"Dia ingin mendeklarasikan diri sebagai kaisar..." Tangan Pangeran Keempat yang terulur membeku di udara, matanya menatap kosong ke arah adik perempuannya. Tiba-tiba dia merasa sang adik begitu asing.
Ucapan Huaiqing bagaikan dentuman guruh di telinga kerabat kerajaan seperti Pangeran Li. Tingkat keterkejutan mereka bahkan melebihi saat dia dan Xu Qi'an memaksa Yongxing turun takhta.
"Dia sudah gila?!"
Pikiran yang sama muncul di benak semua orang.
Pangeran Li menenangkan diri, tatapan matanya yang keruh tertancap kuat ke arah Huaiqing:
"Kau... apa katamu?"
Nada suara Huaiqing tetap datar:
"Aku ingin naik takhta menjadi kaisar."
"Prak!"
Pangeran Li menampar meja penyelidikan, berdiri sambil bertopang pada tongkat. Jarinya gemetar menunjuk ke arah Huaiqing, amarahnya meluap:
"Konyol!
"Kau durhaka! Kau sadar sedang bicara apa? Perempuan kecil sepertimu berani bermimpi naik takhta? Siapa yang akan tunduk? Kelihatannya kau sudah mabuk kekuasaan dan kehilangan akal sehat.
"Jika kau jadi kaisar, bagaimana bisa mempersatukan rakyat? Pasti akan ada pemberontakan! Kekaisaran Feng akan hancur lebih cepat!"
Tidak bisa diterima!
Pangeran Li bisa menerima turun takhtanya Kaisar Yongxing. Pergolakan zaman selalu disertai pergantian kekuasaan. Kegagalan Yongxing mempertahankan tahta karena ketidakmampuannya.
Asalkan penerusnya adalah pangeran kerajaan dengan garis keturunan murni, tidak akan ada masalah.
Huaiqing memang berasal dari garis keturunan murni keluarga kerajaan, tapi dia seorang putri - perempuan biasa. Bagaimana mungkin dia bisa naik takhta menjadi kaisar!
Para Pangeran dan pangeran kabupaten mulai berdiskusi, ada yang menghela napas kecewa, ada yang menepuk paha sambil memaki orang gila dengan penuh emosi.
Melihat oposisi dari paman dan saudara-saudaranya semakin membara, Pangeran Yan dengan tajam menangkap kesempatan, mengangkat tangan untuk menenangkan lalu berkata:
"Para paman dan pangeran, tenanglah sebentar."
Saat itulah status kakak kandung Huaiqing menjadi jelas, para pangeran dan pangeran kabupaten pun akhirnya diam.
Ketika perempuan dalam keluarga berkuasa, lingkaran cahaya tetap berada di pihak laki-laki. Huaiqing adalah adik kandung Pangeran Yan. Kekuasaannya membuat semua orang diam-diam mengakui otoritas di tangan Pangeran Yan.
Pangeran Yan berusaha membujuk dengan sabar:
"Huaiqing, Kakanda Keempat tahu kau selalu bercita-cita, perempuan tak kalah dari pria. Kakanda berjanji akan memberimu kesempatan dan ruang untuk mewujudkan ambisimu.
"Tapi soal naik takhta jadi kaisar, jangan diungkit lagi. Meski kami setuju, para bangsawan pasti menolak, dunia pun tak akan menerima."
Hampir terucap jelas: Seorang perempuan ingin jadi kaisar, bukankah ini akan menjadi bahan tertawaan?
Huaiqing memandang Pangeran Yan, lalu menyapu pandangannya ke para pangeran dan pangeran kabupaten, dengan nada datar:
"Siapa bilang perempuan tak bisa jadi kaisar? Sejak zaman kuno sudah ada contoh. Maharani Yang Agung membuka jalan bagi generasi berikutnya."
"Yang" adalah dinasti sebelum Zhou Agung, berjarak hampir 2000 tahun. Di era tengah Dinasti Yang Agung, para pangeran perang memberontak, merebut ibu kota, membantai keluarga kerajaan hingga tak tersisa satupun laki-laki.
