Di tahun Inspeksi Ibukota, Gong Perak Penjaga Malam Zhu Chengzhu yang mencoba memperkosa gadis tak bersalah, ditetak hingga luka parah oleh Gembrekan Tembaga Xu Qi'an. Akibat luka berat, kultivasinya setengah hancur.
Xu Qi'an kemudian dikurung Wei Yuan di penjara bawah tanah Penjaga Malam, dihukum penggal tujuh hari kemudian.
Kebetulan kasus Pelanggaran Suci Danau Sangpo meletus. Atas bisikan Wei Yuan, Putri Huaiqing merekomendasikan Xu Qi'an sebagai pejabat utama kepada Kaisar Yuanjing yang menyetujui penebusan dosa melalui jasa.
Setelah kasus Sangpo selesai, Xu Qi'an bebas dengan elegan. Ayah Zhu Chengzhu, Gong Emas Zhu Yang yang kesal, bergabung dengan Faksi Qi dan mengkhianati Penjaga Malam.
Balas dendam ini berakhir ketika Putra Nasib Xu Qi'an tanpa sengaja membongkar konspirasi Faksi Qi dengan dukun Sekte Wu Shen.
Setelah peristiwa ini, Zhu Yang dipecat dan diusir dari kantor Penjaga Malam. Sebenarnya menurut Wei Yuan, Zhu Yang seharusnya tidak bisa bertahan hidup sampai sekarang.
Tapi Kaisar Yuanjing memaksakan perlindungan, memberinya jabatan sampingan sebagai pencatat sejarah departemen militer hingga kini.
Yuan Xiong turun dari kereta dengan tangga kayu. Melihat papan nama Kediaman Zhu, hatinya berdesir: "Yang Mulia benar-benar menyusun strategi jauh ke depan."
“Tiba di gerbang Kediaman Zhu, memperkenalkan identitasnya, Yuan Xiong menyaksikan penjaga pintu masuk ke dalam kediaman.”
“Tak lama kemudian, Zhu Yang yang bertubuh besar dan menyimpan napasnya dalam-dalam keluar menyambut secara pribadi. Senyum lebar itu menyembunyikan keheranan, berkata:”
“Kehadiran Censor Yuan di gubuk kami sungguh memancarkan kemuliaan.”
“Yuan Xiong mengangguk sambil tersenyum, 'Mengganggu Orang Penting Zhu.'”
“Pandangannya tertuju ke dalam kediaman.”
“Zhu Yang segera berkata: 'Silakan masuk!'”
“Kedua pria memasuki aula resepsi. Zhu Yang memerintahkan pelayan menyajikan teh terbaik. Setelah meneguk teh, Yuan Xiong bertanya:”
“Bagaimana kondisi tubuh putra Tuan?”
“Pertanyaan pembuka ini membuat Zhu Yang yang berpengalaman seolah memahami sesuatu. Ia menggelengkan kepala pasrah:”
“Anak saya kala itu dipenggal parah oleh si Xu hingga melukai jantung dan paru-paru. Setelah lukanya sembuh, tersisa akar penyakit yang memutus Jalan Pendekar-nya.”
“Zhu Chengzhu saat itu baru memasuki tahap Penyulingan Qi, level kultivasinya belum tinggi. Berhasil menyelamatkan nyawa saja sudah mujur.”
“Luka seberat itu pasti meninggalkan komplikasi. Makin tinggi level kultivasi, makin kuat vitalitasnya. Andaikan saya sendiri yang terluka seperti itu, pasti sembuh dalam tiga hari.”
“'Dia pun takkan bisa arogan lama-lama.'”
“Yuan Xiong mendengus, langsung ke inti: 'Perihal gugurnya Wei Yuan di kuil utama Sekte Wu Shen, pasti sudah Tuan dengar?'”
“Kilatan kepuasan dan kebencian muncul di mata Zhu Yang. Ia tersenyum sinis: 'Matinya tepat! Inilah yang disebut keadilan ilahi berputar, karma balasan tak pernah luput.'”
“Zhu Chengzhu adalah anak laki-laki dengan bakat terbaiknya. Ia pernah berharap putra ini mewarisi ajaran dan menjadi Gong Emas berikutnya, untuk itu dikerahkan segala upaya penanaman. Pada usia 23 tahun sudah mencapai Penyulingan Qi, masa depannya terlihat cerah.”
“Semua hancur di tangan Xu Qi'an.”
“Zhu Yang dipromosikan langsung oleh Wei Yuan. Sejak Pertempuran Shanhaiguan di mana ia mendapat perhatian Wei Yuan, kemudian naik pangkat bertahap hingga mencapai pangkat empat menjadi Gong Emas. Wei Yuan bagaikan gunung kebaikan baginya, justru karena itulah kebenciannya semakin dalam.”
“Melayani dengan setia selama bertahun-tahun, tak lebih berharga dari seonggok tembaga?”
“Mencemari keluarga pejabat yang sudah jatuh itu hal remeh, tapi Wei Yuan malah memihak orang luar, mengabaikan ikatan bertahun-tahun.”
“Ketika mendengar kabar Wei Yuan gugur di Kota Gunung Jing, Zhu Yang tertawa terbahak ke langit lalu mabuk bersama putranya Zhu Chengzhu.”
“Karma Wei Yuan tiba, karma Penjaga Malam juga akan segera menyusul.”
“Yuan Xiong menjepit tutup cangkir, mengetuk tepi gelas, 'Yang Mulia Zhu, inilah saatnya Anda bangkit kembali.'”
“Zhu Yang menyipitkan mata, mengintai tajam ke arah Yuan Xiong: 'Yang Mulia Yuan Xiong, Censor, maksud perkataan ini?'”
“Yuan Xiong tersenyum ramah: 'Yang Mulia memerintahkan saya menggantikan posisi Wei Yuan, mengurus kantor Penjaga Malam sekaligus membersihkan praktik korupsi di dalamnya. Seperti diketahui, kantor itu selama 20 tahun menjadi monopoli Wei Yuan, orang luar tak bisa menyelipkan seekor lalat rumah pun.'”
“Zhu Yang mengangguk perlahan.”
“Yuan Xiong berkata dengan pasrah: 'Meski aku ingin membersihkan disiplin, tapi jenderal tanpa pasukan tak bisa berbuat apa-apa. Aku harus mempertahankan sebagian dan menangkap sebagian. Untuk ini perlu bantuan Yang Mulia Zhu.'”
“Zhu Yang membuat ekspresi kesulitan: 'Wei Yuan memecatku dan mengusirku dari Kantor Penjaga Malam. Tapi ini urusan pribadiku dengan Wei Yuan. Tak ada hubungannya dengan saudara-saudara di kantor. Yang Mulia Yuan, ini sangat menyulitkanku.'”
