Putri Kedua tinggal di "Shao Yin Gong", sebuah vila yang luas dan elegan.
Pengawal kepala membawa Xu Qi'an melangkahi ambang pintu tinggi, memutar dinding pembatas, terhampar halaman luas bernuansa kekanak-kanakan.
Ayunan tergantung di rangka anggur, boneka tanah liat rusak menumpuk di sudut, aneka benda aneh terlihat samar-samar di paviliun timur.
Di tepi taman bunga barat, Putri Lin'an bersama beberapa dayang sedang menyentil bola bordir. Riuh canda wanita diselingi tawa gemerincing sang putri.
"Paduka, Xu Qi'an telah dibawa." Pengawal kepala memberi hormat dari jauh.
Putri Kedua menginjak bola bordir, berbalik memandang. Setelah beberapa detik menatap Xu Qi'an, sudut mulutnya mencuat saat ia menendang bola itu keras.
Brak!
Bola melesat. Rok Putri Lin'an berkibar membentuk lingkaran sempurna bagai bunga mekar.
Xu Qi'an yang langsung mendapat pelajaran pertama itu menahan nafas. Saat hendak menghindar, tiba-tiba ia berdiam. Bola itu melesat menyamping dan memantul jauh.
"...Kau kubebaskan kali ini." Putri Kedua memaksakan kewibawaan. Ia melangkah ke ruang depan: "Xu Qi'an, ikut aku masuk. Yang lain tunggu di luar."
"Ruang depan yang megah dan luas, Putri Kedua duduk tegak di kursi besar. Xu Qi'an berdiri di tengah ruangan. Keduanya saling mengamati dalam diam."
"Putri Kedua berusaha memanfaatkan statusnya sebagai putri kerajaan untuk menekan Xu Qi'an agar menyerah melalui tatapan tajam."
"Dia tahu semasa muda Huai Qing pernah melatih elang. Mata elang terkenal paling tajam bagai pisau, orang biasa tak sanggup menatapnya lama. Karena itu dalam proses melatih, harus menggunakan tatapan yang lebih dingin dan tajam untuk menundukkannya."
"Begitu pelatih menghindari kontak mata, hilanglah haknya menjadi majikan si elang."
"Tujuan Huai Qing melatih elang adalah mengasah ketajaman tatapan. Sampai sekarang Putri Kedua masih tak berani menatap Huai Qing terlalu lama."
"Sayangnya mata berbunga persiknya yang berkilau ini tak punya daya penghancur. Saat menatap tajam, malah terkesan penuh hasrat yang tertahan."
"Xu Qi'an mengamati Putri Kedua. Wajahnya bulat mirip Chu Caiwei, meski mata besar ala anime sang murid termuda menyembunyikan sisi manis."
"Putri Kedua adalah kecantikan tipe kakak dewasa. Mata berbunga persiknya selalu berbinar penuh kasih pada siapa pun."
"'Xu Qi'an, katanya kau anjing setia Huai Qing.' Putri Kedua mencibir setelah gagal menaklukkannya dengan tatapan, beralih ke serangan verbal."
"'Benar, nama saya Ba Gong.' Jawab Xu Qi'an dengan polos."
"'Ba Gong itu apa?'"
"'Anjing setia.'"
"'Kau berani mempermainku?' Alis Putri Lin'an berkerut."
“Tidak berani.” Xu Qi'an menjawab dengan tegas namun santun.
Putri Lin'an mendengus manja, berkata: “Yang Mulia memberimu kesempatan, segera bergabung dengan ku dan lepaskan diri dari wanita Huaiqing itu. Jika tidak...”
Bergabung denganmu? Aku sudah memeluk kaki halus Putri Mahkota, paha besar Wei Yuan. Jika aku bergabung lagi denganmu... bukankah aku jadi budak tiga marga?
Xu Qi'an menggelengkan kepala: “Maaf, bawahan sudah bersumpah untuk menjadi lembu dan kuda Putri Mahkota, berjuang mati-matian hingga otak hancur.”
Putri Kedua langsung menyahut: “Kalau begitu aku juga mau kau menjadi lembu dan kudaku.”
Lalu maukah kau memberiku rumput? Xu Qi'an mulai paham situasi. Putri Kedua iri melihatnya dihargai Putri Mahkota, menjadi anak buahnya yang tampan, pandai menulis puisi, dan bicaranya merdu. Dia ingin merampasnya dari sisi Putri Mahkota.
“Putri Kedua jangan memaksa orang susah.” Xu Qi'an menolak tegas. Manusia harus punya semangat kontrak, setelah berjanji bekerja untuk Putri Mahkota, tak boleh bergabung dengan pihak lain.
“Jika kau tak mau,” Putri Kedua membelalakkan mata, tersenyum sinis dan mengancam: “Aku akan teriak pelecehan sekarang, beri tahu pengawal bahwa kau mencoba menggoda Yang Mulia.”