“Pada masa itu, seorang putri kabupaten dari Dayang yang berbakat luar biasa, tidak mempelajari trik, namun tekun main tombak dan tongkat (belajar bela diri, tanpa maksud lain), berdiri tegak di tengah pemberontakan dimana ayah, saudara laki-laki, dan kaum pria keluarganya hampir habis dibantai.”
“Dia memobilisasi pasukan, memberantas pemberontakan ke segala penjuru, dan akhirnya berhasil mereda kekacauan para pangeran perang setelah enam tahun perjuangan.”
“Kemudian dia naik takhta dan mendeklarasikan diri sebagai kaisar perempuan pertama dalam sejarah dataran Zhongyuan.”
Pangeran Li mendengus:
“Jika kau benar prajurit Dua , aku akan bersujud memohonmu naik takhta.”
Kaisar Perempuan Dayang, tingkat Dua .
Huaiqing tetap tenang, ekspresinya tak berubah, berkata datar:
“Aku kultivasinya masih dangkal, baru mencapai pangkat empat. Tapi Xu Qi'an telah naik pangkat ke Dua .”
Di dalam paviliun samping, semua orang terlihat terkejut.
Pangeran Li membelalakkan mata, tangan yang memegang tongkat gemetar halus:
“Xu Qi'an... Dia naik ke Dua ?!”
Melihat Huaiqing diam, dia menghentakkan tongkatnya sambil berteriak marah:
“Jawab aku!”
Huaiqing tersenyum:
“Kalau tidak, bagaimana mungkin ada tulang punggung untuk menghadapi pemberontakan Yunzhou sampai titik darah penghabisan.”
Pangeran Yu sedikit terkesiap:
“Maksudmu, dia mendukungmu naik takhta menjadi kaisar...”
Huaiqing termenung sejenak, teringat percakapan mereka melalui Kitab Bumi di hari itu——
【Tiga: Paduka, satu pertanyaan terakhir...】
【Satu: Silakan.】
【Tiga: Benarkah Paduka rela menunjuk pangeran keempat?】
【Satu: Mengapa bertanya demikian?】
【Tiga: Karena menurutku, Paduka ingin menjadi kaisar.】
Diam membisu begitu lama...【Satu：Seandainya aku ingin naik takhta, apa yang akan kau lakukan.】
【Tiga：Bisa!】
Hingga kini, mengingat kembali percakapan itu, Huaiqing masih bisa merasakan gejolak di danau hatinya yang tak kunjung reda.
Saat itu, dia menghampiri jendela, membukanya lebar, membiarkan cahaya matahari dan udara dingin menyergap masuk.
Menghadap sang surya, dia menegakkan muka, memejamkan mata, menghela tiga kata bagai rintihan.
"Xu Ningyan..."
Huaiqing tak menjawab pertanyaan Pangeran Yu, karena memang tak perlu.
Dia melanjutkan dengan suara datar:
"Klik Wei dan klik Wang, semuanya bawahanku. Dua belas garnisun ibukota sebagian besar telah bergabung di bawah panjiku. Pasukan Penjaga Istana Kelima hanya mengenal talisman harimau, bukan pemegangnya. Dan talisman itu kini sudah dalam genggamanku.
"Ditambah dukungan Xu Ningyan si prajurit Dua ini, Paman, para sesepuh, adakah di keluarga kerajaan yang lebih layak menjadi kaisar daripadaku?
"Jiang Lüzhong dan Zhang Kaitai yang memimpin puluhan ribu pasukan bertahan di Gerbang Yuyang adalah orangku. Komandan militer Chu juga bawahanku.
"Menurut Paman, cukupkah ini?"
Senyap mencekam. Setelah beberapa saat, Pangeran Li bersuara berat:
"Perempuan jadi kaisar, merusak etika mengacaukan tatanan istana. Jangan lupa di luar ibukota masih ada Akademi Yunlu."
