Memukul mati Miaozhen? Tidak mungkin... Xu Qi'an mengangkat alis, mengubah arah menuju timur laut. Jika tidak salah, Sekte Langit tidak jauh dari Jianzhou.
Ini bocoran dari Li Lingsu.
Di antara tiga sekte Tao, Sekte Langit menyembunyikan diri dari dunia, hampir tidak ada hubungan dengan Dunia Fana. Hanya setiap beberapa dekade, mengirim Santo Perempuan turun gunung untuk berlatih hati.
Karena itu, Xu Qi'an sebelumnya tidak sengaja menyelidiki posisi Sekte Langit, menundanya sampai kekuatannya cukup untuk bertanya langsung tentang kebenaran menghilangnya generasi Yang Mulia.
Tapi kemudian dia sendiri telah memecahkan rahasia asimilasi Yang Mulia dengan pencerahan ilahi.
Melihat pesan darurat Li Lingsu, anggota Tian Di Hui kaget, lalu Chu Yuanzhen mempertanyakan:
【Empat: Memukul mati kau atau Li Miaozhen? Kalian setali tiga uang, apa Sekte Langit patriarki hanya memukul Miaozhen tidak memukulmu?】
Li Lingsu berpikir dalam hati: "Ini omongan apa? Bukan kah inti permasalahannya adalah para tua bangka itu ingin memukuli Miaozhen babak belur? Apakah aku tak mati dipukuli mengganggumu?"
Sambil menggerutu dalam hati, kecepatan mengirim pesan tak berkurang, cepat-cepat menjelaskan:
【Tujuh: Yang Mulia berpendapat aku dan Miaozhen telah terlalu banyak terlibat sebab dan akibat, pasti akan terpuruk, tak bisa melupakan segala keterikatan. Karena itu bermaksud menghapus ingatan kami. Aku sebagai pahlawan sejati tak mau ambil risiko, menyanggupi. Tapi kalian tahu karakter Miaozhen, dia ngotot tak mau.
【Bahkan berdebat dengan Yang Mulia, bilang "Boleh membunuhku atau mencabut gelarku, tapi jangan menghinaku!".】
Memang itu jenis kebodohan yang akan dilakukan Li Miaozhen... Anggota Tian Di Hui menghela napas dalam hati.
Si itu sama sekali tak punya sikap layaknya Santo Perempuan Sekte Langit. Berkarakter keras, patah daripada melengkung.
Taois Kim Lien mengirim pesan:
【Sembilan: Yang Mulia melihat dengan sangat akurat, kondisi dirimu dengan Miaozhen. Seumur hidupmu ingin melupakan segala keterikatan, sulit.】
【Delapan: Kalau Yang Mulia sudah melupakan segala keterikatan, mengapa masih bersikeras apakah murid melupakan perasaan?】
Asuro bertanya langsung saat tidak mengerti.
Meski telah hidup ratusan tahun, Aliran Buddha dan Sekte Langit terpisah sangat jauh. Selama ribuan tahun tak pernah berinteraksi, bahkan dia pun kurang memahami kondisi Sekte Langit.
【Sembilan: Meneruskan ranting dupa keturunan, melanjutkan sekte, di mata Yang Mulia adalah hukum kosmis, bukan urusan perasaan. Ini seperti pergantian matahari dan bulan, siklus empat musim, memiliki hukum operasinya sendiri. Apa hubungannya dengan perasaan?
【Li Miaozhen adalah Santo Perempuan, salah satu calon pewaris posisi Yang Mulia. Ketika Santo Perempuan menyimpang dari prinsip ajaran, Yang Mulia akan turun tangan mengintervensi.】
【Persis seperti pertempuran antar yang mengacaukan elemen langit-bumi, pada saat itu aturan kosmis akan turun tangan memulihkan keseimbangan elemen.】
Asuro memahami:
【Pantasan para Yang Mulia generasi sebelumnya menyatu dengan pencerahan ilahi.】
Pengetahuannya tentang Sekte Langit semakin mendalam.
