Xu Qi'an sangat marah. Siapapun akan merasa demikian jika mengalami hal seperti ini.
Andai saja bukan karena tahu tak mungkin menang, pasti sudah lama dia menghampiri untuk menuntut ganti rugi—menjambak kerah sambil menghantam dengan telapak tangan, berteriak:
Katanya mau menyelamatkanku, dasar penipu! Kembalikan nyawaku yang satu ini!
Biksu brengsek ini benar-benar mengkhianati kepercayaannya. Bukannya janji akan menguasai tubuhku lalu membantuku membunuh musuh? Meski cuma perjanjian lisan, tak bisakah kau punya sedikit semangat kontrak?
Saat itu, tiba-tiba terlintas di benak Xu Qi'an sebuah lagu yang sangat sesuai:
"Kau mengkhianati cintaku, berutang pada nurani. Saat kebenaran terungkap, air mataku jatuh berderai."
"Apa yang harus kulakukan sekarang? Masih bisakah aku hidup? Apakah harus bereinkarnasi atau mengambil alih tubuh orang? Adakah siklus reinkarnasi di dunia ini?"
Dengan perasaan cemas, Xu Qi'an menahan segala emosi dan mencoba berunding baik-baik dengan Biksu Shenshu.
“Hal sudah sampai di titik ini, berubah sikap sudah tidak berguna lagi, harus mempertimbangkan bagaimana menghadapi masa depan. Ini bukan pengecut, ini pola pikir orang dewasa.”
Di antara pilihan reinkarnasi dan terlahir kembali melalui pengambilalihan tubuh, Xu Qi'an lebih condong ke opsi kedua, karena membutuhkan waktu yang sangat lama.
Jiwa seorang dewasa yang terperangkap dalam tubuh bayi, dalam beberapa tahun saja dia pasti akan gila karena kebosanan yang berlebihan.
Saat Xu Qi'an sedang melamun, Biksu Shenshu membuka matanya dengan wajah penuh kedamaian, bertanya: “Sepertinya kamu menyalahkanku?”
Tidak, tidak menyalahkanmu. Hanya saja aku salah percaya pada orang... batin Xu Qi'an menggerutu.
“Seberapa dalam pemahamanmu tentang jalur bela diri?” Biksu Shenshu tersenyum.
Xu Qi'an berpikir sejenak.
Ekspresi Master Shenshu berhenti sejenak, seolah tidak mendengar, lalu berkata datar: “Prajurit mengasah diri mereka, menggunakan kemampuan manusia untuk melawan kekuatan alam. 'Diri' di sini bukan hanya fisik. Energi vital, tubuh, dan jiwa adalah satu kesatuan.”
Biksu brengsek ini bahkan tidak bisa menangkap lelucon, tidak asyik... Xu Qi'an mengangguk tersadar: “Jadi, Master tetap bisa bertahan meski disegel di Danau Sangpo selama lima ratus tahun karena prinsip ini?”
Baru ini yang wajar! Kalau cuma mengasah fisik, kelemahan prajurit akan terlalu mencolok. Sistem seperti Tao yang fokus pada kultivasi jiwa, bukankah bisa mengambil alih tubuh prajurit dalam hitungan menit?
Meski prajurit tidak serumit sistem lain yang wah tampilannya, tapi di fase akhir justru paling stabil, setidaknya lebih stabil dari Tao.
Lihat saja bagaimana sikap tiga sekte Tao itu. Gagal dalam segala hal, juara satu dalam kehancuran.
Biksu Shenshu mengangguk halus, "Tapi di bawah Tingkat Tiga, petarung fokus pada mengasah fisik dan mengatur napas latihan qi. Hanya di Penyulingan Roh Tingkat Tetujuh lah roh ditempa."
Mendengar ini, Xu Qi'an tiba-tiba menyadari keanehan: Jika rasio energi vital, qi, dan roh setara, mengapa hanya Tingkat Tujuh yang menempah roh?
"Sekarang kau pahami pentingnya Penyulingan Roh." Biksu Shenshu menjelaskan:
"Petarung biasa yang menempah roh hanya mencapai batas awal, ini kelas rendah. Terus menerus melampaui batas dalam kondisi terjepit adalah kelas tinggi. Fondasi yang kokoh di tahap ini akan menentukan kedalaman warisanmu di tingkat tinggi nanti."
"Guru, Penyulingan Roh Tingkat Tujuh mempersiapkan untuk tingkat berapa?" Xu Qi'an bertanya penasaran.
"Tingkat Dua Penyatuan Jalan."
Ini terlalu jauh bagiku. Masih belum jelas apakah dalam hidupku aku bisa mencapai ketinggian itu... Xu Qi'an menyimpan kekesalan dalam hati, "Logikanya begitu, tapi... aku tetap mati."
Menurutnya, mengorbankan nyawa demi fondasi Tingkat Dua yang abstrak adalah kerugian besar.
