"Penguasa, semuanya sudah siap dikemas."
Su Su dengan rok satin putih berlapis-lapis dan riasan sempurna yang mengguncang kota dan negara, bersuara manja.
Li Miaozhen mengangguk halus, membuka kantong harum di pinggangnya. Tarikan vortex menyedot belasan hantu dalam tenda ke dalamnya.
"Sungguh disayangkan, Yang Mulia masih belum bisa mencapai pangkat empat." Su Su menghela napas:
“Jika tidak, dengan level murid Sekte Manusia, tidak akan ada yang bisa menjadi lawan sepadanmu.”
“Mencapai Yuan Ying bukanlah hal yang mudah.” Li Miaozhen menghela napas lesu.
Dia sudah terjebak di Tingkat Pil Emas selama dua tahun penuh.
Masalah perampok di Yunzhou telah berhasil ditumpas. Li Miaozhen bekerja sama dengan pasukan lokal Yunzhou dan dua Komandan Gong Emas menyerbu benteng-benteng, menghancurkan beberapa markas terbesar serta puluhan sarang perampok kecil.
Tentu saja, perampokan di Yunzhou seperti cacing penggerogot tulang yang telah hidup dan berkembang biak di tanah ini selama ratusan tahun, tidak mungkin dimusnahkan dalam sekali operasi.
Dalam beberapa tahun, mereka akan muncul kembali seperti api dalam sekam, berakar dan bertunas.
Hasil saat ini adalah batas maksimal yang bisa dicapai pasukan lokal. Yunzhou akan aman selama beberapa tahun ke depan, hasil ini sudah memuaskan bagi Li Miaozhen.
Selanjutnya, dia akan melakukan misi pribadinya – Pertarungan Langit vs Manusia!
Sekte Langit dan Sekte Manusia mengadakan Debat Jalan setiap satu putaran Jiazi. Sebelumnya, murid-murid berbakat generasi muda dari kedua sekte akan bentrok lebih dulu sebagai pemanasan untuk Pertarungan Langit vs Manusia.
Li Miaozhen adalah salah satu murid terhebat generasi ini di Sekte Langit. Yang lainnya adalah senior seperguruannya, juga anggota Tian Di Hui, pemegang Fragmen Ketujuh Kitab Bumi.
Tapi orang itu sekarang berada di Timur Laut, menghilang tanpa kabar karena hobi bermain wanita.
“Sayang si telur menyebalkan itu sudah tewas, kalau tidak dia bisa membantuku menyelidiki kasus pembunuhan massal keluarga Su.” Su Su tiba-tiba berkata.
Li Miaozhen memandangi Mei yang telah menemani tumbuh kembangnya, hatinya berdesir. Sebenarnya rumah Su Su bukan di ibukota. Bahkan jika orang itu ingin menyelidiki, mustahil meninggalkan ibukota dan menempuh ribuan li untuk menyelidiki kasus lama.
Su Su sendiri memahami logika ini, tapi selalu menggumamkannya sesekali. Seolah menyesali kasus pembunuhan massal, padahal menyesali si pria tak tahu malu itu.
Karena itu, harus melupakan segala keterikatan... desah Li Miaozhen dalam hati.
Keluarga yang tiada, duka tak terbendung. Kekasih yang berkhianat, dendam berkecamuk... Tujuh emosi dan enam keinginan di dunia fana adalah api neraka. Pantas dikatakan cinta mendalam tak panjang umur.
Hanya dengan tanpa perasaan, bisa bertahan sepanjang sejarah.
Membawa Su Su keluar dari tenda militer, lebih dari 400 Pasukan Feiyan telah berkumpul di alun-alun, menunggu dengan hening.
Empat ratus prajurit serentak melepas zirah.
Li Miaozhen perlahan menatap para prajurit. Saat ini sebagian memakai pakaian sipil, ada yang berbaju kasar, ada yang berpenampilan seperti tuan kaya, bahkan yang compang-camping seperti pengemis... Inilah wujud asli mereka yang paling awal.
Pasukan Feiyan adalah pasukan tak resmi. Anggotanya berasal dari berbagai penjuru - ada murid komunitas pengemis, pengembara dunia tanpa rumah, jagoan pencuri yang merampok orang kaya untuk membantu kaum miskin, dan sebagainya.
Mereka semua berkumpul di Yunzhou dan mengorganisir pasukan karena satu orang - pahlawan wanita bernama Feiyan.