"Kebetulan, aku baru akan membahas itu." Huaiqing berkata datar:
"Aku sudah berjanji mengembalikan Akademi Yunlu ke istana. Zhao Shou akan masuk kabinet."
"......" Pangeran Li memejamkan matanya.
Huaiqing melanjutkan momentum:
“Dalam hal strategi, kebijaksanaan, dan nyali, adakah anggota keluarga kerajaan yang melebihiku?”
Pangeran Yan membuka mulutnya, namun akhirnya tak mengucapkan apa-apa.
Huaiqing bangkit, mengarahkan pandangannya yang tajam ke para pangeran dan pangeran kabupaten, berkata:
“Selain diriku, siapakah lagi dalam keluarga kerajaan yang mampu menyelamatkan Kekaisaran Feng yang mulai runtuh, dan kalian yang hidup dalam ketidakpastian.
“Mengandalkan Yongxing yang lemah dan tak becus?”
Ini pertama kalinya dia menunjukkan kekuatan dan sikap tidak sudinya.
Keluarga kerajaan baru menyadari mereka telah meremehkan Putri Mahkota ini selama ini, menganggapnya hanya suka membaca dan berbakat sastra.
Sejak era Yuanjing hingga Yongxing, dia selalu rendah hati, tak menonjolkan diri, dan tak tertarik dengan urusan politik.
Baru sekarang wajah aslinya terkuak. Saat mereka tersadar, nyawa mereka sudah berada di genggamannya.
Melihat tak ada yang berani melawan, Huaiqing menahan diri dan berkata:
“Aku mengumpulkan kalian hari ini untuk menghindari pertumpahan darah di keluarga kerajaan. Dukunglah aku, dan kalian akan tetap menikmati kemewahan. Jika ada yang berkhianat, hukum mati.
“Paman, sebagai tetua, berikanlah pandanganmu.”
Pangeran Li tak bisa menahan diri memandang Huaiqing. Matanya yang tenang namun penuh niat membunuh membuatnya gemetar, lalu bersuara berat:
“Dalam situasi ini, apa lagi yang bisa kukatakan.”
Huaiqing lalu menatap kakaknya yang compang-camping. Dengan lembut ia merapikan kerah dan melicinkan lipatan di dadanya, lalu berbisik lembut:
“Kedepannya Kakanda Keempat dan Yongxing, serta saudara-saudara lainnya harus rela tinggal sementara di bawah tanah Menara Pengamatan Bintang.
“Anak-anak Kakanda Keempat dan para saudara, aku akan merawat mereka dengan baik.
“Jika para paman berminat menginap di Menara Pengamatan Bintang, aku sangat menyambut.”
Wajah anggota keluarga kerajaan yang hadir berubah.
“Prak! Prak!”
Huaiqing menepuk tangan, memanggil pasukan berbaju zirah di luar paviliun samping, lalu memerintahkan:
“Bawa mereka kembali ke Balairung Jinluan, lalu kumpulkan anggota klik Wang untuk menghadapku.”
Klik Wang tidak tahu rencana naik takhtanya. Xu Qi'an membujuk Wang Zhenwen dengan alasan mendukung Pangeran Yan.
Tapi sekarang mereka sudah terlanjur naik perahu pencuri, sulit untuk turun. Selanjutnya Huaiqing akan berbicara hati ke hati dengan tulang punggung klik Wang.
……
Menjelang siang, kerusuhan dari istana hingga Kota Kekaisaran sepenuhnya reda. Ahli bela diri di pasukan penjaga istana semua ditenangkan Xu Qi'an. Prajurit setia Yongxing di 12 Wei yang bisa dibujuk semua menyerah, yang fanatik langsung dibunuh.
Dengan pengaruh Xu Qi'an, tak ada tamu para pejabat tinggi di Kota Kekaisaran yang berani muncul.
Di dalam Balairung Jinluan, para bangsawan, aristokrat, dan keluarga kerajaan berkumpul lagi. Huaiqing melangkah masuk diiringi dua barisan pasukan berbaju zirah, rok putihnya berkibar-kibar terseret di lantai.