"Hidup melalui kematian. Tanpa mati, bagaimana bisa lahir?" Biksu Shenshu tersenyum.
"Apakah aku akan bereinkarnasi atau mengambil alih tubuh baru?" Xu Qi'an mendesak, bergumam: "Jika bisa memilih, aku ingin mengambil alih tubuh. Syaratnya tidak banyak, pertama pasti harus tampan tiada tara.
"Kedua, harus putra sulung dari keluarga terkemuka, lahir dengan sendok emas di mulut. Tentu saja, level kultivasi sebaiknya Penyulingan Qi, jangan sampai Penyulingan Esensi. Aku tak ingin lagi menjalani hari-hari sengsara seperti dulu, harus meraba area selangkangan sambil menghela napas panjang."
"Terakhir, harus punya kakak perempuan berusia dua puluh tahun yang jelita seperti rubah, yang bisa menangis 'ying ying ying'."
Biksu Shenshu mengabaikan permintaannya, wajahnya bagai terpahat dengan kedamaian abadi, berkata:
"Petarung level tiga mampu meregenerasi anggota tubuh, sangat sulit dibunuh. Pada puncak pencapaian, dikenal sebagai abadi tak terkalahkan. Biksu ini kebetulan telah mencapai nirwana ini."
Xu Qi'an tersentak, mendengar Biksu Shenshu melanjutkan: "Sebelum kau mati, aku menyimpan sisa terakhir nyawamu. Dengan meminjam tubuhmu untuk memulihkan sisa jiwaku, energi ini pun akan mengalir balik padamu. Kuberikan setetes darah murni, sulinglah itu, dan kau akan bangkit dari kematian."
Apakah sisa nyawa itu adalah diriku yang sekarang... sehingga aku muncul di sini? Xu Qi'an bertanya: "Terima kasih Master, kapan aku bisa bangun?"
"Ini proses yang panjang," jawab Biksu Shenshu.
Untung di dunia ini tidak ada kremasi, kalau tidak suara suling penguburan akan membuat paman dan bibi sia-sia merawatku... Pantas saja Master Shenshu tak menyelamatkanku, rupanya makna 'hidup melalui kematian' seperti ini... Kalau dari awal dijelaskan, waktu itu bisa kuteriakan lebih banyak slogan, berpura-pura bijak... Setelah memastikan bisa hidup kembali, suasana hati Xu Qi'an cerah kembali, melontarkan candaan riang.
……
Luar kota!
Prajurit kasar langsung menerjang, napas Penyihir Mimpi tersekat seolah menghadapi longsoran gunung dan tsunami.
Saat ini, kebingungan dan penyesalan adalah emosi tak berguna, membunuh musuh adalah satu-satunya jalan keluar.
Penyihir Mimpi menyatukan tangan membentuk segel, mulutnya komat-kamit membaca mantra. Tubuhnya memancarkan kilau darah menyilaukan, aura-nya meningkat bertahap.
Teknik Darah Arwah: meningkatkan kekuatan tempur sementara dengan membakar darah esensial sebagai pengorbanan.
Tekad Tinju Tak Tertandingi Jiang Lüzhong telah tiba.
Penyihir Mimpi membalas dengan tinju.
Dua tinju bertabrakan. Momen pertama sunyi senyap, tetapi beberapa detik kemudian gemuruh ledakan menggema bagai guntur.
Tanah di bawah kaki keduanya ambruk bersamaan, debu langsung beterbangan menyelimuti radius ratusan meter.
Yang Qianhuan tak sempat menghindar. Terburu-buru ia menghentakkan kaki, pola-pola array menyala membentuk penghalang, namun seketika hancur berantakan.
Raja Pose merasakan otak belakangnya dipukul tongkat kayu, punggungnya ditabrak kereta hingga nyaris menjerit kesakitan. Tapi ia menahan karena tak pantas dengan statusnya.
Bom-bom...
Dua pukulan berikutnya menghancurkan kilau darah di tubuh Penyihir Mimpi, asap hitam di kepalanya berhamburan. Ia terlontar bagai peluru meriam.
Jiang Lüzhong telah terkalahkan oleh amarah. Kini jiwanya justru selaras dengan hati petarung sejati: melawan langit dan bumi, tak kenal takut.
Tiba-tiba, otak Jiang Lüzhong terasa seperti ditusuk paku baja, jantungnya seolah terbelah dua oleh pisau yang mengganas. "Wah!" Ia menyemburkan darah dari mulutnya. Transformasi ajaib yang tiba-tiba ini membuatnya tak bisa melanjutkan pengejaran.
Kutukan pembunuhan!
Sesaat yang lalu, Penyihir Mimpi mencuri sehelai ujung bajunya. Dengan menggunakan barang yang melekat di tubuhnya, si penyihir melancarkan kutukan pembunuhan.
Seandainya ini petarung level rendah, nyawanya pasti sudah melayang saat ini.
