"Dum! Dum!..."
Dua ketukan tak mendapat respons. Xu Qi'an menyenderkan telinga, menangkap suara napas lembut yang teratur.
Matahari sudah menyinari pantat, masih saja tidur, wanita ini benar-benar tidak punya perasaan... Xu Qi'an bergumam pelan, telapak tangannya menekan pintu kamar. Dengan dorongan Qi, palang pintu otomatis terpental terbuka.
Melangkah masuk ke dalam kamar, ruangan yang rapi dan bersih ini memiliki jendela tertutup rapat. Di atas meja bundar terbalik empat gelas, salah satunya dalam posisi tegak dengan sisa teh yang belum habis diminum.
Di balik penyekat yang berhadapan langsung dengan pintu kamar, tergantung rok satin, baju luar, serta rompi bayi berwarna merah muda dengan sulaman bunga plum.
Rupanya dia mandi semalam, lalu langsung tertidur lelap di ranjang tanpa sempat membereskan pakaian dan barang-barang pribadinya.
Ini kan pakaian dalam bekas pakai wanita tercantik pertama di Kekaisaran Feng. Jika di zamanku dulu, pasti bisa dijual online dengan harga selangit, bukan pakai perak tapi mata uang merah... Setelah memeriksa sekeliling kamar tanpa menemukan Fragmen Kitab Bumi, Xu Qi'an akhirnya mendeteksi benda pusaka itu sedang dipakai sebagai ganjal kaki meja.
Seketika timbul keinginan untuk mengajarinya arti Ubin Mahjong bergambar burung... Dengan perasaan kesal, Xu Qi'an menyimpan Fragmen Kitab Bumi kembali ke dalam dekapan.
Wanita ini sama sekali tidak menyadari betapa berharganya cermin kecil batu giok ini, padahal di dalamnya tersimpan tabungan seumur hidup Xu Qi'an.
Sambil berpikir begitu, ia menoleh ke arah ranjang tempat wanita itu tidur miring dengan posisi yang anggun, masih menyisakan aura Permaisuri.
Tapi saat bangun nanti, sungguh tak bisa dibayangkan...
Waktu berlalu detik demi detik, di sisi meja rias terdapat alat pengukur air. Wanita di ranjang sesekali bergumam, gelisah menggeliatkan badannya, atau entah bermimpi apa, mengerutkan keningnya dengan resistif menendang-nendangkan kaki telanjangnya.
Tidurnya tidak nyenyak.
Ketika jarum waktu menetes deras hingga pukul sembilan pagi, akhirnya ia mengerang pelan dan perlahan membuka mata.
Xu Qi'an melihat tubuh Permaisuri tiba-tiba kaku, lalu berangsur relaks. Ia menyeruput teh dari cangkirnya dan tersenyum: "Sudah bangun?"
Melihatnya, sorot mata Permaisuri menyiratkan kelegaan yang ditutupi. Ia menyangga tubuhnya dengan sikap berpura-pura santai:
"Kenapa kau pulang? Ah, jadi akhirnya kau sadar juga ya? Pangeran Zhenbei itu kelas tiga, bahkan di seluruh Kekaisaran Feng tak ada yang menandinginya. Bisa menghindar seperti ini juga bagus."
Jeda sejenak, nada suaranya melunak: "Serahkan saja urusan ini pada pengadilan. Tak perlu kau cari sensasi."
Semalam Permaisuri bolak-balik di ranjang tak bisa terlelap—tentu saja ini sama sekali bukan karena khawatir Xu Qi'an akan dibunuh Pangeran Zhenbei...
Xu Qi'an berkata datar: "Pangeran Zhenbei sudah tewas."
Permaisuri membeku bagai patung.
"Aku... aku tidak percaya..." Matanya menatap tajam.
"Ini bukan hal yang patut dijadikan candaan," Xu Qi'an kesal. "Seorang pangeran terbunuh—peristiwa sebesar ini, untuk apa aku bohong?"
Permaisuri menatapnya dengan bengong, gemetar bertanya: "Be-benarkah?"
Xu Qi'an mengangguk.
Ia melihat bulu mata panjang Permaisuri bergetar, sebutir air mata jatuh, dua tiga empat... Tetesan air mata bagai mutiara yang putus talinya, susu-susu berjatuhan.
Dia menangis demi kebebasan.
Xu Qi'an berpikir, hubungan mereka tak cukup dekat, lalu diam mematung menyaksikan wanita tercantik pertama di Kekaisaran Feng menangis ying ying ying.
Setelah tangis reda, Xu Qi'an menghibur secara ringkas: "Kau sudah bebas, sembilan provinsi luas ini, mau ke mana saja bisa, seperti Mengduo."
Sambil masih tersedu, dia bertanya sambil mengusap air mata: "Siapa itu Mengduo ya?"
Xu Qi'an enggan menjawab pertanyaan tak berguna seperti ini.
Saat sarapan pagi, Permaisuri yang sudah tenang berbisik di kamar berdua: "Apa kau yang membunuhnya?"
Xu Qi'an menggeleng: "Pangeran Zhenbei sekuat itu, bagaimana mungkin aku melawan? Ada ahli misteri muncul, langsung membunuhnya. Seluruh rombongan utusan bisa bersaksi, nanti kau akan tahu."
