Pada hari kelima jenazah Pangeran Zhenbei tiba di ibukota, tepat di waktu Yin (03.00-05.00), langit masih gelap gulita.
Di luar Gerbang Meridian, lilin-lilin dalam lentera batu bergoyang dengan nyala jingga, berpadu dengan obor yang dipegang dua barisan pasukan penjaga istana.
Para menteri berkumpul di Gerbang Meridian dalam hembusan angin sejuk, diam-diam menanti sidang pagi. Sesekali pejabat yang saling kenal berbisik-bisik dengan kepala tertunduk, namun secara umum suasana tetap khidmat.
Para pejabat bagai menyimpan energi yang mengembang dalam diam, menunggu saat tepat untuk meledak.
"Dum! Dum! Dum!..."
Saat fajar merekah, suara genderang bergema dari menara Gerbang Meridian.
Para pejabat sipil-militer dengan kompak membentuk barisan, memasuki gerbang istana yang perlahan terbuka.
……
Balairung Jinluan!
Pejabat berpangkat empat ke atas memasuki aula, menunggu seperempat jam dalam keheningan sebelum Kaisar Yuanjing yang mengenakan jubah Tao muncul terlambat.
Setelah beberapa hari tak terlihat, kaisar yang rambut putihnya telah menghitam ini tampak lesu, dengan kantung mata bengkak dan bola mata penuh darah beku. Sebuah gambaran sempurna tentang seorang kakak yang baru kehilangan adik kandung.
Para pejabat sipil terkejut, mengingat Yang Mulia selalu menjaga kesehatan dengan ketat. Sejak mulai bertapa, kondisi fisiknya selalu prima dengan wajah berseri.
Kapan pernah terlihat semelayu ini?
Beberapa saling pandang diam-diam, hati mereka berdesir.
Kasim tua melirik Kaisar Yuanjing, lalu berseru lantang: "Yang punya urusan negara harap menyampaikan, jika tidak sidang ditutup."
Gubernur Chu, Zheng Xinghuai melangkah maju dengan tegas, berjalan di depan para bangsawan, memberi hormat, dan bersuara berat:
"Yang Mulia, Panglima Chu Pangeran Huai telah berkolusi dengan Sekte Wu Shen dan Pemimpin Sekte Bumi. Untuk kepentingan pribadinya naik ke tingkat Dua , ia telah membantai 380.000 rakyat Chu. Sejak berdirinya Kekaisaran Feng, kekejaman seperti ini belum pernah terjadi, membuat murka langit dan bumi. Mohon Yang Mulia menurunkan status Pangeran Huai menjadi rakyat biasa, gantung tengkoraknya di gerbang kota selama tiga hari untuk menghormati 380.000 arwah tak berdasar... dan umumkan ke seluruh dunia."
Kaisar Yuanjing menatapnya dalam-dalam dengan wajah datar.
Yang mengejutkan, di hadapan kemarahan yang tersimpan dalam senyap kaisar, Gubernur Chu Zheng Xinghuai sama sekali tidak gentar, berani menatap balik.
Tiba-tiba, Perdana Menteri Wang ikut maju dan berkata dengan hormat:
"Tindakan Pangeran Huai telah membuat langit murka dan rakyat geram. Di ibukota sudah tersebar luas desas-desus. Rakyat Chu dikenal keras, jika tidak memberi penjelasan pada dunia, mungkin akan terjadi kerusuhan. Mohon Yang Mulia menurunkan statusnya menjadi rakyat biasa dan menggantung tengkoraknya selama tiga hari."
Seluruh pejabat di istana membungkuk serentak, suara mereka bergemuruh: "Mohon Yang Mulia turunkan status Pangeran Huai, gantung tengkoraknya tiga hari untuk menghormati 380.000 arwah Chu!"
Kaisar Yuanjing perlahan bangkit, wajahnya dingin memandangi para pejabat.
Otot wajahnya berkedut pelan, urat di dahinya menonjol seperti ubin mahjong. Tiba-tiba... dengan kasar ia membalikkan meja besar di depannya.
Braak!
Meja besar itu terguling menuruni tangga dan menghantam keras di depan para bangsawan.
