Kedua hamba itu dikenali Tuan Li sebagai pelayan dari kediaman si gendut, bertugas mengantar-jemputnya sekolah.
Rupanya mereka dapat informasi dari "mata-mata kecil" di luar bahwa tuan muda mereka dipukul sampai cukup parah, sampai pihak sekolah tradisional memanggil tabib.
Dengan target jelas, mereka menerobos Paviliun Dalam dan masuk kamar, langsung melihat si gendut terbaring tak sadarkan diri di ranjang.
"Tuan Muda..."
Salah satu pelayan berteriak kaget, menghampiri tempat tidur, memeriksa napas... Masih hidup.
Tubuh yang tegang baru saja mengendur, diikuti oleh murka yang membara. Meski Tuan Muda dipukul di dalam sekolah, Tuan Nyonya bukanlah hakim pengadilan. Mereka hanya akan berpikir, Tuan Muda terluka saat belajar, maka mereka yang bertugas melindunginya pantas dihukum.
Dua pengawal melototi hadirin, menatap Pak Li sambil berteriak: "Si brengsek mana yang berani memukul Tuan Muda kami?"
Pak Li berdehem lembut: "Ini semua salah paham. Bawa dia pulang dulu, nanti saya akan datang sendiri."
Ia berencana menunggu keluarga Xu Linyin datang, lalu berunding untuk meminta maaf.
Sebagai penengah, ia akan menyelesaikan masalah ini dengan damai.
Bagaimanapun ini kasus perkelahian anak di sekolahnya. Jika sampai heboh, reputasinya akan tercoreng.
Pengawal rumah lebih kasar daripada prajurit biasa.
"Jangan main-main dengan Tuan ini! Aku hanya tahu Tuan Muda kami dipukul. Jika kau tak serahkan si brengsek, Laozi akan lapor ke pihak berwajib!" teriak pengawal.
Yang satunya menghadang gerbang paviliun, mencegah siapapun pergi.
Senyum sinis Pak Li mengembang: "Pasal 15 Kitab Hukum Ming menyatakan: 'Anak di bawah 15 tahun yang melakukan kejahatan berat bisa ditebus dengan uang. Di bawah 10 tahun, kasus pembunuhan diserahkan ke pengadilan tinggi; pencurian dan penganiayaan juga bisa ditebus.'"
"Keluar dari sekolah, jalan ke kanan setengah shichen ada kantor pemerintah. Silakan bergegas."
Intinya: kejahatan anak-anak bisa diselesaikan dengan membayar tebusan.
“Dua pengawal pasti tidak bisa menang berdebat soal hukum dengan Tuan Li. Merah padam, mereka melipat lengan baju hendak memukul.”
“Tiba-tiba seorang anak laki-laki menuding Xu Linyin, berteriak: "Dia yang memukul! Dia yang menghajar sampai mati dengan rotan bambu!””
“Rupanya kau!”
“Baru saat itu pengawal menyadari Tuan Li sengaja/tidak sengaja melindungi seorang gadis kecil. Sebenarnya bukan baru sadar, hanya fokus mereka tertuju pada beberapa bocah lelaki bermuka harimau.”
“Gadis kecil itu berpenampilan biasa, terlihat tidak cerdas. Siapa sangka dialah pelakunya?”
“Tapi setelah persepsi berubah, pengawal tiba-tiba melihat tubuh gadis ini sangat kekar - wajah bulat, perut buncit, tangan dan kaki gemuk.”
“Tenaga seekor banteng...”
“Bawa pergi!”
“Satu pengawal mengangkat si gendut, yang lain menjambak leher Xu Linyin.”
“Apa maksud kalian?!” Tuan Li mengembungkan kumis sambil melotot.”
“Pergi!”
“Pengawal mendorongnya kasar: "Aku tak peduli hukum! Penghajar harus bertanggung jawab! Sekarang aku akan bawa dia ke kediaman Tuan untuk dihukum. Kalau paham, segera beri tahu keluarga si brengsek ini untuk menebusnya di Kediaman Zhao!””
“Dia menyeringai dingin: "Kalau terlambat, jangan salahkan kami jika ada yang kehilangan anggota badan."”
“Setidaknya harus dipukuli. Melukai tuan muda mereka, mana mungkin hanya ganti rugi perak? Begitu sampai di kediaman, pastilah gadis ini akan dihajar habis-habisan.”
“Tidak mau pergi, tidak mau pergi, aku mau menunggu ibuku.” Kacang kecil diangkat dengan kasar, kedua kakinya menggapai-gapai, protes dengan marah.
