Chu Caiwei menggigit bibirnya, mata almondnya yang berkilau mengikuti sosok itu hingga masuk ke mangkuk emas. Si Cantik Mata Besar masih belum bisa melepaskan diri dari adegan tadi.
Sungguh gagah... pikirnya.
"Tuan Muda Xu benar-benar jelmaan Dewata." Para ahli sihir berbaju putih itu berdecak kagum dari lubuk hati.
Cara memamerkan kehebatan di depan orang seperti ini terasa terlalu modern dan inovatif bagi mereka, memberikan guncangan hebat pada jiwa.
Dibandingkan dengan Senior Yang yang hanya bisa mengulang-ulang "Tak ada orang sepertiku di dunia", ini jauh lebih tinggi kelasnya.
Memikirkan hal itu, para ahli sihir berbaju putih dan Chu Caiwei spontan menoleh ke Yang Qianhuan. Mereka melihat tubuh Senior Yang mulai kejang-kejang.
"Ternyata bisa seperti ini... Ternyata bisa seperti ini... Di hadapan ribuan rakyat ibukota, di depan para bangsawan Kekaisaran Feng, minum anggur dengan heroik, melantunkan syair dengan gagah berani, menerima tantangan dengan semangat.
"Mengapa hanya dengan membayangkan diri masuk ke dalamnya, aku langsung merasakan otak bergemetar tak henti. Inilah kesempurnaan yang selama ini kukejar, inilah sensasi yang kuidamkan. Tak kusangka dia bisa melakukannya dengan mudah..."
"Tidak! Ini seharusnya kesempatanku, kesempatanku! Kepala Divisi Lao... Lao... menyesatkanku."
Di atas atap gedung minuman pinggiran, Chu Yuanzhen menghela napas: "Luar biasa, sungguh luar biasa. Kemampuan berjudi mata seperti ini bisa disebut tiada tanding sepanjang masa. Dulu ketika meraih juara ujian kerajaan pun, tak secemerlang dirinya."
"Amitabba, karena itu Yang Mulia Xu memang pria penuh kejutan." Kata Hengyuan sambil tersenyum.
Karakter seperti Yang Mulia Xu jauh lebih menarik dibanding kaum terpelajar kaku, juga lebih mudah bergaul daripada prajurit yang mudah menghunus golok.
Mungkin inilah alasan bidadari Jiaofangsi begitu menyukainya - selain ngidam puisinya, sifatnya yang disukai perempuan juga menjadi faktor.
"Dia masuk ke dalam."
Di kerumunan padat, seorang warga menunjuk ke "lukisan" yang terproyeksi di langit. Di kaki gunung megah itu, muncul sosok pria berjubah.
……
Aksi memamerkan kehebatan kali ini kuscore 99. Kurang satu karena merasa agak canggung... Tapi selama aku pura-pura tak canggung, ini akan jadi permata sempurna... Sesekali ber-Zhong'er rasanya cukup memuaskan... Xu Qi'an sambil mengevaluasi manuver pamer tadi, melirik ke sekeliling.
Dunia ini terasa nyata, mungkin memang nyata. Dia memasuki dimensi kecil yang diciptakan kesaktian besar Aliran Buddha.
"Aliran Buddha menjulang megah, diselimuti kabut dan awan, bagaikan negeri dongeng di luar dunia."
"Di telinga terdengar nyanyian Buddhis yang samar-samar, membuat hati tenang tanpa sadar, meninggalkan segala keresahan dunia fana, menyisakan kedamaian dan sukacita dalam batin."
"Di depan mata terbentang tangga batu berkelok-kelok, memanjang ke kedalaman kabut."
"Xu Qi'an menyebarkan pola pikirnya, merasakan sejenak, tak menemukan jejak kehidupan apapun, serangga atau binatang punah."
"Biksu kecil Jing Si berjaga di lereng gunung, mungkin bukan rintangan pertama. Apa ujian pertama ini?"
"Dengan kebingungan, ia mulai mendaki."
"Setelah berjalan tenang selama seperempat jam, Xu Qi'an melihat prasasti kecil di pinggir tangga bertuliskan: 'Delapan Penderitaan!'"
……
"'Delapan penderitaan hidup: kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, perpisahan dengan yang dicintai, bertemu musuh, keinginan tak tercapai, lima agregat yang berkobar...'"
