Terhadap dugaan ini, Xu Qi'an merasa tidak terduga sekaligus sudah menduga.
"Yang mengejutkan, dia selalu mengira Permaisuri Zhenbei hanyalah vas bunga Nomor Satu di Kekaisaran Feng. Pada hakikatnya, dia tetap seorang perempuan biasa yang seharusnya tidak terlibat dalam urusan rahasia apa pun."
"Yang tidak mengejutkan, setelah menyadari Chu Xianglong membawa perempuan keluarga dan mendengar dari Yang Yan bahwa permaisuri turut serta, dia telah mempersiapkan mental."
"Mengingat kemungkinan bahaya, kita harus mengambil langkah antisipasi dan berhati-hati... Hmm, tidak perlu buru-buru sekarang. Aku akan fokus pada urusanku sendiri..."
Xu Qi'an mengangkat kantong kain, meletakkan delapan potong giok kuning di meja, lalu mengeluarkan pisau ukir yang telah disiapkan dan mulai mengukir.
……
Setelah makan, sang tante tua berbaring sebentar di ranjang. Tidurnya dangkal, dan segera terbangun oleh teriakan riuh di dermaga.
Dengan sedikit kesal, dia memukul bantal beberapa kali, bangkit, lalu berjalan ke meja untuk membereskan mangkuk dan memasukkannya kembali ke kotak makanan sebelum membawanya keluar kamar.
Menuruni tangga ke lantai dua, dia menyusuri koridor sambil menengok ke kiri-kanan kamar-kamar di kedua sisi—area tempat tinggal pejabat Penjaga Malam dan tiga lembaga pengadilan.
Tak yakin kamar Xu Qi'an yang mana, namun akhirnya dia menemukan kamar Xu Ningyan, si pezina, berkat pintu yang terbuka lebar.
Di balik meja duduk pria muda berpenampilan menawan yang semakin tampak sempurna sejak kembali dari Yunzhou, sedang asyik mengukir beberapa giok kuning.
"Dum! Dum!"
Dia mengetuk pintu kamar, menunggu hingga dia mengangkat kepala, dengan wajah dingin berkata: "Kotak makanan kembalikan padamu, ter... terima kasih..."
Sepertinya tidak terbiasa mengucap terima kasih, ekspresinya sangat kikuk saat berbicara.
"Taruh di belakang pintu saja."
Xu Qi'an menjawab datar, menunduk melanjutkan pekerjaannya.
Tante tua masuk ke kamar, meletakkan kotak makanan dengan lembut, melirik ke meja di mana terdapat beberapa benda pahatan yaitu pedang kecil, mantou giok (×2), jimat segi delapan, meterai, dan hiasan giok.
Dia bertanya penasaran: "Untuk apa kau mengukir benda-benda ini? Pahatannya jelek sekali."
Setelah itu dia tertawa gemulai sendiri.
"Hadiah untuk perempuan," jawab Xu Qi'an.
Hadiah untuk perempuan... Tante tua menatap benda-benda di meja, senyumnya berangsur menghilang.
"Setiap kali aku pergi dari ibu kota, aku selalu mengirim produk khas setempat untuk perempuan yang menyukaiku, lengkap dengan surat. Ini tidak menghabiskan banyak perak tapi bisa membuat mereka senang dan semakin menyukaiku."
Xu Qi'an bersemangat menceritakan pengalaman memelihara 'simpanan'-nya.
...Tante tua tersulut emosi, memandangi Xu Qi'an seperti melihat sampah masyarakat, tersenyum sinis: "Memang benar bocah lelaki jahat."
Xu Qi'an memprovokasi: "Sayangnya tidak ada jatah untukmu."
Tante tua mencemooh: "Siapa yang mau!"
Pergi dengan marah.
Tak lama kemudian, semua giok selesai dipahat. Xu Qi'an telah menanamkan jiwa pada benda-benda itu.
Dia pertama-tama menyimpan "Pedang Kecil" ke dalam Fragmen Kitab Bumi. Ini tidak perlu dikirim karena merupakan hadiah untuk Li Miaozhen. Nanti setelah bertemu di utara, Xu Qi'an akan menyerahkannya langsung.