“Tui tui……” Kacang kecil meludahi dia.
“Diam kau!”
Pengawal yang sedang menahan kehinaan, langsung membalas dengan satu tamparan.
Tamparan itu tidak sempat jatuh, dihalangi oleh Tuan Li yang sigap. Rambut dan janggutnya berdiri, berteriak keras:
“Sesepuh ini adalah sarjana, sarjana yang punya jasa! Berani kau sentuh dia sedikit, siap-siap berurusan dengan hukum!”
Pengawal mencibir, “Sarjana apaan? Tiap tahun yang datang ke kediaman ini minta bantuan, bukan cuma sarjana, pejabat tinggi pun banyak. Kau cuma orang tua tak berguna, Pergi sana!”
Menddorong Tuan Li, lalu pergi bersama rekannya.
……
Xu Qi'an menunggang kuda, Derap-derap berlari kecil, menghadapi matahari hangat, menggerutu:
“Gelang jelek ini, bibi terus-terusan merindukannya, kenapa tidak minta paman kedua yang urusin.”
Bibi tetap ikut karena ingat gelang yang dibelinya untuk Xu Linyin masih hilang. Manfaatkan kepulangan Xu Qi'an sebagai sandaran, berencana berdebat dengan guru sekolah tradisional.
“Baru-baru ini Yang Mulia ada ritual musim semi, paman kedua mana sempat urusin hal kecil begini.”
Tirai kereta dibuka, memperlihatkan wajah bibi. Rahangnya runcing, bibir merah menyala dengan lipstik.
Di zaman manapun, wanita yang mengandalkan kecantikan pasti berdandan sebelum keluar.
“Bukankah Erlang sudah pulang?” Xu Qi'an mengoceh sembarangan.
Dia memutar mata ke arah keponakannya, "Erlang harus ikut Ujian Kekaisaran Musim Semi, pikirannya tidak ada di sini. Lagipula, Erlang belum punya jabatan resmi, juga tidak bisa berkelahi seperti kalian prajurit. Satu-satunya senjatanya cuma mulut."
Xu Qi'an dalam hati bergumam, mulut Erlang itu bisa membuat prajurit meledak marah seketika. Daya penghancurnya benar-benar luar biasa.
Kalau dipikir, Erlang juga kasihan. Meski bibi terus mengulang kalimat seperti "Erlang harus ikut Ujian Kekaisaran Musim Semi" atau "Erlang, Bu akan merawatmu baik-baik",
Tapi kebiasaan bersenang-senangnya tetap berjalan seperti biasa.
Paling-paling cuma menambah lauk saat makan, lalu memberikan perhatian verbal.
Ibu dengan karakter seunik bibi benar-benar langka di zaman ini... Xu Qi'an diam, menikmati pemandangan jalanan.
Ia teringat sesuatu. Kakek dari pihak ibu menikahkan bibi dengan paman kedua mungkin karena tahu putrinya ini tidak cocok menjadi nyonya bangsawan.
Daripada menyiksanya di keluarga bangsawan yang hanya mengandalkan kecantikan, lebih baik menikah dengan suami sederhana yang tahu menghargai.
Makanya bibi tidak diajari baca tulis.
Bibi menurunkan tirai kereta, berbisik ke Xu Lingyue: "Nanti setelah menjemput Lingyin, ajak Kekasih jalan-jalan ke toko perhiasan."
“Lalu sekalian membeli perhiasan untuk Bu juga, kan.” Xu Lingyue melirik ke arah ibunya.
“Tidak perlu, aku bisa pilih sendiri.” jawab Bibi.
“……” Xu Lingyue menghela nafas, “Sebenarnya Bu merasa Kakak Tertua lebih bisa diandalkan, ya. Makanya begitu dia pulang, Bu langsung buru-buru minta dia jadi penengah.”
“Aku tidak bilang begitu.” Bibi membantah cepat.
Xu Lingyue tersenyum kecut tanpa membongkar kebohongan. Di rumah ini, meskipun Kakak Kedua punya masa depan cerah, dia belum sukses. Soal Ayah, selama bertahun-tahun jadi orang-orang licik di dunia birokrasi, jarang marah atau cari musuh.
Mustahil mengharap dia bersitegang hanya karena sebuah gelang.
Hanya Kakak Tertua yang nekat dan bajingan ulung, tapi sebagai Penjaga Malam punya kekuasaan nyata. Ditambah jaringan luas di dunia birokrasi, tidak takut masalah.