"Suara welas asih Master Du'e bergema di telinga penonton: 'Rintangan pertama adalah Formasi Delapan Penderitaan. Hanya yang bermental kuat berhak mendaki dan melanjutkan ujian Dharma.'"
"Di atas Panggung Bagua, Kaisar Yuanjing berjubah Tao berdiri di tepi, memandang ke alun-alun dengan suara berat: 'Zhen pernah dengar formasi ini. Kepala Divisi, sekuat apa Formasi Delapan Penderitaan?'"
"Ini bukan soal kekuatan, tapi formasi yang khusus menguji ketahanan jiwa." Kepala Divisi meneguk anggur kecilnya, menjelaskan pada kaisar:
"Jika seorang bocah kecil memasuki Formasi Delapan Penderitaan, mereka bisa keluar dengan mudah. Semakin banyak pengalaman hidup seseorang, semakin sulit merusak formasi ini. Di Aliran Buddha, Formasi Delapan Penderitaan digunakan para biksu untuk mengasah mental."
"Ada yang melalui ujian ini dan mentalnya semakin sempurna. Ada pula yang terperangkap dalam delapan penderitaan hingga hati Buddhanya hancur."
Kaisar Yuanjing langsung tegang: "Bahkan biksu Buddha tingkat tinggi saja demikian, apalagi dia?"
Kepala Divisi tersenyum: "Bertarung melawan Aliran Buddha tak semudah itu. Hanya Formasi Delapan Penderitaan saja, di ibukota ini yang bisa melewatinya dengan selamat bisa dihitung jari."
Mendengar ini, alis Kaisar Yuanjing berkerut.
Yang bisa melewati Formasi Delapan Penderitaan di ibukota memang sedikit. Ia tak yakin "beberapa orang" itu termasuk Xu Qi'an. Ini bukan masalah bakat, tapi terkait karakter moral, pemahaman, dan sistem yang dianut.
Bagaimana seorang prajurit menghadapi Formasi Delapan Penderitaan yang digunakan biksu Buddha untuk mengasah hati?
Jika Aliran Buddha menekankan kemurnian Hati Bodhi, maka prajurit tak terikat aturan - hatinya keruh.
"Jika kalah dalam pertarungan ini, hubungan sekutu yang setara akan mulai miring..." batin Kaisar Yuanjing.
Inilah yang paling dikhawatirkannya. Dibanding dua puluh tahun lalu, kemampuan ekonomi Kekaisaran Feng telah merosot drastis, tak bisa lagi disetarakan dengan Aliran Buddha Wilayah Barat.
Semua pihak tahu hal ini tapi tak ada yang mengungkit. Namun jika kalah dalam pertarungan, catatan sejarah epos akan membuat masalah ini terbuka ke permukaan.
"Para sejarawan yang meneliti periode ini di kemudian hari akan menyimpulkan bahwa di masa senja Yuanjing, melemahnya kemampuan ekonomi Kekaisaran Feng membuat sang kaisar bukanlah pemimpin kebangkitan, melainkan penguasa yang lalim dan bodoh."
"Jangan sampai kalah. Apapun yang terjadi harus menang. Ada tiga kesempatan. Jika Xu Qi'an gagal, Kepala Divisi, lebih baik pilih orang yang kompeten." Kaisar Yuanjing mengucapkan kata demi kata dengan tegas.
……
"Formasi sebegitu mengerikan?"
Chu Yuanzhen terkejut setelah mendengar penjelasan Hengyuan.
"Melihat karakter Xu Ningyan, kurasa dia takkan mampu melewati ujian Formasi Delapan Penderitaan." Chu Yuanzhen bergumam pelan.
"Mungkin kau harus lebih percaya diri dan menghilangkan kata 'kurasa'." Hengyuan menghela napas:
"Formasi Delapan Penderitaan ini digunakan para biksu senior untuk mengasah hati Buddha. Biksu beladiri yang terjebak di dalamnya bisa mengalami keretakan jiwa ringan hingga kegilaan parah."
Chu Yuanzhen wajahnya berubah pucat: "Aliran Buddha terlalu kejam. Apa mereka ingin menghancurkan Xu Ningyan?"
Hengyuan bersuara berat: "Formasi Delapan Penderitaan punya satu fungsi lagi..."