“Lalu kenapa dulu kau menjual saudara begitu licin?” Yuan Xiong menyeruput tehnya sambil tersenyum sinis:
“Ada satu hal lagi dalam kunjunganku kali ini. Dulu, karena penganiayaan Wei Yuan, ayahmu dan dirimu terpaksa meninggalkan Kantor Penjaga Malam. Kini Wei Yuan sudah tiada, kezaliman harus dihapus, kasus-kasus perlu dibalikkan.”
“Hamba bermaksud mengajukan petisi kepada Yang Mulia untuk memulihkan jabatanmu. Semoga Yang Mulia Zhu juga mau membantu hamba mengelola Kantor Penjaga Malam dengan baik.”
“Akhirnya Zhu Yang tersenyum: 'Siapa yang ingin Yang Mulia Yuan pertahankan? Siapa yang mau ditangkap?'”
“Yuan Xiong berkata santai: 'Tentu saja mereka yang korup. Hamba yakin, pastilah mereka orang-orang kepercayaan Wei Yuan.'”
Keduanya saling bertukar senyum.
……
Kantor Penjaga Malam.
Gembrekan tembaga yang sedang patroli berdatangan kembali ke kantor satu per satu.
Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao juga termasuk di antara mereka, dipanggil kembali oleh staf kantor.
Alasannya belum diketahui, staf hanya bilang Jin Luo Zhao memanggil semua Penjaga Malam yang sedang bertugas luar untuk kembali.
“Untuk apa Jin Luo Zhao memanggil kita?”
“Mungkin ada urusan mendesak. Pasti sesuatu yang genting.”
“Benar-benar masa penuh gejolak.”
Para gembrekan tembaga berbisik-bisik tanpa banyak kata.
Kematian Wei Yuan menjadi pukulan telak bagi Penjaga Malam, seolah tulang punggung mereka patah dalam semalam.
Hingga beberapa hari ini, suasana di kantor terasa sangat muram.
Pria itu, meski jarang turun dari Haolou, selama masih bernapas, langit di atas kepala Penjaga Malam takkan runtuh.
Song Tingfeng yang kini telah mencapai tahap Penyulingan Roh menyeruput tehnya, teringat masa ketika Xu Ningyan masih bersama mereka.
Dulu, dia, Zhu Guangxiao, dan Xu Ningyan sering patroli (jalan-jalan) di siang hari, lalu menyelinap ke rumah bordil saat istirahat makan siang satu shichen (sekitar 2 jam). Meski dompet tipis dan "burung" layu, masa itu penuh tawa.
Seperti kata Xu Ningyan: "Jika tak genit di masa muda, di tua hanya bisa menangis kering."
Si brengsek ini jelas-jelas prajurit kasar, tapi sering melontarkan kata-kata misterius yang terdengar hebat.
Masih belum paham maksud "Daodi Xingbuxing" yang pernah diucapkannya, Song Tingfeng mencoba tanya pada gadis-gadis di rumah bordil:
"Daodi Xingbuxing?"
Mereka selalu jawab: "Xing, xing!"
Tapi saat dia pakai celana tanpa bayar, gadis-gadis itu langsung "tidak xing".
Cara Xu Qi'an (Gong Perak) memanfaatkan lima karakter ini untuk gratisan dari Nyonya Fuxiang selama setengah tahun, tetap menjadi misteri di kantor Penjaga Malam.
Kini, bahkan Nyonya Fuxiang pun telah tiada.
“Dalam setahun singkat, segalanya telah berubah.”
Mungkin belum semua Penjaga Malam kembali. Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao duduk di Ruang Angin Semi selama dua ketuk jam.
Song Tingfeng kini mencapai tahap Penyulingan Roh. Di kantor Penjaga Malam, ia termasuk bintang muda berbakat meski masih jauh di bawah Xu Qi'an. Saat Wei Yuan masih menjabat, kantor berniat membina Song Tingfeng.
Setiap Penjaga Malam berbakat tanpa catatan buruk selalu mendapat pembinaan intensif dari Wei Yuan - ini prinsip yang selalu dipegangnya.
Namun karena kurangnya pengalaman dan prestasi, Song Tingfeng masih bertahan di posisi Gembrekan Tembaga.
“Guangxiao, di paruh kedua tahun ini hanya pernikahanmu yang bisa kunantikan.” Song Tingfeng menghela napas.
Awalnya mereka mengira tahun Inspeksi Ibukota akan membawa ketenangan. Tapi ternyata itu justru awal dari rentetan peristiwa: Kasus Yunzhou di awal tahun, Pembantaian Kota oleh Pangeran Huai di pertengahan, hingga gejolak pasca panen ini.
Pandangan Song Tingfeng menembus pintu terbuka, menyapu daun-daun kering di pekarangan. Ia bergumam pelan:
“Musim penuh badai, benar-benar masa genting. Guangxiao, kita pasti bisa melewati ini bersama.”
Zhu Guangxiao yang semakin pendiam hanya mengangguk, “Hm.”
Tiba-tiba genderang perang bergema dari lapangan latihan.
“Gong Emas Zhao memanggil kita.”
Keduanya segera meninggalkan Ruang Angin Semi. Bersama Li Yuchun dan puluhan Penjaga Malam lainnya, mereka bergegas menuju lapangan latihan.
Song Tingfeng tiba di lapangan latihan, pandangannya menyapu sekeliling, terkejut menemukan jumlah Penjaga Malam yang berkumpul di sini lebih banyak dari perkiraan. Mereka yang sedang libur kerja ternyata semuanya dipanggil kembali.
Ada apa ini... Ia melirik Zhu Guangxiao dan Li Yuchun di sebelahnya, keduanya juga menunjukkan kebingungan yang sama.
Trio Ruang Angin Semi masuk dalam barisan dengan senyap. Setelah menunggu hampir dua ketuk jam, tiba-tiba terdengar derap langkah tergesa namun teratur mendekat.
Memandang ke arah sumber suara, ternyata sepasukan prajurit penjaga istana dengan golok dan zirah berkilauan. Jumlahnya sangat banyak, dari perkiraan sekilas setidaknya lima ratus orang.
Pasukan penjaga istana? Song Tingfeng diam-diam mengerutkan kening.
Barisan pasukan penjaga istana mengalir masuk seperti air bah, mengepung para Penjaga Malam, namun tidak melakukan gerakan lanjutan.
Saat para Penjaga Malam masih bingung, terlihat beberapa sosok berjalan perlahan dari kejauhan.
Di tengah adalah pria paruh baya berwibawa mengenakan jubah merah. Di kirinya berdiri Zhao Gong Emas dengan wajah datar, sementara di kanannya adalah Zhu Yang yang ditemani Zhu Chengzhu.
Bukan hanya Li Yuchun, Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao - bahkan Penjaga Malam lainnya pun wajah mereka berubah melihat ayah-anak ini.
Ketika sudah dekat, Yuan Xiong dengan tangan tergabung di belakang punggung, menghadapi para Penjaga Malam.
Zhao Gong Emas menyapu pandangannya ke para bawahannya, lalu berseru lantang tanpa ekspresi:
"Atas perintah Yang Mulia, mulai hari ini Censor Yuan Xiong mengambil alih jabatan Tuan Wei untuk memimpin kantor Penjaga Malam. Segera beri salam kepada Tuan Yuan!"