Tapi setelah bertahun-tahun berkonflik dengan Kakak Tertua, Bu pasti takkan mau mengakui ketergantungannya pada keponakan sial ini.
Tak lama mereka tiba di sekolah tradisional. Kereta berhenti di pinggir jalan. Kusir mengambilkan bangku kecil, “Nyonya dan Nona Muda, sudah sampai.”
Bibi dan Lingyue turun membuka tirai kereta.
Xu Qi'an berkata, “Aku ke dulu ikat kuda, sekalian beli makanan untuk Lingyin. Bibi dan Lingyue, silakan masuk dulu.”
“Beli setelah jemput tidak bisa?” Bibi menggenggam tangan putrinya.
Sensasi kejutannya beda, apalagi untuk si pemakan... Xu Qi'an tersenyum tanpa memberi penjelasan.
Bibi mencibir, masuk ke sekolah tradisional bersama Xu Lingyue.
Baru masuk, Bibi langsung mendengar tangisan putri kecilnya, lalu melihat gadis itu digelandang keluar oleh seorang pria perkasa.
Xu Linyin berjuang mati-matian, tapi tak mampu melawan orang dewasa.
"Kalian siapa? Mengapa menculik putriku?" Bibi menghadang dua bujang, matanya melotot.
"Bu, Bu! Mereka penjahat! Suruh Saudara Tertua pukul mereka!" teriak Xu Linyin sambil meludahi bujang itu tui tui tui.
"Kau ibu si gadis kecil ini?"
Bujang itu mengamati Bibi, pandangannya terpaku. Sepanjang hidupnya belum pernah melihat wanita secantik ini.
Kemudian matanya beralih ke Xu Lingyue, dan kembali terkejut.
Tapi melihat tak ada pengiring di belakang Bibi dan Xu Lingyue, bujang itu langsung tenang dan membuat muka garang:
"Gadismu memukul Tuan Muda kami. Kami akan membawanya."
Bibi tentu menolak. Ia menghadang, tapi bujang itu lebih licik. Sengaja menubrukkan tubuhnya ke Bibi hingga ia mundur.
Bujang lain meniru, menubruk Xu Lingyue.
Kedua bujang tertawa terbahak-bahak.
Xu Lingyue panik mundur sampai ke gerbang paviliun, tersandung ambang, lalu terjatuh ke bahu hangat yang kokoh.
Ia menoleh dan melihat Xu Qi'an, matanya langsung berkaca-kaca: "Saudara Tertua..."
“Xu Qi'an memegang bola ikan goreng dan pai daging, menstabilkan Xu Lingyue sambil menyipitkan matanya melihat dua pengawas rumah tangga: ‘Dia adik perempuanku.’”
“Bibi yang ada pria backing-nya menghela napas lega, mendekat ke keponakannya.”
“Pengawas tak lagi berisik, tapi tetap berani-beraninya, melototi Xu Qi'an: ‘Adikmu memukul Tuan Muda kami sampai hampir sekarat.’”
“Sebenarnya saat keluar tadi, dokter sudah menjelaskan tidak ada risiko nyawa.”
“Tapi pengawas pasti sengaja tak sebutkan. Berdiri di pihak benar baru bisa bicara tegap, ini trik yang bahkan petani desa pun paham.”
“‘Memalukan! Memalukan!’”
“Saat itu, Tuan Li juga menyusul keluar, melihat bibi lalu lega.”
“‘Tuan Li, ada apa ini?’ bibi bertanya keras.”
“Tuan Li menjelaskan kejadiannya, lalu menghela napas: ‘Memang pihakmu tak punya dasar hukum. Kasih muka ke sesepuh ini, selesaikan baik-baik.’”
“Rupanya makanan dirampas... Xu Qi'an mengangguk: ‘Baik, lepaskan adikku. Panggil orang tua bocah ini ke sini.’”
“Dia perkirakan harus bayar ganti rugi, tapi selama si kacang kecil tak dirugikan tak apa.”
“Xu Qi'an selalu pria yang suka berdebat logis.”
“‘Jancuk kau...’”
“Pengawas yang menggondol Xu Linyin mengumpat: ‘Kalau kalian kabur gimana? Gadis ini harus kami bawa, Raja Langit turun pun tak kami pedulikan!’”
“Jangan impulsif jangan impulsif, lebih baik begini, sesepuh akan ikut kalian ke Kediaman Zhao...” Tuan Li buru-buru mencairkan suasana.
Sebelum selesai bicara, ia merasakan pandangannya berkunang-kunang, sosok pria muda itu tiba-tiba menghilang.