……
"Tidak ada fluktuasi Qi, tidak ada umpan balik bahaya. Formasi Delapan Penderitaan tidak akan menyerangku." Xu Qi'an berdiri di tepi batu prasasti, lama tak melangkah.
Sudahlah, hancurkan formasi dulu.
Xu Qi'an menginjakkan kaki ke tangga batu memasuki formasi. Seketika, pemandangan berubah. Gunung Buddha memudar, tangga menghilang, kegelapan menyelimuti pandangan.
"Waaa... waaa..."
Tangisan bayi menyobek kegelapan. Ia melihat dinding putih, seprai putih, dan kerumunan orang berbaju seragam putih.
Seorang perawat menggendong bayi baru lahir, sedang membersihkan tubuhnya.
Di ranjang terbaring seorang wanita dengan wajah pucat pasi dan keringat bercucuran, parasnya cantik jelita namun terasa sangat familiar.
"Ibu..."
Secara spontan, Xu Qi'an memanggil.
Ini bukan kelahiran Xu Qi'an dari Kekaisaran Feng, melainkan kelahiran Xu Qi'an yang tumbuh di bawah panji-panji merah dan lahir di Tiongkok baru.
Anak itu bertumbuh besar, melewati masa kanak-kanak paling bahagia sebelum dipaksa masuk sekolah. Hari demi hari, tahun demi tahun, beban pelajaran yang berat menguasai masa remajanya.
Akhirnya, setelah lulus dan dewasa, dia berencana memasuki dunia kerja.
Saat itu, orang tua yang sudah mulai berubau menepuk bahunya dengan perasaan bersalah: "Kau akhirnya lulus dari akademi kepolisian. Kami tak bisa memberimu apa-apa. Kau harus berjuang sendiri untuk beli rumah, mobil, dan cari istri. Semua tergantung usahamu."
Masuk ke instansi, dia bekerja siang-malam tanpa henti. Untuk mengumpulkan uang muka rumah, dia belajar sampai larut malam. Akhirnya, dia berhasil membayar uang muka sebuah rumah.
Masalah baru muncul: tak ada biaya renovasi...
Xu Qi'an merenung dalam kepahitan, keluar dari instansi, terjun ke dunia bisnis. Usahanya gagal, memulai perjuangan selama sepuluh tahun.
Sepuluh tahun kemudian, akhirnya dia punya rumah renovasi mewah dan tabungan. Saatnya membangun keluarga.
Di saat itu, ayahnya sakit... Penyakit parah itu hampir membuatnya bangkrut. Kondisi fisik ayahnya ambruk, dia harus menanggung biaya hidup kedua orang tua.
Karena hal ini, pacar yang sudah bertahun-tahun mendampinginya pergi meninggalkannya.
"Bukankah seharusnya aku mati mendadak karena mabuk saat ini..." Dia sangat ingin mengejek diri sendiri, tapi hatinya terasa begitu berat.
Adegan berubah, akhirnya dia menikah sebelum usia 40 tahun dengan istri yang cukup baik. Tahun berikutnya anak mereka lahir. Pasangan ini bertengkar hebat demi menyekolahkan anak di institusi yang lebih baik.
Sejak itu, mereka hidup untuk anak semata - membesarkannya, membiayai pendidikannya. Hingga suatu hari sang anak berkata: "Ayah, Ibu, aku akan menikah. Tapi perlu rumah sendiri, calon istriku tak mau tinggal bersama kalian."
"Oh, sebelum itu, siapkan mas kawin puluhan juta. Pakai saja uang pensiun Ayah."
Baiklah, mereka pun mengencangkan ikat pinggang. Tabungan seumur hidup dikeluarkan untuk mencicil KPR anak. Bukankah untuk inilah manusia hidup?
Akhirnya sang anak menikah, punya rumah sendiri, memulai hidup baru. Cucu lahir. Pasangan tua ini terpisah - sang istri harus pindah untuk merawat kehidupan anak menantu dan mengasuh cucu.
Xu Qi'an memulai babak hidupnya sebagai duda yang sepi...
Episode terakhir hidupnya diakhiri di tempat tidur rumah sakit. Saat mengembuskan napas terakhir, hanya sang istri beruban yang mendampingi.
Pada detik-detik terakhir, Xu Qi'an justru merasakan kelegaan: "Akhirnya bisa beristirahat."