Xu Qi'an membentangkan kertas surat yang telah dipersiapkan, mengambil kuas dan tinta, lalu mulai menulis:
"Setengah bulan meninggalkan ibu kota, telah sampai di Kabupaten Mentega. Tempat ini memiliki produk khas Giok Mentega. Batu giok ini teksturnya lembut berminyak, lembut dan hangat saat disentuh. Aku sangat menyukainya, lalu membeli bahan mentah untuk memahatkan sebuah meterai untuk Paduka.
Pada meterai tertulis kata-kata: Saat kau tersenyum memetik bunga, senja pun menyelimuti langit."
Ini surat untuk Huaiqing. Dia memasukkan meterai tersebut ke dalam amplop.
Surat kedua ditujukan untuk Putri Biao:
"Setengah bulan meninggalkan ibu kota, telah sampai di Kabupaten Mentega. Tempat ini memiliki produk khas Giok Mentega. Batu giok ini teksturnya lembut berminyak, lembut dan hangat saat disentuh. Aku sangat menyukainya, lalu membeli bahan mentah untuk memahatkan sebuah giok untuk Paduka.
"Aku ini orang yang sangat biasa. Melihat gunung ya gunung, melihat laut ya laut, melihat bunga ya bunga. Tapi saat melihatmu, yang terlintas di otak hanya empat kata: tiga kehidupan dan tiga masa."
Dia memasukkan giok tersebut ke dalam amplop.
Surat ketiga dan keempat untuk Cai Wei dan Lina, dengan isi yang serupa:
"Setengah bulan meninggalkan ibu kota, telah sampai di Kabupaten Mentega... Di dunia ini ada ribuan kelezatan. Konon di suatu negara jauh yang tak terjangkau, ada hidangan lezat bernama 'Orang Fujian'. Kelak jika ada kesempatan, ingin mengajakmu mencarinya sampai ke ujung dunia."
Dia memasukkan mantou berbentuk giok ke dalam amplop.
Surat kelima ditujukan untuk Zhong Li:
“Setengah bulan meninggalkan ibukota, telah sampai di Kabupaten Huangyou... Selama aku tidak ada di ibukota, tetaplah berada di bawah tanah Sitianjian. Kita harus percaya, hari-hari penuh penderitaan akan berlalu. Bertahanlah sedikit lagi, bersabarlah, semua akan berkembang seperti bunga dari tanah yang pahit.”
“Mulai sekarang jadilah putri kecilku, hanya makan XX tanpa derita.”
Dia memasukkan talisman segi delapan.
Lanjutnya surat dari Lingyue dan Fuxiang beserta barang-barang mereka.
Surat keenam ditujukan untuk Lingyue.
“Setengah bulan meninggalkan ibukota, telah sampai di Kabupaten Huangyou... Kakakmu selamat dalam perjalanan, hanya rindu rumah dan adik perempuan lembut di sana. Tunggu Kakak pulang, akan kubuatkan perhiasan untukmu. Dalam hati Kakak, Adik Lingyue adalah yang paling spesial, tak tergantikan.”
Surat ketujuh ditujukan untuk Fuxiang.
“Lupa sarjana sejati mana yang pernah berkata: 'Dapatkan satu kekasih cantik seumur hidup, maka tiada penyesalan'. Nyonya Fuxang adalah kekasih cantikku. Semoga persahabatan kita abadi seperti langit-bumi, lebih kekal dari emas...”
Mari pertahankan hubungan kita seperti sekarang!
Setiap ikan harus mendapat pesan berbeda. Tunjukkan perhatian dan penghargaan khusus, buat mereka merasa paling penting. Jangan sampai terkesan asal-asalan.
Inilah pelatihan diri seorang Raja Lautan.
Setelah semua selesai, Xu Qi'an menghela napas legas sambil meregangkan pinggang. Melihat tujuh surat di meja, kepuasannya memancar tulus.
"Terakhir kali di perbatasan Qingzhou, dia juga telah menulis tujuh surat. Dua di antaranya adalah surat pengganti dari paman kedua dan bibi. Kini, hanya dari pihak perempuan saja sudah ada tujuh surat, ditambah Li Miaozhen menjadi delapan surat."