Lalu, dari belakang terdengar suara tamparan keras disusul bunyi "Prak" yang pekat, sepertinya seseorang terjatuh.
Tua itu segera menoleh, melihat pria muda mengapit Xu Linyin di ketiaknya, di kakinya terbaring pelayan tak sadarkan diri dengan gigi pecah berdarah di mulut.
"Dasar pelayan berani arogan begini, Laozi mau lihat Dewata macam apa majikanmu ini."
Xu Qi'an selalu dikenal sebagai orang yang bernalar.
Pelayan lain menggendong anak, Xu Qi'an tak menghajarnya, hanya melotot: "Pergi sana panggil majikanmu!"
Pelayan itu meliriknya dengan kewaspadaan sebelum lari tanpa suara.
"Kakaa!"
Xu Linyin langsung berhenti nangis, tergantung terbalik di ketiak kakaknya seperti ikan yang menggelepar.
Bibi tak suka perlakuan kasar pada putrinya, merampas Lingyin sambil memeriksa: "Ada yang sakit?"
Lingyin mengusap kepala acuh tak acuh: "Kepala sakit, dia pukul aku dua kali."
Muka Bibi langsung berubah masam.
Xu Qi'an memicingkan mata: "Siapa yang mukul? Si gendut kecil atau orang penting?"
"Si gendut kecil."
Xu Qi'an "Oh" suara, berjalan mendekati Li Bingyi, berkata: "Guru merasa, bagaimana masalah ini harus diselesaikan?"
Ia ingin terlebih dahulu meminta pendapat "guru sekolah".
Li Bingyi bergumam pelan: "Anak [Zhao itu menderita luka-luka, diperkirakan harus berbaring di ranjang beberapa hari. Kalian bersikaplah baik, ganti rugi dengan uang saja. Kakek saudara anak itu adalah Langzhang Bagian Seleksi Kementerian Keuangan."
Makna tersirat: Latar belakang kalian tidak sebanding. Jika diperbesar, kalah di segala sisi.
"Kami tidak akan membayar ganti rugi." Bibi menyilangkan tangan di pinggang, mengandalkan dukungan keponakan, bersikap garang: "Peduli apa Langzhang atau bukan!"
"Pejabat tingkat lima." Kata Li Bingyi.
"Ning Yan, cepat kita pulang ke rumah." Bibi seketika berkata.
Apa perlu langsung jadi pengecut begini... Xu Qi'an kesal: "Pulang apa? Kalau sampai diobok-obok di kediaman kita, bukan lebih memalukan? Lebih baik selesaikan di sini."
Setelah menunggu satu jam, orang tua siswa mulai berdatangan menjemput anak-anak.
Telinga Xu Qi'an bergerak, mendengar derap langkah kaki yang riuh.
Pelayan itu kembali dengan membawa seorang pria paruh baya berpenampilan saudagar kaya, seorang wanita bergaun mewah bertatah emas-perak, usianya sekitar tiga puluhan.
Serta belasan pelayan bersenjatakan pentung.
"Tuan, gadis brengsek itu yang memukul Tuan Muda. Laki-laki itu malah melindungi si brengsek sekaligus melukai orang." Pelayan itu melapor.
Begitu melihat Xu Qi'an dkk, wanita itu langsung memaki-maki habis-habisan.
Pria paruh baya menahan murka, mengamati Xu Qi'an: "Kau ini siapa? Tetua di keluargamu ada di kantor mana?"
Xu Qi'an berkata: "Yang Rendah Hati Xu Qi'an, adalah..."
Tiga karakter "Penjaga Malam" tidak sempat diucapkan karena pria itu dengan suara dingin memotong: "Aku bertanya tentang tetua di keluargamu."
"Paman Xu Pingzhi, Perwira Pengawal Pedang Kekaisaran."
Pria itu mengeluarkan suara "Oh" sambil mengulur suara dengan panjang, putri seorang Perwira Pengawal Pedang Kekaisaran rendahan berani melukai putra kesayangannya.
Ini belum berakhir.
"Kuberi dua pilihan: Pertama, ganti rugi 500 liang perak. Kedua, kuserek gadis ini ke kantor."
"500 liang?" Bibi berteriak kaget: "Membunuh anakmu pun takkan bisa mengganti 500 liang perak, lupakan saja!"
"Bajingan, kau bicara apa!" Wanita berpakaian mewah yang baru berhenti memarahi tiba-tiba mengamuk, menuding bibinya sambil menyemprotkan ludah sambil memaki:
"Lihatlah seluruh keluarga ini, tak ada yang bermoral. Pantas putrinya begitu liar, ternyata punya ibu yang genit seperti siluman. Semua brengsek!"