Kini Li Miaozhen akan pergi. Secara alami pasukan ini pun bubar.
Setelah operasi pemberantasan perampok selesai, Yang Chuan’nan secara diam-diam menemui Li Miaozhen. Ia ingin memasukkan Pasukan Feiyan ke dalam pasukan reguler sejati dan membina mereka menjadi pasukan kartu as Yunzhou. Ia berharap Li Miaozhen bisa meyakinkan prajurit Pasukan Feiyan untuk tetap tinggal di Yunzhou.
Namun tak satu pun yang bersedia tinggal.
"Selama lebih dari setahun ini, kita bertempur bersama, menghancurkan ratusan benteng perampok besar kecil, membantai ribuan kriminal. Di setiap wilayah yang kita lewati, rakyat bisa hidup tenang tanpa takut ancaman perampok. Di setiap wilayah yang kita lewati, pedagang bisa berdagang untuk menghidupi keluarga. Di setiap wilayah yang kita lewati, cahaya keadilan menyinari...
"Li Miaozhen mengucapkan terima kasih atas kebersamaan kalian semua yang tak pernah menyerah. Namun, tak ada pesta yang abadi. Perjalanan di Yunzhou telah usai. Aku akan melanjutkan langkah, kalian pun sebaiknya pulang untuk berkumpul dengan keluarga.
"Jalan hidup panjang, penuh liku atau mulus, pahit atau manis. Kuharap kalian selalu mengingat masa-masa di Yunzhou, jangan lupa niat awal."
Saat mengucapkan ini, Li Miaozhen menatap 400 prajuritnya. Ia memberi hormat dengan tangan terkepal, suaranya bergema kuat: "Lakukanlah kebajikan, jangan pikirkan imbalan."
Empat ratus prajurit membalas hormat, riuh rendah suara mereka bagai gelombang dahsyat:
"Lakukanlah kebajikan, jangan pikirkan imbalan."
Inilah sosok Pahlawan Wanita Feiyan yang rela mereka berikan kesetiaan dan pengabdian.
……
Nanjiang.
Alasan suku gu dijuluki barbar bukan karena kebiasaan makan daging mentah, melainkan sistem kultivasi dan pola hidup mereka yang menyatu dengan gu.
Hanya dengan cara inilah gu bisa dibiakkan dan bersimbiosis dengan manusia.
Untuk menggambarkan dengan lebih tepat, perkembangan suku gu mengikuti "sistem gu sebagai dasar", sehingga tingkat peradabannya tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara berprinsip "manusia sebagai dasar" seperti Kekaisaran Feng, Wilayah Barat, dan Timur Laut.
Kesenjangan peradaban tercermin dalam berbagai aspek, yang paling mencolok adalah budaya dan arsitektur.
Suku gu masih menggunakan tulisan piktograf kuno hingga kini, dengan bangunan utama berupa rumah lumpur kuning dan gubuk jerami, menggunakan tembikar alih-alih keramik.
Namun, pakaian yang mereka kenakan tidak jauh berbeda dengan rakyat biasa Kekaisaran Feng. Suku gu Nanjiang ahli dalam menanam murbei dan beternak ulat sutra, kualitas benang sutra yang mereka kumpulkan beberapa kali lipat lebih baik daripada Kekaisaran Feng.
Tapi mereka tidak mahir dalam tenun, sehingga sering dibeli dengan harga murah oleh pedagang Kekaisaran Feng untuk sutra berkualitas tinggi, atau menukarnya langsung dengan kain jadi melalui sistem barter.
Gunung Bo membentang ratusan li dengan kekayaan alam melimpah.
Di pegunungan terdapat berbagai jenis burung dan hewan liar, tanaman obat serta buah liar tak terhitung jumlahnya. Di kaki gunung terbentang tanah subur dengan sungai-sungai berkelok, markas Divisi Gu Kekuatan berada di sini.
Divisi Gu Kekuatan telah membuka lahan ribuan hektar di dataran ini. Sebagian anggota suku bertani, sebagian berburu, saling bertukar barang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Mosang membawa busur tanduk banteng di punggungnya, memimpin regu pemburu pulang dengan hasil: ada yang menggendong babi hutan seberat ratusan kati, ada yang membawa ayam hutan berwarna-warni, semua kembali dengan tangan penuh.
Di ladang kaki gunung, Mosang melihat adik perempuannya Lina yang sedang memetik sayur bersama para wanita.