Dengan sikap anggun, dia berjalan ke singgasana, memandang jauh ke para menteri di aula, suaranya dingin:
“Sejak musim dingin tiba, bencana dingin merajalela, rakyat sengsara. Yongxing gagal memerintah negara, sehingga menimbulkan dendam rakyat, pemberontakan bermunculan. Ia sadar tak layak menduduki takhta, berniat turun tahta dan memberi jalan pada yang kompeten, mempercayakan negara padaku.
“Apakah para bangsawan memiliki keberatan?”
Kecuali rombongan utusan Yunzhou, semua bangsawan di aula, kaum aristokrat, dan keluarga kerajaan serempak membungkuk berseru:
“Putri berbudi luhur, layak memikul tanggung jawab besar ini.”
Karena belum naik takhta, belum bisa disebut Yang Mulia.
Rombongan utusan Yunzhou berdiri menyendiri, selain merasa ngeri, juga agak canggung.
……
Di puncak Balairung Jinluan, Xu Qi'an berdiri dengan tangan di belakang, memandang jauh ke seluruh Kota Terlarang.
Angin dingin menerbangkan ujung jubah dan rambut pelipisnya. Di telinganya masih bergema suara para bangsawan dalam aula. Tiba-tiba ia teringat dua tahun lalu, saat dirinya masih figur tak berarti.
Yuanjing, Wei Yuan, Kepala Divisi, Wang Zhenwen, serta para menteri di aula—semua adalah orang-orang berkedudukan tinggi yang dulu tak terjangkau.
Dua tahun kemudian, mereka yang mati sudah mati, yang sakit tetap sakit. Sedangkan para bangsawan istana, bahkan seluruh ibukota, kini di bawah telapak kakinya.
“Sungai Panjang mengalir ke timur tak henti, buih menyaring semua pahlawan. Benar salah, sukses gagal, seketika sirna. Pegunungan hijau tetap tegak, berapa kali matahari senja merah...
“Kalau puisi ini sampai tersebar, pasti akan menimbulkan kegemparan lagi. Paman kedua pasti dimaki-maki.”
Setelah membacakan dengan suara rendah, ia tersenyum dengan ekspresi rumit:
“Tapi aku sudah tak punya semangat seperti dulu untuk terkenal lewat puisi.”
……
Di ruang studi kekaisaran, hanya ada Huaiqing dan Xu Qi'an.
“Aku masih punya sedikit muka, kedua belas Wei ibukota dan pasukan penjaga istana sudah ditenangkan. Semua cukup memberi aku harga diri, untuk sementara tenang.”
Xu Qi'an berdiri di aula, memandang gadis cantik beraura dingin di belakang meja besar, berkata:
“Selanjutnya bagaimana menstabilkan semangat pasukan, mengganti pelayan setia, serta menjaga kepercayaan rakyat, itu urusanmu.”
Ia menunjukkan postur acuh tak acuh.
Selanjutnya, ibukota akan memasuki periode kekacauan singkat. Kekuatan-kekuatan besar perlu mengalami perombakan.
Yang bisa dirayu dirayu, yang tidak bisa disingkirkan. Tentu, yang perlu dikompromi dikompromi dengan memberi kelonggaran tertentu.
Urusan ini tak perlu dia risaukan. Xu Qi'an yakin Putri Mahkota bisa menghadapi sendiri.
Huaiqing mengelus kuas di rak pena, memilih pulpen gading, berkata datar:
“Bagaimana menghadapi Lin'an selanjutnya, juga urusanmu.
“Pelayan muda Istana Jingxiu tadi mempertaruhkan nyawa menyampaikan pesan, Selir Chen ingin menemuimu. Lin'an juga ada di sana.”
Setelah menguasai empat gerbang istana, Huaiqing membebaskan pembatasan. Pangeran, putri, dan selir diizinkan keluar-masuk kediaman.