Bibi menyandarkan tangan di pinggang, menyindir pedas: "Wajahmu yang cacat seperti labu dan kurma busuk ini berani muncul mempermalukan diri? Aku muntah!"
Wanita itu murka, bergegas maju sambil mengayunkan tamparan ke arah bibinya.
Bibi menjerit kencang.
"Prak!"
Xu Qi'an memberikan satu tamparan yang membuat wanita itu terhuyung, pipinya merah menyala.
"Kau..." Wanita itu melotot penuh amarah.
"Prak!"
Xu Qi'an kembali menampar.
"Wanita itu tidak bisa menjaga keseimbangan, terjatuh ke tanah sambil menangis: 'Tuan, apa lagi yang Tuan tunggu? Aku hampir dipukuli sampai mati.'"
Pria paruh baya yang sudah kesal melihat perundingan gagal, berwajah berat sambil melambaikan tangan: "Serang mereka!"
Para pelayan rumah tangga langsung berkerumun menyerbu.
Wanita itu menunjuk bibi sambil menjerit: "Bunuh bajingan ini!"
Xu Qi'an menarik bibi dan Lingyue ke belakangnya, lalu menendang pelayan yang paling depan.
Pentung terlepas dari genggaman, tubuh pelayan seberat 50 kati itu terlempar hingga ke jalan di luar.
Tendangannya menggunakan teknik khusus.
Belasan pelayan serentak menghentikan langkah, menggenggam pentung dengan ragu-ragu.
Kekuatan tendangan tadi bukan kemampuan orang biasa - pria ini jelas ahli bela diri.
"Ternyata pesilat..." gumam pria paruh baya sambil membisikkan sesuatu ke telinga pelayan di sampingnya yang segera berlari pergi.
"Kita berada di ibukota. Kekerasan tak menyelesaikan masalah. Pahlawan muda, adikmu telah memukul orang. Harus ada penjelasan." Wajah pria itu muram.
"Anakmu juga merampas makanan adikku." Xu Qi'an menyeringai sinis sambil melirik.
Bibi sambil menenangkan anak kecil yang ketakutan dan Lingyue yang terguncang, melirik Xu Qi'an dengan perasaan aman yang tiba-tiba muncul.
Tidak sia-sia Lao Niang membesarkannya.
"Dia masih anak-anak! Mana ada anak yang tidak suka jajan? Ini hal sepele. Masak orang dewasa mempermasalahkan anak kecil, tidak tahu malu!" teriak wanita itu keras.
Dia menunjukkan kewaspadaan, tidak berani berbicara terlalu kasar.
Xu Qi'an malas menanggapi dia.
"Lalu apa yang kau inginkan?" Pria paruh baya bertanya.
"Putramu merampas makanan adik perempuanku lalu memukulinya. Jadi, aku hanya mau mengganti sepuluh liang perak." Xu Qi'an menyatakan sikapnya.
Baik logika maupun hukum fisika bisa ia terapkan, namun kenyataannya Xu Linyin memang melukai orang meski ada alasannya. Berdasarkan pengalamannya sebagai polisi di kehidupan sebelumnya, penanganan kasus seperti ini harus melihat tingkat luka.
Tapi paling hanya perlu ganti rugi uang receh, lebih dari itu mustahil.
Pria paruh baya tersenyum sinis.
Kebuntuan berlangsung beberapa ke, sekelompok petugas dari prefektur tiba. Yang memimpin adalah pria paruh baya dengan sorot mata menggetarkan dan wajah merah pekat.
Di belakangnya mengikuti tiga petugas.
Dia menyapu pandangannya cepat ke seluruh penghuni paviliun, bersuara berat: 'Ada apa ini?'
Pelayan yang melapor mengatakan ada kerusuhan di pasar, tapi Butou ini tidak langsung percaya pada satu pihak.
"Yang Rendah Hati Zhao Shen, paman saya adalah Langzhang Bagian Seleksi Kementerian Personil." Pria paruh baya menangkupkan tangan.
Butou segera menangkupkan tangan membalas salam: "Tuan Zhao."
Pria paruh baya mengangguk kebiasaan, menunjuk Xu Qi'an: "Orang ini melanggar larangan dengan kekuatan, membiarkan adiknya memukuli putraku sampai luka berat, lalu melukai pelayan kediaman kami. Mohon Tuan tegakkan keadilan."