Informasi tentang para Yang Mulia yang menyatu dengan pencerahan ilahi berasal dari intelijen yang diambil Xu Qi'an dari Kaisar Putih saat pertempuran Du Jie, waktu itu dia juga hadir.
Kemudian dibagikan ke anggota Tian Di Hui.
【7: Sekte memberi Miaozhen waktu satu hari untuk introspeksi, tapi dia tetap tidak mau menyerah. Yang Mulia memutuskan untuk memberikan hukuman cambuk pada tengah hari, nyaris membuatnya hilang nyawa.】
Li Lingsu berbisik dalam hati, "Jangan ngobrol lagi, cepat selamatkan anak ini!"
【3: Aku sedang menuju Jianzhou, bisa sampai sebelum tengah hari.】
Kebetulan, ini kesempatan untuk berdiskusi dengan Yang Mulia tentang rahasia Dao Zun, Pertarungan Langit vs Manusia, serta misteri para Yang Mulia generasi sebelumnya.
Xu Qi'an yakin, Yang Mulia pasti mengetahui rahasia-rahasia internal lainnya.
【9: Daozhang juga ikut. Miaozhen adalah anggota Tian Di Hui kami, bukan sekadar Santo Perempuan Sekte Langit.】
【8: Kebetulan aku sedang tidak ada urusan.】
Wah, ini... Li Lingsu merasa lega sekaligus khawatir. Lega karena tak menyangka semua anggota begitu setia kawan, krisis kali ini sudah pasti teratasi.
Kekhawatirannya adalah karena terlalu banyak yang datang, dia hanya ingin menyelamatkan diri sendiri dan Li Miaozhen, tidak ingin anggota Tian Di Hui ini menghancurkan Sekte Langit.
【：Saya akan beri tahu Nuo Yuhui!】
Huaiqing menyela.
Meski tidak terlalu menyukai Pahlawan Wanita Feiyan yang selalu ingin membunuh Kaisar Feng, tetapi mengingat mereka satu organisasi, dia tetap bersedia membantu.
Lagipula, si Xu akan segera menikah, pasti mengundang Li Miaozhen minum anggur pernikahan.
"……" Hanya satu pikiran dalam benak Li Lingsu:
Sekte Langit tidak bisa ditinggali lagi!
……
Sekte Langit.
Li Lingsu menarik napas lega, menyimpan fragmen Kitab Bumi ke dalam jubahnya, diam-diam meninggalkan ruang meditasi sang guru.
Setelah kembali ke Sekte Langit, Kitab Bumi mereka disita oleh para guru masing-masing. Sang Putra Suci melihat langsung Daozhang Xuancheng menaruh fragmen Kitab Bumi ke dalam kotak kayu.
Saat Daozhang Xuancheng keluar, dia menyelinap masuk untuk mengirim pesan minta bantuan ke anggota Tian Di Hui.
Mengingat Xu Qi'an akan segera datang, dia pasti akan ikut adik seperguruannya meninggalkan Sekte Langit, fragmen Kitab Bumi tidak perlu dikembalikan.
Li Lingsu diam-diam meninggalkan paviliun, menuju tempat tinggalnya. Di tengah jalan, bertemu Daozhang Xuancheng yang sedang kembali.
"Guru!"
Li Lingsu memberi hormat dengan khidmat, menampakkan ekspresi muram yang tepat.
Baik nasib yang akan dihadapi Li Miaozhen, maupun hukuman penghapusan ingatan yang akan diterimanya, semuanya bukan hal yang menyenangkan.
Daozhang Xuancheng mengangguk halus, dengan wajah datar berkata:
“Para Kepala suku telah memanggil semua murid dalam sekte, berkumpul di luar Aula Tianzun untuk menyaksikan hukuman cambuk petir.
“Kau akan ikut denganku. Setelah urusan dengan Santo Perempuan selesai, Yang Mulia akan memotong ingatanmu.”
Li Lingsu tetap menjaga ekspresi muram, berbisik:
“Baik!”