Xu Qi'an merasa gembira dengan perkembangan kolam ikan (manajemen hubungan)-nya.
……
Setelah menyimpan barang-barang dengan aman, Xu Qi'an meninggalkan kamar dan langsung menuju kamar Yang Yan. Dengan suara berat dia berkata: "Boss, ada urusan yang perlu didiskusikan bersama. Bagaimana kalau rapat di sini?"
Yang Yan masih duduk bersila melakukan latihan pernapasan. Mendengar hal ini, dia mengerutkan kening, secara instingtif tidak suka gangguan saat berkultivasi. Namun akhirnya mengangguk perlahan: "Boleh."
Xu Qi'an segera memerintahkan seorang pejabat gong perak untuk memanggil Chu Xianglong dan pejabat tiga lembaga pengadilan ke kamar.
Setelah duduk diam di meja selama beberapa menit, pejabat tiga lembaga dan Chu Xianglong mulai berdatangan. Secara alami mereka tidak menunjukkan ekspresi ramah pada Xu Qi'an, hanya diam dengan wajah masam.
Salah satu dari dua censor yang terbiasa berdiplomasi tersenyum: "Apa urusan Yang Mulia Xu memanggil kami?"
"Saya ingin mengubah rute perjalanan, beralih ke transportasi darat."
Perkataan Xu Qi'an mengejutkan, langsung melempar berita bombastis di awal pembicaraan.
"Ini tidak mungkin!"
Chu Xianglong langsung menolak dengan tegas.
Belajar dari pelajaran sebelumnya, dia tidak melanjutkan perdebatan dengan Xu Qi'an. Berdiri dengan tangan di belakang, menunjukkan sikap tidak mau berkompromi.
"Jangan main-main, Yang Mulia Xu. Kurang dari sepuluh hari lagi kita sampai ke Chuzhou. Jika lewat darat, setengah bulan pun belum tentu sampai," gerutu wakil hakim Mahkamah Agung:
“Meskipun Anda adalah pejabat utama, Anda tidak bisa bertindak semena-mena sesuka hati.”
Instruksi normal bisa mereka toleransi dan menahan diri terhadap Xu Qi'an, mengakui status dan wibawanya sebagai pejabat utama. Tapi ini tidak termasuk mengubah rute secara sembarangan.
Mengubah jalur dari air ke darat terlalu merepotkan, harus menyiapkan kuda, kereta, serta kendaraan pengangkut. Bagaimanapun, rombongan 200 orang ini dengan biaya untuk makan manusia dan kuda tidak mungkin bergerak ringan. Makanya awalnya rombongan memilih jalur air yang lebih cepat dan praktis.
Selain itu, dalam strategi perang, hanya komandan tertinggi yang bisa mengubah rute. Meski rombongan ini bukan pasukan, perubahan rute tetap merupakan pantangan besar.
Butou Chen dari Kementerian Hukuman menatap Yang Yan, bersuara berat: "Yang Jinluo, bagaimana pendapatmu?"
Yang Yan tetap berwajah datar, "Memang tidak tepat."
Bahkan rekan sesama Penjaga Malam seperti Yang Yan pun tidak setuju dengan keputusan Xu Qi'an. Bisa dibayangkan jika dia nekat bertindak semaunya, itu sama saja mencari malu. Bahkan Penjaga Malam lainnya mungkin tidak akan mendukungnya.
"Hmph!"
Chu Xianglong mendengus dingin, "Kalau tidak ada urusan lagi, jenderal ini akan pulang dulu. Gagasan tak berotak seperti ini sebaiknya dikurangi."
Butou dari Kementerian Hukuman mengamati Xu Qi'an, "Jenderal Chu tunggu sebentar, tidak ada salahnya mendengar penjelasan Yang Mulia Xu."
Chu Xianglong berbalik tubuh, memandangnya dengan heran.
Sebagai butou di Kementerian Hukuman, tentu dia orang yang berpengalaman. Semakin hari dia semakin merasa ada yang tidak beres. Awalnya hanya mengira Chu Xianglong ikut rombongan kembali ke utara untuk memudahkan urusan sekaligus "mengawasi" rombongan atas nama Pangeran Zhenbei.