Satu siklus reinkarnasi berakhir. Siklus kedua dimulai.
"Dari lahir hingga kematian, sepanjang hidupnya dia menjadi budak korporat, berjuang keras untuk 'bertahan hidup'. Masa muda dibebani tugas sekolah yang berat, usia remaja berjuang untuk masa depan, setengah baya berkorban untuk anak, hingga tua pun masih terus berjuang untuk keturunan."
"Kecuali masa kanak-kanak yang tanpa beban, sampai detik terakhir menghembuskan napas, barulah dia benar-benar 'bebas', merasakan semua beban telah terlepas."
"'Inikah delapan penderitaan hidup? Lahir, tua, sakit, mati, berpisah dengan yang dicintai, bertemu dengan yang dibenci, keinginan tak tercapai, lima skandha yang menyala-nyala... Hidup seperti ini apa artinya? Hidupku bukan seperti ini, seharusnya tidak seperti ini.'"
"Dalam siklus reinkarnasi yang berulang, keinginan Xu Qi'an untuk menjauhi duniawi semakin kuat. Di dalam hati terdengar suara terus berbisik: 'Beristirahatlah, beristirahatlah, hidup seperti ini tak ada artinya.'"
"Lepaskan semua ini, maka kau akan bebas."
"'Tidak, tidak, kehendakku bermasalah...' Dia segera menyadari pikirannya mulai menyimpang, seolah terkena skizofrenia."
"Satu sisi membujuknya meninggalkan keduniawian mencari kebebasan. Satu sisi lain tetap teguh pada prinsip dan keyakinannya."
"Dua kesadaran bertabrakan dalam tubuhnya. Xu Qi'an memeluk kepalanya kesakitan."
"'Pikirkan sesuatu lain, pikirkan pantat putih Fuxiang.'"
……
"Semua perilakunya diamati oleh penonton di luar arena. Banyak orang merasa cemas untuknya."
"'Ada apa ini? Terlihat sangat menderita? Padahal jelas tidak ada apapun yang terjadi.'"
"Formasi Delapan Penderitaan bekerja pada batin. Orang luar tak bisa mengintip dunia mental Xu Qi'an, sehingga tak mampu berempati."
“……Baru tahap pertama, orang itu sudah begitu menderita. Bagaimana bisa mendaki gunung?”
Seorang preman dunia berkomentar dengan sedih: "Perbedaan mencolok seketika. Pertarungan kali ini mungkin akan berakhir buruk."
Mereka tak mengerti apa itu Delapan Penderitaan. Mereka hanya melihat Xu Qi'an memasuki "gulungan lukisan" dan mulai mendaki, namun baru beberapa langkah sudah menunjukkan kondisi seperti itu.
Sangat mengecewakan.
Di dalam tenda kerajaan, Putri Huaiqing mengepal erat tinjinya, seluruh tubuh tegang, tak berkedip memandangi Xu Qi'an, menunjukkan ketegangan yang mendalam.
Huaiqing menggenggam cangkir tehnya tanpa pernah meletakkannya.
"Bu, Kakak tertua terlihat sangat kesakitan," kata Xu Lingyue dengan suara gemetar.
Bibi segera menoleh ke suaminya. Melihat wajahnya yang berwibawa, dia tak berani bertanya. Dengan suara peluk dia menghibur: "Tak apa, Kakakmu selalu hebat. Di Yunzhou dia bahkan tak takut pada puluhan ribu pemberontak, apalagi beberapa keledai botak ini."
"Paman, kenapa Kakak tertua?" tanya Xu Linyin sambil menunjuk ke langit.
"Tak ada apa-apa."
Suara Wei Yuan tenang, namun urat menonjol di punggung tangan yang mencengkeram sandaran kursi. Tubuhnya tanpa sadar condong ke depan, pandangannya tak lepas dari "gulungan lukisan".
"Delapan Penderitaan!"
Perdana Menteri Wang Zhenwen mendengus dingin: "Formasi ini digunakan biksu Buddha untuk mengasah hati nurani. Jika petarung terjebak dan gagal merusak formasi, jiwanya akan hancur menjadi orang tak berguna. Jika berhasil melewatinya, berarti dia memiliki bakat Buddha. Saat itulah kesempatan untuk merekrutnya ke Aliran Buddha."