……
Luar Aula Tianzun, alun-alun.
Li Miaozhen duduk bersila di atas panggung tinggi, bermeditasi dengan mata terpejam.
Di bawah panggung, lebih dari 300 murid dalam Sekte Langit - laki-laki dan perempuan, tua dan muda - menatap Li Miaozhen di atas panggung. Sebagian besar tetap Senyap, beberapa berbisik-bisik.
Hanya segelintir orang di Sekte Langit yang bisa melupakan segala keterikatan. Bahkan Santo Perempuan pun belum bisa, apalagi murid-murid dalam ini.
“Guru, ada apa dengan Santo Perempuan? Kesalahan apa yang dia lakukan?”
Seorang gadis kecil berpipi tembem menarik-narik lengan baju gurunya.
“Santo Perempuan kehilangan Jalan Hati saat mengembara turun gunung. Sekte akan menghukum matinya.”
Sang guru menghela nafas.
Gadis berpipi tembem berusia 11-12 tahun itu langsung panik, wajah kecilnya pucat:
“Mengapa Santo Perempuan harus dihukum mati?”
Menurutnya, Santo Perempuan adalah salah satu calon pewaris Tianzun, figur terpandang di Sekte Langit yang posisinya hanya di bawah Yang Mulia dan para Kepala suku.
“Dia mati, bukankah kau punya harapan?” Seorang pendeta Taois paruh baya di sampingnya mendengus sinis:
“Bukan hanya kamu, semua murid perempuan memiliki harapan menjadi Santo Perempuan. Santo Perempuan kita ini, alih-alih menjadi Santo Perempuan Sekte Langit yang baik, malah berubah menjadi Pahlawan Wanita Feiyan.”
Dalam penantian, waktu shio kuda semakin mendekat.
Saat itu, seorang pendeta tua beruban yang berdiri di bawah atap Aula Tianzun berseru lantang dengan suara menggema namun datar:
“Santo Perempuan, aku beri kesempatan terakhir. Jika kau bersedia menghapus ingatanmu, masa lalu tak akan dituntut.”
Di atas panggung tinggi, Li Miaozhen membuka matanya, melirik langit sejenak lalu menarik kembali pandangan penuh kekecewaan, berkata:
“Sesepuh Utama, Miaozhen sudah bulat tekad, tak perlu banyak bicara lagi.”
Sesepuh Utama pun segera menghentikan omong kosongnya, mengalihkan pandangan ke kerumunan yang berjejal, berseru:
“Santo Perempuan Li Miaozhen, selama pengembaraannya di luar gunung, telah melanggar aturan sekte, mengabaikan perintah guru, terjerat terlalu dalam dalam sebab-akibat, sehingga tak mungkin lagi mencapai melupakan segala keterikatan.
“Yang Mulia memberi kesempatan, namun ia tetap kepala batu, berulang kali menentang.
“Hari ini pikirannya akan disebarkan dengan cambuk petir sebagai peringatan.
“Jadikanlah ini pelajaran, jangan sampai terulang kembali.”
Dari dalam kerumunan, banyak murid serentak menyusul, menuduh dengan geram:
“Terlihat jelas Santo Perempuan sudah terjerumus kegelapan, makanya bersikap keras kepala begini.”
“Lihatlah apa yang dilakukannya di dunia biasa - memberantas perampok di Yunzhou, memadamkan pemberontakan di Yongzhou, menikmati rasa dikagumi. Hampir lupa marga sendiri. Sekte yang membesarkan dan membinanya sampai sukses, beginilah cara dia membalas budi?”
“Yang Mulia sudah memberinya kesempatan, tapi dia tidak menghargainya. Benar-benar menganggap peraturan sekte hanya hiasan belaka? Pantas mati!”
“Siapa pun takkan bisa menyelamatkannya.”
“Dulu aku bahkan memohon pada guru untuk mengajukan banding ke Yang Mulia agar bisa dipersunting Santo Perempuan. Sekarang melihat kejadian ini, untungnya tidak jadi.”