Para Penjaga Malam gempar. Ada yang saling pandang, ada yang berbisik-bisik.
“Tai anjing, atas dasar apa dia menguasai Penjaga Malam?” seorang gong perak bergumam.
“Dia cuma penjilat yang mencari muka, pantaskah memimpin Penjaga Malam?”
“Bahkan untuk menggantikan posisi Tuan Wei, seharusnya Censor Utama Kiri Liu Hong-lah yang pantas.”
Yuan Xiong memicingkan mata, tetap tenang.
Gong Emas Zhao melirik atasan barunya, hatinya berat, membentak: “Diam semua! Kalian mau memberontak?”
Dia marah melihat bawahan tak bisa membaca situasi. Pejabat baru pasti ingin menunjukkan wibawa, target pertama mereka adalah si Suka Berkelahi. Semakin sulit diatur, semakin mudah dijadikan contoh. Apalagi Yuan Xiong datang khusus untuk "penyelidikan".
Gong Emas Zhao juga pelayan setia Wei Yuan. Semua gong emas adalah orang kepercayaannya, termasuk Zhu Yang yang dulu.
Alasan dia bisa tetap aman tanpa terkena "hukuman kolektif" adalah karena statusnya sebagai prajurit peringkat empat.
Di Kekaisaran Feng, bahkan di seluruh Sembilan Provinsi, prajurit peringkat empat termasuk elit menengah-atas. Terutama ahli bela diri dengan serangan mematikan dan pertahanan kokoh. Selama tidak melakukan kejahatan berat, pengadilan biasanya mengambil kebijakan lunak.
Yuan Xiong butuh banyak gong emas peringkat empat untuk memperkuat posisinya, maka dia melakukan penjinakan.
Bagi Gong Emas Zhao, perintah kekaisaran tak bisa ditolak. Selain mengikuti arus, apa lagi yang bisa dilakukan? Lebih baik dia tetap menjaga kantor Penjaga Malam daripada menyerahkan semuanya ke Zhu Yang.
Zhu Yang kembali ke Penjaga Malam dengan niat balas dendam, berbeda total dengan dirinya.
"Setelah Tuan Wei mengorbankan diri, menyadari realitas adalah kunci. Penjaga Malam adalah setengah jiwa Tuan Wei. Setidaknya mereka masih bisa menjaga warisannya."
Yuan Xiong berpura-pura tidak mendengar protes Penjaga Malam, berseru lantang:
"Hari ini saat shio kuda, wanita biasa Lu Li Shi di Gerbang Meridian memukul gendang melapor, menuduh Wei Yuan rakus harta, memfitnah rakyat biasa. Penjaga Malam melakukan pemerasan dan menodai menantunya."
"Yang Mulia murka, memerintahkanku mengambil alih kantor Penjaga Malam. Membersihkan angin jahat dan menghukum penyeleweng kekuasaan."
Umpatan dan teriakan langsung meledak.
Penjaga Malam tak tahu siapa Lu Li Shi, tapi tak halangi mereka mengeluarkan kata-kata 'harum'.
Tuan Wei rakus harta?
Seluruh kantor mana tak tahu Tuan Wei paling bersih dan adil. Seorang wanita biasa berani menuduhnya? Pikirkan dulu, pantaskah dia?
Andai Tuan Wei benar ingin korupsi, mungkinkah seperti staf bawahan merampas rakyat?
Penjaga Malam tak bodoh. Langsung sadar ada yang ingin memfitnah Tuan Wei. Pelakunya kemungkinan Wakil Inspektur Utama Yuan Xiong di hadapan mereka.
Dia lawan politik Tuan Wei.
"Terlalu berisik!"
Yuan Xiong berkata datar.
Zhao Gong Emas hendak membentak, tapi Zhu Yang lebih cepat. Satu langkah maju, Qi ahli bela diri pangkat empat mengamuk. Seketika Penjaga Malam limbung, wajah memucat.
Keributan langsung terhenti.
Yuan Xiong tersenyum puas dan mengangguk halus, berseru lantang: "Hamba telah menerima laporan rahasia, takkan mentolerir para koruptor. Selanjutnya, yang namanya dipanggil harap maju ke depan."
"Zhang Dongliang."
Tak ada yang merespons.
"Zhang Dongliang!"
Masih tak ada jawaban. Para Penjaga Malam melakukan perlawanan diam-diam.
Yuan Xiong tak berbicara lagi, hanya melirik ringan ke Zhu Yang di sampingnya.
Zhu Yang yang sudah paham, matanya sejak tadi mengunci seorang Gong Perak di kerumunan. Ia membuka lengan dan mengarahkan telapak tangannya ke orang itu, tiba-tiba melakukan gerakan mencengkeram.
Seorang pria berwajah persegi dan bertubuh kekar terpaksa "terdorong" keluar dari kerumunan. Kedua kakinya mencengkeram tanah, meninggalkan dua bekas tarikan di ujung sepatu. Ia berusaha melawan namun akhirnya pasrah melihat dirinya tertarik keluar.
Yuan Xiong berkata sambil tersenyum: "Hamba bertugas atas perintah dekrit suci. Melawan perintah berarti melawan dekrit suci. Hukuman mati!"
Zhao Gong Emas takut Zhu Yang akan bertindak lagi, buru-buru merebut Zhang Dongliang sambil memberi hormat: "Tuan, si tolol ini tak bermaksud menantang, mohon menahan kekuatan."
Wajah Zhang Dongliang memerah keunguan, urat lehernya menonjol. Ia menggeram rendah dengan suara berat:
"Laozi tak terima! Zhao Gong Emas, tak usah merendahkan diri. Jika Tuan Wei masih ada, berani Yuan Xiong menginjakkan kaki setengah langkah pun ke kantor ini? Jika Gong Emas lain masih ada, apakah Zhu Yang baru pulang ini berani? Kekecewaanku hanya satu: mengapa dulu tak ikut kepala divisiku bertempur. Mati bersama Tuan Wei di Kota Gunung Jing adalah kehormatan, lebih baik daripada mati di tangan sekutu sendiri!"
Yuan Xiong berkata datar: "Tuan Zhu, Penjaga Malam memiliki jabatan resmi. Hak menentukan hidup-mati harus diputuskan oleh Yang Mulia."
Zhu Yang mengangguk, terkekeh: "Memahami."
Dengan menarik aliran Qi-nya, ia menyambar Zhang Dongliang lalu mengarahkan tinju ke dada sang Gong Perak - Pu! Pakaian di punggung Zhang Dongliang langsung terkoyak.
Semua orang mendengar suara retakan tulang dada.
Zhang Dongliang perlahan ambruk ke tanah, hanya menyisakan satu tarikan napas terakhir.
Tiga api pertama pejabat baru, kobaran pertama jatuh pada si celaka ini.
"Braak!"
Suara golok terhunus terdengar, seorang Gong Perak telah menghunus senjatanya.