Segera setelah itu, suara raungan menyayat hati Kaisar tua bergema di dalam aula:
"Pangeran Huai adalah adik kandung Zhen! Kalian ingin menurunkannya menjadi rakyat jelata, apa maksud kalian? Apakah kalian juga ingin memaksa Zhen mengeluarkan Dekret Pengakuan Kesalahan? Masih adakah Zhen di mata kalian?! Zhen kehilangan saudara, bagai kehilangan satu lengan. Kalian tidak tahu berbelas kasih, malah berkerumun di gerbang istana berhari-hari, apakah kalian ingin memaksa Zhen mati?!!"
Wajah Kaisar tua yang berkerut tampak sangar, matanya merah membara, persis seperti binatang tua yang terluka dan tak berdaya.
Para bangsawan pun tertegun.
Selama 37 tahun pemerintahan Kaisar Yuanjing, citranya sebagai penguasa licik dan mahir dalam permainan politik telah mendarah daging di benak para pejabat sipil-militer.
Mereka tak pernah menyangka suatu hari akan menyaksikan sang kaisar yang berwibawa ini menunjukkan kesedihan yang begitu dalam.
Postur lemah yang ditunjukkan di hadapan para menteri ini, kontras dengan citra lamanya, tanpa sengaja menyebabkan rasa getir di hati.
Semangat berkobar para pejabat tiba-tiba mengendap.
Sebelum para bangsawan sempat pulih dari keterkejutan, Kaisar Yuanjing terjatuh lesu di singgasananya, wajahnya memancarkan kesedihan yang tak tersembunyikan:
"Ketika Zhen masih menjadi putra mahkota, Kaisar pendahulu selalu memandang Zhen dengan penuh kewaspadaan. Posisi Zhen goyah, setiap hari dihantui ketakutan. Hanya Pangeran Huai yang diam-diam mendukung Zhen. Semua ini karena kami saudara kandung seibu, terikat oleh persaudaraan yang erat."
“Pangeran Huai dahulu memegang Pedang Penjaga Negeri, membantai musuh untuk kekaisaran dan menjaga wilayah. Tanpa keberaniannya yang tak takut mati dalam Pertempuran Shanhaiguan, bagaimana mungkin Kekaisaran Feng mencapai kejayaan sekarang? Kalian semua seharusnya berterima kasih padanya.
“Setelah Pertempuran Shanhaiguan, Pangeran Huai diperintahkan ke utara untuk menjaga perbatasan untuk zhen. Lebih dari sepuluh tahun, ia jarang kembali ke ibu kota. Memang dia melakukan kesalahan besar, tapi sudah dihukum. Para menteri masih tidak mau meninggalkan reputasinya?”
Diteriakkan kasar oleh Kaisar Yuanjing, para menteri kehilangan ritme pertempuran. Untuk sementara waktu, tidak ada yang berbicara.
Tapi tidak masalah. Di istana selalu ada orang yang rela menjadi pion, menyerbu ke medan perang.
Gubernur Zheng berseru: "Yang Mulia, prestasi tidak bisa menutupi kesalahan. Memang Pangeran Huai berjasa, tapi pengadilan sudah memberi penghargaan. Rakyat menyayanginya. Kini dia melakukan kejahatan terkutuk, harus dihukum berat. Jika tidak, Yang Mulia dianggap memihak!"
Kaisar Yuanjing mengaum: "Bangsat! Kau melompat-lompat di ibu kota beberapa hari ini, menghina keluarga kerajaan dan pangeran. Zhen masih toleransi sampai sekarang karena pengabdianmu bertahun-tahun!
"Kasus Pangeran Huai belum diputuskan! Selama belum diputuskan, dia tidak bersalah. Menghina pangeran adalah hukuman mati!"
"Yang Mulia!"
Wang Zhenwen tiba-tiba menyela ritme Kaisar Yuanjing: "Masalah Gubernur Zheng bisa dibahas nanti. Mari fokus dulu pada kasus Pangeran Huai."
Kaisar Yuanjing menatapnya dalam-dalam, pandangannya melirik Wang Zhenwen, berhenti sejenak di suatu tempat.
Seolah menanggapi Kaisar Yuanjing, segera seseorang melangkah maju dan berseru keras: "Yang Mulia, hamba juga ada urusan untuk dilapor."
Para pejabat menoleh ke sumber suara - Yao Lin, Jishizhong dari Kementerian Ritus.