Dalam pertarungan ahli kuat tingkat tinggi, gangguan semacam ini hampir bisa menentukan kemenangan. Momen kemenangan hanya sekejap mata. Tapi Penyihir Mimpi dengan tegas melepaskan kesempatan ini karena lawannya adalah ahli bela diri.
Kulit tembaga-tulang besi.
Berbagai sistem sangat membenci prajurit kasar, menganggap mereka sebagai bahan mentah. Selain karena metode tempur mereka yang monoton, hanya mengandalkan kekerasan. Ada alasan lain: Prajurit sulit dibunuh.
Mereka bisa melakukan kesalahan sepuluh kali, dua puluh kali, bahkan lebih. Kau tak bisa membunuh mereka, hanya bisa mengikis perlahan.
Tapi begitu kau melakukan satu kesalahan, mereka akan menyemburkan otakmu keluar.
Bahkan mungkin membuka tulang ubun-ubunmu, melihat-lihat otakmu, lalu pergi dengan wajah kecewa.
Cih, prajurit kasar.
Setelah kutukan pembunuhan berlaku, Penyihir Mimpi cepat-cepat menjauh dan melarikan diri ke kejauhan.
"Brak!" Tiba-tiba ia menabrak dinding tak kasat mata.
"Yang Qianhuan!!" Gemuruh kemarahan Penyihir Mimpi menggema.
“Dalam formasi magis yang saya kuasai, enam di antaranya adalah teknik menjebak musuh. Segera hancurkan formasi ini, masih ada lima formasi lagi yang menunggu.” Yang Qianhuan muncul di kejauhan, membelakangi Penyihir Mimpi.
Melihat pemandangan ini dari belakang, siapa pun akan berkomentar: Ahli sejati yang mengasingkan diri!
Penyihir Mimpi tak punya kesempatan lagi merusak formasi. Bukan petarung fisik, margin errornya terlalu tipis. Kedatangan Jiang Lüzhong menghancurkan jiwa tempurnya dengan tiga pukulan. Kini Penyihir Mimpi tak lagi pantas disebut "petarung".
Seperti diketahui umum, dalam pertarungan jarak dekat, semua sistem lain hanyalah adik kelas di hadapan para petarung.
“Pu!”
Jiang Lüzhong menghantam wajah Penyihir Mimpi. Tengkorak meledak, pecahan merah-putih dan tulang beterbangan.
Mayat tanpa kepala itu kaku sejenak sebelum perlahan terkulai layu.
“Brengsek, brengsek...”
Siluet transparan muncul di udara, memandang sinis ke Jiang Lüzhong dan Yang Qianhuan dengan wajah yang mengeras.
Itu adalah jiwa Penyihir Mimpi. Ahli kuat tingkat tinggi masih bisa mempertahankan jiwa selama beberapa hari setelah mati, apalagi dalam bidang spiritual, penyihir hanya berada di bawah Tao.
“Bagaimana menangani makhluk ini?” tanya Yang Qianhuan.
Jiang Lüzhong menggelengkan kepala: “Saya tak bisa apa-apa terhadap jiwa. Tak bisa membunuhnya, apalagi mengurungnya.”
Jika itu fisik, satu tinju bisa menghancurkan. Tapi jiwa itu spesial, kebal terhadap serangan tinju. Guncangan Qi memang bisa melukai jiwa, tapi efeknya terbatas. Dalam situasi ini, jika jiwa Penyihir Mimpi ingin kabur, Jiang Lüzhong sama sekali tidak punya cara.
Yang Qianhuan berkata dengan bangga: "Aku bisa mengurungnya! Di kota ada seorang gadis dari Sekte Langit yang bisa memurnikan hantu ini."
Setelah berkata demikian, dia bergumam perlahan: "Memegang Bulan meraih Bintang-bintang, di dunia tak ada yang seperti diriku..."
Braak!
Kekuatan jiwa mengalir deras, Penyihir Mimpi meledakkan dirinya.
Jiang Lüzhong perlahan menoleh, menatap ahli sihir berbaju putih, berkata kata demi kata: "Dia menghancurkan dirinya sendiri."
"...Terlalu gegabah." Keluh Yang Qianhuan dengan frustrasi.
"Bukannya masalah utamanya adalah omonganmu yang terlalu banyak sehingga menyia-nyiakan kesempatan?"
"Permisi!"
"Yang Qianhuan..." Teriak Jiang Lüzhong, tapi ahli sihir berbaju putih sudah menghilang. Separuh kalimat terakhirnya tak sempat diucapkan.
Xu Qi'an telah berkorban.
……
Larut malam, pos peristirahatan dipenuhi suasana duka. Cahaya lilin terang mengusir kegelapan, tapi tak bisa menerangi kegelapan dalam hati orang-orang.
Sekarang pukul tiga seperempat malam. Para gembrekan tembaga yang terluka parah tetap tinggal di pos. Gubernur Zhang tidak ada di tempat, Yang Chuan’nan juga tidak - karena dia sudah dibebaskan.