Permaisuri "Oh", juga merasa mustahil Xu Qi'an melakukannya. Dirinya wanita cerdas dan logis, bukan gadis bodoh di ibukota yang memuja buta Xu Qi'an (Gong Perak).
Meski berwatak angkuh dan kejam, kultivasi Pangeran Zhenbei tak diragukan, jauh melampaui Xu Qi'an sekarang.
"Dia menggigit roti canai bawang, tangan mungilnya berminyak, mata berkilauannya melayang di atas kepala Xu Qi'an: 'Kenapa rambutmu tumbuh kembali?'"
"Aku memang punya rambut sejak awal."
"Tidak punya."
"Punya."
"Kamu..."
Permaisuri ditepuk dengan sumpit oleh Xu Qi'an, lalu buru-buru mengubah ucapan: "Ya, kamu punya."
Berkat kekuatan Shenshu yang luar biasa, rambut Xu Qi'an akhirnya tumbuh kembali. Prajurit kelas tiga bisa meregenerasi anggota tubuh, apalagi sehelai rambut.
Ini hal yang sangat menggembirakan bagi Xu Qi'an, terlebih lagi karena dia selalu menjaga kepala plontosnya dengan baik - mengenakan topi bulu sehingga orang lain tidak tahu perkembangan pertumbuhan rambutnya.
Kedepannya di luar tetap pakai topi bulu dulu, nanti setelah beberapa waktu bisa dilepas... Aku tetap pemuda berambut panjang nan berkibar. Xu Qi'an berpikir dengan girang.
Setelah sarapan, ia duduk di depan meja rias. Di cermin terpantul wajah Xu Qi'an yang telah pulih seperti semula: alis pedang yang tegas, mata berbintang, hidung mancung, bibir tipis, garis rahang tegas yang memancarkan pesan kejantanan maskulin.
Berbeda tipe sama Erlang yang bermulut merah bergigi putih, atau Nangong Qianrou yang alisnya bagai lukisan - mereka adalah jenis tampan yang berbeda sama sekali.
Permaisuri duduk di tepi ranjang mengayun-ayunkan kaki telanjangnya, memperhatikannya menyanggul rambut: "Aku harus bagaimana nanti?"
Sambil mengatur rambutnya, Xu Qi'an berkasar: "Sudah kubilang, mau pergi ke mana saja terserah."
“Contoh teks A-1！”
“Prak!”
Xu Qi'an meletakkan satu keping perak di atas meja.
Tanpa basa-basi... Permaisuri menggigit bibirnya, wajah dingin sambil menyimpan perak itu. Diam-diam ia melipat beberapa pakaian dalam kotor, mengikatnya menjadi tas kecil yang diselempangkan ke bahu, lalu mengumumkan:
“Aku pergi.”
“Pergilah!” Xu Qi'an mengangguk.
Permaisuri menatapnya dalam-dalam, lalu berbalik kasar dan berlari keluar kamar.
Setelah keluar penginapan, ia berjalan sendirian menuju gerbang kota. Melewati kerumunan ramai, pasar hiruk-pikuk dan jalan panjang. Kota ini tak terlalu besar, tak lama ia tiba di gerbang kota.
Tapi melihat pintu gerbang yang lapang, tiba-tiba Permaisuri ciut. Seolah itu bukan jalan menuju kebebasan. Dunia luar begitu berbahaya, persatuan manusia begitu rumit.
Sejak usia 13 tahun, ia dikorbankan keluarga besar ke istana untuk menukar jabatan tinggi dan kekayaan.
Bertahun-tahun ia hidup dalam lapisan-lapisan istana, lalu oleh Kaisar Yuanjing dihadiahkan ke Pangeran Zhenbei. Dua puluh tahun ia tinggal di kediaman Wang.
Ia mendambakan kebebasan, merindukan kehidupan tanpa ikatan. Tapi saat kebebasan ada di genggaman, barulah ia paham: dirinya takkan bisa bertahan di luar.
Seperti burung fenghuang berbulu emas dalam sangkar. Dua puluh tahun lebih hidup mewah telah melumpuhkan kemampuannya terbang ke langit bebas.
Meski bisa kembali ke "rumah orang tua", itu hanya akan membuatnya dijual lagi oleh orang tua. Tidak, kemungkinan besar begitu dia pulang ke kediaman, keesokan harinya langsung dikirim kembali ke istana oleh sesuku.
Dia berdiri kaku di tempat dengan ekspresi kosong. Setelah lama, keraguan itu hilang, namun cahaya di matanya perlahan padam.
Permaisuri menundukkan kepala, menatap ujung kaki. Bahunya yang kurus dan siluetnya yang kecil bagai gadis kecil tak berumah.
Tiba-tiba, erangan pria terdengar dari belakang: "Cik, setelah kupikir-pikir, aku memutuskan untuk membawamu pergi bersama."
Permaisuri kesal tidak berbalik.
Xu Qi'an berjalan ke depannya, berjongkok, tetap diam.
Permaisuri melotot ke arah siluetnya. Sudut bibirnya naik perlahan sebelum menyergap punggungnya dengan kedua tangan terbuka.
Sepanjang jalan resmi, Xu Qi'an berlari kencang sambil menggendongnya, saat itu dia mulai merindukan kuda betina kesayangannya.