"Lagipula rombongan utusan kali ini menuju ke perbatasan utara, kasus yang diselidiki mungkin terkait Pangeran Zhenbei."
Tapi semakin dipikir, semakin terasa ada yang tidak beres. Jika hanya Chu Xianglong yang ikut, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi jika Permaisuri juga ikut, seharusnya dikirim pasukan penjaga istana untuk mengawal ke utara.
Mengapa mereka harus bergabung bersama?
Kapal ini penuh dengan pria. Sangat tidak wajar jika istri utama seorang pangeran bepergian bersama mereka.
Wakil hakim Mahkamah Agung tak bisa menahan diri untuk melirik Kepala Polisi Chen, mengerutkan kening, lalu memandang Xu Qi'an dan Chu Xianglong dengan ekspresi termenung.
"Wah, pantas saja kepala polisi Kementerian Hukuman, lebih tajam dari para pejabat sipil..." Xu Qi'an membuka peta di tangannya, menatap Chu Xianglong dan bertanya:
"Jenderal Chu, mengapa Permaisuri ada dalam rombongan utusan ini?"
Kepala Polisi Chen dari Kementerian Hukuman, dua censor dari Inspektorat, dan wakil hakim Mahkamah Agung serempak menatap Chu Xianglong.
Pertanyaan Xu Qi'an ini menyuarakan keraguan dan rasa ingin tahu dalam hati mereka.
"Apa masalahnya jika Permaisuri pergi ke utara untuk bertemu Pangeran Huai?" Chu Xianglong menyipitkan matanya, menatap tajam ke arah Xu Qi'an.
Masalah ini berhasil disembunyikan dari orang-orang di kapal lain. Dia tahu satu hal: selama bisa meninggalkan ibukota diam-diam, tujuannya sudah tercapai.
"Hamba adalah pejabat utama rombongan utusan. Mengapa tidak diberi tahu sebelumnya?" Xu Qi'an bertanya lagi.
Chu Xianglong menjawab datar: "Ini hanya hal kecil. Permaisuri meminjam jalan ke utara, dan karena statusnya yang mulia, lebih baik dilakukan dengan rendah hati."
“Mengingat status Permaisuri begitu mulia, mengapa tidak dikirim pasukan penjaga istana untuk mengawal?”
Tiba-tiba Butou Chen bertanya.
“Benar, kapal resmi dipenuhi preman. Jika tahu Permaisuri akan bepergian, harusnya disiapkan kapal terpisah.” Wakil Hakim Pengadilan Agung tertawa.
“Hmm... Memang tidak tepat.” Seorang censor mengerutkan alis.
Rubah tua ini... Chu Xianglong melirik para pejabat tiga lembaga, hati dipenuhi amarah.
Beberapa hari lalu, mereka masih menunjukkan permusuhan pada Xu Qi'an dan diam-diam mendekati dirinya. Namun begitu menghadapi hal yang berpotensi merugikan, sikap mereka langsung menjadi ambigu.
Melihat Chu Xianglong diam, Xu Qi'an tersenyum sinis lalu berkata pada hadirin:
“Seperti kata Butou Chen, jika tujuan Permaisuri ke utara adalah bersatu dengan Pangeran Huai, Yang Mulia cukup kirim pasukan penjaga istana. Tidak perlu menyelinap dalam rombongan utusan. Apalagi sampai dirahasiakan dari kita. Para pejabat, apakah kalian sebelumnya tahu Permaisuri ada di kapal?”
Wakil Hakim Pengadilan Agung dan dua censor menggelengkan kepala.
Xu Qi'an melanjutkan: “Tahukah kalian artinya ini?”
Wakil Hakim Pengadilan Agung buru-buru bertanya: “Yang Mulia Xu tolong jelaskan langsung.”
Xu Qi'an bersuara lantang: “Ini berarti kita mungkin menghadapi bahaya, seperti penyergapan yang menargetkan Permaisuri.”
Dua censor dan Wakil Hakim Pengadilan Agung mengernyit, wajah mereka berubah serius.