Gubernur Zhang sendiri yang membebaskannya.
Saat Zhang Xunfu yang tampak compang-camping namun tanpa ekspresi kembali, menghadapinya dan bertanya: Maukah menebus kesalahan dengan berjasa?
Yang Chuan’nan segera menyanggupi, bukan karena ingin cepat bebas dari tuduhan, melainkan karena pada saat ini, Komandan Yang melihat badai yang membuatnya Tidak Tenang dalam pandangan sang terpelajar itu.
Yang Chuan’nan langsung meninggalkan pos peristirahatan, memerintahkan mobilisasi pasukan Pengawas Kota untuk masuk ke kota, bekerja sama dengan Pasukan Feiyan melakukan pemusnahan terhadap pemberontakan di tiga gerbang lainnya.
Dalam proses pembersihan faksi pemberontak, Zhu Guangxiao dan Song Tingfeng memimpin serangan dengan membantai habis-habisan, tubuh mereka tertancap puluhan panah sehingga terpaksa pulang ke pos peristirahatan untuk pulih.
Setelah menguasai Kota Baidi, Yang Chuan’nan dan Li Miaozhen memimpin pasukan mengepung Kantor Binqiansi Lima Kota. Dari Komandan berpangkat enam hingga staf administratif, semua ditangkap.
Kemudian, Zhang Xunfu memaksa mengumpulkan semua pejabat ber-tingkat di Kota Baidi, menyuruh para ahli sihir berbaju putih menginterogasi satu per satu, mengungkap 34 anggota faksi pemberontak Song Changfu. Ditambah pejabat Binqiansi, staf administratif, dan penjaga yang ditawan, total 408 orang.
Tanpa interogasi lanjutan atau penahanan, Zhang Xunfu secara sepihak menggiring semua tawanan ke tempat eksekusi untuk hukuman pancung. Meski Inspektur Jenderal memiliki kewenangan bertindak fleksibel, eksekusi pejabat tanpa proses hukum tidak termasuk di dalamnya.
Namun dalam masa genting ini, setiap pelanggaran bisa dijelaskan kemudian sebagai bagian dari operasi pembersihan pemberontak. Selagi Zhang Xunfu berhasil menumpas pemberontakan di Yunzhou, pengadilan justru akan memberinya penghargaan.
Di tempat eksekusi, kepala bergulingan bagai ombak, sungai darah mengalir deras.
Hal ini belum berakhir. Menurut keterangan Penyihir Mimpi yang kepalanya hancur oleh pukulan Jiang Lüzhong, rencana faksi pemberontak adalah pertama membunuh Inspektur Jenderal, lalu merebut Kota Baidi, kemudian bekerja sama dengan bandit gunung untuk menaklukkan Yunzhou.
Zhang Xunfu telah mengirim utusan ke seluruh kabupaten dan kota, memerintahkan pos-pos militer setempat untuk siaga dan waspada terhadap serangan bandit gunung.
Li Miaozhen dan Yang Chuan’nan aktif mempersiapkan pertahanan kota: merekrut milisi, mengumpulkan dan memperbaiki alat pertahanan kota, siap bertempur menunggu musuh.
Namun hingga larut malam, tidak terlihat satu pun bayangan musuh. Pengintai yang dikirim pun tidak kembali melapor.
Gerbang selatan, terletak di kota gentong (wengcheng) yang dibangun di atas tembok ibu kota.
Zhang Xunfu, Jiang Lüzhong, Yang Chuan’nan, dan Li Miaozhen duduk berdiskusi di meja. Jiang Lüzhong menyipitkan mata, mempelajari peta pertahanan kota.
Ekspresi Li Miaozhen muram, sikapnya diam.
Zhang Xunfu melirik keduanya, lalu menatap Yang Chuan’nan dan bertanya rendah hati: "Komandan, apakah bandit gunung telah membatalkan aksi setelah mendengar kabar gagalnya kudeta?"
Sebagai kaum terpelajar, meski pernah mempelajari strategi militer selama beberapa tahun, teorinya di atas kertas tak berarti. Dua prajurit dan satu murid Tao di sini semuanya adalah petarung berpengalaman tingkat tinggi.
Wajah Yang Chuan’nan masih memucat, dadanya terasa nyeri berdenyut.
Untungnya dia seorang jenderal berbakat. Meski kultivasinya untuk sementara hancur, kemampuan memindahkan pasukan di medan tempur lebih penting daripada kekuatan individu.
“Saat dibutuhkan memanggilku Komandan, saat tidak berguna menyebutku faksi pemberontak…” Yang Chuan’nan menyimpan kekesalan dalam hati, tetap menjaga ekspresi tenang sambil berkata:
“Dalam pertempuran multi-front, kecepatan transmisi informasi tidak akan secepat itu. Meskipun pasukan yang menyerang Kota Baidi menerima kabar, pasukan di front lain mustahil sinkronisasi informasi.