Seluruh Santo Perempuan sepanjang generasi dipilih melalui proses pemurnian hati oleh Sekte Langit, dibina dengan sumber daya tak terbatas, dibimbing langsung oleh ahli-ahli, menikmati penghormatan seluruh murid, berada di puncak keagungan.
Di mata murid Sekte Langit, tindakan "pantang menyerah" Li Miaozhen ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap sekte, sebuah keegoisan yang menjijikkan.
Sesepuh Utama menoleh ke arah Yuanjun Bingyi di sampingnya, berkata:
“Eksekusi!”
Ini sudah disepakati kemarin saat Yuanjun Bingyi mengajukan banding kepada Yang Mulia.
Jika Santo Perempuan tetap membangkang, dialah yang harus turun tangan.
Yuanjun Bingyi terbang mengendarai angin, jubah Tao berkibar-kibar, kedua lengan mengembang. Dari ketinggian, dia memandang murid kesayangannya, lalu meraih sebuah cambuk merah dari udara.
“Lekas!”
Dengan satu tangan merapal mantra, Yuanjun Bingyi mengangkat cambuknya.
Gemuruh!
Kilat sebesar jari menyambar dari langit, tepat menghantam cambuk tersebut. Energi petir terkonsentrasi tanpa menghilang, mengubah seluruh cambuk menjadi senjata berkilauan yang diselimuti percikan listrik.
Yuanjun Bingzi menatap muridnya di panggung tinggi dengan pandangan dalam, lalu menggerakkan pergelangan tangannya.
Kilatan cambuk berlistrik itu menghilang sekejap dari pandangan penonton, diikuti gaung suara “Prak!” yang bergema di telinga semua orang.
Li Miaozhen seperti terkena tendangan cambuk yang keras, seluruh tubuhnya terlempar bagai karung pasir usang, menghantam panggung dengan kasar.
Pakaian di punggungnya robek, memperlihatkan bukan kulit putih mulus atau luka berdarah-darah, melainkan tanda hangus seperti arang.
Namun dibanding rasa sakit fisik, yang nyaris merenggut nyawa Santo Perempuan ini adalah cambukan yang merobek jiwa dan menghantam Jiwa yang Mendambakan.
Keringat dingin mengucur deras dari pori-pori tubuhnya. Li Miaozhen meringkuk di panggung tinggi, wajah pucat pasi, bibir tergigit hingga berdarah-darah, keras kepala menahan suara.
Yuanjun Bingyi yang dingin bagai es tak menunjukkan ekspresi. Pergelangan tangannya bergerak lincah, cambukan kedua segera menyusul.
"Prak!"
Kembali sebuah cambukan menghantam tubuh Li Miaozhen, meninggalkan jejak hangus dengan percikan listrik Ssssttt.
Tubuh Li Miaozhen tiba-tiba kaku lalu limbung jatuh. Pupil matanya mulai melebar, cahaya di mata cepat memudar - pertanda jiwa mulai sirna.
Jika terus dicambuk, dia akan menjadi manusia hidup dengan fisik utuh tapi jiwa musnah, lalu perlahan mati seiring waktu.
Di antara murid Sekte Langit yang menyaksikan, beberapa yang dekat dengan Li Miaozhen tak tega melihat dan memalingkan wajah.
"Adik seperguruan..."
Menyaksikan ini, Li Lingsu berseru kencang.
Sambil mengumpat "Dasar setan Xu Qi'an, kenapa belum datang juga?", ia menatap Yuanjun Bingyi sambil mengulur waktu, berteriak:
"Paman Guru Bingyi, bukankah dia adalah anak asuhmu sendiri? Keterikatan duniawimu tertanam padanya, bagaimana tega menghabisi nyawanya?"