"Aku ini merepotkan," bisik Permaisuri di telinganya.
Hembusan napas hangat menyentuh daun telinga Xu Qi'an yang langsung mengerutkan alis. Daun telinga Xu Gratisan memang area sensitif, rahasia ini hanya Fuxiang yang tahu.
Setidaknya kau punya kesadaran diri... Xu Qi'an bertanya: "Penampilanmu yang begini, apa Kaisar Yuanjing tahu?"
Permaisuri menggeleng: "Tapi dia tahu aku punya alat ritual pengubah wajah. Beberapa kali aku kabur diam-diam, pasti dia juga tahu. Tapi belum pernah lihat penampilan seperti ini."
Dia berpikir sejenak, lalu menambahkan: "Pengawal Kediaman Wang pernah melihat penampilanku seperti ini."
Xu Qi'an tidak menjawab, mulai merenung.
Meski Pangeran Zhenbei telah tewas, Permaisuri tetap menjadi incaran. Kaisar Yuanjing pasti tidak akan mengabaikannya, meskipun seluruh rombongan utusan sepakat bahwa Permaisuri diculik suku barbar.
Tapi para dayang itu tahu bahwa akhirnya aku menemukan mereka. Tentu saja, mereka tidak tahu bahwa aku mengalahkan ahli kuat suku barbar dan menyelamatkan Permaisuri. Namun fakta bahwa mereka bisa selamat dan kembali ke ibukota dengan selamat itu sendiri merupakan titik mencurigakan.
Walaupun tidak bisa dijadikan bukti bahwa aku menyelamatkan Permaisuri, selama ada keraguan, Kaisar Yuanjing pasti akan mengirim orang untuk menyelidiki - tidak sekadar memata-matai, tapi menyelidiki secara terang-terangan.
Jadi Permaisuri tidak bisa ikut pulang ke kediaman bersamaku. Tapi bisa disimpan di luar.
Populasi ibukota mencapai 3 juta. Mustahil memeriksa rumah demi rumah. Lagipula, tidak ada petunjuk yang menunjukkan bahwa aku membawa Permaisuri kembali ke ibukota.
Cara terbaik adalah menyimpannya di luar, tidak terlalu jauh dari Kediaman Xu, tapi juga tidak terlalu dekat.
Setelah mempertimbangkan detail-detailnya, Xu Qi'an mengangguk puas, merasa rencana ini sangat aman.
Kemudian, tanpa bisa dihindari, dia merasa kosong sejenak: Mengapa aku harus melakukan sampai segini untuk seorang tante tua?
Kapan aku mulai keracunan racunnya?
Xu Qi'an tidak menuju ke arah Kota Chu, lebih dulu berniat menemui Zheng Xinghuai untuk membawanya ke Kota Chu.
Sekarang Kota Chu telah hancur. Sebagai Gubernur Chu, dia harus membereskan kekacauan ini, sekaligus memberitahukan bahwa Pangeran Zhenbei telah gugur sehingga tidak perlu lagi bersembunyi.
Dalam perjalanan, dia sengaja meminta Taois Kim Lien untuk memblokir anggota Tian Di Hui, lalu memulai obrolan pribadi dengan Li Miaozhen dan menanyakan keberadaannya.
Tidak mengejutkan, dia langsung dimarahi habis-habisan oleh Santo Perempuan Sekte Langit, kemudian diberitahu kabar tentang gugurnya Pangeran Zhenbei.
Xu Qi'an "sangat terkejut", terus meneriakkan ketidakmungkinan. Sungguh menunjukkan kualitas sebagai "faksi terkejut" sejati.
Hal ini membuat Li Miaozhen merasa sedikit puas hati, sehingga kemarahannya karena ditipu mulai mereda.
Kemudian, Xu Qi'an menyuruhnya menggunakan alasan "mencari Xu Yinluo yang sedang dalam perjalanan" untuk meninggalkan Kota Chu dan bergabung di lembah.
Saat tengah hari, Xu Qi'an akhirnya tiba di lembah bersama Permaisuri. Pada hari itu setelah berpamitan dengan Zheng Xinghuai, dia menempatkan Permaisuri di penginapan kota terdekat yang tidak terlalu jauh.
……
Di dalam gua, api unggun berkobar. Li Han dan Zhao Jin bersama-sama memanggang buruan seperti ayam hutan, kelinci, dan ikan segar.
Shen Tu Baili yang kurus tinggi duduk bersila dan mengatur pernapasan dengan mata terpejam.
Wei Youlong yang berbadan kekar mengelap golok besarnya sambil bersuara berat:
"Entah bagaimana kabar Xu Yinluo dan Pahlawan Wanita Feiyan. Que Yongxiu dan Pangeran Zhenbei kejam tak berperikemanusiaan. Jika mereka menemukan jejak, kita bisa terkena malapetaka. Jika terjadi sesuatu pada mereka, kita bisa terlacak seperti melacak jejak."
Tang Youshen, prajurit tombak dari latar belakang militer, mengarahkan tatapan tajamnya ke mulut gua sebelum menarik kembali pandangannya. Ia memeluk tombak panjangnya sambil bermeditasi.