Xu Qi'an berpikir sejenak, lalu berkata:
“Untuk masalah kepercayaan rakyat, aku punya ide: arak keliling rombongan utusan Yunzhou, lalu tempel pengumuman bahwa aksi membersihkan lingkaran kekaisaran ini kualahkan. Sebagai putri, naik takhta tanpa legitimasi. Sebelum ada prestasi, rakyat dunia tak akan mengakuimu.
“Tapi bisa meminjam reputasiku.”
“Aku sudah lama menunggu ini.” Huaiqing memegang kuas dan mencelupkannya ke tinta, mulai mencoret puisi klasik karyanya dulu di kertas, lanjut:
“Selir Chen tak perlu menghiraukannya. Jika kau merasa terganggu, aku akan membereskannya untukmu. Adapun Lin'an...”
Sudut bibir Putri Mahkota melengkung dalam ejekan:
“Xu Qi'an (Gong Perak) sangat ahli merangkai kata manis. Cukup tunjukkan kemampuan andalanmu.”
Jangan bicara dengan nada sarkastik begini... Xu Qi'an membentak kesal:
“Yongxing toh tetap kakak kandungnya.”
Huaiqing mengangguk halus:
“Karena itu meninggalkan nyawanya sudah merupakan pertanggungjawaban terbaik untuk Lin'an. Menangis beberapa hari, nanti dia juga akan menerima sendiri.”
Xu Qi'an merasa dirugikan, bergumam tak puas:
“Inikah sikapmu dalam membantuku?”
Huaiqing meletakkan pulpen, menatapnya dengan wajah datar:
“Yongxing sudah turun tahta. Pernikahan yang dia tetapkan otomatis batal. Setelah aku naik takhta, akan kubantu Xu Gong Perak membatalkan perjanjian pernikahan ini.”
“Kau tak perlu lagi pusing menenangkan Lin'an.”
“Pamanku sudah menyetujui, mana bisa dibatalkan.” Xu Qi'an menggelengkan kepala berkali-kali.
“Aku bilang bisa ya bisa!” Huaiqing tiba-tiba bersikap otoriter, seolah harus membatalkan pernikahan itu.
“Yang Mulia lebih baik fokus pada urusan di depan mata!”
Xu Qi'an mengatupkan tangan memberi hormat, meninggalkan ruang studi kekaisaran. Alih-alih ke harem, ia berbelok menuju kantor Penjaga Malam.
Di dalam ruang studi, Huaiqing menggigit bibirnya, mendengus kesal.
……
Menaiki kuda betina kesayangannya, derap kaki kuda "braak-braak-braak" membawanya kembali ke kantor Penjaga Malam. Dipandu Song Tingfeng, mereka menuju penjara bawah tanah.
Sipir penjara membuka pintu besi menuju ruang bawah tanah. Song Tingfeng berjalan di depan. Saat melewati ruang interogasi, ia bertanya heran:
“Ning Yan ah, setiap kali melihat alat penyiksaan aneh ini, aku merasa seperti lupa sesuatu.”
Xu Qi'an tidak familiar dengan penjara bawah tanah Penjaga Malam, apalagi alat penyiksaannya, jadi dia tak menghiraukan ucapan Song Tingfeng.
“Nanti kita ke rumah bordil, tapi kau harus menyamar dulu.”
“Bicarakan nanti, mana ada waktu sekarang untuk ke rumah bordil.”
Keduanya terus mengobrol sambil berjalan menuju pintu sel penjara tempat rombongan utusan Yunzhou ditahan.
Pengawal rombongan Yunzhou telah dieksekusi atas perintah Huaiqing, menyisakan pejabat tim negosiasi bersama Ji Yuan, Xu Yuanshuang, dan Xu Yuanhuai.
Tiga individu ini dikurung bersama, pakaian mewah mereka diganti baju tahanan.
Tendon tangan-kaki Xu Yuanhuai kembali diputus, dengan belenggu di tangan dan kaki, ia lemah bergantung di dinding.
Saat Xu Qi'an membuka pintu penjara, ketiganya menunjukkan reaksi berbeda.