Braak! Braak! Braak!
Pasukan penjaga istana di sekeliling serempak menghunus golok, siap menekan para Penjaga Malam kapan saja.
Zhu Yang memicingkan mata, melangkah maju, menggunakan wibawa prajurit peringkat empat untuk menggentar semua Penjaga Malam.
"Berhenti semua!"
Zhao Gong Emas membentak: "Kalian mau memberontak? Tidak mau otak lagi?"
"Gong Emas Zhao..."
"Boss..."
Reaksi para Penjaga Malam sangat keras.
"Masih belum sadarkah? Dia sedang membersihkan kita. Mau bersalah atau tidak, akhir kita tetap sama."
"Gong Emas Zhao, Tuan Wei sudah tiada. Hanya kau yang bisa bela kami di kantor. Jangan mau jadi anjing Yuan Xiong ini."
"Boss, tega melihat kami difitnah?"
Setidaknya kalian bisa hidup... Urat di dahi Zhao Gong Emas menonjol, ia menggeratkan kata demi kata: "KEMBALIKAN--GOLOK--KALIAN--"
"Hati para Penjaga Malam membeku separuh, dipenuhi kemarahan, ketidakrelaan, dan kepedihan, namun tetap enggan menyarungkan golok."
Melihat situasi ini, Yuan Xiong tersenyum: "Keluarga para tuan semuanya ada di ibukota, bukan?"
Membunuh dan menusuk hati!
Syarat rekrutmen Penjaga Malam adalah tiga generasi leluhur harus warga ibukota dengan garis keturunan jelas.
Mengapa? Untuk mengantisipasi para prajurit yang melanggar larangan dengan kekuatan.
Tuan Wei gugur di medan perang, Gong Emas lainnya tewas atau hilang. Meski ingin melawan, mereka tak punya dukungan.
"Andai Xu Ningyan masih ada..." gumam seseorang pelan.
Para Penjaga Malam tertegun, teringat rekan yang pernah menghantam lencana dengan goloknya lalu mengundurkan diri.
Benar. Andai Xu Ningyan masih ada, dengan budi baik Tuan Wei padanya dan karakter kerasnya yang tak sudi ketidakadilan, berani-kah Zhu Yang dan Yuan Xiong begitu arogan?
Yuan Xiong dkk mendengar tapi tak menanggapi, tak sudi merespons.
Ekspresi Zhu Chengzhu jelas berubah menyeringai.
Xu Qi'an, si Penjaga Malam rendahan itu adalah dalang utama yang menghancurkan masa depannya.
Ia membencinya hingga ke tulang sumsum, namun dalam setahun, si Penjaga Malam hina itu telah menjadi orang penting yang tak terjangkau.
Meski Xu Qi'an telah menyinggung Yang Mulia, ia tetap tak bisa ikut campur atau membalas.
Api balas dendam ini terus membakar dalam hatinya tanpa pelampiasan, sehari-hari menyiksa jiwanya hingga karakternya mulai terdistorsi.
……
"Li Yuchun!"
“Chu Honghe!”
“Min Shan!”
“Tang Youde!”
“……”
Seorang demi seorang gong perak maju ke depan, dilucuti senjata, dipelintir lengan ke belakang oleh pasukan penjaga istana, dan diikat tangan. Dalam sekejap mata, hampir separuh gong perak yang hadir tersingkir.
Para gong perak itu ada yang berwajah datar, ada yang tersenyum sinis, ada yang meludahi. Tapi tak satupun yang menunjukkan ketakutan atau memohon ampun.
Tak ada nama gembrekan tembaga dalam daftar. Sebagai kasta terbawah Penjaga Malam, umumnya gembrekan tembaga tidak memenuhi syarat untuk berpihak.
Tentu bukan berarti Yuan Xiong tak akan menangani mereka.
Wakil Inspektur Utama yang penuh kesombongan intelektual ini berseru lantang: "Kantor Penjaga Malam sedang menghadapi gejolak besar, banyak posisi kosong. Di tengah krisis ini, hamba mengambil alih kantor dan sangat membutuhkan orang-orang setia yang berbakti untuk dipromosikan."
"Sebelum fajar esok, siapa saja yang menulis surat laporan tentang rekan sejawat yang korupsi, menerima suap, atau memeras rakyat biasa, akan hamba promosikan!"
Niatnya keji.
Para Penjaga Malam yang hadir tetap berwajah datar, tak memberi respons.
Tapi Yuan Xiong tahu, benih kecurigaan dan ambisi sudah ditanam di antara kerumunan ini.
Bagi para gembrekan tembaga, naik pangkat adalah hal yang sangat sulit - harus memiliki kultivasi sepadan dan prestasi cukup. Karena itu, beberapa yang sudah mencapai tahap Penyulingan Roh tetap mandek di posisi.
Siapapun yang punya ambisi dan keinginan untuk maju, pasti ingin naik jabatan.
Kini kantor Penjaga Malam dalam gejolak, ini menjadi kesempatan emas bagi mereka yang berambisi dan haus akan promosi.
Yuan Xiong tidak lagi melihat para Penjaga Malam yang murung, beralih memandang Zhu Yang dan Zhao Gong Emas sambil tersenyum: "Dua Gong Emas, ikut hamba ke Gedung Haolou untuk melihat-lihat."
Ia sangat ingin memasuki tempat itu dan merebut posisi Wei Yuan.
Zhao Gong Emas mengangguk, menyapu pandangannya ke para Penjaga Malam: "Bubarlah semua."
Di telinga Zhu Guangxiao terdengar gumaman Song Tingfeng: "Tunduk, cepat tunduk, pergi dari sini..."
Zhu Guangxiao yang murung tertegun sejenak, secara instingtif menurut, mengikuti rekan-rekannya keluar dari lapangan latihan.
Belum beberapa langkah, ia mendengar suara: "Berhenti!"
Semua orang berhenti seketika, sambil gemetar ketakutan memandang ke arah suara.
Yang berteriak adalah Zhu Chengzhu, mantan Gong Perak yang hampir dikenal semua Penjaga Malam di tempat itu.
Zhu Chengzhu mengabaikan yang lain, menunjuk Song Tingfeng dan Zhu Guangxiao sambil menyeringai: "Kalian berdua maju."
Hati Song Tingfeng berat, dengan nekat maju: "Gong Perak Zhu, selamat atas pemulihan jabatanmu. Ada perlu apa dengan hamba?"
Ia selalu lihai bersilat lidah, mengucapkan kata-kata pujian tanpa mengerutkan alis.
Zhu Chengzhu menunjukkan senyum penuh niat jahat:
"Tuan Yuan, hamba ingin melaporkan, kedua orang ini korupsi. Hamba melihat langsung."
Wajah Song Tingfeng langsung pucat.
Yuan Xiong mengangguk halus: "Serahkan pada keponakan Zhu untuk menanganinya."
"Dia tak berhenti, terus berjalan berdampingan dengan dua Gong Emas."