“Seharusnya, jika benar seperti ramalan Penyihir Mimpi itu, saat ini semua kabupaten seharusnya sudah dilanda perang. Tunggu satu shichen lagi. Jika tidak ada serangan pemberontak ke Kota Baidi, kita akan kirim pasukan untuk dukung kabupaten-kabupaten.”
Yang Chuan’nan menatap sahabat karibnya Pahlawan Wanita Feiyan, “Miaozhen, bagaimana pendapatmu? Miaozhen, Miaozhen…”
Li Miaozhen terkejut, “Hah?”, seolah baru tersadar, balik bertanya: “Ada apa?”
Yang Chuan’nan mengulangi pertanyaannya, lalu bertanya penuh perhatian: “Ada masalah apa?”
“Tidak ada.”
Li Miaozhen menggelengkan kepala, bayangan pria tembaga muda yang bertahan tanpa mundur setengah langkah di pintu paviliun kembali muncul di benaknya.
Heroik namun menyedihkan.
Tapi yang benar-benar melekat di ingatan Li Miaozhen bukan sekadar gambaran itu, melainkan kenyataan bahwa pria yang dikiranya pezina tak tahu malu itu ternyata mampu melakukan hal sejauh ini.
Saat semua berada di ujung tanduk, ketika tembaga-tembaga lain memilih mengatur napas untuk pulihkan luka, justru si pezinalah yang maju.
Kontras dahsyat inilah yang memberikan pukulan terkuat.
“Contoh Teks A-1？”Contoh Teks A-2。
"Yang Qianhuan?" Zhang Xunfu bertanya.
"Pergi, aku tak bisa menahannya." Jiang Lüzhong menjawab.
Ia menyimpan kemarahan pada Yang Qianhuan. Setiap mengingat pengorbanan tiga bawahannya, Jiang Lüzhong dilanda amarah tak berdaya, membenci diri sendiri sekaligus menyalahkan Yang Qianhuan.
Meski Yang Qianhuan pernah memberikan penjelasan singkat.
Penyesalan dan penyesalan akan menghantuinya dalam waktu lama. Baru setelah debu zaman membersihkan simpul di hatinya, ia bisa "tersenyum legawa" dan melupakan masa lalu.
"Mengapa dia datang ke Yunzhou?" Zhang Xunfu mengerutkan kening.
Jiang Lüzhong menggelengkan kepala.
Tiba-tiba, telinga Jiang Lüzhong bergerak. Ia menoleh ke arah kegelapan malam. Li Miaozhen terlambat sedetik, lalu ikut menoleh.
"Datang!" suara berat Jiang Lüzhong menggema.
Mereka segera berlari keluar dari kota gentong (wengcheng), naik ke tembok ibu kota. Dari kejauhan terlihat cahaya api yang tak terputus di kegelapan, bergerak perlahan bagai sungai yang mengalir.
Hiks... Dum! Dum! Dum!
Bunyi terompet dan genderang bersahutan di tengah sepi mencekam malam dingin.
Penjaga yang tertidur di parapet langsung terjaga, meraih tombak, busur perang, perisai dan senjata lainnya, bersiap tempur.
Li Miaozhen berdiri di atas tembok, menyipitkan mata memandangi kejauhan, tiba-tiba merinding dan berteriak: "Hati-hati!"
Sebelum suaranya menghilang, kilatan perak melesat di udara, ujung tombak menggesek atmosfer hingga menciptakan siulan menusuk.
Petarung level empat!
Itu pun petarung level empat puncak!
Li Miaozhen terkejut, tubuh anggunnya menegang. Di Yunzhou ada ahli bela diri level setinggi ini? Bandit gunung punya orang kuat level ini?
Adegan berikutnya membuatnya tercengang. Jiang Lüzhong justru menyambut serangan itu, dengan santai mengulurkan tangan untuk menangkap Tombak perak. Sama sekali tak menunjukkan kewaspadaan layaknya menghadapi musuh kuat.
Yang lebih mengejutkan, Tombak perak yang terlihat garang itu ternyata lemas tak berdaya, dengan sukarela menyerahkan diri ke genggaman Jiang Lüzhong.
Li Miaozhen memeriksa lebih dekat: Ini adalah Tombak perak berat dengan cat mengelupas, membawa aura dekaden zaman, namun ujungnya berkilau dingin dengan genangan darah masih belum kering.
Dibandingkan tombak perak biasa di tangannya, senjata ini adalah alat perang sejati.
Senjata nasib Li Miaozhen sebenarnya adalah pedang terbang. Alasan menggunakan tombak terutama karena setelah masuk militer, perlu senjata yang sesuai dengan statusnya.
Dentuman gemuruh menggema dari kejauhan. Sebuah siluet melompat ratusan meter, melengkung tinggi di udara sebelum menghantam jalan kuda di tembok ibu kota.
Pria ini mengenakan seragam dinas hitam Penjaga Malam, di dadanya terpampang sulaman Gong Emas, ekspresinya kaku bagai patung pahatan.
