengatakan ini, benar-benar ada kemungkinan!
Guiguzi telah eksis selama ribuan tahun, mustahil tidak meninggalkan kartu andalan. Lagipula orang seperti ini dibunuh Lin Baqian hanya dengan sekali tebas, terasa tidak masuk akal.
“Seorang yang tidak bisa melakukan kultivasi, bisa menguasai wilayah Tian. Bagaimana mungkin mati semudah ini?”
“Apa yang ingin kamu katakan?”
“Jika kita bisa berubah menjadi makhluk-makhluk ini untuk menyelidiki markas mereka, apakah kita juga bisa melihat beberapa perubahan?”
Aku berpikir sejenak, lalu mengangguk.
Jika bisa berubah menjadi makhluk-makhluk ini, mungkin bisa menemukan lebih banyak rahasia Kastil Langit! Lagipula kekuatan kami sudah pulih. Asal berhati-hati, tidak banyak yang bisa melukai kami di sini!
Tapi tepat saat ini, jalan kami dihadang seseorang.
“Masalah yang kau picu ini, kau sendiri yang harus bereskan.” Buddha melirik orang di depannya, lalu berkata padaku.
Kuperhatikan orang di hadapanku. Pemimpinnya ternyata budak yang waktu itu hendak menyerangku.
“Ada apa? Kau mau apa?” Kutatap dia, lalu melihat beberapa algojo garang di belakangnya. Dalam hati sudah kutebak maksudnya.
“Dasar tukang ikut campur! Hari ini aku akan memberimu pelajaran!” Budak itu menggesekkan tinjunya, lalu melangkah mendekatiku.
“Rupanya memang kau yang ingin membunuh majikanmu. Sayang, racunmu tak cukup mematikan. Sudah kubuka efeknya!” kataku padanya.
“Kau cari mati!” Mendengar ucapanku, budak itu naik pitam dan langsung menerjangku.
Aku melompat ke depan dan menyepak wajahnya dengan tendangan udara!
Meski tak bisa menggunakan kemampuan, mengalahkannya satu lawan satu tidaklah sulit.
Apalagi ini sudut sepi tanpa orang lalu-lalang. Jika perlu, akan kuhabisi mereka semua sekaligus!
Tepat di tengah wajah! Algojo itu terlempar ke belakang dan langsung pingsan.
Kawan-kawannya yang hendak menyerangku terpaku melihat ini. Meski budak, mereka masih punya rasa takut.
