“Dia, dia benar-benar menang… Ekspresi Nangong Qianrou menjadi rumit, tiba-tiba merasa muka-nya panas membara seperti terkena tamparan.”
“Walau mengandalkan sihir Konfusianisme untuk menang, tapi kemampuannya mengalahkan dua ahli bela diri pangkat empat berarti dia juga bisa mengalahkan kita…” Para Gong Emas merasa campur aduk. Mereka menyadari jerih payah kultivasi puluhan tahun mungkin masih kalah dari pemuda yang setengah tahun lalu masih di tahap Penyulingan Esensi.
Pukulan ini terlalu berat, membuat para Gong Emas enggan bicara sejenak.
“Menang, menang...”
Putri kecil itu bersorak pelan. Andai bukan karena citra dan wibawa putri, pasti dia sudah melompat tiga ren tinggi seperti kelinci kecil.
Kakak perempuan dewasa berpesona dalam itu sangat gembira.
Saat bertarung dengan Aliran Buddha, kemenangannya karena dukungan Kepala Divisi wajar… Tapi kali ini, dengan kemampuan murni petarung level 6 mengalahkan dua ahli pangkat empat… Huaiqing tidak akan bersorak seperti Lin'an, tapi kekagumannya tak kalah besar.
“Bukannya katanya kesenjangannya besar? Kenapa bocah ini bisa menang.” Sorot mata Permaisuri di balik topi kerudung menatap tajam Chu Xianglong seperti interogasi.
Chu Xianglong membelalakkan mata, mulut menganga. Ingin memberi penjelasan, tapi mengingat adegan pertarungan tadi, semua bantahan terasa pucat tak berarti.
Sudut bibir Permaisuri yang indah bagai ukiran sedikit terangkat, dalam hati mendengus kesal.
“Sorak-sorai gemuruh bergema, rakyat biasa tak segan mencurahkan sorakan dan pujian mereka kepada pemuda yang melangkah perlahan menapaki daratan.”
Seorang bangsawan dengan ekspresi rumit berkomentar, “Sudah berapa tahun ibukota tidak menyaksikan kemunculan pemuda yang begitu dicintai rakyat seperti ini.”
Antusiasme dan semangat rakyat yang bersorak-sorai ini mengingatkan mereka pada sambutan meriah penduduk ibukota saat pasukan besar kembali dengan kemenangan dari Pertempuran Shanhaiguan dulu.
Hanya Wei Yuan di puncak kejayaannya yang mampu mencapai hal sehebat ini.
Bangsawan lain bersuara berat, “Pernahkah kau perhatikan, sejak pertarungan sihir itu, pamornya semakin melambung.”
“Pertarungan melawan Aliran Buddha memang kesempatan langka. Siapapun yang menang pasti akan meroket popularitasnya.”
“Hmm, bisa dibilang dia memang beruntung.”
“Saudara Tertuaku ternyata menang, bahkan menggunakan sihir Konfusianisme kami...” Xu Xinnian memancarkan kebanggaan ganda, melirik putri sah Wang yang masih terpaku dengan sisa keterkejatan di wajahnya, lalu berkata dengan nada pamer dan bangga:
“Saudaraku selalu mampu melakukan hal-hal yang tak terjangkau orang biasa.”
Dan aku pun akan berjuang mengejar ketertinggalan... tambah Erlang dalam hati.
Wang Simu tersenyum mengangguk. Ia menyukai kesombongan dalam diri Erlang - justru karena sifat itulah pria ini tidak tenggelam dalam bayang-bayang sepupunya, tidak pula larut dalam penyesalan diri.
Di tepi sungai, Xu Qi'an memeluk Li Miaozhen, pandangannya perlahan menyapu kerumunan massa yang bergelora, menyapu para pendekar dunia persilatan yang terpaku membeku, menyapu wajah-wajah dengan ekspresi berbeda.
Ia mengangguk halus, lalu menggetarkan sayap transparannya, membawa Li Miaozhen terbang ke angkasa.
Chu Yuanzhen menyaksikan siluetnya menghilang, di otaknya masih bergema seuntai puisi: "Hari ini kupertunjukkan pada Jun, siapa yang masih punya ketidakadilan?"
Itulah setengah bait puisi terakhir yang dibisikkan Xu Qi'an ke telinganya.
Sesaat itu, Chu Yuanzhen seperti tersambar petir, seluruh tubuhnya gemetar tak jelas, lalu melepaskan genggaman pada pedangnya, tak lagi terbelenggu oleh kemenangan Pertarungan Langit vs Manusia.
"Hari ini kupertunjukkan pada Jun, siapa yang masih punwa ketidakadilan..." gumamnya lirih.
"Bertahun-tahun kusimpan tekad pedang ini, saat keluar dari sarungnya pasti akan menyilaukan dunia, dewa menghalangi tebas dewa, Buddha menghadang hancurkan Buddha... Awalnya kuingin mengeluarkannya di Pertarungan Langit vs Manusia untuk mengalahkan Li Miaozhen, membalas budi Sekte Manusia yang mengajariku... Tapi aku keliru, keliru besar, Li Miaozhen melakukan perbuatan mulia, bermoral lurus, tak pantas mati di bawah pedangku. Demi kepentingan pribadi membunuh orang baik, pasti akan menjadi godaan seumur hidup... Xu Ningyan sedang menyelamatkanku."
"Saat itu ia sengaja tak menyebut setengah bait terakhir, sudah meramalkan hari ini... 'Hari ini kupertunjukkan pada Jun, siapa yang masih punya ketidakadilan'—inilah tujuan awal kusimpan tekad pedang ini..." Chu Yuanzhen menarik napas dalam, perasaan berkecamuk di hatinya.