Zheng Xinghuai menggelengkan tangan, suaranya lembut namun tegas: "Tidak mungkin. Meski mereka berdua pulang dengan tangan kosong, Pangeran Zhenbei dan Que Yongxiu takkan mencurigai mereka."
Janda berparas cantik itu bertanya: "Mengapa Tuan Zheng begitu yakin?"
Zheng Xinghuai menjawab: "Pahlawan Wanita Feiyan telah menjelajahi dunia, suka ikut campur urusan orang, tapi masih bisa membangun reputasi besar dan tetap selamat. Pasti bukan orang sembrono. Adapun Xu Qi'an (Gong Perak), mungkin keberuntungan saat memecahkan satu kasus besar. Tapi rangkaian pencapaian ini membuktikan kemampuannya."
Semua orang mengangguk perlahan.
Baik Pahlawan Wanita Feiyan maupun Xu Qi'an (Gong Perak) adalah naga dan fenghuang di antara manusia - tipe orang yang memberi rasa aman. Sosok yang bisa dipercayai tugas tanpa perlu khawatir.
Tiba-tiba, Shentu Baili membuka mata lebar-lebar, suaranya rendah dan tergesa: "Ada yang datang!"
Li Han dan Zhao Jin spontan menjatuhkan buruan mereka, meraih senjata masing-masing, lalu menyusul yang lain keluar dari gua.
Sepasang pria dan wanita datang bersama-sama.
Pria itu tampan dengan aura kekuatan yang mencolok - tak lain adalah Xu Qi'an, Gong Perak. Wanita di sampingnya langsung diabaikan: langkahnya tidak teratur, terhuyung-huyung mengikuti sisi Xu Qi'an.
Dengan wajah biasa dan nafas terengah-engah saat berjalan cepat, dia hanyalah wanita biasa.
"Gubernur Zheng dari belakang menyambut, memberi hormat: 'Xu Gong Perak.'"
Para prajurit di belakangnya terlihat heran. Xu Gong Perak bersumpah hendak menyelidiki kasus di Kota Chu dua malam lalu, tak disangka kini sudah kembali.
Jarak lokasi ini ke Kota Chu ratusan li. Waktu sebentar ini tak cukup untuk pergi-pulang.
Xu Qi'an tidak beromong kosong, langsung ke pokok permasalahan: "Saya dapat kabar, Pangeran Zhenbei sudah gugur di Kota Chu. Saya datang untuk menjemput kalian."
Bagai petir di siang bolong!
Wajah Gubernur Zheng mendadak tegang, matanya melotot perlahan, mulut terbuka lebar. Xu Qi'an baru paham, inilah kualitas sejati anggota partai terkejut.
Para pendekar saling pandang diam-diam. Di mata masing-masing terpantul kata "tidak percaya".
"Apa... apakah kabar yang diterima mungkin keliru..."
Gubernur Zheng majah beberapa langkah, ekspresi rumit. Di satu sisi berharap kabar itu benar, di sisi lain yakin informasi Xu Qi'an salah.
Shentu Baili dan yang lain diam, tapi setuju dengan perkataan gubernur.
Seratus persen benar, Pangeran Zhenbei kubunuh sendiri... Xu Qi'an mengangguk sambil tersenyum: "Tidak salah, ini benar."
Bom-bom, bom-bom... Gubernur Zheng mendengar detak jantungnya sendiri yang liar dan keras.
"Pahlawan Wanita Feiyan akan segera datang. Dia tahu seluruh kejadian." Xu Qi'an melemparkan tuduhan.
Semua kemudian kembali ke gua, menunggu dalam kegelisahan.
"Permaisuri duduk dengan patuh di sebelah Xu Qi'an, menggigit paha ayam perlahan-lahan. Wanita tercantik pertama di Kekaisaran Feng ini sedang berusaha berperan sebagai figuran kelas tiga."
"Dalam perjalanan kemari, dari penjelasan Xu Qi'an dia telah mengetahui status resmi Zheng Xinghuai, dan memahami bahwa keluarga pria itu tewas dalam pembantaian kota."
"Meskipun tidak ada ikatan emosional dengan Pangeran Zhenbei, namun sebagai pasangan yang memiliki status resmi, Permaisuri merasa bersalah terhadap Orang Penting Zheng."
"Setengah shichen kemudian, Li Miaozhen tiba di lembah. Pedang terbangnya mendarat lembut di antara tebing-tebing."
"Matanya menyapu kerumunan yang sudah menunggu di mulut gua, mengangguk halus. Pandangannya tertahan sejenak pada sosok Permaisuri yang berpenampilan biasa."
"'Pahlawan Wanita Feiyan, Xu Gong Perak bilang... Pangeran Zhenbei gugur di Kota Chu?'"
"Gubernur Zheng bergegas mendekat, matanya membelalak tajam ke arahnya."
"Li Miaozhen memberikan jawaban pasti: 'Benar. Jenazahnya masih berada di Kota Chu.'"
"Dia segera menceritakan secara singkat rangkaian pertempuran di Kota Chu."
"Setelah mendengar penjelasan itu, Gubernur Zheng mengangguk perlahan. Mata penuh darah beku-nya memandang sekeliling, lalu berbisik: 'Hamba... hamba ingin menyendiri sebentar.'"
"Tangannya mengatupkan gestur hormat, lalu berbalik dan berjalan lambat kembali ke dalam gua."