Butou mengintai Xu Qi'an beberapa saat, merasa pria tampan ini agak familiar tapi tak ingat pernah bertemu di mana.
"Borgol!"
Dua petugas melepas tali, mendekati Xu Qi'an.
“Butou ini, Anda yakin mau percaya pada satu pihak saja?” Xu Qi'an mengerutkan kening.
Butou mengangkat tangan menghentikan dua petugas: “Kau bicara.”
“Masih ada apa lagi? Anakku cuma makan sedikit makanan adiknya, si gadis brengsek itu malah memukul anakku sampai luka parah. Dia tidak mau mengaku salah, malah memukuli pelayan di kediamanku. Apa tidak ada keadilan ilahi lagi? Apa tidak ada hukum lagi?”
Wanita itu menjerit-jerit sambil menangis.
Butou segera menatap Tuan Li dan tabib yang belum pergi.
“Benar ada kejadiannya, tapi keluarga Zhao juga cukup arogan.” Tuan Li memberikan jawaban yang objektif.
Tabib berkata: “Anak itu harus istirahat di ranjang beberapa hari baru bisa pulih.”
Butou mengangguk perlahan, sikap arogan itu wajar. Siapa pun yang anaknya dipukul pasti akan marah.
“Borgol!” Butou bersuara berat.
Kacang kecil itu melihat petugas mau memborgol kakaknya, menjerit marah: “Dia yang mulai merampas makananku. Tuituitui...”
Dia meludahi petugas agar tidak memborgol sang kakak.
“Dia juga merampas gelangku!” teriak Xu Linyin.
“Apa?!”
Bibi terkejut dan marah. Rupanya dalang utama perampasan gelang itu adalah anak keluarga ini. Ingat hari ini dia merampas makanan Lingyin lagi dan memukulinya, mata bibi memerah sambil menggeretakkan gigi:
“Keterlaluan, keterlaluan!”
Hah?
Xu Qi'an tertegun, menoleh bertanya: “Gelang itu juga dirampas si gendut itu?”
“Xu Linyin mengangguk kuat: "Iya Kakaa."”
Jika konflik ini hanyalah perselisihan antar anak, Xu Qi'an tentu tak akan menghukum seorang anak. Cukup ganti rugi biaya pengobatan. Ini juga alasan dia tidak memamerkan statusnya untuk menindas orang.
Tapi situasinya jelas berbeda. Si gendut kecil itu bukan pertama kali mengganggu Xu Linyin. Jelas-jelas melihat si kacang kecil mudah dijahili, seenaknya melampiaskan kekerasan padanya.
Hanya saja kali ini menabrak paku, menyentuh sisik naga si kacang kecil, hingga terkena serangan balik.
Ini perundungan, tak bisa ditahan.
"Oh ternyata anak kalian yang berbuat! Sebelumnya mengganggu adikku, merampas gelang tak ternilai harganya. Kali ini melihat makanannya mewah, langsung merampas dan memukulinya." Xu Qi'an menyeringai:
"Sekarang kalian pamer kekuasaan, memblokir sekolah untuk memeras 500 liang perak dariku."
"Gelang apa." Si pria paruh baya mendengus: "Masalah fiktif belaka."
Sang istri di sampingnya matanya berkedip-kedip, seperti teringat sesuatu.
Xu Qi'an menatap Butou: "Tuan, begini kejadiannya. Bocah keluarga Zhao berulang kali mengganggu adikku, merampas gelang gioknya. Kali ini merampas makanannya, adikku tak tahan lagi sehingga melawan."
"Gelang itu bernilai tinggi. Yang harus Tuan tangkap bukan saya, tapi mereka. Tolong bantu kembalikan barang hilang kami."
Wanita itu berteriak, "Gelang apa? Tidak ada hal seperti itu. Anak laki-lakiku terpelajar, mana mungkin melakukan hal seperti ini. Tuan, mereka bukan saja memukuli anak kita tapi juga memfitnah."
Pria paruh baya itu dengan wajah muram merangkapkan tangan, "Tuan, tangkap si brengsek ini. Saya akan memanggil paman untuk menangani ini."
Kalimat terakhir menjadi penentu. Begitu mendengar ini, Butou langsung memerintah, "Kunci mereka, bawa ke kantor!"
Baru saja selesai bicara, dia melihat pemuda di depannya mengeluarkan benda kuning keemasan dari dalam jubah dan melemparkannya ke arahnya.
Butou refleks ingin menghindar, tapi saat medali berputar di udara, dia mengenali bentuknya. Wajahnya berubah pucat. Sambil menangkap medali itu, kedua lututnya jatuh berdebam ke lantai.