“Yang Rendah Hati bersedia berjuang mati-matian, menjadi lembu dan kuda Putri Kedua.” Xu Qi'an berkata dengan tulus.
Putri Kedua langsung berseri-seri, “Orang bijak tahu membaca situasi, kau memang talenta... Baik, mulai besok setiap hari setelah shio kuda, datanglah ke sini untuk melayani Yang Mulia.”
“Putri, bawahan sedang bertugas, harus menyelidiki kasus Sangpo.” Xu Qi'an menghela nafas.
“...Iya juga,” Putri Lin'an berpikir sejenak: “Kalau begitu besok tidak usah, tunggu aku perlu memerintahmu baru kau datang.”
Xu Qi'an mulai paham, perempuan ini hanya main-main, bukan benar-benar butuh jasanya, murni ingin cari gara-gara dengan Putri Mahkota.
Ancaman tadi juga tidak mematikan, reputasi Putri berdarah biru ditukar nyawa Xiao Tongluo? Rugi besar!
Justru karena mengerti ini, dia mengubah sikap menyetujui permintaan Putri Kedua, anggap saja menemani anak kecil bermain.
“Kau boleh pergi.” Putri Kedua sangat gembira karena urusannya lancar.
“Daulat.”
“Tunggu,” Putri Kedua memanggilnya, melepas giok di pinggang: “Ini tanda pengenal istanaku, bisa digunakan masuk istana. Pengawal takkan menghalangi, tapi hanya sampai ke tempatku, area lain terlarang.”
...Dermawan sekali? Kamu ini kayak palu saja. Mata Xu Qi'an berbinar, menerima giok itu: “Mulai sekarang bawahan akan mengabdi setia pada Putri.”
Xu Qi'an si pengkhianat tiga marga meninggalkan Kota Kekaisaran sebelum senja, mengarahkan kuda kembali ke kantor Penjaga Malam.
Kantor sudah sepi, hanya tersisa petugas jaga dan staf administratif, jauh lebih sunyi dibanding siang hari.
Baru masuk gerbang, Xu Qi'an dihadang Jinluo berhidung mancung - Zhu Yang, ayah Zhu Chengzhu.
Pertemuan dua musuh tanpa amarah, hanya saling mengamati dengan tatapan dingin.
“Gong Emas Zhu, bagaimana kondisi luka putra Tuan?” Xu Qi'an tersenyum sambil mengeluarkan lencana pinggang dan mengikatnya dengan percaya diri di pinggangnya.
Zhu Yang melirik sebentar ke arah lencana emas, tetap tenang dan berkata datar: "Dia kuat, belum mati. Mungkin Tuan Xu harus berangkat duluan."
Xu Qi'an melambaikan tangan, senyum ramah: "Aku akan menunggunya di perjalanan, namanya juga kenalan."
Zhu Yang menatapnya beberapa detik, lalu mengangguk halus: "Selamat menyelidiki kasusnya."
"Hati-hati di jalan, Gong Emas Zhu."
Memasuki ruang samping Ruang Angin Semi, para Penjaga Malam berpangkat tembaga di bawah Li Yuchun serta beberapa petugas patroli prefektur masih ada di tempat.
Li Yuchun yang mendengar langkah kaki keluar dari Ruang Angin Semi, berkata: "Ada petunjuk baru tentang kematian Bupati Zhao, hm, mungkin bukan dilakukan aliran Tao."
Xu Qi'an mengangguk, tidak masuk ke ruang samping melainkan mengikuti Li Yuchun ke Ruang Angin Semi.
"Siang ini, Prefek Chen mengundang alkemis berbaju putih dari Sitianjian untuk menginterogasi sipir penjara dan staf yang bertugas malam itu, mengkonfirmasi mereka tidak bermasalah. Lebih lanjut dipastikan, Bupati Zhao memang meninggal tanpa suara di penjara menjelang subuh."
Li Yuchun menuangkan teh untuk Xu Qi'an yang sekaligus bawahannya dan atasannya, melanjutkan: "Yin Shen Tao bisa melakukan ini, juga bisa menyelinap melewati penjaga tanpa suara. Tapi setelah memeriksa arsip hari ini, ternyata ada satu sistem lain yang mampu melakukan hal serupa."
Xu Qi'an menyesap tehnya, mendengarkan dengan sabar.
"Dukun!" kata Li Yuchun.
"Dukun?"
"Pernah dengar tentang Kultus Wu Shen?"
"Wu Shen, saya pernah dengar Boss bilang, sosok dewa yang berada di luar sistem tingkatan. Apakah Kultus Wu Shen adalah sekte yang didirikan oleh Wu Shen?"
Li Yuchun mengeluarkan suara "Hm": "Wu Shen adalah dewa yang dipuja bersama oleh negara-negara di Timur Laut. Kultus Wu Shen memiliki kekuasaan tertinggi di sana, sama seperti pengaruh Aliran Buddha di negara-negara Barat."