Lina mengenakan pakaian lusuh berpotongan sederhana yang memperlihatkan kedua betis panjangnya yang seimbang. Iklim Nanjiang yang panas membuat rok satin dan lengan panjang ala Kekaisaran Feng tak bisa dipakai di sini, sehingga suku gu biasa memotong dan memodifikasi pakaian gaya Feng.
Ujung rok hanya sampai lutut, sedangkan lengan baju dipangkas hingga siku.
“Lina!”
Mosang memanggil, menunggu adiknya mengangkat kepala sebelum melanjutkan, “Kemarin Ibu Gu Langit mengirim pesan via Elang Salju, menyuruhmu menemuinya hari ini. Kenapa kau masih berlambat-lambat di sini?”
Lina tertegun sejenak lalu menepuk kepalanya, “Aduh, aku lupa! Mosang, kenapa tidak mengingatkanku lebih awal?”
Sorakan riuh terdengar dari para pria di belakang Mosang, disusul gelak tawa para wanita di sawah.
Suasana riang tiba-tiba memenuhi udara, tapi Mosang merasa malu. Ia menengok sambil membentak, “Tertawa apa tertawa!”
Di seberang, Lina yang mengenakan sepatu kain lembut membersihkan tangan di tepi sungai sebelum berangkat menuju permukiman Suku Gu Langit yang berjarak ratus li.
Melihat itu, Mosang berteriak, “Bendungan di Klan Gu Tian ada yang jebol, jangan lupa bantu menghajarnya!”
“Tahu lah!” Jawab Lina dengan lantang sebelum berlari menjauh.
……
Dibandingkan Divisi Gu Kekuatan, Klan Gu Tian lebih mirip kota kabupaten ala Dinasti Feng. Tampilannya meskipun masih sederhana, sudah tidak lagi berupa gubuk jerami, melainkan rumah tanah liat dan bata.
"Klan Gu Tian dibangun di kaki Gunung Luoxia. Dari kaki hingga pinggang gunung, sawah-sawah berteras bertumpuk rapi. Di puncak terdapat bendungan yang tiba-tiba jebol kemarin, menghanyutkan terasering."
"Lina yang sering bermain di berbagai klan saat muda dengan lincah mendaki Gunung Luoxia. Setelah berjalan jauh di pegunungan, ia melihat celah pelapukan di bendungan yang ambruk."
"Terlihat puluhan anggota Klan Gu Tian berdiri di tepi waduk. Yang memimpin adalah Ibu Gu Langit berambut putih."
"Pandangan Lina melesat melewati mereka, menatap permukaan waduk. Terapung di sana jenazah monster sepanjang lebih dari sepuluh zhang. Permukaan tubuhnya tertutup sisik hitam, kepala runcing, leher jenjang, cakar berselaput."
"Ibu Gu Langit menangkap kehadiran Lina, lalu melambainya."
"Lina melompat lincah di antara bebatuan, menghampiri sang Ibu. Dengan suara manis ia bertanya: 'Ibu, monster apa itu?'"
"'Jiao!'"
"Ibu Gu Langit tersenyum ramah: 'Entah datang dari mana, merusak bendungan. Tunas padi yang baru ditanam suku kita semuanya hanyut.'"
"'Oh...'"
"Ini pertama kali Lina melihat Jiao, tapi pernah dengar. Monster ini hidup di perairan Nanjiang yang berkelok-kelok, berkeliaran melalui sungai bawah tanah."
"Konon salah seorang paman Lina dimakan Jiao saat bermain air."
"'Bantu kumpulkan batu untuk menutup celah secepatnya,' pinta Ibu Gu Langit."
"'Siap!'"
Mengerjakan tenaga kerja kasar adalah keahlian Lina. Dia segera berlari pergi. Kurang dari setengah ke, semua orang mendengar suara langkah kaki berat. Mengikuti arah suara, sebuah "gunung batu" perlahan bergerak.
Gunung batu ini tingginya lebih dari 20 zhang (60-70 meter). Jika dilempar ke waduk bisa menciptakan ombak raksasa.
Gunung batu tidak bergerak sendiri, tapi dipikul oleh Lina. Namun dibandingkan batu raksasa 20 zhang, tubuhnya kecil seperti semut.
Orang-orang dari Klan Gu Tian tetap tenang bagai gunung runtuh, seolah sudah terbiasa dengan pemandangan ini.