Ia membungkuk dalam-dalam memberi hormat ke arah siluet Xu Qi'an yang menjauh.
“Lihatlah, Chu Yuanzhen kalah dengan hati yang tulus, bahkan memberi salam hormat pada Xu Yinluo.”
“Xu Yinluo benar-benar jenius langit yang luar biasa.”
Rakyat senang melihat Xu Yinluo menundukkan lawannya.
……
Cepat kabur! Jika tidak, mereka akan melihatku terkena efek balik sihir Konfusianisme yang merusak citra... Xu Qi'an menggebu-gebu menggerakkan sayap transparannya, terbang kembali ke ibukota.
Dalam hati ia mengevaluasi keuntungan dan kerugian keterlibatannya dalam Pertarungan Langit vs Manusia:
"Ilmu Adamantium Dewata akhirnya mencapai tahap awal. Sebelum mencapai peringkat empat, tak akan ada kemajuan... Keuntungannya pertahananku setara prajurit peringkat empat, bahkan lebih kuat. Tapi kemampuan tempur sebenarnya masih jauh tertinggal."
"Lima halaman dari 'buku sihir' para sarjana terpakai: 1 halaman teknik Pil Emas Tao, 1 halaman Disiplin Buddha, 2 halaman 'ucapan menjadi hukum' Konfusian. Oh, satu halaman lagi dirusak Li Miaozhen... Kerugian besar! Aku harus cari cara ke Akademi Yunlu untuk dapatkan gratisan lagi. Tapi entah berapa banyak persediaan alat seperti ini yang mereka punya..."
"Taois Teratai Emas masih berhutang satu harta karun padaku. Nanti akan kutagih."
"Campur tangan paksa dalam Pertarungan Langit vs Manusia: Sekte Manusia masih bisa ditolerir karena Nuo Yuhui diuntungkan. Tapi Sekte Langit..."
Memikirkan ini, Xu Qi'an menepuk pipi Li Miaozhen sambil berbisik: "Cantik sekali, jadi selirku saja ya? Hahaha..."
"Suara baru saja berhenti, bahunya bergetar-getar, menyadari aliran udara tak bisa dikeluarkan lagi. Sayap transparannya menghilang. Kemudian, rasa sakit seperti otak terkoyak menyergap, pandangan gelap, langsung jatuh terhempas."
"Di ambang kesadaran terakhir, ia memeluk erat Li Miaozhen dalam dekapan, memastikan Santo Perempuan Sekte Langit ini tidak tewas terjatuh."
……
"Kuil Lingbao."
"Nuo Yuhui hari ini tak punya hati untuk bertapa. Sesekali memainkan set teh, sesekali membuka kitab Tao, sesekali berdiri di pelataran paviliun, menatap langit biru di balik tembok dengan pandangan kosong."
"Kaisar Yuanjing bijak tidak datang mencari dirinya untuk latihan pernapasan Tao."
"Murid-murid di dalam kuil berjalan seperti di atas telur, berbicara dengan suara lirih. Kuil Lingbao diselimuti suasana mencekam dan tegang."
"Hingga seorang pria bergaun hijau membawa pedang di punggungnya memasuki Kuil Lingbao dengan diam. Melintasi aula-aula dan taman, menuju kedalaman kompleks kuil."
"Chu Yuanzhen sudah kembali?"
"Pertarungan Langit vs Manusia sudah berakhir... Saudara Chu, menang atau kalah?"
"Saudara Chu, apa kau berhasil mengalahkan Li Miaozhen?"
"Suasana mencekam pecah. Para Taois Sekte Manusia berdatangan mendengar kabar, mengerumuni Chu Yuanzhen dengan berbagai pertanyaan."
"Chu Yuanzhen menggelengkan kepala, bersuara berat: 'Aku kalah.'"
"Gema berbagai suara terputus mendadak. Para Taois Sekte Manusia saling pandang dengan wajah muram, seperti kehilangan orang tua."
"Chu Yuanzhen mengabaikan para Taois yang pesimis itu. Langkahnya langsung menuju paviliun kecil Nuo Yuhui. Baru masuk ke halaman, sudah terlihat siluet menakjubkan bagai bidadari berdiri di tepi kolam."
"Guru Negara." Chu Yuanzhen memberi hormat.
Nuo Yuhui mengangguk halus: "Aku sudah tahu akhirnya. Alasanmu tidak mengeluarkan pedang tentu ada. Aku tidak akan menyalahkanmu. Sekte Manusia meminjam nasib kerajaan untuk kultivasi, tapi tak menyangka Qi-shu begitu singkat."
"Ini takdir Langit, tak ada yang bisa mengubahnya......"
Aku hanya bilang kalah, tapi tidak mengatakan Li Miaozhen menang... Haruskah kujelaskan sebenarnya pemenangnya Xu Qi'an... Sepertinya Guru Negara akan menamparku sampai mati... Chu Yuanzhen ragu dalam hati.
Nuo Yuhui memandangnya, melihat ekspresi anehnya lalu menghibur: "Tak perlu menyalahkan diri, sudah kukatakan ini bukan salahmu."
...Chu Yuanzhen membersihkan tenggorokannya: "Guru Negara, aku memang tidak menang, tapi Li Miaozhen juga tidak. Entah kenapa, Xu Qi'an tiba-tiba muncul mengintervensi Pertarungan Langit vs Manusia dan mengalahkan kami berdua."
"Pertarungan Langit vs Manusia sebenarnya... belum benar-benar dimulai."