Zhao Gong Emas menatap Zhu Yang, memberi peringatan halus: "Mereka berdua adalah sahabat karib Xu Qi'an."
Ini sekaligus peringatan untuk Zhu Yang dan perlindungan bagi Zhu Guangxiao dan Song Tingfeng.
Sebelum Zhu Yang sempat bicara, Yuan Xiong sudah membuka mulut dengan datar: "Wei Yuan sudah mati. Tanpa sandaran ini, kau pikir Xu Qi'an masih bisa beng Q berapa lama lagi?"
Zhu Yang ikut tersenyum kecut.
Zhao Gong Emas tak melanjutkan pembicaraan.
Di sisi lain, Song Tingfeng merunduk-runduk memohon: "Tuan Gong Perak, kesalahan masa lalu ini salah hamba. Mohon Tuan tak menghitung kesalahan orang kecil seperti saya."
Zhu Chengzhu bertanya bagai kucing mempermainkan tikus: "Salahmu di mana?"
Song Tingfeng tertegun sejenak. Dengan kelincahan mata batinnya, segera ia memukul-mukul dada penuh penyesalan: "Kesalahan terbesar seumur hidupku adalah berteman dengan Xu Qi'an itu. Sekarang aku sangat menyesal."
Sebenarnya tak ada permusuhan pribadi dengan Zhu Chengzhu. Kena kerjai ini termasuk efek samping kebencian pada Xu Qi'an.
Saat seperti ini, cukup menunjukkan sikap ilalang. Semakin lemah dan mudah ditindas, semakin cepat amarah Zhu Chengzhu mereda. Biarlah dia mengira persahabatan dengan Xu Qi'an dulu hanya karena ingin menjilat saat Xu Qi'an diistimewakan Wei Yuan.
Tak ada ikatan persahabatan yang mendalam di antara mereka.
Benar saja, wajah Zhu Chengzhu dipenuhi senyum puas. Tapi ucapannya berikutnya membuat Song Tingfeng seperti disambar petir.
"Kalau tak mau masuk penjara bawah tanah, merangkaklah lewat selangkanganku."
Zhu Chengzhu membuka kedua kakinya, senyum penuh niat jahat: "Lewati sela-selangkangan ini, maka aku tak akan mempermasalahkan hubunganmu dengan Xu Qi'an dulu."
Para Penjaga Malam yang menyaksikan memandang Song Tingfeng. Di bawah tatapan demi tatapan, wajahnya perlahan memucat.
"Zhu Yinluo, ini... ini... Tuan memang suka bercanda ya..."
Prak!
Tamparan di depan umum.
Pipi Song Tingfeng membengkak kemerahan seketika.
Zhu Chengzhu membentak: "Bercanda? Kau kira aku sedang bercanda? Kesempatan kuberikan, terserah kau memanfaatkannya atau tidak. Hanya tiga tarikan napas kau punya."
Tubuh Song Tingfeng bergetar halus. Tinjunya mengepal lalu melepas, melepas lalu mengepal lagi.
Akhirnya, di bawah sorotan mata yang tak terhitung, ia berlutut. Kedua tangannya menopang tanah, perlahan merangkak melewati selangkangan Zhu Chengzhu.
Zhu Chengzhu tertawa terbahak-bahak.
Ia menoleh ke Zhu Guangxiao: "Giliranmu. Mau masuk penjara bawah tanah, atau merangkak di bawah selangkangan Tuan Muda?"
Sejenak itu, ketenangan pikiran-nya yang terdistorsi mendapat kepuasan luar biasa.
Sorot mata Zhu Guangxiao meredup. Ia lebih memilih mati daripada menerima penghinaan seperti ini.
"Aku... aku yang akan lakukan, aku gantikan dia..."
Song Tingfeng menyungging senyum licik: "Hamba memang suka merangkak di bawah selangkangan Zhu Yinluo. Apakah hari ini makam leluhur hamba mengeluarkan asap kehijauan, sampai bisa mendapat kehormatan seperti ini?"
"Benar-benar ilalang. Begitukah caramu merayu Xu Qi'an dulu?" Zhu Chengzhu menghina.
"Benar benar benar..."
Song Tingfeng mengangguk panik, lalu merangkak melewati selangkangan Zhu Chengzhu.
"Bagus, kau memang menarik. Ini pertama kalinya aku melihat orang yang suka merangkak lewat selangkangan."
Zhu Chengzhu menepuk-nepuk pipi Song Tingfeng sambil tersenyum sinis: "Inilah akibat salah memilih teman."
Dia tak lagi menghiraukan si tulang hina ini, melangkah cepat mengejar arah ayahnya yang telah menghilang.
Beberapa saat kemudian, lapangan latihan sudah sepi, hanya menyisakan Zhu Guangxiao dan Song Tingfeng.
"Anjing-anjing! Mengandalkan kekuasaan untuk menindas orang!"
Song Tingfeng meludah "Cih", lalu menatap Zhu Guangxiao sambil tertawa tak acuh:
"Kau ini, terlalu lama bergaul dengan Xu Ningyan. Ilmu tak didapat, karakter buruk malah makin menjadi. Tahun baru nanti kau mau menikah, di saat genting begini malah masuk penjara. Meski tak mati pasti babak belur. Akhirnya tetap akan dipecat. Mau pakai apa kawini gadis itu nanti?"
"Dalam hidup ini, menemukan gadis yang ingin kau nikahi dan mau dinikahi olehnya itu susah. Lihat saja Xu Ningyan si pencuri terkutuk itu, tiap hari nongkrong di Jiaofangsi (Lembaga Pelatihan Musik), tapi tetap tak menemukan gadis seperti itu."
Mata Zhu Guangxiao berkaca-kaca.
Song Tingfeng meludah lagi, kesal:
"Drama apa lagi? Aku sudah biasa licik. Merangkak lewat selangkangan saja tak masalah, apalagi sekedar memanggil 'ayah'. Lihat saja ekspresi orang-orang 'memang seperti ini yang akan kulakukan'. Kalau kau yang melakukannya, mungkin tak punya muka untuk hidup lagi."
Ia melambaikan tangan: "Pergilah, biarkan aku duduk sendirian sebentar."
Zhu Guangxiao mendengus keras "Hm!" lalu pergi.
Di lapangan latihan yang sepi, Song Tingfeng menutupi wajahnya dengan gemetar hebat, suara tangisan tertahan terdengar dari sela-sela jarinya.
Aib memalukan!
……
Keesokan harinya, Sidang Istana.
Yuan Xiong mengajukan tuduhan terhadap 10 kejahatan besar Wei Yuan, termasuk membiarkan bawahan korupsi dan memeras rakyat; serakah mengejar prestasi hingga 80.000 prajurit terkubur di negeri asing.
Kaisar Yuanjing menghardik Wei Yuan di hadapan para bangsawan dan pejabat luar istana, menuduhnya merusak negara.
Seluruh kerajaan gempar.
……
Kediaman Liu Hong, Censor Utama Kiri, ruang baca.