Seperti diketahui umum, Jishizhong adalah penyemprot profesional, anjing gila di istana yang menggigit siapa saja. Mereka juga pengawal pembuka konflik dalam persaingan istana.
Ternyata, kali ini tidak mengecewakan.
Yao Lin memberi hormat, sedikit menunduk, lalu berseru: "Hamba menuntut Perdana Menteri Wang Zhenwen atas tuduhan menyuruh Mantan Menteri Ritus berkolusi dengan kaum yao untuk meledakkan Danau Sangpo."
Ruangan bergemuruh halus.
Para bangsawan saling pandang dengan ekspresi aneh. Beberapa hari terakhir, Wang Zhenwen memimpin blokade gerbang istana yang membuatnya terkenal sebagai "pelopor yang memaksa kaisar ke ujung tanduk".
Dituntut saat ini... seolah sesuatu yang wajar.
Namun faktanya, mantan Menteri Ritus memang anggota klik Wang. Apakah benar diperintah sang Perdana Menteri? Sulit dipastikan.
Inti kasus Sangpo adalah mantan Menteri Ritus berkolusi dengan yao menghancurkan danau. Imbalannya, yao menyerahkan jenazah Heng Hui dan Putri Pingyang.
Melalui pasangan malang ini, kejahatan Kelompok Liang terungkap.
Pada hakikatnya ini persaingan faksi dengan yao sebagai sekutu luar.
Benarkah Perdana Menteri Wang tak tahu? Hanya para bangsawan sendiri yang tahu - dalam hati mereka ada tanda tanya atau titik.
"Selanjutnya, Yao Lin mengumumkan beberapa kejahatan besar Wang Zhenwen, seperti membiarkan bawahan melakukan korupsi dan menerima suap, serta menerima penyuapan dari bawahan..."
Kasus Pelanggaran Suci di Danau Sangpo tidak disebutkan, namun beberapa pasal dakwaan yang disebutkan berikutnya benar-benar sudah pasti terjadi.
Bisakah orang yang tangan hampa menjadi Perdana Menteri?
Siapa yang mau bekerja di bawahmu.
Yang Mulia bermaksud memberi contoh hukuman pada pelaku... Para bangsawan merasa gemetar, meski Konfusianisme memiliki seni membunuh naga, tetap ada jurang yang tak terlintasi antara penguasa dan bawahan.
Kaisar Yuanjing bukanlah kaisar muda, sebaliknya, beliau telah menguasai istana selama setengah siklus penanggalan.
Perdana Menteri Wang mengangkat kepala, melihat sorotan dingin Kaisar Yuanjing, segera bersuara berat: "Hamba memohon pensiun."
Kilatan kemarahan muncul di mata Kaisar Yuanjing. Saat hendak berbicara, Censor Zhang Xingying maju dan memberi hormat:
"Yang Mulia, Perdana Menteri Wang melakukan korupsi dan merusak negara, jangan biarkan dia tinggal."
Censor Zhang jelas orangnya Wei Yuan.
Kaisar Yuanjing terdiam lama, melihat sekilas Wei Yuan yang seperti biksu bermeditasi, lalu berkata datar: "Perdana Menteri Wang terlalu serius. Tuan Perdana Menteri telah bekerja keras untuk kekaisaran, kami percaya padamu."
Keseimbangan yang dibangun Kaisar Yuanjing kini menjadi belenggu terbesarnya sendiri.
Pada orang lain, pemecatan biasa saja, tapi Perdana Menteri Wang tidak boleh - dialah satu-satunya penyeimbang Wei Yuan di istana saat ini.
Tanpanya, meski Kaisar Yuanjing mendukung faksi lain naik ke bangsawan, tidak akan mampu melawan Wei Yuan meski hanya dengan satu tangan.
Dalam waktu seperempat jam singkat, Tiga Raksasa istana - Kaisar Yuanjing, Wei Yuan, dan Perdana Menteri Wang - telah menyelesaikan sebuah benturan.
Kaisar Yuanjing mendapat keuntungan kecil dengan menekan semangat para menteri dan menggentarkan para bangsawan. Perdana Menteri Wang dan Wei Yuan juga tidak rugi karena pembicaraan kembali ke kasus pembantaian kota oleh Pangeran Huai.
"Mohon Yang Mulia menghukum berat Pangeran Zhenbei, divonis bersalah, dan memberikan penjelasan pada dunia."