Yuanjun Bingyi memegang cambuk petir, kali ini tidak diayunkan. Dengan ekspresi dingin ia memandangi Li Miaozhen, berkata datar:
"Sebagai gurumu, aku beri kesempatan terakhir. Jika kau rela menghapus ingatan dan memutus hubungan dengan manusia duniawi, statusmu sebagai Santo Perempuan Sekte Langit tetap utuh."
"Jika setuju, anggukkan kepala."
Di bawah atap Aula Tianzun, para kepala suku memandang dengan hampa. Tidak ada yang keberatan dengan tindakan sepihak Yuanjun Bingyi, bersikap netral.
Namun yang menjawab hanyalah kesunyian.
"Santo Perempuan, angguklah!"
"Jalan kultivasimu berat, jangan sia-siakan."
Sebelum Li Miaozhen sempat membuka mulut, para murid yang dekat dengannya atau tidak tega kehilangan santo perempuan, mulai berseru.
Seorang biksu wanita mengusap air mata, merintih:
"Se-Senior... Senior, cepatlah angguk! Apa yang lebih berharga dari nyawa? Hanya menghapus ingatan. Mana lebih penting antara ingatan dan hidup? Cepatlah angguk, jangan persulit Guru."
"Tiga tahun kau mengembara, tiga tahun berbuat kebajikan. Kau selamatkan banyak orang, tapi siapa yang akan menyelamatkanmu kini?"
Kesadaran Li Miaozhen perlahan pulih. Mendengar tangisan di sekelilingnya, dengan suara lemah ia berucap:
“Guru, selama tiga tahun murid turun gunung, bukan tanpa hasil. Murid telah menemukan Jalanku sendiri. Santo berkata, 'Mendengar Jalan di pagi hari, malamnya mati pun cukup.'
“Miaozhen rela mati tanpa penyesalan.”
Selama kembali ke Sekte Langit ini, dia sudah lama merenungkan semuanya.
Lebih tepatnya, saat hampir mati di Yongzhou dulu, tiba-tiba banyak hal menjadi jelas. Hari ini keengganannya untuk menghapus memori bukan hanya karena ada orang dan hal yang tak boleh dilupakan, tapi juga karena dia telah menemukan Jalannya sendiri.
Dia adalah Santo Perempuan Sekte Langit, tapi Jalan Sekte Langit belum tentu Jalannya.
Daripada hidup melawan nurani, lebih baik mati dengan pencerahan sejati.
Bulu mata Li Miaozhen gemetar. Matanya menatap langit biru yang silau, tapi tak menemukan sosok yang dinantikan. Dengan kecewa, dia menutup kelopaknya.
Barulah kemudian Sesepuh Utama berbicara perlahan:
“Santo Perempuan bersikukuh mencari kematian, Bingyi, bertindaklah!”
Wajah Yuanjun Bingyi yang sempurna tak lagi menunjukkan gejolak. Cambuk Petirnya mengibas... Tiba-tiba langit di atas mereka bergetar hebat.
Ruang bergelombang seperti permukaan air, riak lingkaran demi lingkaran menyebar.
“Ada yang menyerang Formasi Magis Besar Penjaga Gunung!”
Para murid terkejut sekaligus tak percaya. Berani-beraninya ada yang menyerbu gerbang Sekte Langit? Ingin cepat mati?
Braak! Braak! Braak!
Formasi Magis Besar Penjaga Gunung tak bertahan lama, hancur menjadi angin mengamuk dan energi spiritual yang menyapu segala penjuru.
Di langit biru laut, beberapa siluet manusia melayang di udara. Yang paling depan mengenakan jubah hijau bersulam corak awan, bertubuh gagah dengan wajah tampan.
Di belakangnya berturut-turut: Dewata Darat berparas dingin nan sempurna dengan mantel bulu; pendeta tua berambut uban; serta Asuro setinggi sembilan ren dengan alis menonjol dan tampilan unik antara jelek dan gagah.
Perlu dicatat, Asuro telah melepas jubah kasaya dan kepala plontosnya kini tertutup rambut hitam berkilau yang indah - dia telah keluar dari kebiaraan.
"Luo Yuhui, dia yang datang."