"Beberapa detik kemudian, terdengar tangisan yang menghancurkan hati dari dalam."
"Xu Qi'an menghela napas. Tiba-tiba suara Li Miaozhen bergema di telinganya melalui teknik pengiriman suara: 'Dia siapa?'"
“Orang yang malang, kebetulan aku ada hal yang ingin kuminta bantuanmu. Kasus Pembantaian 3.000 li sudah mengendap bagai debu, urusan pascaperistiwa tak perlu kau khawatirkan. Bisakah kau bantu membawanya kembali ke ibu kota? Ingat jangan mencolok, lebih baik cari penginapan dulu untuk beristirahat sambil menungguku kembali ke ibu kota.”
Xu Qi'an mengirim pesan suara balasan.
Li Miaozhen tidak menjawab, mengamati Permaisuri sejenak, menyeringai, lalu mengirim pesan:
“Orang malang, jadi harus dibawa ke ibu kota untuk diurus? Wanita ini memang terlihat subur untuk melahirkan, tapi kapan kau mulai menjadi begitu putus asa sampai tak pilih-pilih?”
Miaozhen, bukan aku merendahkanmu. Tanpa gelangnya, dia bisa berkata dengan percaya diri: Semua yang hadir di sini adalah sampah!
Xu Qi'an mendeteksi ketidaksenangan Li Miaozhen, memilih tidak merespons, hanya mengatupkan tangan memberi hormat.
Kemudian berpaling dan berbisik pada Permaisuri: “Dia keluarga dari selirku, bisa dipercaya. Ikuti dia dulu ke ibu kota, patuhi semua perintahnya.”
Permaisuri mengerutkan alis lentiknya. Ini pertama kalinya dia mendengar Xu Qi'an punya selir. Tapi mengingat status dan posisinya, juga kebiasaannya di Jiaofangsi (Lembaga Pelatihan Musik), bukankah wajar dia memiliki selir? Sedangkan Li Miaozhen memang sudah dikenalnya.
“Hmm!” Dia menganggukkan kepala dengan dingin.
……
Tiga hari kemudian, setelah melakukan perjalanan siang-malam tanpa henti, Gubernur Zheng akhirnya kembali ke Kota Chu setelah sebulan lebih.
Zheng Xinghuai yang beruban itu menapaki tembok kota langkah demi langkah. Dia menyaksikan Kota Chu yang semarak kini menjadi reruntuhan, tembok-tembok yang roboh di mana-mana, bumi yang luluh lantak penuh luka.
Tembok ibu kota di sisi utara telah mengalami erosi separuh, gerbang kota di sebelah barat juga telah dihancurkan.
Lebih dari 20.000 prajurit tersebar di dalam kota, masing-masing sibuk dengan tugasnya. Sebagian mencari bahan pangan seperti beras dan tepung, meski kota rusak parah namun persediaan di ruang bawah tanah tetap utuh, dan banyak logistik bisa ditemukan di reruntuhan.
Sebagian prajurit membangun rumah-rumah darurat sebagai area kemah militer sementara untuk menampung lebih dari 20.000 tentara.
Sebagian prajurit memperbaiki tembok pertahanan.
Sebagian lainnya menguburkan jenazah, baik rekan seperjuangan, warga kota, maupun barbar dan siluman dari kaum yao.
Berbagai pekerjaan ini telah dilakukan secara teratur selama tiga hari.
"Sejarah epos pasti akan mencatat peristiwa ini sebagai peringatan bagi generasi mendatang. Bersamaan dengan itu, dosa-dosa Pangeran Zhenbei juga akan tercatat, membuatnya dicemooh ribuan tahun."
Censor Liu muncul di sampingnya. Rombongan utusan telah mengetahui dari Li Miaozhen bahwa Zheng Xinghuai selamat dari maut, menyadari bahwa Zheng Xinghuai yang mereka temui di kota adalah palsu.
Kemungkinan besar ini ulah dukun kelas tiga itu, karena mustahil menipu Yang Yan yang berpangkat empat.
"Apakah pengadilan benar-benar akan menghukum Pangeran Zhenbei?" Gubernur Zheng berbisik.
"Kemenangan harus diperjuangkan." Censor Liu mengucapkan setiap kata dengan tegas.
Saat itu, Xu Qi'an bersama Yang Yan dan Butou Chen naik ke atas tembok. Pejabat utama Xu Qi'an (Gong Perak) bersuara berat: "Selanjutnya kita akan pulang ke ibukota. Ke sana untuk menetapkan kesalahan Pangeran Zhenbei, memberi keputusan final pada kasus ini."
“Namun sebelum itu, Gubernur Zheng mungkin ingin lebih dulu menghaturkan beberapa gelas arak tipis untuk arwah di dalam kota.”
Baihu Chen Xiao menggenggam kendi arak, melangkah maju.
Gubernur Zheng menerima kendi tersebut, kembali memandangi kota di bawahnya. Sebelum memulai ritual, ia ingin menyisihkan waktu sejenak untuk mengenang separuh hidupnya yang telah berlalu.
……
Zheng Xinghuai lahir di Zhangzhou yang dijuluki sebagai salah satu dari dua lumbung pangan Kekaisaran Feng. Namun masa kecilnya diliputi kemiskinan, bertahan hidup berkat ibunya yang bekerja mencuci pakaian dan membuat sulaman untuk keluarga berkecukupan.