Akhirnya, Wei Yuan melangkah keluar dari barisan.
Para bangsawan segera menyambut, namun kali ini Kaisar Yuanjing mengamati sekilas dan menemukan sebagian kecil orang tetap diam di tempat.
Sudut bibirnya melengkung halus. Di istana, kepentingan pribadi tetap di atas segalanya. Contoh hukuman tadi sudah cukup menguntungkan walau hanya menakut-nakuti beberapa orang.
"Paduka, hamba berpendapat kasus Chu harus direncanakan matang-matang, tidak boleh sembrono menjatuhkan vonis pada Pangeran Huai."
Suara penentang pertama muncul.
Yang berbicara adalah Censor Utama Kiri Yuan Xiong.
Kaisar Yuanjing mengerutkan kening, bertanya meski sudah tahu: "Mengapa demikian, Menteri Yuan?"
Yuan Xiong tiba-tiba bersemangat, berseru: "Pangeran Huai adalah adik Paduka, bangsawan Feng Agung. Hal ini menyangkut harga diri keluarga kerajaan dan wajah Paduka, tidak boleh disimpulkan sembarangan."
Tidak tahu malu!
Para pejabat sipil dalam hati mengutuk.
“Penjahat ini sebelumnya menggunakan kasus kecurangan ujian kekaisaran untuk menyindir Wei Yuan, membuat marah Akademisi Dongge dan lainnya. Setelah ujian, Akademisi Dongge bersatu dengan Wei Yuan mengajukan tuduhan terhadap Yuan Xiong.”
“Akhirnya Yang Mulia-lah yang melindungi penjahat ini, hanya menghukumnya dengan pemotongan gaji selama tiga bulan.”
“Kini, dia benar-benar telah menjadi golok Yang Mulia, digunakan untuk menyerang seluruh kelompok birokrat sipil.”
“Yang Mulia, tuduhan Yuan Xiong sebagai Censor memang masuk akal...”
Tiba-tiba, seorang lelaki tua renta bertongkat muncul dengan langkah gemetar dari barisan pejabat.
Rambutnya memutih sepenuhnya, mengenakan jubah upacara berwarna dasar merah darah dengan sulaman naga emas berkaki lima.
Pangeran Li!
Adik kandung almarhum kaisar, paman Kaisar Yuanjing dan Pangeran Huai.
“Paman, mengapa Paduka datang? Bukankah Zhen sudah menyatakan Paduka tak perlu menghadiri sidang?” Kaisar Yuanjing terkejut, lalu memerintah: “Segera sediakan kursi untuk Pangeran!”
“Jika Paduka tidak datang, reputasi 600 tahun keluarga kerajaan Feng akan hancur di tangan keturunan tak berbakti seperti Jun!” sang tua mendengus keras.
Kaisar Yuanjing menunduk tanpa bicara, menunjukkan sikap menerima kesalahan.
Kursi disediakan. Sang tua memutar kursinya menghadap barisan menteri, kembali mendengus: “Feng adalah milik dunia, tapi lebih penting lagi milik keluarga kerajaan!”
“Kaisar Gao Zu membangun dinasti dengan susah payah, memberantas korupsi era sebelumnya. Kaisar Wu mengorbankan darah dan keringat untuk membersihkan lingkaran kekaisaran dari pejabat busuk.”
"Pangeran Huai telah melakukan kesalahan besar, layak mati. Namun selama aku masih hidup sehari pun, takkan kubiarkan kalian mencemarkan nama baik keluarga kerajaan."
Zheng Xinghuai memerah wajahnya, bersuara berat: "Yang Mulia, Kekaisaran Feng telah berdiri enam ratus tahun. Banyak kaisar di masa lalu yang mengeluarkan dekret kerajaan pengakuan kesalahan..."
Ucapannya terpotong oleh teriakan keras Pangeran Li yang tua: "Penguasa tetaplah penguasa, bawahan tetaplah bawahan. Kalian yang telah menghafal kitab suci Santo dari Guozijian, apakah melupakan ajaran Cheng Yashang?"
Para bangsawan seketika merasa bulu kuduk merinding.
Seandainya Kaisar Yuanjing yang bicara demikian, para bangsawan pasti bersukacita dan berbaris memprotes dengan mempertaruhkan nyawa. Menginjak kaisar untuk mencari ketenaran adalah mimpi basah kaum terpelajar.