"Teratai Emas dari Sekte Bumi? Kenapa mereka berdua datang?"
"Pemuda itu siapa? Dua pemimpin sekte malah berdiri di belakangnya?"
Murid Sekte Langit tidak mengenali Asuro, bahkan tidak bisa mengidentifikasi Xu Qi'an, tapi langsung mengenali Luo Yuhui dan Teratai Emas yang sama-sama dari aliran Tao.
Daozhang Xuancheng berkata datar:
"Xu Qi'an, tujuanmu datang ke Sekte Langit apa?"
Xu Qi'an?
Xu Qi'an Sang Gong Perak dari Kekaisaran Feng?
Wajah murid Sekte Langit berubah. Meski minim kontak dengan dunia luar, mereka tidak sepenuhnya terisolasi. Perkembangan situasi di Sembilan Provinsi dan tokoh-tokoh penting tetap menjadi perhatian Sekte Langit.
Buktinya, mereka masih tahu soal perbuatan Naga Tidur dan Fenghuang Muda di dunia persilatan.
Peristiwa terbesar belakangan ini adalah padamnya pemberontakan di Zhongyuan, dengan Luo Yuhui dan Xu Qi'an naik ke Tingkat Satu - menambah dua ahli kuat puncak sejati di Sembilan Provinsi.
Untuk apa dia datang ke Sekte Langit?
Di tengah kerumunan, Li Lingsu merasa lega, hampir ingin merebahkan diri ke pelukan Xu Qi'an sambil memukul dadanya dengan tinju seraya berkata, "Dasar setan, kenapa baru datang!"
Li Miaozhen setengah membuka matanya, bayangan sosok muda berjubah hijau tercermin dalam sorot matanya yang mulai redup, lalu perlahan ia menutup kelopak matanya.
Kau datang juga!
"Sekte Langit berani mengusik orangku, sudah minta izinkah padaku?!"
Xu Qi'an berdiri tegak dengan tangan terkait di belakang.
Yuanjun Bingyi berkata dengan datar:
"Muridku, sejak kapan menjadi milikmu?"
"Li Miaozhen berjasa dalam memadamkan pemberontakan. Yang Mulia menganugerahinya jabatan Jenderal Kavaleri Patroli kelas lima sebagai pejabat resmi kekaisaran. Sekte Langit berani bertindak terhadap pejabat resmi Kekaisaran Feng, apakah kalian menganggap remeh gong perak ini?!"
Xu Qi'an berbalik menguasai situasi, langsung menuduh dengan tuduhan berat.
Tentu saja, ucapannya benar. Li Miaozhen memang memiliki jabatan militer sebagai Jenderal Kavaleri Patroli yang ditetapkan langsung oleh Putri Mahkota Huaiqing.
Taois Kim Lien tersenyum sambil menyambung:
"Li Miaozhen adalah anggota Tian Di Hui kami. Sebagai daozhang, aku tak bisa tinggal diam melihatnya binasa. Harap Sekte Langit memberi muka."
Ini... Empat makhluk bersatu mendesak untuk membela Santo Perempuan?
Para tetua Sekte Langit saling bertukar pandang tanpa ekspresi, lalu serentak menghadap Aula Tianzun:
"Mohon keputusan Yang Mulia!"
Tanpa debat atau protes, dengan ketenangan dan logika murni, mereka menilai situasi lalu memutuskan menyerahkan keputusan pada Yang Mulia.
Seluruh murid sekte membisu bagai terpaku, tak berani bersuara.
Mereka hanya merasa tidak bisa percaya, ahli-ahli ini berani bermusuhan dengan Sekte Langit demi Santo Perempuan?
"Ini adalah karma baik yang dikumpulkan Senior, karma baiknya sendiri."
Biksu wanita muda itu menutup mulut sambil menangis dan tertawa.
Suara agung Yang Mulia bergema dari dalam aula, tanpa emosi, seolah sudah mengantisipasi:
"Apa yang akan kau lakukan."