Di Kekaisaran Feng, kekuasaan kaisar adalah yang tertinggi. Begitu pula dengan suku-suku di Utara.
Tapi di wilayah Barat dan Timur Laut, kekuasaan gerejalah yang paling berkuasa. Aliran keagamaan adalah penguasa sejati.
"Apakah dukun bisa menyaingi Tao dalam bidang jiwa?" Xu Qi'an bertanya dengan rendah hati.
"Tidak, tidak ada sistem mana pun yang bisa menandingi Tao dalam bidang jiwa." Li Yuchun menggelengkan kepala, "Tapi penyihir tingkat empat juga disebut Penyihir Mimpi. Mereka bisa menenun mimpi dan membunuh dalam mimpi."
"Tujuh puluh tahun lalu, kaum yao Utara dan Kultus Wu Shen berperang memperebutkan wilayah. Menurut intel dari mata-mata Penjaga Malam, dua ribu prajurit yao tewas di kemah mereka tanpa suara. Tidak ada luka di tubuh mereka. Semua tertidur dengan senjata di sampingnya, tapi tak pernah bangun lagi."
Penyihir tingkat empat... Kenapa lagi dukun terlibat... Kasus ini terlalu rumit.
Sekte Manusia sekarang menjadi agama negara Kekaisaran Feng. Pemimpin sekte adalah Guru Negara. Ini sudah kehormatan tertinggi. Apa untungnya mereka membantu Pangeran Zhenbei merebut takhta?
Sudah tidak bisa naik lagi. Sudah level maksimal.
"Jadi, kemungkinan keterlibatan Sekte Wu Shen lebih besar. Jika pembunuh Bupati Zhao adalah Penyihir Mimpi, maka kekuatan di balik kasus Sangbo adalah: Dalang di Balik Layar (Pangeran Zhenbei), Suku Yao Utara, dan Sekte Wu Shen Timur Laut!"
Xu Qi'an meneguk tehnya, tak bisa menyembunyikan kecapekan di pandangannya.
"Setidaknya kita tidak pulang tangan kosong. Sekarang kita bisa mengesampingkan Sekte Manusia untuk sementara, kasus ini sudah ada sedikit kemajuan." Kata Xu Qi'an:
"Boss, laporkan hal ini ke Tuan Wei."
Li Yuchun menganggukkan kepala dengan wajah muram: "Aku merasa akhir Tahun Gengzi adalah awal dari kekacauan besar."
"Tugas kita cuma memecahkan kasus. Jangan sok pahlawan yang makan minyak jelantah tapi mikirin nasib negara." Xu Qi'an menepuk bahunya lalu meninggalkan kantor.
Saat tiba di rumah, langit sudah gelap gulita. Lapar seharian, perutnya keroncongan. Setelah menghabiskan makanan yang dihangatkan koki wanita dan meminum susu dari adik Lingyue, dia langsung ambruk dan tertidur di kamarnya.
Hari ketiga, saat fajar menyingsing, Xu Qi'an berkuda menuju kantor. Dari kejauhan terlihat Chu Caiwei berbaju kuning juga menunggang kuda mendekat.
Satu tangan memegang tali kekang, tangan lainnya memeluk kantong kertas berminyak. Setengah bagian roti kukus putih berkilauan terlihat ingin melompat keluar akibat guncangan kuda.
"Mau makan?" Chu Caiwei menawarkan roti kukus dengan murah hati, lalu menambahkan: "Isi daging."
Perasaan haru Xu Qi'an dalam hatinya, sama vitalnya dengan mendengar Xu Linyin hanya minum semangkuk bubur karena khawatir padanya. Si rakus ini menganggapku sebagai sekutu sendiri.
Xu Qi'an mengambil bakpao dengan mulut, sembari melemparkan tali kuda ke staf administratif di pintu gerbang.
Sambil makan, ia berjalan masuk dan bertanya: "Ada petunjuk apa?"
Chu Caiwei berkata: "Sudah kutanyakan. Senior Song Qing bilang, setelah mengesampingkan alat ritual dari istana dan Sitianjian, di wilayah ibu kota hanya Aliran Buddha yang memiliki alat yang bisa menghalangi teknik pengamatan qi. Bukan kuil biasa, tapi Kuil Naga Hijau."
Kuil Naga Hijau?!
Warisan dari Kuil Pagoda yang tersisa itu... Xu Qi'an merasa terkejut sekaligus tidak.
Ternyata, Aliran Buddha benar-benar terlibat dalam kasus Danau Mulia ini.
Sitianjian, keluarga kerajaan, Wu Shen, siluman utara, Pangeran Zhenbei, Aliran Buddha... Kasus kecil di Danau Mulia ini ternyata melibatkan begitu banyak kekuatan besar.