“Arhat Du'e benar-benar punya metode hebat. Begitu mempermalukan Kekaisaran Feng, apakah tidak takut dengan satu juta pasukan terlatih kami?”
Sebagai Perdana Menteri Feng, saat kaisar tidak ada, Wang Zhenwen bertindak sebagai pengambil keputusan.
Dengan wawasan luas dan taktik politik matang, dia langsung mengungkap skema Arhat Du'e hanya dengan beberapa kalimat.
Master Du'e melantunkan mantra Buddha dengan tenang: "Memeluk agama Buddha bukanlah takdir yang buruk."
Chu Yuanzhen baru menyadari fungsi lain Formasi Delapan Penderitaan, sekaligus mengerti mengapa Hengyuan No.6 tadi ragu-ragu.
Rencana Arhat Du'e memang agak licik.
Ujian pertama menguji bakat Buddha. Jika tidak ada, Xu Qi'an bisa dihancurkan dan Buddha menang. Jika ada, masih ada ujian lanjutan untuk memasukkannya ke Sangha. Dengan ini Buddha tidak hanya menang, tapi juga mempermalukan Feng.
Utusan yang dikirim untuk duel malah jadi murid Buddha - tamparan yang sangat memalukan.
Di seluruh paviliun, para pejabat tinggi berubah wajah. Para nyonya dan putri bangsawan yang awalnya hanya bersantai pun serius, berhenti bercanda.
Putri tiba-tiba tegang, mata persiknya membelalak: "Huaiqing! Perdana Menteri bilang kalau tidak hancurkan formasi si budak anjing akan jadi sampah, tapi kalau berhasil dia jadi biksu. Harus bagaimana ya?"
Huaiqing mengerutkan alisnya yang indah, meski memiliki wawasan luas dan mahir berbagai ilmu, namun dalam hal kultivasi masih kurang memuaskan. Situasi saat ini telah melampaui lingkup kemampuannya.
"Apakah kau ingin dibuang, atau menjadi biksu?" Huaiqing membalas bertanya.
"Aku..." Putri membuka mulutnya, namun tidak mengucapkan jawaban yang ada di hatinya.
Kemarahan tidak hanya datang dari pejabat tinggi di bawah tenda, tapi juga rakyat biasa yang menyaksikan. Di Kekaisaran Feng, warga ibukota adalah yang paling bangga karena tinggal di kota inti pengadilan, memiliki kebanggaan sebagai rakyat negara besar.
Karena "provokasi" Jing Si dan Jing Chen selama ini, rakyat ibukota sudah lama menyimpan amarah. Hari ini ketika Sitianjian menyanggupi pertarungan dengan Aliran Buddha, sejak subuh tempat ini sudah dipenuhi penonton.
"Keterlaluan! Pengadilan begitu lemah, terus-terusan diinjak-injak Aliran Buddha. Para ahli bela diri itu semua diam saja."
Berpasang-pasang visi tertumpu pada Xu Qi'an, penuh ketegangan sambil menahan napas.
Bibi tiba-tiba mendengar suara "krak", ternyata suami di sampingnya telah menghancurkan sandaran kursi.
Alisnya yang indah berkerut rapat, ia bergumam kesal: "Mengapa memilih Ning Yan untuk pertarungan ini? Ini, bagaimana ini?"
Suami telah membina keponakan selama dua puluh tahun dengan susah payah untuk membangun fondasi. Jika benar seperti kata pejabat tua itu, tidak merusak formasi berarti menjadi cacat, maka jerih payah dua puluh tahun suami akan musnah seketika.
Merusak formasi pun bukan hal baik. Keturunan utama keluarga Xu hanya tersisa Xu Ningyan. Jika menjadi biksu...
"Bibi menengok melihat anak laki-laki dan putrinya, alis Xu Xinnian berkerut, Xu Lingyue menggigit bibirnya, wajah cantik dipenuhi kekhawatiran."
……
"Formasi ini masih memiliki cara ketiga untuk dihancurkan."
Dalam penderitaan seperti skizofrenia, sebuah pikiran memasuki otak Xu Qi'an - suara Biksu Shenshu.
"Jangan merespons, jangan memikirkan hal-hal terkait denganku, cukup dengarkan. Formasi ini digunakan praktisi Aliran Buddha untuk mengasah keadaan pikiran. Yang masuk akan mendapat dua hasil: pemahaman semakin mendalam, atau kehancuran mental."