Ji Yuan mengerutkan alis sambil mundur selangkah.
Xu Yuanhuai meliriknya sebentar lalu memalingkan muka dengan ekspresi dingin.
“Kau... untuk apa kau datang...”
Perasaan Xu Yuanshuang terhadap kakak tertua ini jauh lebih rumit: permusuhan hasil indoktrinasi sejak kecil, belas kasihan yang terbentuk karena pengaruh ibu, kekaguman adik terhadap kakak, juga kepasrahan karena berada di kubu berbeda.
Hingga ia sendiri tak bisa membedakan perasaan apa yang sebenarnya tersimpan untuk sang kakak.
“Apa maksud Xu Pingfeng mengirim kalian ke ibukota? Sekadar menjijikkan aku, atau meningkatkan toleransi kesalahan Ji Yuan?”
“Xu Qi'an memandang mereka dengan tatapan dingin dan alis mengerut.”
Xu Yuanshuang menundukkan kepala, berbisik pelan:
“Menurutku, keduanya ada benarnya.”
Xu Qi'an mengamati keduanya sejenak, lalu mendengus sinis:
“Sepertinya kalian dianggap seperti semut kecil yang bisa dibuang seenaknya. Sungguh sampah, bahkan tidak punya nilai eksistensi.”
Xu Yuanhuai mencoba menggenggam tinju dengan keras, tapi urat tangannya sudah putus, bahkan tak bisa mengepal sempurna.
Xu Yuanshuang merasa kesal sekaligus malu, semakin menunduk.
“Karena sudah sampai di ibukota, lupakan rencana kabur. Tempat ini tidak untuk kalian.” Xu Qi'an menoleh ke Song Tingfeng:
“Bawa mereka ke bawah tanah Menara Pengamatan Bintang.”
Song Tingfeng mengangguk.
“Sudah diinterogasi si bocah itu?” Xu Qi'an menatap Ji Yuan yang bersandar di dinding.
“Sudah ditanyakan ke ahli sihir Sitianjian. Isinya rahasia, aku tidak baca.” Song Tingfeng menjawab, lalu memandang Xu Yuanshuang sambil berkata:
“Gadis cantik jelita begini, jangan dikirim ke Sitianjian. Ning Yan, bawa pulang jadi selir saja.”
Ia tak tahu silsilah Xu Qi'an maupun utang piutangnya dengan garis keturunan Yunzhou.
Nanti kalau ada kesempatan bisa dibawa ke rumah untuk diperlihatkan ke paman kedua, sekalian lihat adik kandung dan sepupu beradu ilmu mana yang lebih hebat... Xu Qi'an menghampiri Ji Yuan, memandang dari posisi tinggi:
“Kamu ranking sembilan di antara grup sampah bersaudara itu?”
Ji Yuan sama sekali tidak marah, tetap tersenyum:
“Ji Yuan memberi hormat pada sepupu laki-laki.”
"Setelah ditahan di Penjara Bawah Tanah Penjaga Malam, Ji Yuan segera tenang. Setelah analisis singkat, ia menilai Xu Qi'an masih memiliki sedikit otak. Meski memanfaatkan kesempatan melakukan kudeta dengan mengangkat seorang wanita ke posisi bangsawan, Xu Qi'an tidak membunuhnya - pertanda masih melihat nilai guna dalam dirinya."
"Mungkin akan menggunakannya sebagai bahan negosiasi dengan Yunzhou."
"Prak!"
Xu Qi'an membalikkan telapak tangan memberikan satu tamparan ke wajahnya.
Ji Yuan yang hanya seorang cendekiawan lemah tak kuasa menahan pukulan. Tubuhnya terlempar seperti karung pasir, telinganya berdenging-denging, tak bisa bangun lama.
"Jangan mengaku-aku sepupu. Siapa sepupumu?" Xu Qi'an tetap tenang, seolah baru menepis lalat.
"Putra sulung atau anak biasa?" Tanyanya lagi.