"Kenapa kamu datang." Jiang Lüzhong tampak terkejut sekaligus senang, melemparkan tombak peraknya.
"Atas perintah ayah angkat, ke Yunzhou untuk memberantas bandit gunung." Yang Yan menerima tombak panjang, jawabannya singkat.
Zhang Xunfu terkesiap, seolah menangkap sesuatu, bertanya lagi: "Apa yang Tuan Wei katakan padamu?"
"Ayah angkat bilang bandit Yunzhou akan berulah, menyuruhku datang diam-diam." Kata Yang Yan:
"Sejak beberapa hari lalu aku sudah menguasai pasukan di seluruh pos garnisun Yunzhou secara rahasia. Awalnya rencana memberantas bandit beberapa hari lagi, tapi tadi senja puluhan kelompok bandit beraksi. Baru selesai pemusnahan, kuduga Kota Baidi mungkin bermasalah, langsung bergegas ke sini.
"Dalam jarak 60 li dari Kota Baidi, bertemu pasukan 2000 orang. Baru saja selesai dibasmi."
Li Miaozhen melirik ujung tombak, dalam hati berkata pantas saja masih ada genangan darah.
Zhang Xunfu lega, ternyata kami hanya bidak catur yang ditampakkan, Tuan Wei diam-diam punya penyebaran pasukan.
Yang Yan mengamati sekeliling, matanya menyapu kerumunan orang, berkerut: "Xu Qi'an mana?"
Wajah Zhang Xunfu membeku. Cahaya sukacita di mata Jiang Lüzhong perlahan pudar.
Hati Yang Yan berat, wajahnya yang sudah seperti topeng semakin dingin.
"Dia..." Zhang Xunfu matanya memancarkan duka: "Dia... gugur di medan perang."
Li Miaozhen menunduk pelan, menghela napas.
"Krak... Batu di bawah kaki Yang Yan tiba-tiba retak berantakan, gelombang qi yang tak terkendali menyembur keluar, menandakan emosi Gong Emas ini telah lepas kendali."
"Matanya tajam bagai golok, wajahnya yang biasanya datar seperti papan kini terlihat menyeringai. Dari sela gigi terdengar desisan: 'Bagaimana dia mati?'"
"Gubernur Zhang menceritakan seluruh kejadian hari ini kepada Yang Yan. Saat menyebut Xu Qi'an bertahan sampai akhir demi melindungi semua orang, mata pejabat itu memerah:"
"'Tubuhnya tertembus 31 anak panah, terluka lebih dari 60 tebasan golok... Sampai akhir ia tetap berdiri tegak, tak mundur selangkah pun... Janji setinggi gunung emas, janji yang tak tergoyahkan!'"
"Jiang Lüzhong menarik napas panjang. Melihat kesedihan mendalam di wajah Gubernur Zhang, ia berkata dengan suara berat:"
"'Ini kelalaianku, maafkan...'"
"Tombak panjang di tangan Yang Yan tiba-tiba menyambar. Gagang tombak yang melengkung menghantam dada Jiang Lüzhong dengan dahsyat."
"Brak!"
"Gemuruh bergema bagai gong raksasa menggetarkan langit dan bumi."
"Jiang Lüzhong menembus parapet dan terlempar jauh."
"Yang Yan menginjak hingga separuh tembok kota ambruk. Ia melesat ke angkasa sambil meraung: 'Jiang Lüzhong, dasar sampah! Laozi hari ini pasti menghabisi kau!'"
……
"Di pos peristirahatan, aula utama."
"Jenazah Xu Qi'an bersama tiga Gong Perak dan satu Gembrekan Tembaga terbaring di tengah aula, diselimuti kain putih."
Di tubuh Xu Qi'an, anak panah sudah dicabut. Wajahnya yang berlumuran darah juga sudah dibersihkan. Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao yang tak bisa tidur di tengah malam, dengan kompak turun ke bawah. Mereka membawa dua kursi, duduk di sisi kiri dan kanan Xu Qi'an.
Tak ada kata-kata, hanya duduk diam, menemani.
Kesedihan pria adalah senyap.
Di tengah keheningan, Song Tingfeng mengucapkan dua kalimat: "Anggap saja ini kami berjaga untukmu." "Di kehidupan berikutnya, kita bertemu lagi sebagai saudara."
Zhu Guangxiao hanya berkata satu kalimat: "Pada akhirnya, hanya kita berdua yang tersisa."
Lilin perlahan habis terbakar. Tetesan lilin jatuh satu per satu, membeku. Dalam atmosfer duka ini, Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao tak lagi bersuara.
Hingga langkah kaki berat terdengar dari luar pos peristirahatan. Sekelompok Penjaga Malam tiba di lokasi. Yang memimpin adalah Yang Yan. Sang Komandan Gong Emas itu tampak baru saja melalui pertempuran sengit, terlihat compang-camping.
Di belakangnya, beberapa perwira Gong Perak yang ikut ke Yunzhou - semuanya dikenal baik oleh Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao.