Di masa remaja, hari yang paling dinantikan Zheng Xinghuai adalah musim panen, saat ia bisa memungut bulir gandum di ladang orang lain.
Satu keranjang bulir gandum bisa menghidupi dia dan sang janda selama tiga hari dengan bubur. Tak boleh mengambil terlalu banyak, nanti dipukuli.
Pasca panen, musim dingin menjadi cobaan terberat. Setiap tahun tangan dan kakinya retak oleh hawa dingin. Sedangkan ibunya, demi beberapa koin tembaga, tetap harus mencuci pakaian dengan kanji di sungai yang membeku.
Butuh bertahun-tahun bagi sang janda untuk mengumpulkan uang sekolah demi menyekolahkannya ke Guozijian, keping demi keping.
Di usia 16 tahun, Zheng Xinghuai masuk Guozijian. Setelah sepuluh tahun belajar keras, pada tahun ke-19 Yuanjing, namanya tercantum dalam pengumuman kelulusan sebagai jinshi peringkat dua.
Ia bergegas pulang ke kampung halaman, ingin membagi sukacita, menjemput sang ibu ke ibukota, memuliakan keluarga, dan membuat semua yang pernah merendahkan mereka tercengang.
Yang menyambutnya hanyalah nisan pendek sang ibu.
Ibu janda telah meninggal selama bertahun-tahun, tidak pernah diberitahukan padanya. Surat-surat keluarga dituliskan oleh kerabat, karena perempuan biasa yang bekerja keras seumur hidup itu tidak ingin mengganggu studi putranya.
Zheng Xinghuai bersujud di depan makam ibunya sehari semalam.
Karier Zheng Xinghuai tidak mulus. Karena terlalu kaku dan menolak kompromi, dia menyinggung perdana menteri saat itu, lalu diasingkan ke daerah perbatasan utara Chu, menjadi Bupati delapan-.
Awalnya dia tidak menyukai Chu. Karena iklim utara yang keras dan masyarakatnya kasar. Akhirnya dia mulai membuka kesadaran, menghabiskan tabungan untuk menyuap kenalan melalui teman, berharap bisa dipindahkan kembali ke ibukota.
Sampai suatu tahun, kavaleri barbar datang menjarah puluhan li.
Setelahnya, Zheng Xinghuai ditugaskan menghibur rakyat dan menginspeksi kondisi. Di pematang sawah, dia melihat tunas hijau terinjak-injak kuda besi; Di jalan resmi, menyaksikan jenazah korban kanibalisme barbar; Di pegunungan, menemui rakyat yang lolos dari maut, memandangi wajah-wajah dekaden dan melarat mereka.
Zheng Xinghuai teringat ibunya yang telah lama tiada.
Ketika perdana menteri itu mengundurkan diri, teman sekelas dan sahabatnya di istana berusaha memindahkannya kembali ke ibukota.
Tapi saat itu Zheng Xinghuai sudah tak ingin meninggalkan Chu. Karena seluruh Tenaga dan perasaannya telah tercurah ke tanah ini.
“Dia begitu berjuang mati-matian, sering begadang menangani urusan pemerintahan. Seolah dengan cara ini, dia bisa menebus rasa bersalahnya terhadap ibu.”
Waktu berlalu, delapan belas tahun bagai sekejap. Sebagian besar hidupnya telah diberikan untuk Chu, namun kini berakhir dalam kesepian.
“Prestiasi dan reputasi hanyalah secarik kertas, bagai debu yang beterbangan...” Gubernur Zheng dilanda kesedihan, air matanya pun menetes.
Arak tumpah membasahi tanah, menyemburkan debu ke udara.
……
Lama tak ada yang bersuara, hingga emosi Zheng Xinghuai stabil. Wakil Hakim Pengadilan Agung membersihkan tenggorokannya, lalu berkata:
“Que Yongxiu telah melarikan diri untuk menghindari hukuman. Pangeran Zhenbei dihukum mati, tapi kejahatan mereka belum dinyatakan ke seluruh dunia. Gubernur Zheng sebagai saksi utama harus ikut kami ke ibu kota. Namun kondisi Kota Chu yang seperti ini, wilayah utara saat ini membutuhkan orang yang tinggal untuk mengendalikan situasi...”
Censor Liu mengerutkan kening, menganalisis: “380.000 warga Kota Chu tewas mengenaskan. Urusan pemulihan sebenarnya sederhana, hanya perlu menempatkan 20.000 lebih prajurit ini dengan baik.”
“Untuk kabupaten/kota lain, biarkan tetap seperti semula. Suku barbar dan kaum yao yang baru mengalami pertempuran besar ini sudah ciut nyali. Mereka takut pada ahli misteri itu, dalam waktu dekat tidak akan melakukan agresi ke perbatasan. Bahkan mungkin bertahun-tahun lamanya.”
Zheng Xinghuai merenung sejenak, lalu memandang Yang Yan: “Sarjana tak layak memimpin pasukan. Hamba ahli dalam urusan pemerintahan, tapi mengelola pasukan adalah hal yang awam. Yang Jinluo, di sini kultivasi Anda yang tertinggi, juga berpengalaman memimpin pasukan. Mampu mengelola sekaligus mengendalikan prajurit.”