"Bagi yang bukan dari Aliran Buddha, jika bisa bertahan dalam Delapan Penderitaan, berarti memiliki sifat Buddha."
Pantas saja aku punya keinginan masuk keagamaan... Aliran Buddha ingin menghancurkan hatiku... Pikirnya sambil menahan siksaan mental yang terdistorsi.
Pikiran Biksu Shenshu kembali terdengar: "Selain dua cara itu, masih ada metode ketiga: Hancurkan formasi dengan kekuatan makhluk hidup!"
Xu Qi'an menunggu sejenak, namun Biksu Shenshu tidak berbicara lagi. Karena kewaspadaan, dia tidak memanggil Shenshu dalam hati.
Kekuatan makhluk hidup untuk menghancurkan formasi... Apa maksudnya? Delapan penderitaan hidup, jadi perlu kekuatan bersama? Tapi dari mana aku dapatkan? Ini jelas bukan kemampuan prajurit...
Siklus reinkarnasi terus berlanjut. Delapan Penderitaan "menggerogoti" mental Xu Qi'an. Yang parah, keinginan masuk agama tidak bertambah, justru "dua kepribadian" yang bentrokan membuat jiwanya semakin terdistorsi.
"Ini berarti, Xu Qi'an benar-benar tidak memiliki sifat Buddha. Jika tidak bisa merusak formasi, yang menunggunya adalah keruntuhan mental."
Xu Qi'an mengamati semua metodenya: Sabetan Satu Pisau Langit-Bumi, Pedang Hati, Raungan Singa, Teknik Mengubah Muka, Menanam Tekad... Hmm?
Menanam Tekad?
Chu Yuanzhen mengajarinya cara menanam tekad pedang, menggunakan emosi diri sebagai kekuatan yang diintegrasikan ke dalam pedang lalu dilepaskan.
"Emosiku saat ini memang sangat buruk, tapi belum cukup untuk membelah Formasi Delapan Penderitaan... Tapi, dengan pola pikir berbeda, mengapa harus menggunakan emosiku sendiri?"
"Mengapa tidak mencoba meminjam emosi orang lain? Menggunakan emosi orang lain untuk menanam tekad pedang."
Begitu pikiran ini muncul, langsung tak terbendung lagi.
Ia menutup mata, menggunakan ritual rahasia yang diajarkan Chu Yuanzhen untuk merasakan emosi, hanya saja objeknya berubah dari diri sendiri menjadi lingkungan sekitar.
Yang mengejutkan, ia benar-benar bisa merasakan emosi dari luar - emosi rakyat ibukota yang menyaksikan... Emosi ini bagai lautan, didominasi ketegangan dan kemarahan.
"Kalian juga marah?"
"Kalau begitu, pinjamkan kekuatanmu padaku!"
Xu Qi'an tenggelam dalam samudra emosi, menyerap kemarahan. Perlahan, amarah yang tak bertepi mulai membara di hatinya.
Seperti gelombang gila, bagai guntur, laksana api menyala-nyala.
Tanpa sadar tangannya meraih sarung golok, seolah akan menghunusnya.
"Masih kurang, belum cukup..."
……
Gunung Qingyun, Akademi Yunlu.
Patung Semi-Saint tiba-tiba bergetar, semburan energi luhur melesat ke awan.
Sebuah kotak kayu merah yang tergantung di atas patung Semi-Saint ikut bergetar. Sesuatu yang disegel di dalamnya seakan ingin menerobos keluar.
Dalam kilatan cahaya kehijauan, Dekan Zhao Shou muncul di kuil, matanya menatap tajam kotak kayu merah dengan ekspresi bingung.
Tiga kilatan cahaya berikutnya menandakan kedatangan Li Mubai dan dua sarjana besar lainnya untuk memeriksa situasi.
"Ada apa ini? Mengapa patung Semi-Saint bergerak lagi..."
Suara Li Mubai tiba-tiba tercekat. Ia menatap tak percaya ke kotak kayu merah, gagap: "Apa... apa yang terjadi padanya?"
Dekan Zhao Shou berkata dengan suara tenang: "Seseorang telah menggerakkan kekuatan umat manusia. Itu bangkit kembali."