Xu Qi'an juga mengenal mereka. Seperti Min Shan dan Yang Feng yang pernah bersama-sama menyelidiki kasus Pelanggaran Suci Danau Sangpo. Dan... atasan langsung mereka bertiga: Li Yuchun.
Li Yuchun saat itu bagai mayat hidup. Ia melangkah kecil-kecil mendekati Xu Qi'an, sangat pelan. Jarak belasan langkah itu seolah dipenuhi duri, setiap injakan terasa menyiksa.
Li Yuchun mengulurkan tangannya, membuka kain putih penutup... tubuhnya limbung.
"Boss."
Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao segera membantu mengangkatnya.
Li Yuchun menunduk, menatap wajah Xu Qi'an sambil berkata: "Aku dengar Ning Yan gugur di medan perang, tapi bagaimana detail prosesnya? Kalian bisa ceritakan?"
Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao saling pandang, khawatir melihat ketenangan berlebihan sang pemimpin.
Song Tingfeng menceritakan kronologi kejadian. Li Yuchun mendengarkan dengan tenang lalu mengangguk pelan: "Memang anak didikku, gembrekan tembaga yang membanggakan. Tak mempermalukan muka."
"Dia selalu bertindak sesuai harapanku, seperti saat membantai bajingan marga Zhu dulu. Tak pernah serakah akan uang - kalian harus belajar darinya."
"Satu-satunya kekurangan malas berlatih kultivasi, plus sering menyelinap ke rumah bordil saat patroli. Sudah berkali-kali ada yang melapor padaku."
Ia terus bergumam tentang kenangan-kenangan kecil, mengurai nostalgia masa lalu.
Hawa tenangnya membuat Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao lega. Mereka tahu Boss sangat menghargai Xu Qi'an - dulu demi kasus pembunuhan gong perak, berani membantah Tuan Wei di depan umum.
Tapi saat membuka kain penutup untuk memeriksa pakaian jenazah, tiba-tiba meledak:
"SI ANAK PELACUR MANA YANG MENYEMPURNAKAN BAJUNYA?! KERAHNYA TAK SIMETRIS! KERAH TAK SIMETRIS INI!!!"
Dia mengumpat dengan kasar, menunjukkan postur marah seolah hendak menghunus golok, seakan hanya dengan begitu orang lain akan mengabaikan air mata yang deras menggenang di matanya.
"Boss." Song Tingfeng memanggil.
"Kerah bajunya tidak simetris, kerah bajunya tidak simetris." Li Yuchun menutupi mukanya dengan kedua tangan, bahunya terus gemetar, terus gemetar...
……
Li Miaozhen kembali ke kediaman resmi di Kota Baidi, duduk sendirian di ruang belajar cukup lama, dengan cermin kecil batu giok tergeletak di sampingnya.
Beberapa kali tangannya hendak meraih benda itu untuk memberitahukan kabar kematian nomor tiga, tapi dia berhasil menahan diri.
Biarlah ini menjadi penghormatan terakhir untuk menjaga sedikit harga dirinya... Dengan mendesah, Li Miaozhen akhirnya mengambil cermin giok itu dan mengirim pesan:
【Daozhang, ada hal yang perlu kubicarakan berdua denganmu.】
Terbangun tengah malam karena getaran pesan mendadak, anggota Tian Di Hui kesal bukan main. Kemarahan mereka semakin memuncak setelah membaca konten pesan dari nomor dua.
Lagi-lagi?
【Sembilan: Sudah kublokir yang lain.】
【Dua: Daozhang, urusan Yunzhou sudah beres.】
【Sembilan: Kabar baik.】
【Dua: Aku sudah tahu nomor tiga adalah Xu Qi'an.】
Taois Kim Lien terkekeh: 【Sembilan: Kabar baik.】
【Dua: Xu Qi'an gugur di medan perang.】
【Sembilan: ???】
【Dua: Akan kucari cara mengambil kembali Fragmen Kitab Bumi. Setelah musim semi tahun depan, aku akan meninggalkan Yunzhou menuju ibukota.】
【Sembilan: Kau yakin Xu Qi'an benar-benar gugur?】
【Dua: Ya.】
【Sembilan: Ini mustahil.】
【Dua：Daozhang mengapa berkata demikian？】
【Sembilan：Xu Qi'an adalah orang yang punya berkah besar, pasti bukan orang berumur pendek.】
【Dua：Tapi dia memang sudah mati, aku sendiri yang mengurus jenazahnya.】
Taois Kim Lien bertanya: 【Apakah ada jiwa yang terlepas？】
Li Miaozhen mengerutkan kening: 【Saat aku tiba, dia sudah meninggal. Lagipula, dia belum mencapai tahap Penyulingan Roh, jiwanya tidak cukup kuat. Terkena dampak energi jahat dan darah, sangat mungkin langsung lenyap.】
Selain itu, dengan level Santo Perempuan Sekte Langit seperti dirinya, mungkinkah dia tidak bisa melihat apakah masih ada nyawa di jenazah？
Taois Kim Lien lama tidak membalas, setelah beberapa menit: 【Aku mengerti, fragmen Kitab Bumi tidak usah kau urusi. Hidup atau matinya Xu Qi'an akan kuperiksa sendiri.】
Li Miaozhen mengangkat alis, jelas Taois Kim Lien tidak percaya penilaiannya. Tapi dia tidak membantah, pesan sudah disampaikan, percaya atau tidak itu urusan Daozhang.