Yang Yan mengangguk halus, berkata datar: "Baik."
Boss sebenarnya adalah versi upgrade dari Zhu Guangxiao, diam tapi tekun bekerja, sangat bisa diandalkan... Xu Qi'an dari awal sampai akhir tidak ikut campur.
Karena semua yang ingin dia katakan, telah diucapkan oleh para pejabat sipil ini.
"Ngomong-ngomong," tiba-tiba ia teringat sesuatu: "Jenazah Pangeran Zhenbei harus dibawa pulang ke ibu kota. Dia adalah pemeran utama kasus ini, mati pun harus dibawa kembali."
"Tentu saja." Gubernur Zheng mengangguk.
Bagaimanapun juga, jenazah Pangeran Zhenbei harus dibawa kembali ke ibu kota.
Kasus ini, membunuh Pangeran Zhenbei hanyalah tahap awal penyelesaian. Memberikan konklusi pasti pada kasus inilah yang menjadi penutup sempurna.
Setelah urusan selesai dibahas, Yang Yan menatap Xu Qi'an, bersuara berat: "Ikut aku."
Boss, sikap seriusmu dan nada aroganmu persis seperti wali kelas SMA dulu... Xu Qi'an tetap menurut dan mengikutinya.
Keduanya berjalan menyusuri tembok ibu kota, setelah menempuh jarak tertentu, Yang Yan berhenti dan berbalik berkata:
"Saat Pangeran Zhenbei mengorbankan rakyat kota, kulihat pikiran warga mengalir ke bawah tanah. Di bawah sepertinya ada Formasi Magis. Tapi saat kugali kemudian, bahkan sedalam tiga ren, tak kutemukan apapun."
Pikiran mengalir ke bawah tanah? Apa operasi ini, bukannya pembantaian kota Pangeran Zhenbei untuk membuat Blood Elixir?... Begitu mendengar ini, reaksi pertama Xu Qi'an adalah:
Miaozhen, aku membutuhkanmu!
"Untuk masalah titik buta pengetahuan tentang pikiran, tanya saja Li Miaozhen. Kalau Li Miaozhen tidak kompeten, tidak masalah, masih ada Daozhang Jinlian si koin perak tua ini."
Yang Yan menatapnya dan bertanya, "Apa kamu punya petunjuk?"
Keuntungan jaringan luas sangat jelas. Aku harus terus mengembangkan kolam ikan ini. Ngomong-ngomong, pedang kecil dari giok kuning ukiran belum diberikan ke sang jenderal wanita... Xu Qi'an berpikir melantur sambil bersuara berat:
"Boss, tunggu sebentar. Aku mau ke jamban dulu."
Yang Yan tahu dia menyimpan Fragmen Kitab Bumi. Waktu itu, Daozhang Zilian tewas di tangan Yang Yan sendirian.
Xu Qi'an turun dari tembok kota, mencari sudut sepi, mengeluarkan Fragmen Kitab Bumi, lalu mengirim pesan dengan identitas nomor tiga: 【Daozhang Jinlian, aku perlu berdiskusi privat denganmu.】
Di tengah malam begini, anggota Tian Di Hui yang membaca pesan ini merasa tidak enak hati.
Belakangan entah kenapa, Li Miaozhen si biarawati itu minta blokir grup setiap tiga hari. Sekarang nomor tiga juga ikut-ikutan.
Beberapa detik kemudian, Daozhang Jinlian membalas: 【Ada urusan apa?】
【3: Miaozhen bagaimana? Miaozhen boleh ikut diskusi.】
...Daozhang Jinlian menghela napas panjang lalu membalas: 【Miaozhen, kamu boleh kirim pesan sekarang.】
【2: Urusan apa cari aku? Kalo ada omongan langsung keluarin, kalo ada kentut langsung buang!】
Kenapa ini, amarahnya besar sekali? Xu Qi'an membalas: 【Sepertinya kamu sedang kesal, ada masalah apa?】
【Heh, ada apa denganmu ini? Dia hampir memperlakukan saya seperti dayang, orang yang tidak tahu mungkin mengira dialah Permaisuri. Gaya bertindaknya yang seenaknya itu sungguh menyebalkan.】
Apakah Anda sama seperti Zhong Li, juga seorang peramal besar? Xu Qi'an mengirim pesan untuk menghibur Santo Perempuan: 【Jangan terlalu dihiraukan, dia sudah terbiasa.】
Permaisuri bodoh itu mungkin tidak sengaja. Dia menghabiskan separuh hidupnya sebagai permaisuri dengan hidup mewah dan dilayani dayang, banyak kebiasaan hidupnya tidak bisa diubah begitu saja.
Kecuali Li Miaozhen terus-menerus menegurnya seperti yang dia lakukan.
Li Miaozhen: 【Kalau ada urusan bicaralah, jangan ganggu saya yang sedang bersila.】
Terlihat masih tersulut amarah, lebih baik saya menenangkannya... Xu Qi'an menulis pesan:
【Menurutku kau tidak perlu terlalu keras berlatih. Dengan bakat Pahlawan Wanita Feiyan, cukup fokuskan sebagian tenaga pada kultivasi saja sudah bisa melampaui generasi seumuran.】
Li Miaozhen membalas: 【Hmph, kurasa kau sedang membohongiku.】
Suasana hatinya sedikit membaik.