Dengan tangan gemetar memegang medali, dia berucap, "T...Tuan..."
Sebagai Butou prefektur, dia sering membantu Butou kepala menangani kasus besar. Medali Emas istana pernah dia lihat beberapa kali.
Ada apa ini?
Wajah pasangan Zhao berubah.
Mereka tak mengenali medali itu, tapi reaksi Butou menjadi referensi terbaik.
Bukankah katanya ada kerabat yang menjadi Perwira Pengawal Pedang Kekaisaran? Kenapa begini? Apa status pemuda ini sangat tinggi? Tapi kenapa tadi tidak langsung bilang?
Berbagai pertanyaan berkelebat di otaknya. Dia teringat pamannya adalah Langzhang di Biro Administrasi Kementerian Personil, pejabat tingkat lima. Meski jabatannya, pejabat kelas empat pun bersikap hormat.
Hatinya pun tenang sedikit.
Xu Qi'an menatap Butou, "Siapa namamu?"
Butou menundukkan kepala, memikirkan pilihan yang baru saja diambilnya, keringat dingin mengucur di dahinya, "Bawahan Zhu Ying."
Xu Qi'an mengangguk halus: "Hamba bertindak atas perintah kekaisaran dalam penyelidikan ini. Ini medali emas pemberian Yang Mulia. Zhu Ying, kau memang berbakat. Hamba sangat mengagumimu dan memutuskan untuk mengajakmu bergabung dalam penyelidikan, sekaligus memegang medali emas ini untuk hamba."
Setelah berhenti sejenak, suaranya bergetar: "Jika medali ini hilang, pembantaian seluruh keluarga."
Plok... sebutir keringat sebesar kacang jatuh, menghantam tanah.
Zhu Ying berkata dengan suara gemetar: "Bawahan patuh pada perintah."
Xu Qi'an mengangguk puas: "Tetap berlutut."
Kemudian, ia menunjuk pasangan Zhao Shen, "Bawa kedua orang ini."
Perintah ini ditujukan kepada tiga petugas.
Tiga petugas muda itu menatap Zhu Ying. Zhu Ying bahkan tak berani mengangkat kepala, napasnya tersengal-sengal penuh amarah: "Apa masih bengong? Segera laksanakan!"
Ketiga petugas segera memborgol pasangan Zhao Shen.
"Pamanku adalah Langzhang Biro Seleksi Kementerian Personil, pejabat tingkat lima, pejabat tingkat lima..." teriak Zhao Shen sambil menggigit gigi.
Petugas menghantamnya dengan sarung pedang berkali-kali. Setelah dipukuli, barulah dia diam, menoleh ke pelayannya: "Cepat panggil pamanku!"
Xu Qi'an membawa bibi dan adik-adik perempuannya meninggalkan sekolah, berkata lesu: "Hari ini acara bermain batal. Aku harus kembali ke kantor Penjaga Malam untuk menangani ini. Bibi, ikut ke kantor atau pulang dulu?"
Bibi melirik si kacang kecil, mengingat ini urusan putrinya, ia menggigit bibir: "Ke kantor."
“Dua orang tadi terlalu keterlaluan, sekarang pulang ke rumah, semakin dipikir semakin kesal.”
……
Setelah orang-orang pergi, Tuan Li tua mengingat-ingat kembali responsnya tadi, memastikan tidak ada kesalahan, hatinya sedikit tenang. Ia mendekati Butou yang masih berlutut di tempat, berkata:
“Tuan, tadi... orang penting itu, dari kantor mana? Pangkat berapa?”
“Entah.” Butou Zhu menyesal sampai ingin menghunus golok bunuh diri, menggerutu:
“Urusan pangkat apa lagi, ini medali emas, kau paham medali emas?!”
Medali emas... Tubuh Tuan Li goyah, tangannya gemetar.
Keluarga gadis bodoh itu punya orang selevel ini?!
Ia sangat bersyukur telah bersikap adil, tidak memihak keluarga Zhao. Jika tidak, reputasi seumur hidup hancur, nyawa pun terancam.
Memikirkan ini, pandangannya ke Butou Zhu penuh belas kasihan.
……
Di perjalanan menuju kantor Penjaga Malam, Xu Qi'an menunggang kuda dengan Xu Linyin duduk di pangkuannya.
Tangan kiri gadis kecil itu memegang pai daging, tangan kanan sekantong bakso ikan goreng, makan dengan riang.
“Kejadian tadi... Lingyin puas?” Xu Qi'an menguji: “Kakak hajar mereka sampai babak belur.”