Ekspresi Butou Chen dari Kementerian Hukuman tetap tenang, sepertinya sudah mengantisipasi hal ini.
Chu Xianglong melihat situasi, dirinya tahu jika terus menyangkal hanya akan membuat semua menjauh, mendengus:
"Keberangkatan Permaisuri ke utara memang punya tujuan lain, tapi Xu Qi'an tak perlu terlalu berlebihan. Masalah kepergian Permaisuri dari ibu kota, bahkan kalian pun tak tahu, apalagi orang lain?
"Penyergapan juga perlu persiapan matang. Perjalanan kita ke utara melalui jalur air tercepat, keberadaan Permaisuri dirahasiakan. Bagaimana mungkin bisa disergap."
Wakil Hakim Pengadilan Agung dkk mengangguk perlahan, menganggap perkataan Chu Xianglong masuk akal.
Mereka baru mengetahui ada perempuan keluarga di kapal setelah berangkat, lalu lambat laun menyadari ada Permaisuri Huai di antara mereka. Bahkan mereka sendiri baru tahu setelah berangkat, coba pikir - bagaimana musuh potensial bisa menyiapkan penyergapan?
Tak mungkin sempat.
"Kegaduhan sia-sia..." Wakil Hakim Pengadilan Agung menghela napas, wajahnya mulai cerah.
Xu Qi'an berkata sambil tertawa: "Para orang penting tenanglah sebentar, dengarkan dulu penjelasanku sebelum memutuskan."
Barulah ia memindahkan pandangan ke peta yang terbentang, menunjuk suatu titik: "Dengan kecepatan kapal ini, paling lambat besok petang kita akan melewati sini."
Semua mendekati meja melihat - sebuah aliran sungai yang deras, sempit, diapit pegunungan tinggi di kedua sisi.
“Di sini, jika benar ada orang yang ingin melakukan penyergapan di kedua sisi sungai, dengan arus yang deras, kita tidak bisa berbelok cepat karena berisiko terbalik. Pegunungan tinggi di kedua sisi menjadi penghalang bagi kita untuk naik ke darat dan melarikan diri. Mereka hanya perlu menyiapkan pasukan penyergap di pegunungan, lalu menunggu kita masuk ke dalam jebakan mereka sendiri. Singkatnya, jika ada penyergapan dalam perjalanan ini, pasti akan terjadi di tempat ini.”
Perkataan Xu Qi'an membuat emosi semua orang yang baru saja tenang kembali tegang.
Chu Xianglong menatap peta beberapa saat, lalu membantah: "Semua ini berasumsi ada musuh yang menyergap, padahal tadi sudah kukatakan bahwa musuh sama sekali tidak punya waktu untuk memasang jebakan lebih dulu."
"Asalkan kita melewati tempat ini, dalam sepuluh hari kita akan tiba di Jianzhou. Di sana sudah ada pasukan Pangeran yang menyambut, misi pun selesai. Jika lewat jalur darat yang memakan waktu setengah bulan, justru akan menimbulkan lebih banyak masalah."
Kedua pihak bersikukuh pada pendapat masing-masing dan berseteru tanpa titik temu.
Wakil Hakim Pengadilan Agung dan yang lain ragu-ragu. Kedua pihak memiliki alasan logis namun juga kelemahan masing-masing, sehingga pilihan apapun terasa tidak aman.
"Kalau begitu aku akan menambah bahan bakar..." Xu Qi'an mendengus sinis:
"Memang lewat darat berisiko menimbulkan masalah, tapi masih ada ruang untuk manuver. Jika besok kita disergap di sini, maka nasib kita akan punah seluruhnya tanpa kesempatan sama sekali."
Ekspresi dua orang sensor dan Wakil Hakim Pengadilan Agung langsung berubah.
"Saya setuju dengan keputusan Yang Mulia Xu untuk mengganti rute." Kepala Polisi Chen dari Kementerian Hukuman yang pertama berbicara.
"Hamba juga menyetujui keputusan Yang Mulia Xu. Segera persiapkan, besok kita ganti rute." Wakil Hakim Pengadilan Agung segera menimpali.