Xu Qi'an: 【Bagaimana pendapat Taois Kim Lien?】
Taois Kim Lien: 【Kurasa kalian sama sekali tidak menghormatiku.】
Bagai kelas ribut yang kedatangan guru wali, Xu Qi'an dan Li Miaozhen tak berani terus mengobrol. Yang pertama mengembalikan topik pembicaraan sambil menulis penjelasan:
【Begini, saat Pangeran Zhenbei mengorbankan rakyat Kota Chu, Yang Yan menyaksikan dengan mata kepalanya bagaimana jiwa-raga rakyat menyatu ke bawah tanah. Tapi setelah kejadian itu, tidak ada jejak yang ditemukan sama sekali.】
Li Miaozhen membalas: 【Apakah ada sisa formasi?】
Yang Yan tidak mengatakan apa-apa, artinya tidak ada... Xu Qi'an membalas: 【Tidak ada.】
Li Miaozhen diam seribu bahasa.
Dalam keheningan, Taois Kim Lien mengirim pesan: 【Berdasarkan situasi yang diceritakan Miaozhen beberapa hari lalu, ahli kuat yang terlibat adalah Pemimpin Sekte Bumi dan Sekte Wu Shen. Hah, mereka semua adalah ahli di bidang kekuasaan jiwa. Formasi mungkin tidak diperlukan.
【Hmm, meskipun aliran Tao dan Sekte Wu Shen mengolah hantu, umumnya tidak akan mengumpulkan begitu banyak jiwa. Kecuali untuk membuat Pil Jiwa.】
Rumah yang memiliki orang tua bagaikan memiliki harta karun. Memang Taois Kim Lien lebih berpengalaman... Xu Qi'an mengirim pesan: 【Pil Jiwa? Apa itu Pil Jiwa dan fungsinya?】
Taois Kim Lien membalas: 【Banyak fungsinya. Misalnya memperkuat jiwa, bahan pembuat pil, membuat benda pusaka, memperbaiki jiwa yang cacat, membibitkan roh artifak, dll. Kemungkinan, Pemimpin Sekte Bumi membutuhkan Pil Jiwa. Selain itu, dendam dan energi kekerasan dari pembantaian kota—ini adalah kejahatan besar yang sangat bermanfaat baginya.】
Jadi, Pemimpin Sekte Bumi bekerja sama dengan Pangeran Zhenbei demi Pil Jiwa? Xu Qi'an mengangguk tersadar.
【Tiga: Kalau begitu, apakah dia akan terus membantai kota? Pemimpin Sekte Bumi itu dua lho.】
Xu Qi'an bertanya dengan cemas.
【Sembilan: Heh, dia tidak berani. Karena jaraknya dengan Tian Jie (Ujian Langit) hanya selangkah lagi. Dalam kondisi... seperti itu, dia takkan berani melakukan Du Jie. Jadi kamu tak perlu khawatir dia akan membantai makhluk hidup, kecuali dia ingin mati.】
Xu Qi'an seketika lega.
Setelah mengakhiri komunikasi, dia kembali ke tembok kota.
Yang Yan segera menatap ke arahnya.
Xu Qi'an bergumam pelan: "Baru saja tiba-tiba aku ingat, roh-roh itu seharusnya diolah menjadi Pil Roh. Sangat mungkin ini imbalan kerjasama Pemimpin Sekte Bumi dengan Pangeran Zhenbei."
Apakah Pil Roh itu "kejahatan terbesar" yang disebut Pemimpin Sekte Bumi? Yang Yan mengangguk perlahan.
Saat itu dia berada di lokasi, meski terpisah jarak jauh, tapi mendengar dengan jelas.
Selanjutnya adalah menentukan sifat kasus pembantaian Kota Chu, membuat Pangeran Zhenbei dan Que Yongxiu menanggung dakwaan yang semestinya - ini pasti akan menghadapi hambatan... Yang Yan berkata:
"Jika ada masalah mintalah nasihat Tuan Wei, dengarkan baik-baik sarannya. Jangan lagi bertindak gegabah dan impulsif, mengerti?"
Berhenti sejenak, dia berbisik: "Jika Tuan Wei menganggap hal ini mustahil diubah, jangan sekali-kali kamu memaksakan diri."
Xu Qi'an menatapnya tanpa berkata-kata.
……
Awal bulan lima, awal musim panas.
Sebuah kapal resmi dari Chu memecah ombak, perlahan memasuki wilayah ibukota, akhirnya berlabuh di dermaga kota.
Rombongan utusan berdiri di geladak kapal, memandang dermaga yang ramai dan penuh semangat, perasaan campur aduk mengisi hati.
Saat berangkat ke Chu, musim semi akhir. Kini saat kembali ke ibukota, sudah memasuki awal musim panas.
Peristiwa yang terjadi selama periode ini, bagi orang biasa bisa dijadikan bahan kebanggaan seumur hidup.
Rombongan utusan menghela napas lega, sementara mata mereka menyala dengan keyakinan baru.
Mereka akan membawa kabar bombshell ke ibukota.
Kekaisaran Feng tak lagi memiliki Pangeran Zhenbei.