Tiga sarjana besar itu memandangi Zhao Shou seperti melihat orang gila.
Zhao Shou mengabaikan mereka, membungkuk memberi hormat: "Mohon Senior tenang."
Tiga sarjana besar seolah tersadar, serempak membungkuk: "Mohon Senior tenang."
Getaran kotak kayu merah berangsur mereda, perlahan kembali tenang.
……
"Dia akan menghunus golok!" teriak seseorang dengan suara parau.
Di antara penonton, beberapa orang merasa lega karena Xu Qi'an akhirnya bergerak, tak lagi terpuruk dalam kesakitan. Ini memberi mereka ketenangan.
Lebih baik ada aksi perlawanan daripada kalah tanpa perlawanan sama sekali.
Wei Yuan tertegun, tak memahami tindakan Xu Qi'an.
Bukan hanya dia, semua yang memahami Formasi Delapan Penderitaan juga tak mengerti maksud Xu Qi'an.
Formasi Delapan Penderitaan bukan musuh, buat apa menghunus golok?
Apa mau menebas diri sendiri?
"Ayah, apa yang dia inginkan?" Nona Wang berbisik.
"Tak ada yang bisa dilakukan." Perdana Menteri Wang menggelengkan kepala kecewa, "Hasil terbaik adalah dia bertahan dari Formasi Delapan Penderitaan... Entah mengapa Kepala Divisi memilihnya."
Di atas menara megah, Kaisar Yuanjing bersuara berat: "Kepala Divisi, inikah orang pilihanmu?"
Di matanya, tindakan Xu Qi'an bagai anjing terpojok yang nekat.
"Yang Mulia... Tak merasakan apa-apa?"
Kepala Divisi memandangnya dengan kekecewaan yang tak tersembunyi.
Putri berteriak: "Hunus golok, hunuslah!"
Teriakannya dihentikan Selir Chen yang mencaci: "Berisik tak karuan, tak tahu sopan santun."
"Kenapa tak dihunus? Cepat hunus!"
Tiba-tiba suara terdengar dari kerumunan rakyat.
"Hunus golok!"
Seketika beberapa orang menyambut.
Semakin banyak yang menyahut, teriakan kian menggema hingga "hunus golok" bergema di mana-mana.
"Hunus, hunus..."
Riuh rendah suara bagai ombak.
……
"CUKUP!"
Maka, Xu Qi'an menghunus goloknya.
Braak...
Dalam kedamaian alam Buddha, kilatan cahara menyilaukan menerjang bagai mentari menembus kegelapan, bagai cahaya pembelah kekacauan primordial.
"Sinar ini bukan berasal dari kekuatan Xu Qi'an, melainkan kekuatan ribuan rakyat ibukota yang bersatu padu, kekuatan solidaritas."
"Krak!"
Batu prasasti bertuliskan "Delapan Penderitaan" retak di seluruh permukaan, lalu "Brak!" berhamburan pecah.
Gemuruh...
Seluruh Gunung Buddha bergetar seketika, seolah-olah akan mengalami erosi.
Tebasan golok ini menghantam Formasi Delapan Penderitaan. Kekuatan formasi ini berasal dari alam Buddha.
Karenanya, tebasan ini memotong kekuatan alam Buddha itu sendiri.
"Krak!"
Suara retakan kembali terdengar, tapi bukan dari Gunung Buddha melainkan luar.
Master Du'e tertegun memandang ke bawah, melihat mangkuk emas Jinbo retak membentuk celah.
"Jinbo retak, Jinbo retak!"
Putri berteriak "Aaaah!" sambil melompat berdiri, jarinya menunjuk-nunjuk mangkuk emas sambil menghentakkan kaki berulang kali.
Teriakan gadis itu bergema.
Mendengar teriakan Putri, para pejabat tinggi di paviliun segera menunduk memeriksa Jinbo. Benar terlihat retakan.
"Apa? Jinbo retak?!"
Rakyat biasa dan preman dunia di pinggir tak bisa melihat jelas, gelisah ingin konfirmasi:
"Beneran retak? Jinbo beneran retak? Aku nggak kelihatan!"
Beberapa preman di barisan depan berjinjit sambil dorong-dorongan mengatur posisi, akhirnya melihat mangkuk emas di samping Arhat Du'e.
"Memperhatikan dengan seksama, terlihat retakan kecil di permukaan mangkuk emas."