Liu Hong menghancurkan vas antik dengan amarah. Pejabat kelas tiga berambut hitam bercampur uban ini menggeram keras:
"Bangsat tak tahu malu!
"Aku tak akan pernah berdamai dengan Yuan Xiong, takkan pernah!"
Di ruang baca luas duduk Censor Zhang Xingying, Menteri Departemen Militer, dan beberapa mantan anggota klik Wei.
Semua tak punya jalan keluar.
Di istana, tak ada yang bisa melawan kaisar berusia muda yang menguasai penuh kekuasaan.
Apalagi kaisar ini memiliki banyak "anjing pemburu" yang rela menyerbu ke medan perang untuknya.
"Dalam situasi ini, kita sendiri tak mungkin membalikkan keadaan." Keluh seorang anggota inti.
Ekspresi sedih Zhang Xingying tak tertahan saat berkata:
“Tuan Wei telah mengabdi di istana selama dua puluh tahun dengan penuh dedikasi. Jika ada yang menuduhnya menyalahgunakan kekuasaan dan menimbun harta, tahukah mereka bahwa dia tinggal di Haolou selama dua puluh tahun? Ibukota ini dipenuhi bunga-bunga mekar, tapi tak satu pun sudutnya menjadi rumahnya.
“Selama bertahun-tahun dia kerap berdiskusi dengan kami tentang kebijakan baru, berusaha melakukan reformasi untuk menyelamatkan kerajaan yang semakin lemah. Tanpa anak atau keluarga, seluruh tenaga dan pikirannya dipersembahkan untuk negara. Tanpa Tuan Wei, mungkinkah Yang Mulia bertapa dengan tenang selama dua puluh tahun ini?
“Mengapa Yang Mulia bahkan tak mau memberikan reputasi yang layak setelah kematiannya?”
Suasana muram dan pilu menyebar di ruang baca.
Menteri Departemen Militer menarik napas dalam, berkata: “Sekarang kita harus fokus menyelamatkan diri sendiri. Setelah urusan Tuan Wei selesai, giliran anggota klik Wei seperti kita yang akan dibersihkan. Heh, Qin Yuandao sudah mulai mengincar posisiku.
“Mengenai kasus Tuan Wei, selama kita tetap bertahan, selama ada yang selamat di antara kita, suatu hari nanti vonisnya pasti akan dibalikkan.”
Kekalahan sementara bukan akhir segalanya. Seperti kata pepatah kuno: Setiap penguasa baru punya pejabat barunya sendiri.
Jika era Yuanjing tak bisa diubah, kita tunggu sampai kaisar baru naik takhta. Dalam sejarah, banyak contoh anak yang berani melawan ayahnya.
Banyak kasus keliru baru direhabilitasi setelah belasan atau puluhan tahun.
“Hanya ini jalan satu-satunya.” Liu Hong menghela napas, lalu menambahkan: “Tapi ketika Pangeran naik takhta nanti, belum tentu dia mau membalikkan vonis Tuan Wei.”
“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Xu Qi'an?” tiba-tiba Menteri Departemen Militer bertanya.
Zhang Xingying menyeka sudut matanya, suara rendah: "Beberapa hari lalu aku mengirim orang untuk memeriksa, pintu Kediaman Xu tertutup rapat, sudah kosong. Ning Yan, mungkin dia sudah meninggalkan ibu kota."
Liu Hong tersenyum getir: "Lebih baik pergi, kalau tidak, tidak ada yang bisa melindunginya. Kita pun tidak bisa. Ah, mungkin dia sudah kecewa sepenuhnya pada pengadilan."
……
Hari ini, kabar bahwa Wei Yuan tergesa-gesa mengejar kemenangan hingga 80.000 pasukan menjadi mangsa negara musuh akhirnya tersebar di rakyat.
Reaksi masyarakat sangat keras.
"Sudah dibilang jangan mendukung bangsa siluman, siluman memakan rakyat Feng kita, mengganggu perbatasan, kenapa harus membantu mereka? Sekarang leluhur marah dan menghukum. Sekarang lihat, 80.000 prajurit tewas, dalam dua puluh tahun terakhir Feng belum pernah mengalami kekalahan seperti ini."
"Menurutku, semua salah Wei Yuan yang pantas mati. Kalau dia tidak serakah mengejar jasa, mana mungkin kalah perang?"
"Pencuri terkutuk ini, kasim memimpin pasukan? Ini main-main saja! Kaisar salah percaya orang."
"Bangsat! Berani menghina Tuan Wei? Dua puluh tahun lalu, tanpa kasim ini, mana mungkin kalian punya masa damai sekarang?" Seorang orang tua membela.
"Bapak tua, belum dengar? Wei Yuan ini koruptor besar."
"Hm! Siapa bilang?"
"Pengadilan yang bilang."
“Pengadilan juga bilang Pangeran Huai itu pahlawan, pengadilan juga bilang Chu dibantai bangsa siluman, tapi akhirnya bagaimana? Sesepuh sudah lama tidak percaya pengadilan, lebih baik percaya Xu Qi'an (Gong Perak).”
Suasana hening seketika.
Setelah kasus pembantaian Kota Chu, rakyat ibukota, bahkan rakyat seluruh provinsi Feng, tak terhindarkan mulai kehilangan kepercayaan pada pengadilan.
“Tapi, tapi Xu Qi'an (Gong Perak) juga tidak bicara tuh.”
……
Istana.
Kasim tua masuk perlahan, berhenti di sisi ranjang, membungkuk sambil berbisik lembut: "Yang Mulia, Tuan Perdana Menteri meminta audiensi."
Kaisar Yuanjing tetap bersila dengan mata terpejam, menjawab mantap: "Tidak mau!"
Kasim itu menambahkan pelan: "Tuan Perdana Menteri sedang bersujud di luar, bilang kalau Yang Mulia tidak mau menemui, dia tidak akan pergi."
Kaisar Yuanjing mendengus sinis, tidak memberi respons.
Kasim tua itu tak berani membujuk lagi, hanya berdiri mengawal dengan patuh.
Waktu berlari detik demi detik, tak terasa sudah satu shichen. Kasim itu melirik Kaisar Yuanjing yang masih khusyuk bersila, lalu melangkah kecil keluar kamar tidur kekaisaran.
Baru saja pergi, Kaisar Yuanjing langsung membuka mata. Bangkit dari bantal meditasinya, dia berjongkok di lantai kamar sambil menempelkan telapak tangan ke tanah.
Beberapa detik kemudian, gemuruh auman naga yang memilukan samar terdengar di telinganya.
“Masih kurang, masih kurang!”
Kaisar Yuanjing tidak bersuara, tapi dari dalam tubuhnya terdengar bisikan asing.
“Besok, setelah kita umumkan kekalahan dalam pertempuran melawan Sekte Wu Shen, semuanya akan cukup.” Kaisar Yuanjing tersenyum.
Di sisi lain, kasim tua itu telah meninggalkan kamar tidur. Di bawah tangga tinggi, sesosok jubah merah masih terus bersujud.