Dari tujuh suku, Divisi Gu Kekuatan terkenal dengan kekuatan fisiknya. Ayah Lina, Longtu, adalah ahli pindah gunung sejati. Saat perang melanda Kekaisaran Feng dulu, dia memanggul gunung dan melemparkannya ke pasukan musuh, menghantam mati ribuan orang.
Batu raksasa perlahan digeser ke dekat bendungan. Dengan suara Boom!, Lina meletakkannya.
Semua orang berdiri di atas bendungan memandang ke bawah. Lina perlahan menekuk pinggang, membuka kuda-kuda, mempersiapkan diri selama beberapa napas. Tiba-tiba dengan teriakan "Hei Hou!", dia menghantamkan tinju ke permukaan batu.
Suara krak! Retakan seperti jaring laba-laba muncul di permukaan batu, menyebar cepat. Seketika batu raksasa itu hancur berkeping-keping menjadi bebatuan kecil.
Dengan ini, bahan untuk memperbaiki bendungan sudah tersedia. Para anggota Klan Gu Tian tidak perlu susah payah mengumpulkan material lagi, menghemat banyak waktu dan tenaga.
Menyisakan anggota suku untuk memperbaiki bendungan, Ibu Gu Langit membawa Lina turun gunung dan kembali ke tempat tinggalnya - sebuah rumah berlengkung dengan empat sayap yang memiliki pelataran.
Menantu Ibu Gu Langit sedang berjemur jenazah serangga gu yang akan dijadikan katalis di paviliun, sementara anak laki-lakinya memelihara serangga gu di pekarangan belakang.
Ibu Gu Langit langsung membawa Lina masuk ke dalam rumah, mengambil sebuah kotak kayu dari lemari. "Braak!" Kotak itu terbuka, memperlihatkan seekor serangga seputih giok berbaring di dalamnya, berbentuk seperti kalajengking dengan enam kaki ruas.
Dua butir mata hitam legam di atas kepalanya tampak agak menggemaskan.
“Ini adalah Qijue Gu yang dibuat pasangan tua Ibu. Sebelum dia pergi, gu ini baru setengah jadi. Ibu butuh dua puluh tahun untuk menyelesaikannya.” Ibu Gu Langit mendorong kotak ke arah Lina sambil berkata:
“Sekarang diserahkan padamu untuk dijaga.”
“Untukku?” Lina terlihat agak terkejut.
“Bukan untukmu, tapi untuk disimpan. Di masa depan kau harus memberikannya pada orang yang berjodoh.”
Serangkaian tanda tanya berkelebat di benak Lina.
Sama sekali tak paham arah pembicaraan ini, tiba-tiba diberi Qijue Gu lalu diminta menyerahkan pada orang takdir.
Ibu Gu Langit menutup kotak sambil berkata: “Masih ingat cerita dua pencuri yang Ibu ceritakan dulu?”
Lina menganggukkan kepala dengan kuat: "Masih ingat."
Pada saat yang sama, dia teringat pada Nomor Tiga. Ngomong-ngomong, sudah lama Nomor Tiga tidak mengirim pesan. Grup Obrolan Kitab Bumi kembali ke keadaan senyap seperti sebelumnya.
“Di Klan Gu Tian ada sebuah legenda, pada hari Kebangkitan Gu Shen, seluruh Nanjiang bahkan sembilan provinsi akan berubah menjadi dunia gu. Meskipun suku gu bertahan dengan memelihara dan menyempurnakan gu, gu hanyalah alat, kita tetap manusia.”
Mata Ibu Gu Langit memancarkan ekspresi rumit: “Ini bukan legenda, melainkan kiamat yang diprediksi turun-temurun oleh Klan Gu Tian. Untuk mengintip masa depan ini, banyak senior terkena pemantulan Tianji.
“Agar Gu Shen tetap tertidur panjang, dua puluh tahun lalu, orang tua itu menemukan sebuah cara. Dia ingin mencuri sesuatu untuk menekan Gu Shen, membuatnya tertidur turun-temurun.
“Lalu dia meninggalkan Nanjiang, sejak itu tak ada kabar. Tak lama kemudian, Nyawa Terakhir yang ditinggalkannya di suku layu, barulah aku tahu dia telah meninggal.”
“Apa yang dicuri itu?” Lina memeluk kotak kayu, mata birunya seperti laut berkilau penuh rasa ingin tahu.