Inti perundungan bukanlah pukulan fisik, tapi trauma psikologis yang menggores jiwa polos anak.
“Lingyin, Lingyin?”
Xu Qi'an mendorong bahu adiknya.
Xu Linyin mengangkat kepala dari makanannya, mata hitam-putihnya berkedip: “Kakaa bilang apa?”
“Kau puas?”
“Hmm.”
"Kamu tahu apa itu melampiaskan kekesalan?"
"Hm."
"Saudara tertua akan menghukum orang tua si anak gemuk itu untukmu."
"Hm."
"Kakak keduamu sudah meninggal."
"Hm."
“……”
Ini benar-benar respons asal-asalan. Aku benar-benar bodoh, sungguh, sampai peduli dengan kesehatan mental anak kecil tolol.
Setelah menempuh perjalanan sejauh ini, Xu Linyin selesai makan lalu mengernyitkan alis kecilnya sambil mendongak: "Saudara tertua, aku..."
Xu Qi'an menunduk dan bertanya penuh perhatian: "Ada apa?"
Xu Linyin tiba-tiba "Waa" dan muntah ke pangkuannya, lalu sambil memandang dengan sedih dia berkata: "Aku mau muntah."
"Tidak bisakah kau memberitahu lebih awal?" Xu Qi'an mengedipkan mata kesal.
"Sama saja kalau memberitahu setelah muntah."
"Sama sekali tidak sama!"
"Menurutku sama."
"Bukan menurutmu, tapi menurutku. Kalau mabuk kereta kenapa tidak bilang... Sudahlah, nanti di rumah kuhukum." Xu Qi'an hampir hilang akal.
"Kalau begitu aku makan kembali." Xu Linyin berkedip-kedip meminta persetujuan kakaknya.
"Kau..." Xu Qi'an sakit hati dan frustasi: "Bagaimana bisa keluarga Xu punya anak bodoh seperti kamu, masih rakus lagi."
Dia menoleh ke arah kereta dan berteriak: "Bibi, putrimu muntahi aku, cepat berikan saputanganmu!"
Sang bibi mengangkat tirai kereta, melihat sekilas lalu menyodorkan saputangan dengan wajah jijik.
Xu Lingyue terkejut: "Bu, itu saputanganku!"
"Aku tahu. Linyin muntah, ini untuk membersihkan kekasih kita."
“……Kenapa tidak pakai milikmu sendiri.” Xu Lingyue berkata dengan perasaan tersakiti.
“Aku jijik.”
“……”
Bibi mengalihkan topik, kesal: “Aku memang terlalu lembut hati tadi, tidak bisa menangani dengan baik. Perempuan kasar itu menamparku, seharusnya aku mengangkat tangan untuk menahan, lalu membalasnya, bukan malah bersembunyi di belakang kakakmu. Sekarang Bu semakin memikirkannya, semakin marah.”
Banyak orang akan merasa kesal setelah kejadian, berpikir sebenarnya bisa begini begitu... Kenapa tidak mengambil tindakan terbaik? Semakin dipikir semakin tidak rela.
Xu Linyin melihat Kakaa membersihkan makanan yang dimuntahkannya, berkata prihatin: “Mereka sendiri yang keluar.”
“Tidak apa, kamu untung.” Xu Qi'an mengelus kepalanya: “Nanti kamu bisa makan siang lagi. Biasanya cuma sekali, sekarang bisa dua kali. Kedepannya kalau kamu makan sesuap lalu muntah, perutmu tak akan pernah kenyang, jadi bisa terus makan.”
“Benarkah?”
Xu Linyin langsung senang, dalam hati berpikir Kakaa sangat pintar.
“Benar.” Xu Qi'an menganggukkan kepala.
Tapi kamu akan dipukul setengah mati oleh Bu dulu.
“Kakaa, apakah aku hati melelehmu?” tanya Xu Linyin.
Xu Qi'an balik bertanya heran: “Ucapan ini lebih tiba-tiba daripada kepala kakak yang botak.”
Si kacang kecil menjawab: “Tadi malam aku dengar Ayah memanggil Bu hati meleleh, tapi tak pernah ada yang memanggilku hati meleleh.”
“Karena kamu bukan hati meleleh.”
Si kacang kecil berkata kecewa: “Lalu aku apa ya?”
Xu Qi'an menundukkan kepala, mengamati adik perempuan gemuknya: "Kamu menderita perlemakan hati."
……
Tak lama kemudian, mereka tiba di kantor Penjaga Malam.