“Tuan Perdana Menteri, untuk apa Bapak memaksakan diri? Jika hal ini tersebar, baik Bapak maupun Yang Mulia akan kehilangan harga diri.”
Kasim tua itu membungkuk sambil membujuk pilu: "Pulanglah, hamba tua telah melayani Yang Mulia seumur hidup. Hamba tahu betul sifat asli Sang Raja. Sekalipun Bapak bersujud sampai mati di sini, takkan bisa menggores tekad Yang Mulia."
Wajah Perdana Menteri Wang memucat, kelopak mata setengah terbuka setengah tertutup, seolah setiap saat bisa pingsan.
Di usia senjanya, mampu bersujud selama satu shichen, mungkin hanya bisa disebut memiliki kehendak yang luar biasa.
"Hamba mengerti, terima kasih atas peringatan Bapak Kasim."
Cahaya di mata Perdana Menteri Wang berangsur padam. Dengan susah payah berusaha bangkit, tubuhnya bergoyang lalu terjatuh miring.
"Aduh, hati-hatilah! Badan Tuan Perdana Menteri begitu mulia. Jika terjadi sesuatu, siapa lagi yang akan membantu Yang Mulia memikul beban negara?"
Kasim tua itu segera menopangnya bangkit.
Wang Zhenwen menghela napas, membersihkan debu di jubahnya, merapikan mahkota pejabat, lalu memberi hormat dalam-dalam ke arah ruang studi kekaisaran.
Kemudian, ia melakukan gerakan yang membuat kasim tua itu terpaku membeku.
Wang Zhenwen melepas topi resminya, meletakkannya perlahan di anak tangga.
Saat berdiri, matanya bersinar terang.
Wang Zhenwen bangkit tanpa rasa nostalgia, melangkah pergi dengan gagah.
Tanpa jabatan, diri terasa ringan.
……
Menara Pengamatan Bintang.
Dua kereta kuda berjalan perlahan, keduanya terbuat dari kayu cendana dengan pinggiran dilapisi potongan giok, dihiasi sutra kuning kekaisaran.
Kereta berhenti di alun-alun luar Menara Pengamatan Bintang, diikuti dua baris pengawal berkuda pacuan yang menarik tali kekang, berhenti bersama kereta.
Pintu kereta terbuka, dua perempuan keluar dari kabin. Yang mengenakan gaun istana polos bagai gunung es dan bunga salju, anggun dan dingin; yang berbaju merah menyala memakai mahkota kecil fenghuang, tusuk konde giok dan hiasan mutiara.
Seperti burung fenghuang berbulu emas yang megah.
Namun kecantikan dan pesonanya mampu menguasai perhiasan mewah itu, membuat orang merasa perempuan berpesona alamiah seperti dia memang pantas berdandan begitu gemerlap.
Meninggalkan pengawal, dua putri memasuki Menara Pengamatan Bintang.
"Huaiqing, kau datang!"
Chu Caiwei yang menunggu di lobi lantai satu segera menyambut sahabatnya dengan riang.
Sang Putri tak peduli sikap kerajaan, mengangkat roknya dan "braak-braak" berlari menaiki tangga.
Beberapa langkah kemudian tiba-tiba berbalik berteriak: "Dia di lantai berapa?"
"Tujuh!"
Chu Caiwei menjawab sambil tersenyum manis ke Huaiqing, mengeluarkan daging kering dari tas kecil kulit rusa: "Mau makan?"
Huaiqing menggeleng.
Sang Putri menghentak kaki: "Cepat tunjuk jalannya!"
Chu Caiwei membawa dua putri ke lantai tujuh, mendorong pintu kamar tidur yang penuh bau obat. Pandangan Sang Putri langsung tertuju pada pria sekarat di ranjang.
Mata bak bunga persiknya segera berkabut.
“Dia, kenapa dia belum sadar, apakah masih ada bahaya…” Putri berkata dengan suara tersedu-sedu.
Huaiqing diam memandang Chu Caiwei.
“Entah kapan akan sadar. Saat dia dibawa kembali, saat itulah dia benar-benar hampir mati. Tidak ada bagian tubuh yang utuh. Saat mempertahankan kota, dia menggunakan sihir Konfusianisme yang berbalik menyerangnya. Luka di pinggang juga sulit sembuh.”
Gadis bermata besar itu mengernyitkan dahi: “Guru bilang 'kesadarannya' terlalu otoriter.”
Huaiqing bertanya: “Apa makna 'kesadaran' itu?”
Chu Caiwei menggelengkan kepala: “Guru hanya bilang ini melukai diri sendiri, seperti batu giok yang dikorbankan.”
Dikorbankan… Huaiqing sedikit terkejut.
Saat Xu Qi'an naik ke level empat, kondisi seperti apa yang dialaminya? Keadaan pikiran seperti apa yang membuatnya mengambil langkah ini?
Putri sudah duduk di tepi ranjang, memegang sapu tangan sambil menangis tersedu-sedu.
Ingin membangunkan Xu Qi'an, tapi takut memperburuk keadaan, akhirnya hanya bisa menangis.
Suara tersedu-sedu Putri terdengar: “Ayah sudah mencopot jabatannya, masih saja berjuang mati-matian. Reputasi Tuan Wei hancur seketika. Jika dia sadar dan tahu, pasti sangat sedih."
“Bagaimana Ayah bisa tega seperti ini? Meski aku tidak suka Tuan Wei, tapi tahu ini urusan besar.”
“Tu-Tuan Wei…”
Di tengah tangisannya, tiba-tiba terdengar suara parau dari belakang.
Putri，Huaiqing dan Chu Caiwei juga melangkah mendekat，mendekati ranjang，melihat Xu Qi'an wajah pucat，bibir kering，tapi sepasang mata yang kini telah terbuka。
“A，kamu akhirnya sudah bangun。”
Chu Caiwei berseru gembira，berkata：“Aku akan ambilkanmu beberapa pil tonik。”
Wajahnya berseri-seri，buru-buru lari keluar kamar。
Xu Qi'an memandang tajam，mengamati wajah dua putri yang masing-masing memancarkan pesona berbeda，berhenti sejenak，lalu bertanya：“Aku di Sitianjian？”
Putri segera mengangguk：“En en！”
Bulu matanya yang panjang basah，pipi putihnya masih membekas dua garis air mata。
Xu Qi'an tersenyum padanya，lalu menghela nafas legas，sepertinya Li Miaozhen berhasil menyelamatkannya。
“Meski nyawa tertolong，tapi tetap terlalu berisiko。Selama ini seharusnya aku terus bolak-balik di ambang kematian。” pikirnya dalam hati。
Membunuh Nu'erhejia di tengah lautan pasukan tidaklah mudah：Pertama，harus menerobos barisan tentara，lalu membunuh ahli sistem ganda puncak level empat。Hanya ini saja，bukanlah hal yang bisa dilakukan ahli level empat sistem mana pun。
Kedua，Nu'erhejia juga mempelajari sistem penyihir，memiliki banyak metode kontrol。Sabetan Satu Pisau Langit-Bumi versi hancurnya，belum tentu bisa berhasil。
Karena itu，dibutuhkan Pil Emas dari Li Miaozhen untuk perlindungan。
"Akhirnya, cara penggunaan sihir Konfusianisme juga merupakan poin kunci. Dia menggunakan kemampuan 'ucapan menjadi hukum' untuk meraih puncak kondisi sementara, yang sebenarnya lebih kecil konsekuensinya dibanding 'penguatan jiwa sepuluh kali lipat'."