Telinga Ji Yuan masih berdenging. Melihat Xu Qi'an mengangkat tangan lagi, wajahnya berubah pucat. Xu Yuanshuang yang masih menganggap hubungan kekerabatan akhirnya menjawab:
"Anak biasa..."
Xu Qi'an mengangguk puas, mendengus mengejek:
"Lahiran selir! Lagi-lagi bidak catur tak berharga. Menurutmu berapa harga yang rela dibayar Naga yang Bersembunyi di Kota Naga untuk menebusmu?"
"Pikir baik-baik. Ini menentukan apakah kau bisa pulang hidup-hidup ke Yunzhou."
Prajurit... prajurit kasar... Ji Yuan merambat dinding berdiri perlahan, pipi membengkak. Tiba-tiba ia menunduk memuntahkan sebuah gigi berlumuran darah.
Xu Yuanshuang berbisik:
"Dia adik kandung Ji Xuan."
Mata Xu Qi'an berbinar, senyum mengembang:
"Menarik!"
“Dia berjalan perlahan mendekati Ji Yuan, yang ketakutan sampai menempel ke dinding. Satu tamparan tadi menghabiskan semua tulang punggung dan keyakinannya.”
“Memang pantas disebut saudara, kamu sama seperti Ji Xuan, sama-sama tidak punya kesadaran diri.”
“Dia menepuk-nepuk pipi Ji Yuan, lalu bersama Song Tingfeng serta sepasang adiknya keluar dari sel penjara.”
“Ji Yuan masih menempelkan punggungnya ke dinding, kedua tinju terkepal erat, wajah dipenuhi kebencian dan penghinaan.”
“Di koridor, Xu Qi'an belum berjalan beberapa langkah ketika terdengar suara perempuan lantang dari sel sebelah kiri:”
“Hei, apakah itu Xu Gong Perak?”
“Menoleh ke sumber suara, terlihat perempuan berambut kusut dengan baju tahanan kotor, namun fitur wajahnya sangat mencolok.”
“Xu Qi'an tertegun sejenak:”
“Kamu siapa?”
“Aku dari Sekte Pencuri, eh, maksudku Divine Thief Sect, Zhu. Waktu Pertarungan Langit vs Manusia, kamu yang menangkapku.”
“Perempuan itu terlihat sangat tersinggung, menggenggam jeruji besi dengan ekspresi bersemangat.”
“Oh, kamu ya. Ada perlu apa?” Xu Qi'an bertanya dengan wajah bingung.
“Kapan kamu akan membebaskanku? Aku sudah ditahan sembilan bulan.” Nada suara Zhu penuh gejolak.
“Xu Qi'an menatap Song Tingfeng:”
“Perempuan ini harus diapakan?”
“Song Tingfeng mencibir:”
“Penjahat kelas kakap seperti dia biasanya diasingkan, dipotong tangannya, atau dipenjara seumur hidup. Bukannya dulu kamu sendiri yang bilang harus dijaga ketat karena masih ada gunanya?”
“Dalam hati Xu Qi'an bergumam: Aku sialan sudah lupa.”
Sekarang adalah masa membutuhkan tenaga, nanti akan mengatur pos untuknya… Xu Qi'an baru saja keluar dari pintu penjara bawah tanah, Xu Yuanshuang berbisik:
“Ji Yuan beberapa hari ini telah melakukan kontak diam-diam dengan Selir Chen.”
Selir Chen… Xu Qi'an menganggukkan kepala, lalu berkata pada Song Tingfeng:
“Besok bawa rombongan utusan Yunzhou berkeliling, beri kejutan pada rakyat ibukota.”
Meninggalkan kantor Penjaga Malam, berpisah dengan Song Tingfeng yang mengawal Xu Yuanshuang dan Xu Yuanhuai menuju Sitianjian.
Ia mengarahkan kudanya menuju istana.
Kebetulan, dalam kasus Selir Fu ada teka-teki yang belum terpecahkan, dia ingin bertanya langsung pada Selir Chen.