Ibu Gu Langit menggeleng sambil menepuk-nepuk punggung tangan Lina, suaranya penuh kelembutan: “Ibu sudah tua, tak tahan pemantulan Tianji.”
Makanya dikatakan Tianji tak boleh dibocorkan.
“Tadi malam, kulihat perubahan nasib. Benda itu hampir muncul, Lina, kau juga terlibat.” Sorot mata Ibu Gu Langit membara menatapnya.
“Aku?”
Lina mengedipkan mata birunya, tak paham bagaimana dirinya yang biasa-biasa saja bisa masuk dalam "cerita" Ibu Gu Langit.
"Pergilah ke ibukota. Kultivasimu sudah cukup, hanya kurang pengalaman. Ini kesempatan baik untuk menjelajahi dunia." Ibu Gu Langit menambahkan:
"Aku sudah berdiskusi dengan ayahmu, dia juga setuju."
Pergi ke ibukota... Lina menatap kotak kayu di tangannya, menyadari dirinya tidak terlalu menolak ide ini. Yang pertama muncul di otaknya adalah Nomor Tiga, Nomor Satu, dan Taois Kim Lien.
……
Tengah hari, matahari bersinar hangat memenuhi Kediaman Xu dengan tawa riang.
Meja-meja pesta minum berjejer di halaman besar. Sebelah kiri diisi sesuku Xu, sebelah kanan oleh rekan sejawat dan teman lama Xu Pingzhi serta Xu Qi'an.
Bupati Changle beserta Kuàishǒu dari pasukan patroli juga hadir, tentu termasuk Butou prefektur Lü Qing.
Sayangnya Li Yuchun, Song Tingfeng dan yang lain sedang di Yunzhou sehingga tak bisa menghadiri pesta.
Xu Pingzhi mengajak Xu Qi'an berkeliling memberi hormat dengan arak. Awalnya Xu Qi'an hanya sekadar formalitas, tapi saat mendengar sorakan "Tuan Viscount" di antara ucapan selamat... tiba-tiba ia menyukai perasaan ini.
Saat tiba di meja Bupati Zhu, pejabat bermuka bulat itu berkomentar: "Hamba punya keponakan perempuan berusia 16 tahun yang cantik jelita. Semula ingin dijodohkan dengan Ning Yan, tapi sekarang tampaknya tak mungkin."
Putri Bupati Zhu sudah menikah, kalau tidak mungkin masih bisa dijodohkan dengan Xu Qi'an. Tapi keponakan tidak cukup, statusnya terlalu rendah.
Wang Butou tersenyum menyambung, "Ning Yan sekarang sudah menjadi Viscount, yang cocok untuknya hanyalah putri dari keluarga terhormat, putri dari klan besar."
Semua orang tertawa terbahak-bahak.
Di meja sebelah, Lü Qing mendengar percakapan itu dan hatinya menjadi sedih, diliputi rasa kecewa yang mendalam.
Sebenarnya, dengan statusnya sebagai Butou Prefektur, dia cukup layak untuk menikahi Penjaga Malam. Lagipula mereka seprofesi, bisa disebut padanan sempurna dari surga.
Tapi setelah Xu Qi'an mendapat gelar bangsawan dan masuk ke strata bangsawan, tentu tak mungkin menikahi petugas patroli wanita sebagai istri utama - itu tak sesuai dengan etiket.
Pesta baru berakhir pada pukul 13:30 (siang hari pukul satu setengah). Xu Qi'an dan Paman Xu Er mengantar tamu pulang, sementara Bibi mengawasi pelayan membereskan sisa-sisa pesta.
Pukul 15:45, Erlang Xu kembali bersama para pelayan dan dayang.
Bibi memang seorang ibu kandung sejati, menyuruh koki wanita menghangatkan sisa makanan siang untuk Erlang.
"Setelah makan, Erlang harus istirahat yang cukup. Besok pagi harus bangun awal untuk ujian di Balai Ujian." Bibi dengan gesit menyuapi anaknya.
Waktu makan malam belum tiba, tapi karena Erlang harus bangun pagi besok, mereka makan lebih awal agar bisa istirahat cukup - kurang tidur akan mempengaruhi hasil ujian.
Xu Qi'an duduk di samping sambil minum teh, tiba-tiba bertanya, "Erlang, materi ujian tingkat provinsi apa saja?"