"Biayanya jauh lebih rendah."
"Dulu dia nyaris hilang nyawa, untungnya Putra Nasib takdirnya belum berakhir. Kebetulan ada prajurit cantik dari Sekte Langit di sisinya."
"Kali ini, jelas dia tidak meninggal di tempat. Kalau tidak, yang dilihatnya saat membuka mata bukanlah Putri dan Huaiqing, tapi bidan dan ayah kandung di kehidupan berikutnya."
"Tak lama kemudian, Chu Caiwei kembali membawa nampan kayu penuh botol-botol, langkahnya ringan nan lincah."
"Syukur kau sudah bangun. Kebangkitanmu membuktikan dua kekuatan yang menghancurkan nyawamu telah sepenuhnya lenyap. Dengan fisik peringkat empatmu, dalam dua tiga hari pasti pulih total."
"Chu Caiwei terlihat gembira. Selama Xu Ningyan terbaring lemah, bahkan ikan kecil kering pun tak lagi menggugah seleranya. Setiap hari murung, hanya bisa makan dua mangkuk nasi, hingga badannya mengurus."
"Kini Xu Ningyan telah sadar, dia bisa kembali menikmati hidangan lezat tanpa perlu khawatir."
"Di bawah bimbingan Chu Caiwei, dia menelan beberapa butir pil. Perutnya terasa hangat, qi yang tersumbat mulai mengalir lagi di meridian, wajahnya kemerahan berseri."
"Dan rasa lapar di perutnya pun menghilang."
"Dia meneguk air hangat dari tangan Putri, lalu dengan 'dilayani' sang putri, bangkit dari ranjang. Bersandar di kepala tempat tidur dengan bantal empuk di punggung."
“Aku baru saja mendengar Putri Lin'an menyebut Tuan Wei...”
Lin'an segera menatap Huaiqing dengan raut wajah ragu-ragu.
Huaiqing berpikir sejenak, lalu berbisik pelan: "Yang Mulia enggan memberikan Tuan Wei reputasi anumerta. Andai pun ada, mungkin hanya nama anumerta buruk."
Sang Putri yang hatinya tertambat pada Xu Qi'an tidak menyadari bahwa kakaknya Huaiqing menyebut ayah mereka dengan sebutan "Yang Mulia".
Nama anumerta buruk berarti julukan yang mengandung makna hina.
Bagi pejabat di zaman ini, nama anumerta adalah keputusan final yang menilai prestasi dan karakter seumur hidup.
Nama anumerta buruk sama saja mencap kehidupan Wei Yuan sebagai "penjahat" dalam catatan sejarah, membuatnya dicemooh ribuan tahun.
Huaiqing menjelaskan secara detail berbagai peristiwa beberapa hari terakhir kepada Xu Qi'an.
"Begitu rupanya. Di luar dugaan, tapi masih masuk akal."
Xu Qi'an berkata dengan tenang, lalu senyap.
Setelah lama, ia berkata: "Tuan Wei gugur di Kota Gunung Jing. Ini lebih baik daripada mati di tangan sekutu sendiri. Tapi andai dia masih hidup, para badut itu takkan berani berbuat macam-macam."
"Kalau dipikir-pikir, hidupnya penuh kepedihan. Asalnya dari Yuzhou, di masa muda keluarganya dibantai Sekte Wu Shen. Pergi ke ibukota mengandalkan persahabatan lama, gagal kawin lari karena cinta dengan gadis keluarga itu, lalu dikebiri. Menyaksikan gadis pujaan dinikahkan ke orang lain, sementara dirinya harus terus menjaganya. Bagi pria, ini aib terbesar."
“Sepanjang hidupnya tak punya anak maupun keluarga, di akhir hayat malah diperlakukan seperti ini. Tidak seharusnya……”
Xu Qi'an dengan mata memerah tersenyum getir: "Putri Huaiqing, tolong sampaikan kasus Zhen De dan urusan Tuan Wei ke Chu Yuanzhen secara detail. Tanyakan apakah dia bersedia kembali ke ibu kota sebelum besok."
Ia menoleh ke Putri Lin'an, menggenggam tangan kecilnya dan mencubit lembut: "Paduka, tolong bantu saya menggiling tinta."
"Oh!"
Putri Lin'an yang menyimak seluruh percakapan tampak setengah mengerti, hanya satu hal yang jelas: saat ini dia sedang sangat sedih.
Xu Qi'an membuka selimut dan bangkit, duduk di meja lalu mulai menulis surat dengan kuas.
Setelah beberapa saat, surat selesai. Ia menyimpannya dalam amplop lalu bertanya ke Chu Caiwei: "Apakah Miaozhen masih di Menara Pengamatan Bintang?"
Miaozhen... Putri Lin'an mengerutkan alisnya, merasa panggilan ini terlalu akrab dan membuatnya tidak nyaman.
"Masih, aku akan panggilkan dia." Chu Caiwei segera keluar ruangan.
Li Miaozhen yang sedang bersila di kamarnya mendengar kabar Xu Qi'an sudah bangun. Dengan gembira ia bergegas menghampiri.
Saat pintu terbuka, dua putri secantik bunga dan giok menyambutnya.
Pahlawan Wanita Feiyan menahan ekspresi gembira, memandang Xu Qi'an di meja lalu mengangguk halus: "Syukur sudah sadar. Ada keperluan apa?"
Xu Qi'an menyerahkan amplop itu dengan suara parau:
"Tolong sampaikan surat ini ke Leluhur Aliansi Persilatan di balik gerbang batu yang dijaga Quanrong di belakang gunung wilayah mereka.
“Saat kau pergi, pastikan untuk menyerahkannya langsung ke tangannya. Jangan melalui siapa pun, termasuk Ketua Aliansi saat ini Cao Qingyang. Ingat, harus langsung ke tangan Ketua Aliansi Lama. Sebut namaku saja, Cao Qingyang akan mengantarmu bertemu dengannya.”
“Bolehkah aku melihat?” Santo Perempuan Sekte Langit bertanya tanpa rasa sungkan.
Bagaimana menurutmu? Xu Qi'an menggelengkan kepala: “Tidak.”
“Oh.”
Li Miaozhen mengangguk, lalu berbalik meninggalkan kamar.
Xu Qi'an kemudian menatap kedua putri, bertumpu pada tepi meja dengan kondisi lemah saat bangkit: “Dua Putri mohon menunggu beberapa menit, aku akan menemui Sang Pengawas.”