"Benar-benar retak, mangkuk emas ini benar-benar retak."
Disertai suara ini, sorak-sorai bergemuruh seperti gelombang pasang yang semakin meninggi.
"Botak keledai, tadi sok jago ya? Pikir Kekaisaran Feng tak punya orang hebat?"
"Cepat minggir ke Wilayah Barat! Ibu kota bukan tempat kalian pamer sikap sok jago."
Inilah kemarahan massal yang sesungguhnya.
Rakyat biasa sibuk mengumpat dan bersuka ria, sementara preman dunia lebih memperhatikan sosok Xu Qi'an.
Tanpa disadari, muncul lagi pemuda berbakat luar biasa di ibu kota yang sebelumnya tak pernah terdengar namanya.
……
Di puncak Menara Pengamatan Bintang, Kaisar Yuanjing memandangi rakyatnya yang bersorak gembira dengan senyum mengembang.
"Lumayan!"
Pujinya penuh kepuasan sebelum bertanya: "Kepala Divisi, jurus golok tadi bagaimana penjelasannya?"
Kapan Xu Qi'an menjadi sekuat ini?
Sang Kepala Divisi tetap diam.
Di dalam tenda, Nona Wang mengatupkan bibirnya lalu menoleh ke Perdana Menteri Wang Zhenwen: "Ayah, bukannya Bapak bilang dia pasti kalah? Katanya untuk melewati Formasi Delapan Penderitaan, harus..."
"Sudah, sudah!"
Sang Perdana Menteri buru-buru menyela sambil melambai, "Ayah mengakui salah menilai, puas sekarang?"
Meski begitu, raut wajahnya tak menunjukkan kemarahan.
Dengan santai ia menyeruput teh: "Wei Yuan dapat tambahan harimau lagi."
Baru pada kalimat ini nada bicaranya terdengar sedikit frustrasi.
Di area Penjaga Malam, Wei Yuan menghela napas ringan, mengelus kepala Xu Linyin sambil berkata datar: "Tebasan golok ini cukup standar, masih bisa diterima.
"Tapi, kalau kalian yang melakukannya, bisakah merusak formasi dengan sekali tebas?"
Para Gong Emas menundukkan kepala malu.
Yang Yan si gila bela diri tak tahan bertanya: "Bagaimana dia melakukannya?"
Ekspresi Wei Yuan sempat membeku, segera pulih dengan nada tenang penuh keyakinan: "Tanya sendiri saat dia keluar nanti."
Tuan Wei sudah tahu sejak awal, pantas dia selalu tenang... Para Gong Emas mulai memahami dalam hati.
Yang paling gembira adalah Xu Pingzhi, tersenyum lebar tak bisa menyembunyikan kegirangan, kontras dengan sikapnya sebelumnya.
"Lumayanlah," gumam si tante tua.
Si brengsek ini memang hebat, itu harus diakuinya.
Di atas menara kedai arak, Hengyuan menghela napas: "Tebasan yang luar biasa, bagaimana Yang Mulia Xu melakukannya?"
Usai berkata, ia menoleh ke Chu Yuanzhen, tapi mendapati Nomor Empat terdiam kaku, bergumam: "Ini tidak mungkin, ini tidak mungkin..."
Seperti orang kesurupan.
Apakah tebasan Yang Mulia Xu tadi memberi dampak sehebat itu pada Nomor Empat?
Hengyuan tertegun.
Tiba-tiba suara Master Du'e terdengar jelas, kata per kata menggetarkan gendang telinga:
"Formasi Delapan Penderitaan baru tahap pertama. Tahap kedua bernama Formasi Adamantium. Biksu ini melihat Gong Perak itu sudah kehabisan qi setelah satu tebasan, masihkah ada tenaga untuk tahap kedua?"
Mendengar suara, orang-orang segera menengadah, melihat ke arah "gulungan lukisan".
Xu Qi'an duduk di tangga batu, terengah-engah dengan wajahnya pucat.
Bahkan orang biasa yang tak paham kultivasi pun bisa melihat kondisi Xu Qi'an sangat buruk.
Ini membuat mereka sadar telah bersenang-senang terlalu dini, saat ini baru melewati satu rintangan, masih berada di posisi kaki gunung, jarak ke puncak gunung masih jauh.