Erlang menjawab sambil menyantap makanan, "Pertanyaan Strategi, Makna Klasik, dan Puisi Klasik."
，：“Dari era Kaisar sebelumnya, puisi klasik sudah dikeluarkan dari sistem ujian kekaisaran. Hingga tahun ke-11 era Yuanjing, saat Wang Zhenwen masuk kabinet, berkat dorongannya, puisi klasik kembali dimasukkan ke dalam sistem ujian.”
Dalam dua ratus tahun persaingan aliran ortodoks Konfusianisme, dunia puisi semakin merosot sampai pada titik hampir tersingkir dari panggung ujian kekaisaran.
“Kalau Saudara Tertua ikut ujian kekaisaran, setidaknya bisa menghidupkan kembali dunia puisi.” Xu Erlang memberikan penilaian objektif sambil meneguk anggur, lalu menatap ayahnya dengan nada sendu:
“Sejak akhir tahun lalu, reputasi Saudara Tertua di dunia puisi semakin melambung. Lambat laun Ayah juga mulai terkenal.”
Xu Pingzhi yang sedang menggendong Xu Linyin di pangkuan dan bermain dengan putrinya tertegun sejenak, lalu wajahnya berseri-seri sambil tertawa terbahak-bahak:
“Sebenarnya ini murni bakat alami Si Kekasih. Aku juga tidak banyak membinanya. Kalangan terpelajar ini suka membesar-besarkan hal kecil... Bagaimana cara mereka memujiku?”
Sudut bibir Xu Xinnian mencuat: “Mereka memuji Ayah sebagai 'tidak pantas dilakukan manusia'.”
“？？？”
Xu Pingzhi murka dan menepuk meja: “Sungguh keterlaluan! Atas dasar apa mereka berkata begitu?”
Xu Erlang melirik ke arah kakaknya, terkekeh: “Semakin banyak puisi yang diciptakan Kakak, semakin terkenal nama buruk Ayah. Bisa jadi suatu hari nanti akan terukir dalam catatan sejarah.”
Malam itu, Xu Pingzhi gelisah hingga tak bisa tidur.
Bibi membentak: “Masih hidup saja sudah memikirkan reputasi ratusan tahun kemudian. Bikin pusing tidak karuan!”
“Pendapat wanita.” Xu Pingzhi mendengus, wajahnya gelisah tak karuan: “Erlang punya bakat sebagai perdana menteri, Kekasih nanti juga bisa tercatat dalam sejarah. Ketika keturunan kami menilai mereka, pasti akan memuji. Tapi untukku, hanya empat kata: tidak pantas dilakukan manusia.”
Bibi bergumam: “Setidaknya itu juga tercatat dalam sejarah... Ngomong-ngomong, aku mau bicara sesuatu. Jika Erlang ditugaskan di luar nanti, bisakah kau usahakan agar dia tinggal di ibukota?”
“Lupakan saja. Dia murid Akademi Yunlu, penugasan di luar tak terhindarkan. Semoga tidak terlalu jauh.” Xu Pingzhi menghela napas pasrah.
Murid Akademi Yunlu umumnya sulit masuk pusat kekuasaan dunia birokrasi ibukota. Sebagian besar akan ditempatkan di berbagai provinsi dan daerah. Kalaupun tinggal di ibukota, hanya menjadi pejabat kecil.
“Bagaimana kalau kau minta tolong Ning Yan? Dia Penjaga Malam yang kenal Putri, pasti punya cara.” Bibi duduk di ranjang dengan lutut ditekuk, di bawah cahaya lilin, alisnya berkerut.
“Ini urusan Kementerian Personil, apa hubungannya dengan Penjaga Malam?” Xu Pingzhi menurunkan suaranya:
“Penjaga Malam mengawasi para pejabat, paling dibenci pejabat sipil. Jika Ning Yan yang turun tangan, hasilnya malah kontraproduktif.”
Bibi merebahkan diri di ranjang, memeluk bantal, wajahnya masih muram.
……
“Dum! Dum! Dum!...”
Xu Xinnian yang sedang bersiap tidur dengan baju putih longgar mendengar ketukan pintu. Saat dibuka, terlihat Xu Qi'an berdiri di luar.
“Ada perlu apa Saudara Tertua mencariku?”
Xu Qi'an mengamati adik juniornya yang bermulut merah bergigi putih dan tampan tiada tara, seraya tersenyum lebar berkata: "Mari tebak soal."