"Dua censor juga memilih mendukung Xu Qi'an, karena ucapannya telah mengenai bagian vital para pejabat sipil. Dibandingkan rute darat yang mungkin lebih merepotkan dan melelahkan, rute sungai yang berisiko pemusnahan total lebih ditakuti."
"Tak ada yang berani mempertaruhkan nyawa dan harta benda."
Chu Xianglong menggerakkan otot pipinya, dalam hati mengamuk, menatap tajam Xu Qi'an: "Xu Qi'an, hamba ingin bertaruh denganmu. Jika besok tidak ada penyergapan di wilayah aliran sungai ini, bagaimana?"
Xu Qi'an menekan kedua tangan di meja, tak mau mengalah: "Mulai sekarang, semua keputusan rombongan utusan ada di tanganmu. Tapi jika terjadi penyergapan, lalu bagaimana?"
Chu Xianglong berkata: "Kau bilang satu, hamba takkan berani bilang dua."
Xu Qi'an mencibir, tak sudi: "Sekarang kalau hamba bilang satu, berani kau bilang dua? Jangan main-main, beri Laozi imbalan nyata."
"Apa yang kau inginkan?"
"Tiga ribu liang perak, dan catatan keluar-masuk pasukan penjaga perbatasan utara."
"Baik."
Chu Xianglang langsung menyanggupi, tapi dalam hati berencana akan mengingkari janji. Di utara, bukankah dialah yang berkuasa? Dengan pasukan di bawah komando dan dukungan Pangeran Zhenbei.
Xu Qi'an tersenyum sinis: "Buat perjanjian tertulis."
...Chu Xianglong dengan nekat: "Baik, tapi jika kau kalah harus memberiku 3.000 liang perak juga."
Kedua pihak membuat perjanjian tertulis, tapi belum mencap, menunggu hasil besok.
Xu Qi'an menoleh ke Yang Yan, bertanya konsultatif: "Boss, besok bawa nahkoda kapal untuk ujian. Berapa maksimal orang yang bisa kau bawa?"
Yang Yan berpikir sejenak: "Enam."
"Enam orang jelas tidak bisa mengendalikan kapal ini... Tapi Yang Yan hanya bisa membawa enam orang. Jika besok benar-benar ada penyergapan, nahkoda lainnya pasti tewas..." Xu Qi'an sedang bimbang ketika mendengar Yang Yan berkata:
"Besok aku bisa menggunakan Qi untuk menggerakkan layar, mengoperasikan kapal. Jadi tidak perlu nahkoda mendayung. Cukup sisakan beberapa orang untuk mengemudi."
Dengan tingkat kemampuan Boss, mengendalikan kapal sementara seharusnya tidak masalah... Dalam hati, dia menghela napas berat: "Baik, lakukan saja seperti ini."
Rencana perubahan rute akhirnya ditetapkan. Pejabat tiga lembaga pengadilan dan Chu Xianglong yang tidak terima segera mempersiapkan hal-hal untuk turun dari kapal, memberitahu pengawal dan perempuan keluarga di kapal.
Xu Qi'an tidak pergi. Dia duduk di meja, meneguk teh, lalu menganalisis: "Jika besok tidak ada penyergapan, berarti musuh itu tidak ada atau tidak sempat memasang jebakan.
"Dengan begitu kita bisa lega. Jika musuh memang tidak ada, meski Chu Xianglong yang berkuasa di rombongan utusan, masalahnya tidak besar. Paling hanya harus menahan beberapa hari."
Taruhan ini bukanlah kesombongan intelektual. Bahkan tanpa taruhan ini, Xu Qi'an secara diam-diam akan meminta Yang Yan menguji dengan mengemudi besok.
Yang Yan mengangguk halus: "Tapi jika ada jebakan..."
"Kita akan dalam masalah. Belum sampai utara, sudah jadi kambing hitam untuk Permaisuri itu." Xu Qi'an menghela napas, menurunkan suaranya:
"Jika situasi seburuk itu, aku punya satu rencana lagi, Boss. Hanya akan kubicarakan denganmu..."
……
Keesokan paginya.