Tapi fragmen Kitab Bumi adalah pusaka Sekte Bumi, Li Miaozhen merasa cara Taois Kim Lien menanganinya terlalu sembarangan, kurang serius.
Setelah blokir selesai, Nomor Satu langsung berkirim pesan: 【Dua, apakah penyelidikan di Yunzhou sudah selesai？】
Li Miaozhen membalas: 【Kalau ingin tahu detailnya, bisa tukar dengan informasi setara.】
【Satu：Baik, tidak masalah.】
【Dua：Yang benar-benar bersekongkol dengan Sekte Wu Shen dan mendukung bandit gunung adalah Gubernur Song Changfu. Setelah skandal terungkap, dia mengunci Kota Baidi, mengumpulkan pemberontakan untuk mengepung Zhang Xunfu. Meski gagal, Penjaga Malam juga menderita kerugian besar.
【Kita……orang yang sering disebut dalam pesan, Xu Qi'an, telah tewas.】 Dia akhirnya tetap tidak mengungkapkan fakta bahwa Xu Qi'an adalah Nomor Tiga.
Nomor Tiga tidak akan pernah muncul lagi... Li Miaozhen menambahkan dalam hati dengan perasaan sedih.
Xu Qi'an tewas?
Di dalam Tian Di Hui, reaksi terkeras datang dari Nomor Enam Hengyuan, disusul Nomor Empat yang hanya menyesalkan hilangnya talenta.
Biksu Hengyuan merasakan kembali kesedihan yang sama seperti saat kematian adik seperguruannya, Heng Hui.
【Dua: Setelah musim semi tiba, aku akan pergi ke ibukota. Nomor Satu, aku butuh informasi semua murid generasi muda Sekte Manusia.】
Nomor Satu tidak pernah membalasnya lagi.
……
Yunzhou kini bagai kekacauan, dunia birokrasi Kota Baidi bergolak, membuat orang resah.
Sebagai Inspektur Jenderal yang ditunjuk pengadilan, Zhang Xunfu tidak bisa pergi. Ia menulis laporan lengkap kasus Yunzhou untuk dilaporkan ke atas, lalu tetap di Yunzhou memimpin situasi sambil menunggu instruksi resmi dan kedatangan Gubernur baru sebelum bisa pulang.
Jiang Lüzhong dan Yang Yan tetap di Yunzhou untuk memberantas perampok serta mengawal keselamatan Zhang Xunfu.
Namun jenazah Xu Qi'an beserta tiga Gong Perak dan seorang Penabuh Tembaga harus diangkut ke ibukota. Mereka pahlawan, tak pantas dikubur di negeri asing. Di musim dingin yang keras, mayat tidak akan membusuk dalam waktu singkat, tapi juga tak bisa lama tertinggal di Yunzhou.
Tugas mengawal keempat jenazah ini dipercayakan kepada Gong Perak Min dari Gunung Min.
Li Yuchun bertiga memutuskan untuk tetap tinggal di Yunzhou ikut serta dalam operasi pemberantasan perampok, melampiaskan kesedihan yang tak tertampung. Di lubuk hati, mereka tak berani membawa jenazah Xu Qi'an kembali ke ibukota, takut menghadapi keluarganya.
Zhang Xunfu menyiapkan peti mati untuk lima Penjaga Malam yang gugur, memberi hormat dengan khidmat dalam waktu yang lama tanpa bangkit.
Saat menutup peti, Zhang Xunfu meletakkan empat surat dari ibukota di dada Xu Qi'an.
……
Tanggal 2 Bulan 2, Hari Raya Musim Semi.
Dunia ini tidak memiliki Tahun Baru Imlek, tapi ada perayaan serupa bernama Hari Raya Musim Semi.
Pada hari ini, Kaisar memimpin para pejabat sipil-militer bersembahyang ke langit, berdoa agar tahun ini panen melimpah, negara makmur rakyat sejahtera - hari terpenting di Kekaisaran Feng.
Setiap rumah akan mengikuti ritual sembahyang, menyembelih domba dan sapi. Orang paling sibuk pun akan pulang untuk berkumpul dengan keluarga di Hari Raya Musim Semi.
Dinginnya awal musim semi, kanal dipenuhi es tipis. Kapal resmi perlahan menuju utara, memulai perjalanan pulang.
Xu Qi'an bangun dari koma pada Hari Raya Musim Semi.