Tapi yang bicara adalah Pangeran Li. Di masa mudanya, Pangeran Li adalah seorang jenius termasyhur di ibu kota. Di hadapannya, para bangsawan ini hanyalah junior belaka.
Statusnya sebagai pangeran dan senior di lingkaran sastrawan menjadi tameng. Dengan berlagak senior, tak ada yang bisa melawannya.
Semangat kelompok radikal kembali dipatahkan.
"Hei, Pangeran Li, pertimbangkan matang-matang."
Desah Wei Yuan menggema.
Pangeran Li meluruskan punggungnya, mengerutkan wajah keriput sambil melirik tajam ke Wei Yuan:
"Hmph, kasim sepertimu seharusnya jadi budak di istana. Bukan karena kebijaksanaan Yang Mulia memberimu kesempatan, mana mungkin kau bisa sesukses ini?"
Wei Yuan menundukkan kepala mengambil sikap mengalah, lalu berkata:
“Jika Yang Mulia peduli pada reputasi keluarga kerajaan, seharusnya tidak menutupi kasus Pangeran Huai. Kemarin tiga sarjana besar Akademi Yunlu hendak datang ke ibukota untuk mencerca Yang Mulia, tapi saya halangi.
“Tiga sarjana itu berkata: Pengadilan bisa mengubah sejarah resmi, tapi catatan sejarah Akademi Yunlu tidak tunduk pada pengadilan. Hari ini Pangeran Zhenbei membantai 380.000 populasi Kota Chu, besok, para cendekiawan Akademi Yunlu akan mengukir peristiwa ini dalam ingatan. Diwariskan turun-temurun. Sedangkan Yang Mulia yang melindungi adik kandung, bersalah sama, semua akan tercatat rinci dalam sejarah epos.”
Wajah Kaisar Yuanjing berubah drastis.
Para bangsawan faksi radikal saling pandang kebingungan.
Ini memang hal yang khas dilakukan cendekiawan Akademi Yunlu. Para terpelajar aliran Konfusian itu bertindak arogan dan sombong, tapi... Sungguh memuaskan!
Pangeran Li berkata datar: “Generasi penerjang hanya mengakui sejarah resmi. Siapa peduli catatan liar sebuah akademi?”
Ucapan ini ditujukan pada Kaisar Yuanjing, mengingatkan keponakan yang gemar bertapa tapi juga cinta reputasi ini agar tidak terjebak ancaman Wei Yuan.
Wei Yuan berbisik lirih: “Seumur hidup Pangeran Li tak bernoda, berilmu luas, menjadi teladan keluarga kerajaan dan kaum terpelajar. Jangan sampai tercatat dalam buku hitam Akademi Yunlu sehingga merusak reputasi di usia senja.”
Pangeran Li berubah pucat, menuding gemetar ke arah Wei Yuan: “Wei Yuan, kau berani mengancam hamba? Kau ingin memberontak?!”
Perdana Menteri Wang menyahut dingin: “Sejak kapan nasihat dianggap ancaman?”
“Kau, kalian……”
Pangeran Li gemetar marah, dada naik turun.
Sejak kecil Pangeran Li rajin belajar. Meski berstatus pangeran, ia selalu mengidentikkan diri sebagai kaum terpelajar. Dibanding bangsawan atau jenderal biasa, ia lebih menghargai frasa "terukir dalam catatan sejarah".
Kelemahan khas kaum terpelajar.
Perkataan Wei Yuan benar-benar membuat Pangeran Li waspada. Sejarah resmi dan cerita rakyat tadi hanyalah penghiburan untuk Kaisar Yuanjing. Kaum terpelajar justru lebih memahami otoritas Akademi Yunlu.
Pertarungan di istana ibarat permainan strategi, saling serang dan tangkis.
Melihat Pangeran Li diam, Kaisar Yuanjing tahu siasatnya telah diatasi "musuh". Tapi tak masalah, langkah berikutnya adalah kunci kemenangannya.
Sambil berpikir demikian, ia melirik Adipati Cao di barisan bangsawan.
Adipati Cao paham isyarat, melangkah maju dan berseru: "Yang Mulia, hamba ingin menyampaikan pendapat."