Rombongan dua ratus orang meninggalkan Kabupaten Mentega, dengan empat kereta kuda, delapan belas gerobak bermuatan logistik, serta empat puluh ekor kuda.
Sedangkan pasukan penjaga istana dan penjaga yang dibawa Chu Xianglong, berlari cepat menyusul.
Tim ini bergerak ke utara menyusuri jalan resmi di tengah debu yang beterbangan.
"Jika Yang Yan tidak mengalami penyergapan, setelah dua hari perjalanan darat kita harus beralih ke jalur air lagi. Sungguh melelahkan melakukan perjalanan darat, kelelahan akibat kereta dan perahu..." gumam Xu Qi'an di atas punggung kudanya.
Kuda yang ditungganginya hanyalah kuda coklat biasa, jauh berbeda dengan kuda betina kesayangannya.
Tiba-tiba, tirai kereta di belakangnya terbuka, memperlihatkan wajah biasa-biasa saja yang melambainya.
Xu Qi'an memutar kudanya, mendekati kereta sambil tersenyum: "Tante kecil, ada perlu apa?"
"Mengapa harus beralih ke jalur darat?" tanyanya di dalam kereta yang bergoyang-goyang.
"Untuk keselamatan Permaisuri kalian," jawab Xu Qi'an.
Setelah berpikir sejenak, alih-alih spontan adu mulut seperti biasa, dia justru mengangguk serius menyetujui alasan tersebut.
……
Senja mulai tiba.
Batu Terapung - arus sungai yang deras sampai bisa menggerus batu, sehingga dinamai demikian.
Diapit oleh pegunungan hijau, lebar sungai mengecil layak pinggang ramput gadis yang tiba-tiba diikat, dengan riak air bergemuruh menyemburkan buih putih.
Sebuah kapal layar tiga tiang raksasa perlahan mendekat, berlayar melawan arus hingga mencapai bagian tengah batu karang. Permukaan air yang deras tiba-tiba bergejolak, objek tebal bersisik hitam melengkung ke atas lalu menghilang ke dalam air.
Setelah hening beberapa detik, terdengar suara "Boom" dahsyat saat kapal layar tiga tiang itu terlempar tinggi ke udara.
Di tengah semburan air, seekor Jiao bersisik hitam menerobos ombak. Tanduknya menancap di dasar kapal, mengangkatnya ke langit.
"Krak krak..."
Retakan seketika menyebar di lambung kapal. Kapal resmi besar berkapasitas 200 penumpang ini remuk redam, serpihannya berhamburan jatuh bagai hujan.
Saat kapal terangkat, Yang Yan mengerahkan Qi untuk menyelamatkan enam awak kapal. Dengan ledakan Qi di bawah kakinya, tubuhnya melesat tinggi ke angkasa.
Jiao itu menyelam ke dasar sungai, menyemburkan buih putih ke langit. Tak lama kemudian, seorang pria berjubah hitam muncul ke permukaan, berdiri tegak di atas air.
Wajahnya menunjukkan kelembutan khas Yin, dengan hidung bengkok seperti paruh elang. Matanya sipit dengan pupil vertikal yang memancarkan kedinginan, pipinya dipenuhi sisik halus.
Pria berjubah hitam itu menyapu pandang ke serpihan kayu yang hanyut, mendengus sinis. Suaranya menusuk dingin: "Kita dipermainkan."
"Mereka takkan lolos."
Dari tepi hutan, muncul seorang pemuda berbaju putih. Ia berdiri dengan tangan terkunci di belakang punggung.
Pria berbaju putih tidak marah atau kecewa karena gagal menyergap, dengan ketenangan berkata: "Kali ini kita mengerahkan personel yang cukup. Hanya dengan Yang Yan pangkat empat, tangan dua tak bisa lawan empat. Permaisuri pasti jadi milik kita."
Pria berjubah hitam mengerutkan kening: "Kamu yakin tidak ada pejabat pangkat empat lain dalam rombongan utusan?"
Pria berbaju putih mengangguk halus, menunjuk matanya: "Percayalah pada penglihatanku. Bahkan jika ada satu lagi pejabat pangkat empat, dengan penyebaran pasukan kita, semuanya akan terkendali."
